Anda di halaman 1dari 17

Sasaran Belajar (LO)

LO. 1. Memahami dan menjelaskan oksigen 1.1 Definisi 1.2 Peranan 1.3 Mekanisme pertukaran dalam kapiler darah 1.4 Pengaturan pH darah 2. Memahami dan menjelaskan hipoksia seluler 2.1 Definisi 2.2 Patofisiologi 2.3 Jenis 2.4 Gejala 2.5 Dampak 2.6 Faktor risiko 2.7 Penata laksanaan 2.8 Pencegahan Memahami dan menjelaskan hemoglobin 3.1. Struktur 3.2 Fungsi 3.3 Faktor yang memengaruhi 3.4 Kadar, ukuran, dan satuan normal 3.5 Dampak abnormal

3.

Skenario

Pendaki Gunung Raka, 19 tahun adalah anggota muda pecinta alam sebuah universitas di Jakarta. Pekan lalu Raka mengikuti pelatihan tehnik mendaki gunung. Saat itu dijelaskan instruktur, bahwa pada ketinggian tertentu dapat terjadi kelelahan otot dan sesak nafas karena kekurangan oksigen. Oleh karena itu diwajibkan menggunakan sungkup oksigen agar terhindar dari keadaan hipoksia seluler yang apabila terus berlanjut dapat mengakibatkan kematian sel.

LO. 1. Memahami dan menjelaskan oksigen

1.1. Definisi Merupakan unsur kimia berupa gas dengan simbol O, nomor atom 8 dan berat atom 15,9994. Gas oksigen diatomik merupakan 20,8% dari volume udara. Oksigen adalah zat tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan terdapat bebas di udara serta dalam kombinasi pada sebagian besar zat padat, cair, dan gas non unsur. Oksigen secara independen ditemukan oleh Carl Wilhelm Scheele, di Uppsala tahun 1773, atau 1774 oleh Joseph Priestly di Inggris. Nama oksigen yang diciptakan pada tahun 1777 oleh Antoine Lavoisier dengan bahasa Yunani oxys yang artinya asam dan gene yang artinya pembentuk.

1.2. Peranan Oksigen penting untuk makhluk hidup karena merupakan unsur penting dari DNA dan hampir semua bahan biologis penting lainnya. Dua per tiga tubuh manusia terdiri dari oksigen. Sel manusia membutuhkan oksigen untuk mempertahankan kelangsungan metabolisme, karena oksigen merupakan komponen penting pada pembentukan Adenosin Trifosfat (ATP). ATP adalah sumber energi untuk melakukan aktivitas seluler secara maksimal dan memelihara efektivitas segala fungsi tubuh. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen merupakan kebutuhan yang sangat mendasar dan mendesak. Tanpa oksigen dalam waktu tertentu, sel tubuh akan mengalami kerusakan yang menetap dan menimbulkan kematian. Otak merupakan organ yang sangat sensitif terhadap kekurangan oksigen. Otak masih mampu menoleransi kekurangan oksigen antara tiga sampai lima menit. Apabila kekurangan oksigen berlangsung lebih dari lima menit, dapat terjadi kerusakan sel otak secara permanen (Kozier dan Erb 1998). Bila oksigen yang tersedia banyak maka mitokondria akan memproduksi ATP. Tanpa oksigen, mitokondria tidak akan membuat ATP. Jika oksigen dalam jumlah yang sedikit, tubuh akan tetap menghasilkan ATP pada sitosol melalui proses glikolisis dan merupakan reaksi anaerob. Tapi jumlah yang dihasilkan tidak sebanyak yang dihasilkan mitokondria. Oleh karena itu, jika tubuh terus menerus dalam keadaan tanpa oksigen maka sel akan kehilangan fungsinya.

1.3. Mekanisme pertukaran dalam kapiler darah Terdiri dari dua tahap, yaitu: A. Pernapasan Luar Merupakan pertukaran gas di dalam paru-paru. Oleh karena itu, berlangsung difusi gas dari luar masuk ke dalam aliran darah. Dengan kata lain, pernapasan luar merupakan pertukaran gas (O2 dan CO2) antara udara dan darah.
3

