Anda di halaman 1dari 61

SKENARIO 2 KELUMPUHAN WAJAH

KELOMPOK A5
Ketua Sekretaris Aldian Eka Surya Dani Hermawan Diah Dewi Anggraeni Ajeng Febriyanti Alfun Iqbal Aminah Alaydrus Dicky Lesmana Fahmi Hidayati : Jenia Andromi (1102010136)

: Indah Kusumo Wardani Putri (1102010129) (1102009020) (1102009067) (1102009076) (1102010013) (1102010014) (1102010018) (1102010077) (1102010091)

UNIVERSITAS YARSI 2012

KELUMPUHAN WAJAH Perempuan berusia 50 tahun saat sedang berbelanja dipusat perbelanjaan tiba-tiba berbicara cadel dan setelah diperhatikan oleh suaminya wajah pasien terlihat tidak simetris. Pasien juga mengeluh anggota gerak sisi kiri lebih lemah dibandingkan kanan. Suami langsung membawa istrinya ke IGD RS terdekat. Pemeriksaan tanda vital menunjukan hipertensi. Pada pemeriksaan fisik ditemukan wajah tidak simetris. Sulcus nasolabialis kiri tampak mendatar,namun kerutan dahi simetris. Pada saat menjulurkan lidah,mencong ke sisi kiri tanpa adanya atrofi papil dan fasikulasi. Terdapat hemiparesis sinistra.dokter mengatakan pasien mengalami stroke. Sebagai seorang suami, ia berkewajiban untuk menyantuni dan merawat istrinya dengan baik sesuai ajaran islam.

KATA SULIT 1. Fasikulasi : kerutan otot yang spontan dan cepat 2. Hemiparesis : kelemahan separuh tubuh pada satu sisi. 3. Sulcus nasolabialis : alur antara hidung dan bibir.

PERTANYAAN DAN JAWABAN 1. Kenapa pasien tiba-tiba berbicara cadel? Jawab: ada gangguan pada nervus XII yang lumpuh karena ada lesi pada otak kanan menyebabkan hipoksia lalu mengalami defisiensi neurologi. 2. Kenapa pasien mengalami hemiparesis sinistra? Jawab : akibat adanya lesi di pada otak kanan dan jaras motorik yang bersilangan maka dikelompokan kedalam lesi UMN 3. Kenapa dokter bisa mendiagnosis pasien dengan stroke? Jawab: karena dari anamnesis ada keluhan lumpuh anggota gerak sebelah kiri,wajah tidak simetris, dan cadel.pada pemeriksaan fisik tampak sulcus nasolabialis mendatar. 4. Apa hubungan stroke dengan hipertensi? Jawab: sebagai kompensasi untuk mengalirkan darah (oksigen) dan nutrisi (ATP) 5. Apa penyebab factor resiko pada stroke? Jawab: factor resiko yang tidak bisa dibuah antara lain usia,genetic,ras,jenis kelamin. Dan factor resiko yang dapat diubah diabetes mellitus, dislipidemi,Asam urat.

HIPOTESIS

IDENTITAS : Wanita 50 tahun, beraktifitas mengalami cadel karena lumpuhnya nervus XII dan ada lesi pada otak kanan menyebabkan hipoksia lalu mengalami defisiensi neurologi

ANAMNESIS : ada keluhan lumpuh anggota gerak sebelah kiri,wajah tidak simetris, dan cadel. Pada pemeriksaan fisik tampak sulcus nasolabialis mendatar akibat adanya lesi di pada otak kanan dan jaras motorik yang bersilangan maka dikelompokan kedalam lesi UMN

Ditemukan hipertensi akibat kompensasi dari tubuh untuk mengalirkan darah (oksigen) dan nutrisi (ATP).

Stroke iskemik dengan factor resiko resiko yang tidak bisa dibuah antara lain usia,genetic,ras,jenis kelamin. Dan factor resiko yang dapat diubah diabetes mellitus, dislipidemi,Asam urat.

SASARAN BELAJAR LI 1. Memahami dan menjelaskan anatomi dan fisiologi nervus cranialis I sampai XII. LI 2. Memahami dan menjelaskan anatomi dan fisiologi kapsula interna, jaras motorik dan jaras sensorik. LI 3. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan fungsi motorik dan kelainan fungsi motorik. LI 4. Memahami dan menjelaskan stroke. LO 4.1 Definisi stroke LO 4.2 Etiologi dan factor resiko stroke LO 4.3 Epidemiologi stroke LO 4.4 Klasifikasi stroke LO 4.5 Patofisiologi stroke. LO 4.6 Manifestasi Klinik stroke. LO 4.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding stroke. LO 4.8 Terapi stroke LO 4.9 Komplikasi stroke LO 4.10. pencegahan stroke LO 4.11 Prognosis stroke. LI 5. Memahami dan menjelaskan kewajiban suami dan istri menurut islam.

LI 1. Memahami dan menjelaskan anatomi dan fisiologi nervus cranialis I sampai XII.