Pada pernapasan luar, darah akan masuk ke dalam kapiler paru-paru yang mengangkut sebagian besar karbon dioksida sebagai ion bikarbonat (HCO3) dengan persamaan reaksi seperti berikut. (H+) + (HCO3) H2CO3 Sisa karbon dioksida berdifusi keluar dari dalam darah dan melakukan reaksi sebagai berikut. H2CO3 H2O+CO2 Enzim karbonat anhidrase yang terdapat dalam sel-sel darah merah dapat mempercepat reaksi. Ketika reaksi berlangsung, hemoglobin melepaskan ionion hidrogen yang telah diangkut; HHb menjadi Hb. Hb merupakan singkatan dari haemoglobin, yaitu jenis protein dalam sel darah merah. Selanjutnya, hemoglobin mengikat oksigen dan menjadi oksihemoglobin (HbO2). Hb+O2HbO2 Selama pernapasan luar, di dalam paru-paru akan terjadi pertukaran gas yaitu CO2 meninggalkan darah dan O2 masuk ke dalam darah secara difusi. Terjadinya difusi O2 dan CO2 ini karena adanya perbedaan tekanan parsial. Tekanan udara luar sebesar 1 atm (760 mmHg), sedangkan tekanan parsial O2 di paru-paru sebesar 160 mmHg. Tekanan parsial pada kapiler darah arteri 100 mmHg, dan di vena 40 mmHg. Hal ini menyebabkan O2 dari udara berdifusi ke dalam darah. Sementara itu, tekanan parsial CO2 dalam vena 47 mmHg, tekanan parsial CO2 dalam arteri 41 mmHg, dan tekanan parsial CO2 dalam alveolus 40 mmHg. Adanya perbedaan tekanan parsial tersebut menyebabkan CO2 dapat berdifusi dari darah ke alveolus.
B. Pernapasan Dalam (Internal)

Pada pernapasan dalam (pertukaran gas di dalam jaringan tubuh) darah masuk ke dalam jaringan tubuh, oksigen meninggalkan hemoglobin dan berdifusi masuk ke dalam cairan jaringan tubuh. Reaksinya sebagai berikut. HbO2Hb+O2 Difusi oksigen keluar dari darah dan masuk ke dalam cairan jaringan dapat terjadi, karena tekanan oksigen di dalam cairan jaringan lebih rendah dibandingkan di dalam darah. Hal ini disebabkan karena sel-sel secara terus menerus menggunakan oksigen dalam respirasi selular. Dari proses pernapasan yang terjadi di dalam jaringan menyebabkan terjadinya perbedaan komposisi udara yang masuk dan yang keluar paru-paru. Perlu diketahui bahwa tekanan parsial O2 pada kapiler darah nadi 100 mmHg dan tekanan parsial O2 dalam jaringan tubuh kurang dari 40 mmHg.
4

Sebaliknya tekanan karbon dioksida tinggi, karena karbon dioksida secara terus menerus dihasilkan oleh sel-sel tubuh. Tekanan parsial CO2 dalam jaringan 60 mmHg dan dalam kapiler darah 41 mmHg. Hal inilah yang menyebabkan O2 dapat berdifusi ke dalam jaringan dan CO2 berdifusi ke luar jaringan. Dalam keadaan biasa, tubuh kita menghasilkan 200 ml karbon dioksida per hari. Pengangkutan CO2 di dalam darah dapat dilakukan dengan tiga cara berikut. 1) Sekitar 6070% CO2 diangkut dalam bentuk ion bikarbonat (HCO3) oleh plasma darah, setelah asam karbonat yang terbentuk dalam darah terurai menjadi ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat (HCO3). Ion H+ bersifat racun, oleh sebab itu ion ini segera diikat Hb, sedangkan ion HCO3 meninggalkan eritrosit masuk ke plasma darah. Kedudukan ion HCO3 dalam eritrosit diganti oleh ion klorit. Persamaan reaksinya sebagai berikut. H2O+CO2H2CO3(H+)+(HCO3) 2) Lebih kurang 25% CO2 diikat oleh hemoglobin membentuk karboksihemoglobin. Secara sederhana, reaksi CO2 dengan Hb ditulis sebagai berikut. CO2+HbHbCO2 Karboksihemoglobin disebut juga karbominohemoglobin karena bagian dari hemoblogin yang mengikat CO2 adalah gugus asam amino. Reaksinya sebagai berikut. CO2+RNH2RNHCOOH 3) Sekitar 610% CO2 diangkut plasma darah dalam bentuk senyawa asam karbonat(H2CO3). Tidak semua CO2 yang diangkut darah melalui paru-paru dibebaskan ke udara bebas. Darah yang melewati paru-paru hanya membebaskan 10% CO2. Sisanya sebesar 90% tetap bertahan di dalam darah dalam bentuk ion-ion bikarbonat. Ion-ion bikarbonat dalam darah ini sebagai buffer atau penyangga karena mempunyai peran penting dalam menjaga stabilitas pH darah. Apabila terjadi gangguan pengangkutan CO2 dalam darah, kadar asam karbonat (H2CO3) akan meningkat sehingga akan menyebabkan turunnya kadar alkali darah yang berperan sebagai larutan buffer. Hal ini akan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologis yang disebut asidosis.

1.4. Pengaturan pH dalam darah Ada beberapa faktor yang terlibat dalam pengendalian pH darah, diantaranya penyangga karbonat, penyangga hemoglobin dan penyangga fosfat.

a. Penyangga Karbonat Penyangga karbonat berasal dari campuran asam karbonat (H 2 CO 3 ) dengan basa konjugasi bikarbonat (HCO 3 ). H 2 CO 3 (aq) --> HCO 3(aq) + H + (aq) Penyangga karbonat sangat berperan penting dalam mengontrol pH darah. Pelari maraton dapat mengalami kondisi asidosis, yaitu penurunan pH darah yang disebabkan oleh metabolisme yang tinggi sehingga meningkatkan produksi ion bikarbonat. Kondisi asidosis ini dapat mengakibatkan penyakit jantung, ginjal, diabetes miletus (penyakit gula) dan diare. Orang yang mendaki gunung tanpa oksigen tambahan dapat menderita alkalosis, yaitu peningkatan pH darah. Kadar oksigen yang sedikit di gunung dapat membuat para pendaki bernafas lebih cepat, sehingga gas karbondioksida yang dilepas terlalu banyak, padahal CO 2 dapat larut dalam air menghasilkan H 2 CO 3 . Hal ini mengakibatkan pH darah akan naik. Kondisi alkalosis dapat mengakibatkan hiperventilasi (bernafas terlalu berlebihan, kadang-kadang karena cemas dan histeris). b. Penyangga Hemoglobin Pada darah, terdapat hemoglobin yang dapat mengikat oksigen untuk selanjutnya dibawa ke seluruh sel tubuh. Reaksi kesetimbangan dari larutan penyangga oksi hemoglobin adalah: HHb + O 2 (g)
2 -

+ H+

Asam hemoglobin ion aksi hemoglobin Keberadaan oksigen pada reaksi di atas dapat memengaruhi konsentrasi ion H +, sehingga pH darah juga dipengaruhi olehnya. Pada reaksi di atas O 2 bersifat basa. Hemoglobin yang telah melepaskan O 2 dapat mengikat H + dan membentuk asam hemoglobin. Sehingga ion H + yang dilepaskan pada peruraian H 2 CO 3 merupakan asam yang diproduksi oleh CO 2 yang terlarut dalam air saat metabolisme. c. Penyangga Fosfat Pada cairan intra sel, kehadiran penyangga fosfat sangat penting dalam mengatur pH darah. Penyangga ini berasal dari campuran dihidrogen fosfat (H 2 PO 4 - ) dengan monohidrogen fosfat (HPO 3 2- ). H 2 PO 4 - (aq) + H + (aq)
2

PO 4(aq)

H 2 PO 4 - (aq) + OH - (aq) --> HPO 4 2- (aq) ) + H 2 O (aq Penyangga fosfat dapat mempertahankan pH darah 7,4. Penyangga di luar sel hanya sedikit jumlahnya, tetapi sangat penting untuk larutan penyangga urin. Pada waktu darah mengalir ke paru-paru, hemoglobin mengikat ooksigen sampai jenuh. Oksihemoglobin akan melepaskan oksigen lebih banyak pada
6

lingkungan asam. Apabila lebih banyak oksigen yang digunakan, lebih banyak pula karbon dioksida yang terbetuk dan diambil oleh darah. Karbon dioksida yang diambil akan bereaksi dengan air membentuk asam karbonat (H2CO2) yang berakibat darah bersifat asam. Dalam kondisi normal tubuh menghasilkan sekitar 200 cc karbon dioksida dan setiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc karbon dioksida. Hal tersebut menyebabkan terbentuknya asam karbonat dan pH darah menjadi asam (4,5). Dengan adanya ion Na+ dan K+, keasaman darah dapat dinetralkan.

LO. 2. Memahami dan menjelaskan hipoksia seluler

2.1. Definisi Dorland: Penurunan suplai oksigen dalam jarinagn sampai di bawah tingkat fisiologis meskipun perfusi jaringan oleh darah memadai. Webster: kekurangan kadar oksigen yang mencapai jaringan pada tubuh. Stedman: Penurunan tingkat oksigen di bawah normal pada gas yang terinspirasi, darah di arteri, atau jaringan, kependekan dari anoxia. Ganong: Kekurangan O2 di tingkat jaringan. Intinya, hipoksia adalah penurunan suplai oksigen di bawah normal pada jaringan tubuh. Istilah hipoksia lebih tepat dibandingkan dengan anoksia karena ketiadaan O2 di jaringan jarang dijumpai.

2.2. Patofisiologi Pada keadaan dengan penurunan kesadaran misalnya pada tindakan anestesi, penderita trauma kepal/karena suatu penyakit, maka akan terjadi relaksasi otot-otot termasuk otot lidah dan sphincter cardia akibatnya bila posisi penderita terlentang maka pangkal lidah akan jatuh ke posterior menutup orofaring, sehingga menimbulkan sumbatan jalan napas. Sphincter cardia yang relaks, menyebabkan isi lambung mengalir kembali ke orofaring (regurgitasi). Hal ini merupakan ancaman terjadinya sumbatan jalan napas oleh aspirat yang padat dan aspirasi pneumonia oleh aspirasi cair, sebab pada keadaan ini pada umumnya reflek batuk sudah menurun atau hilang. Kegagalan respirasi mencakup kegagalan oksigenasi maupun kegagalan ventilasi. Kegagalan oksigenasi dapat disebabkan oleh: (1) ketimpangan antara ventilasi dan perfusi. (2) hubungan pendek darah intrapulmoner kanan-kiri. (3) tegangan oksigen vena paru rendah karena inspirasi yang kurang, atau karena tercampur darah yang mengandung oksigen rendah. (4) gangguan difusi pada membran kapiler alveoler.
7

(5) hipoventilasi alveoler. Kegagalan ventilasi dapat terjadi bila PaCO2 meninggi dan pH kurang dari 7,35. Kegagalan ventilasi terjadi bila minut ventilation berkurang secara tidak wajar atau bila tidak dapat meningkat dalam usaha memberikan kompensasi bagi peningkatan produksi CO2 atau pembentukan rongga tidak berfungsi pada pertukaran gas (dead space). Kelelahan otot-otot respirasi /kelemahan otot-otot respirasi timbul bila otot-otot inspirasi terutama diafragma tidak mampu membangkitkan tekanan yang diperlukan untuk mempertahankan ventilasi yang sudah cukup memadai. Tanda-tanda awal kelelahan otot-otot inspirasi seringkali mendahului penurunan yang cukup berarti pada ventilasi alveolar yang berakibat kenaikan PaCO2. Tahap awal berupa pernapasan yang dangkal dan cepat yang diikuti oleh aktivitas otot-otot inspirasi yang tidak terkoordinsiberupa alterans respirasi (pernapasan dada dan perut bergantian), dan gerakan abdominal paradoxal (gerakan dinding perut ke dalam pada saat inspirasi) dapat menunjukan asidosis respirasi yang sedang mengancam dan henti napas.9 Jalan napas yang tersumbat akan menyebabkan gangguan ventilasi karena itu langkah yang pertama adalah membuka jalan napas dan menjaganya agar tetap bebas. Setelah jalan napas bebas tetapi tetap ada gangguan ventilasi maka harus dicari penyebab lain.penyebab lain yang terutama adalah gangguan pada mekanik ventilasi dan depresi susunan syaraf pusat. Untuk inspirasi agar diperoleh volume udara yang cukup diperlukan jalan napas yang bebas, kekuatan otot inspirasi yang kuat, dinding thorak yang utuh, rongga pleura yang negatif dan susunan syaraf yang baik.Bila ada gangguan dari unsur-unsur mekanik diatas maka akan terjadi hipoventilasi yang mengakibatkan hiperkarbia dan hipoksemia. Hiperkarbia menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah otak yang akan meningkatkan tekanan intrakranial, yang dapat menurunkan kesadran dan menekan pusat napas bila disertai hipoksemia keadaan akan makin buruk. Penekanan pusat napas akan menurunkan ventilasi. Lingkaran ini harus dipatahkan dengan memberikan ventilasi dan oksigensi. Gangguan ventilasi dan oksigensi juga dapat terjadi akibat kelainan di paru dan kegagalan fungsi jantung. Parameter ventilasi : PaCO2 (N: 35-45 mmHg), ETCO2 (N: 25-35mmHg), parameter oksigenasi : Pa O2 (N: 80-100 mmHg), Sa O2 (N: 95-100%).

2.3. Jenis Secara umum, hipoksia terbagi menjadi 4 jenis: A. Hipoksia Anemik Hipoksia diakibatkan kekurangan konsentrasi hemoglobin atau jumlah sel darah merah untuk mengangkut oksigen. Contohnya pada anemia dan hemorrgia. Saat istirahat, hipoksia akibat anemia tidaklah berat karena adanya peningkatan 2,3-BPG di dalam eritrosit, kecuali jika defisiensi hemoglobin sangat besar. Meskipun begitu, penderita anemia dapat mengalami kesulitan cukup besar sewaktu melakukan aktivitas fisik karena keterbatasan kemampuan untuk meningkatkan pengangkutan O2 ke jaringan yang aktif.

B. Hipoksia Hipoksik Hipoksia akibat menurunnya mekanisme oksigenasi atau pengangkutan oksigen di paru-paru. Seperti akibat dari tekanan oksigen yang rendah, fungsi abnormal pulmonaris, atau gangguan jalur pernafasan. Merupakan salah satu masalah pada individu normal di ketinggian dan memperparah pneumonia dan penyakit pernafasan lainnya. Adalah hipoksia akibat tidak cukupnya oksigen yang mencapai darah, seperti pada penurunan tekanan barometik di tempat yang tinggi. C. Hipoksia Iskemik/Stagnan Hipoksia jaringan ditandai oligemia jaringan atau aliran darah ke jaringan sangat rendah, sehingga O2 yang dihantarkan ke jaringan tidak cukup meskipun PO2 dan konsentrasi hemoglobin normal. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan arteriolar dan vasokonstriksi. D. Hipoksia Histotoksik Hipoksia dimana jumlah O2 yang dihantarkan memadai, namun adanya kerja suatu agen toksik sehingga sel jaringan tidak mampu menggunakan O2 yang tersedia. Menurut David J Pierson, adanya jenis hipoksia lain yaitu: E. Hipoksia Afinitas Oksigen Hipoksia akibat berkurangnya kemampuan hemoglobin untuk melepas oksigen.

2.4. Gejala Gejala dan tanda-tanda hipoksia (Tabel 1) bersifat nonspesifik dan mirip dengan gagal jantung dan kondisi lainnya. Walau banyak pasien dengan hipoksia mengalami dyspneic(sulit bernafas), manifestasi klinik cenderung mengarah secara neuorologis dan kardiovasukuler daripada pernafasan. Walau sianosis seharusnya muncul saat hemoglobin ter-deoksigenasi lebih dari 5gr/dL, tanda-tandanya cukup beragam pada tiap pasien saat mendeteksi hipoksemia.
Tabel 1. Gejala dan tanda hipoksia

Gejala (Dyspnea) Kelelahan Palpitatasi Pusing Agitatasi Sakit kepala Tremor Asteriksis Diaforesis

Tanda Respiratory distress Sianosis Takipnea Takikardia Kardiak disritmia Hipertensi Hipotensi Letalergi Koma

Berdasarkan apa yang digunakan saat inspirasi, gejala hipoksia terdiri dari 2: 1) Gejala hipoksia saat bernafas dengan udara biasa Terdapat berbagai mekanisme kompensasi untuk meningkatkan toleransi pada ketinggian (aklimatisasi) yang bekerja untuk jangka waktu tertentu. Namun pada subjek yang tidak teraklimatisasi gejala mental seperti iritabilitas, muncul pada ketinggian 3700m. Pada ketinggian 5500m gejala hipoksia menjadi berat, dan pada ketinggian 6100m umumnya kesadaran mulai menghilang. 2) Gejala hipoksia saat bernafas dengan oksigen. Jika kita bernafas 100% O2, faktor pembatas pada toleransi terhadap ketinggian adalah tekanan atmosfer total. Diatas ketinggian 10.400m peningkatan ventilasi akibat rendahnya PO2 alveolus akan sedikit menurunkan PCO2 alveolus, tetapi pada ketinggian 13.700m dengan barometer lingkungan sebesar 100mmHg, PO2 alveolus maksimum yang dapat di pertahankan saat bernafas dengan 100% O2 adalah 40mmHg. Pada ketinggian 14.000m kesadaran akan hilang meski diberi 100% O2. Berdasarkan kosensus Lake Louis, hipoksia pada ketinggian atau Acute Mountain Sickness (AMS) adalah sebuah spektrum penyakit dimana ada beberapa tahap dan berbeda keparahannya. 1) Acute Mountain Sickness (AMS) Muncul ketika baru mencapai ketinggian yang baru. Gejala berupa sakit kepala atau salah satu dari mual dan muntah, hilangnya nafsu makan, lemas, pusing, sulit tidur. 2) High Altitude Cerebral Edema (HACE) Dianggap sebagai versi AMS yang lebih parah. Hal-hal yang dapat terjadi yaitu perubahan status kesadaran atau ataksia(ketidakseimbangan koordinasi gerak) pada seseorang yang diduga AMS. 3) High Altitude Pulmonary Edema (HAPE) Dengan gejala sulit bernafas ketika istirahar, batuk-batuk, dada terasa tidak enak (rasa tertekan), lemah/kemampuan tubuh menurun.

2.5. Dampak Saat pertama kali sampai di ketinggian, banyak individu yang mengalami mabuk pegunungan sementara. Sindrom ini muncul 8-24 jam setelah sampai dan berlangsung selama 4-8 hari, ditandai dengan nyeri kepala, iritabilitas, insomnia, sesak nafas, mual dan muntah.penyebab diduga terkait dengan edema serebri. Penyakit akibat ketinggian tidak hanya mabuk pada ketinggian, tapi juga 2 sindrom yang lebih serius dan menjadi penyulitnya, yaitu edema otak dan edema paru akibat ketinggian. Pada edema otak, kebocoran kapiler pada mabuk pegunungan berlanjut dengan pembengkakan otak yang nyata. Edema paru adalah edema berbercak di paru yang terkait dengan hipertensi pulmonal berat yang terjadi di ketinggian.

10

Selain itu, dampak yang terjadi dapat berupa kesulitan dalam koordinasi, bicara, dan konsentrasi, kesulitan bernafas, mengantuk, kelelahan, sianosis, penurunan pada penglihatan, pendengaran, dan fungsi sensorik, keringat dingin, serta ketidak sadaran dan kematian tergantung ketinggian dan kondisi pasien.

2.6. Fakor Risiko Hipoksia dapat terjadi karena defisiensi oksigen pada tingkat jaringan sehingga selsel tidak memperoleh oksigen yang cukup akibatnya metabolisme sel terganggu. Hipoksia dapat terjadi karena: 1) O2 paru yang tidak memadai karena keadaan ekstrinsik. 2) Penyakit paru, hipoventilasi karena peningkatan tahanan saluran nafas atau pemenuhan paru menurun. 3) Shunt vena ke arteri. 4) Transpor dan pelepasan oksigen yang tidak memadai. 5) Pemakaian oksigen yang tidak memadai pada jarinagn disebabkan keracunan enzim sel, kekurangan enzim sel karena defisiensi vitamin B. 6) Emosi seperti rasa takut, cemas, dan marah dapat meningkatkan kebutuhan terhadap oksigen. 7) Gaya hidup seperti kebiasaan merokok dapat memengaruhi status oksigenasi seseorang. 2.7. Penatalaksanaan Penanganan yang dapat dilakukan terhadap penderita hipoksia adalah: 1) Pemberian oksigen Merupakan tindakan memberikan oksigen ke dalam saluran pernafasan dengan alat bantu oksigen. Pemberian oksigen dapat dilakukan meallui tiga cara, yaitu melalui kanula, nasakm dan masker. Pemberian oksigen ini ditujukan untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan mencegah terjadinya hipoksia. Penanganan pada daerah tinggi yaitu: 2) Turun segera Dengan turun segera dari ketinggian dapat menyembuhkan gejala dalam beberapa jam, namun misi naik gunung dapat tertunda 3) Istirahat di ketinggian yang sama Diharapkan terjadinya proses aklimatisasi(penyesuaian ketersediaan O2 yang menurun di dataran tinggi), namun gejala baru akan hilang dalam 24-48 jam. 4) Istirahat dan minum Acetazolamide, atau Deksametason, atau keduanya Dengan Acetazolamide, gejala dapat hilang dalam 12-24 jam, namun ada efek samping obat. Sedangkan pada Deksametason dapat menghilangkan gejala dalam beberapa jam, namun hanya menyembunyikan gejala dan tidak terjadi proses aklimatisasi. 5) Terapi oksigen hiperbarik Gejala akan hilang dalam beberapa menit, namun hanya dapat meningkatkan jumlah O2 yang larut dalam darah arteri, sehingga memberikan arti yang terbatas pada hipoksia stagnan, anemik, histotoksik, dan hipoksik.
11

2.8. Pencegahan 1. Jangan menggunakan helikopter ketika menuju dataran tinggi dan usahakan jalan ke puncak mulai dari ketinggian dibawah 3000m. 2. Hindari merokok, minum alkohol, obat anti depresan karena dapat memperlambat laju pernafasan. 3. Menjaga asupan nutrisi, terutama zat besi, folat, vitamin B-12 dan B-6

LO. 3. Memahami dan menjelaskan hemoglobin

3.1. Struktur Pigmen merah pembawa oksigen dalam sel darah merah vertebrata adalah hemoglobin yaitu suatu protein berbentuk bulat dengan berat molekul 64.450. Hemoglobin manusia dewasa normal (hemoglobin A) yang mengangkut oksigen dari ke jaringan untuk oksidasi bahan bakar mengandung 4 subunit, yaitu 2 rantai dan 2 rantai . Tiap subunit mengandung satu gugus heme yang terkonjungsi oleh suatu peptida. Walaupun urutan asam amino berbeda, struktur 30 rantai dan pada hemoglobin serupa satu sama lain dan mirip rantai polipeptida tunggal dari mioglobin. Rantai memiliki 141 residu asam amino dan rantai memiliki 146 residu asam amino. Maka, hemoglobin A ditberi kode 22. Tidak semua hemoglobin dalam darah orang dewasa normal berupa hemoglobin A. Sekitar 2,5% hemoglobin adalah hemoglobin A2, yaitu rantai digantikan oleh rantai (22). Rantai juga mengandung 146 residu asam amino, namun 10 macam residu asam amino-nya berbeda dari residu asam amino rantai . Rantai dan dapat ditemukan di eritrosit setelah lahir. Pada pusat molekul hemoglobin terdiri dari cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom besi, atom besi ini merupakan situs/lokal ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme. Nama hemoglobin merupakan gabungan dari heme dan globin, globin sebagai istilah generik untuk protein globular.

3.2. Fungsi Menurut Depkes RI adapun guna hemoglobin antara lain: 1) Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida di dalam jaringan-jaringan tubuh. 2) Mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa ke seluruh jaringan-jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.

12

3) Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-paru untuk di buang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah atau tidak, dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin. Penurunan kadar hemoglobin dari normal berarti kekurangan darah yang disebut anemia. 3.3. Mekanisme Hemoglobin mengikat O2 membentuk oksihemoglobin. O2 menempel pada Fe2+ di heme. Afinitas hemoglobin terhadap O2 dipengaruhi oleh pH, suhu, dan konsentrasi 2,3-bifosfogliserat dalam sel darah merah. 2Hb+2O22HbO2 Kemudian oksihemoglobin akan beredar ke seluruh sel-sel tubuh. Setelah sampai di sel-sel tubuhm akan terjadi reaksi pelepasan oksigen oleh Hb. 2HbO22Hb+2O2

3.4. Faktor yang memengaruhi 1. Kecukupan Besi dalam Tubuh Menurut Parakkasi, Besi dibutuhkan untuk produksi hemoglobin, sehingga anemia gizi besi akan menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang lebih kecil dan kandungan hemoglobin yang rendah. Besi juga merupakan mikronutrien essensil dalam memproduksi hemoglobin yang berfungsi mengantar oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, untuk dieksresikan ke dalam udara pernafasan, sitokrom, dan komponen lain pada sistem enzim pernafasan seperti sitokrom oksidase, katalase, dan peroksidase. Besi berperan dalam sintesis hemoglobin dalam sel darah merah dan mioglobin dalam sel otot. Kandungan 0,004 % berat tubuh (60-70%) terdapat dalam hemoglobin yang disimpan sebagai ferritin di dalam hati, hemosiderin di dalam limpa dan sumsum tulang. Kurang lebih 4% besi di dalam tubuh berada sebagai mioglobin dan senyawa senyawa besi sebagai enzim oksidatif seperti sitokrom dan flavoprotein. Walaupun jumlahnya sangat kecil namun mempunyai peranan yang sangat penting. Mioglobin ikut dalam transportasi oksigen menerobos sel-sel membran masuk kedalam sel-sel otot. Sitokrom, flavoprotein, dan senyawa-senyawa mitokondria yang mengandung besi lainnya, memegang peranan penting dalam proses oksidasi menghasilkan Adenosin Tri Phosphat (ATP) yang merupakan molekul berenergi tinggi. Sehingga apabila tubuh mengalami anemia gizi besi maka terjadi penurunan kemampuan bekerja. Pada anak sekolah berdampak pada peningkatan absen sekolah dan penurunan prestasi belajar Menurut Kartono J dan Soekatri M, Kecukupan besi yang direkomendasikan adalah jumlah minimum besi yang berasal dari makanan yang dapat menyediakan cukup besi untuk setiap individu yang sehat pada 95% populasi, sehingga dapat terhindar kemungkinan anemia kekurangan besi
13

2. Metabolisme Besi dalam Tubuh Menurut Wirakusumah, Besi yang terdapat di dalam tubuh orang dewasa sehat berjumlah lebih dari 4 gram. Besi tersebut berada di dalam sel-sel darah merah atau hemoglobin (lebih dari 2,5 g), myoglobin (150 mg), phorphyrin cytochrome, hati, limpa sumsum tulang (> 200-1500 mg). Ada dua bagian besi dalam tubuh, yaitu bagian fungsional yang dipakai untuk keperluan metabolik dan bagian yang merupakan cadangan. Hemoglobin, mioglobin, sitokrom, serta enzim hem dan nonhem adalah bentuk besi fungsional dan berjumlah antara 25-55 mg/kg berat badan. Sedangkan besi cadangan apabila dibutuhkan untuk fungsi-fungsi fisiologis dan jumlahnya 5-25 mg/kg berat badan. Ferritin dan hemosiderin adalah bentuk besi cadangan yang biasanya terdapat dalam hati, limpa dan sumsum tulang. Metabolisme besi dalam tubuh terdiri dari proses absorpsi, pengangkutan, pemanfaatan, penyimpanan dan pengeluaran. 3. Pengaturan produksi sel darah merah a. Produksi eritrosit diatur eritroprotein, hormon glikoprotein yang merangsang eritropoiesis terutama oleh ginjal. Kecepatan eritroprotein berbanding terbalik dengan kadar O2 dalam jaringan. b. Faktor yang mempengaruhi jaringan menenrima volume oksigen: 1) Kehilangan darah akibat hemoragi, mengakibatkan peningkatan produksi sel darah merah. 2) Tinggal di dataran tinggi dengan kandungan oksigen yang rendah dalam jangka waktu yang lama. 3) Gagal jantung, yang mengurangi aliran darah ke jaringan, atau penyakit paru yang mengurangi O2 yang diabsorpsi darah.

3.5. Kadar, ukuran, dan satuan normal Nilai normal hemoglobin adalah sebagai berikut :
a) b) c) d) e) f) g) h) i)

Bayi baru lahir : 17-22 gram/dl Umur 1 minggu : 15-20 gram/dl Umur 1 bulan : 11-15 gram/dl Anak anak : 11-13 gram/dl Lelaki dewasa : 14-18 gram/dl Perempuan dewasa : 12-16 gram/dl Perempuan hamil: 11 gram/dl Lelaki tua : 12.4-14.9 gram/dl Perempuan tua : 11.7-13.8 gram/dl
14

Satuannya menggunakan gr/dl yang artinya banyaknya gram hemoglobin dalam 100 mililiter darah. Setiap eritrosit dengan ukuran 7,65m mengandung 300juta molekul hemoglobin. Volume hemoglobin mencapai sepertiga volume sel.

3.6. Dampak abnormal Tingkat hemoglobin yang rendah mengindikasikan: b. c. d. e. f. g. h. i. Anemia Defisiensi eritropoietin (dari penyakit ginjal) hancurnya sel darah merah terkait reaksi transfusi Pendarahan Keracunan Malnutrisi Kekurangan nutrisi; zat besi, folat, vitamin B-12, vitamin B-6 Over hydration

Yang dimaksud dengan kekurangan hemoglobin adalah anemia. Hemoglobin juga berperan penting dalam mempertahankan bentuk sel darah yang bikonkaf, jika terjadi gangguan pada bentuk sel darah ini, maka keluwesan sel darah merah dalam melewati kapiler jadi kurang maksimal. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa kekurangan zat besi bisa mengakibatkan anemia. Ada banyak penyebab anemia diantaranya yang paling sering adalah perdarahan, kurang nutrisi: zat besi, vitamin B-12 dan folat, gangguan sumsum tulang, pengobatan kemoterapi dan abnormalitas hemoglobin bawaan. - Kadar Hb 108 gram disebut anemia ringan. - Kadar Hb 85 gram disebut anemia sedang. - Kadar Hb kurang dari 5 gram disebut anemia berat. Tingkat hemoglobin yang melebihi normal mengindikasikan: a. Penyakit jantung kongenital b. Cor pulmonale c. Fibrosis pulmonaris d. Polycythemia vera e. Peningkatan formasi eritrosit terkait kelebihan eritropoietin Jumlah hemoglobin yang tinggi berarti kelebihan jumlah sel darah merah, disebut juga eritrositosis. Kondisi ini dapat mengarah pada beberapa komplikasi karena dapat merusak sirkulasi and mengarah pada penyumbatan abnormal. Kadar hemoglobin yang tinggi dapat dijumpai pada orang yang tinggal di daerah dataran tinggi dan perokok. Beberapa penyakit seperti radang paru paru, tumor dan gangguan sumsum tulang juga bisa meningkatkan kadar hemoglobin. Penyebab meningkatnya hemoglobin dapat terjadi karena hasil mekanisme:
15

a. Peningkatan produksi eritrosit sebagai mekanisme pengganti ketika kapasitas pengangkut oksigen darah memenuhi kebutuhan jaringan. b. Kontraksi volume plasma mengakibat volume eritrosit yang lebih besar. Penyebab lain kenaikan jumlah hemoglobin: a. Tinggal di daerah tinggi. Semakin tinggi suatu daerah, maka tingkat oksigen di udara semakin rendah. Hal ini membuat tubuh menghasilkan hemoglobin untuk mengikat oksigen sebanyakbanyaknya. b. Merokok Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap sukarelawan perokok membuktikan tingginya persentase perokok dengan kadar hemoglobin yang meningkat, walaupun mekanismenya belum diketahui. Beberapa ahli percaya bahwa hal itu disebebkan oleh rendahnya kadar oksigen murni dalam paru-paru perokok. Jadi, ini bisa jadi mekanisme yang menjelaskan rendahnya kadar oksigen. c. Dehidrasi Dehidrasi menghasilkan peningkatan hemoglobin palsu yang menghilang apabila keseimbangan cairan diperbaiki. d. Kelainan jantung kongenital e. Cor pulmonale Kegagalan bagian kanan jantung akibat tekanan darah tinggi pada arteri paru (hipertensi pulmoner) f. Fibrosis pulmoner Kondisi yang dicirikan dengan adanya luka atau penebalan pada jaringan diantara katung udara(alveoli) di paru-paru. g. Polisitemia vera Penyakit langka dimana sumsum tulang belakang menghasilkan eritrosit terlalu banyak. h. Penggunaan steroid anabolik.

16

Daftar Pustaka
Murray, Robert K. Biokimia Harper. Ed.27. hal.51 Ganong. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.22 Dorland. Kamus Kedokteran. Ed.31 Marks D, dkk. Biokimia Kedokteran Dasar. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Sloane E. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Pierson David J. Pathophysiology and Clinical Effects of Chronic Hypoxia https://Docs.Google.Com/Usu http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2090620-pengertianoksigen/#ixzz1gMwyCQhQ http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2026989-hipoksiakekurangan-oksigen/#ixzz1gYANSPia http://3rr0rists.net/medical/hipoksia.html http://www.google-book.com/-Teknik Prosedural Konsep & Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien http://www.makalahpendididkan.com http://www.newton.com http://www.blogdokter.net/2008/06/13/hemoglobin/ http://www.madehow.com/Volume-4/Oxygen.html#ixzz1gMutQD2C http://www.lenntech.com/periodic/elements/o.htm#ixzz1gMs9MVih http://www.tpub.com/ase2/85.htm http://www.caregiver.org/caregiver/jsp/content_node.jsp?nodeid=575 http://www.steadyhealth.com/articles/Elevated_Hemoglobin__Risks___Symptoms_a194.htm

17

Anda mungkin juga menyukai