Nomor Nama I II III IV V VI VII

VIII

IX X

Fungsi Menerima rangsang dari hidung dan menghantarkannya ke Olfaktori Sensori otak untuk diproses sebagai sensasi bau Menerima rangsang dari mata dan menghantarkannya ke Optik Sensori otak untuk diproses sebagai persepsi visual Okulomotor Motorik Menggerakkan sebagian besar otot mata Troklear Motorik Menggerakkan beberapa otot mata Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk diproses di Trigeminal Gabungan otak sebagai sentuhan Motorik: Menggerakkan rahang Abdusen Motorik Abduksi mata Sensorik: Menerima rangsang dari bagian anterior lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa Fasial Gabungan Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan ekspresi wajah Sensori sistem vestibular: Mengendalikan keseimbangan Vestibulokoklear Sensori Sensori koklea: Menerima rangsang untuk diproses di otak sebagai suara Sensori: Menerima rangsang dari bagian posterior lidah Glosofaringeal Gabungan untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam Vagus Gabungan Sensori: Menerima rangsang dari organ dalam

Jenis

XI XII

Aksesori Hipoglosal

Motorik Motorik

Motorik: Mengendalikan organ-organ dalam Mengendalikan pergerakan kepala Mengendalikan pergerakan lidah

SARAF OLFAKTORIUS (N.I) Sistem olfaktorius dimulai dengan sisi yang menerima rangsangan olfaktorius. Sistem ini terdiri dari bagian berikut: mukosa olfaktorius pada bagian atas kavum nasal, fila olfaktoria, bulbus subkalosal pada sisi medial lobus orbitalis. Saraf ini merupakan saraf sensorik murni yang serabut-serabutnya berasal dari membran mukosa hidung dan menembus area kribriformis dari tulang etmoidal untuk bersinaps di bulbus olfaktorius, dari sini, traktus olfaktorius berjalan dibawah lobus frontal dan berakhir di lobus temporal bagian medial sisi yang sama. Sistem olfaktorius merupakan satu-satunya sistem sensorik yang impulsnya mencapai korteks tanpa dirilei di talamus. Bau-bauan yang dapat memprovokasi timbulnya nafsu makan dan induksi salivasi serta bau busuk yang dapat menimbulkan rasa mual dan muntah menunjukkan bahwa sistem ini ada kaitannya dengan emosi. Serabut utama yang menghubungkan sistem penciuman dengan area otonom adalah medial forebrain bundle dan stria medularis talamus. Emosi yang menyertai rangsangan olfaktorius mungkin berkaitan ke serat yang berhubungan dengan talamus, hipotalamus dan sistem limbik. SARAF OPTIKUS (N. II) Saraf Optikus merupakan saraf sensorik murni yang dimulai di retina. Serabut-serabut saraf ini, ini melewati foramen optikum di dekat arteri optalmika dan bergabung dengan saraf dari sisi lainnya pada dasar otak untuk membentuk kiasma optikum. Orientasi spasial serabut-serabut dari berbagai bagian fundus masih utuh sehingga serabut-serabut dari bagian bawah retina ditemukan pada bagian inferior kiasma optikum dan sebaliknya. Serabut-serabut dari lapangan visual temporal (separuh bagian nasal retina) menyilang kiasma, sedangkan yang berasal dari lapangan visual nasal tidak menyilang. Serabut-serabut untuk indeks cahaya yang berasal dari

kiasma optikum berakhir di kolikulus superior, dimana terjadi hubungan dengan kedua nuklei saraf okulomotorius. Sisa serabut yang meninggalkan kiasma berhubungan dengan penglihatan dan berjalan di dalam traktus optikus menuju korpus genikulatum lateralis. Dari sini serabutserabut yang berasal dari radiasio optika melewati bagian posterior kapsula interna dan berakhir di korteks visual lobus oksipital. Dalam perjalanannya serabut-serabut tersebut memisahkan diri sehingga serabut-serabut untuk kuadran bawah melalui lobus parietal sedangkan untuk kuadaran atas melalui lobus temporal. Akibat dari dekusasio serabut-serabut tersebut pada kiasma optikum serabut-serabut yang berasal dari lapangan penglihatan kiri berakhir di lobus oksipital kanan dan sebaliknya. SARAF OKULOMOTORIUS (N. III) Nukleus saraf okulomotorius terletak sebagian di depan substansia grisea periakuaduktal (Nukleus motorik) dan sebagian lagi di dalam substansia grisea (Nukleus otonom). Nukleus motorik bertanggung jawab untuk persarafan otot-otot rektus medialis, superior, dan inferior, otot oblikus inferior dan otot levator palpebra superior. Nukleus otonom atau nukleus Edinger-westhpal yang bermielin sangat sedikit mempersarafi otot-otot mata inferior yaitu spingter pupil dan otot siliaris.

SARAF TROKLEARIS (N. IV) Nukleus saraf troklearis terletak setinggi kolikuli inferior di depan substansia grisea periakuaduktal dan berada di bawah Nukleus okulomotorius. Saraf ini merupakan satusatunya saraf kranialis yang keluar dari sisi dorsal batang otak. Saraf troklearis mempersarafi otot oblikus superior untuk menggerakkan mata bawah, kedalam dan abduksi dalam derajat kecil.

SARAF TRIGEMINUS (N. V) Saraf trigeminus bersifat campuran terdiri dari serabut-serabut motorik dan serabut-serabut sensorik. Serabut motorik mempersarafi otot masseter dan otot temporalis. Serabutserabut sensorik saraf trigeminus dibagi menjadi tiga cabang utama yatu saraf oftalmikus, maksilaris, dan mandibularis. Daerah sensoriknya mencakup daerah kulit, dahi, wajah, mukosa mulut, hidung, sinus. Gigi maksilar dan mandibula, dura dalam fosa kranii anterior dan tengah bagian anterior telinga luar dan kanalis auditorius serta bagian membran timpani. SARAF ABDUSENS (N. VI) Nukleus saraf abdusens terletak pada masing-masing sisi pons bagian bawah dekat medula oblongata dan terletak dibawah ventrikel ke empat saraf abdusens mempersarafi otot rektus lateralis.

SARAF FASIALIS (N. VII)

Saraf fasialis mempunyai fungsi motorik dan fungsi sensorik fungsi motorik berasal dari Nukleus motorik yang terletak pada bagian ventrolateral dari tegmentum pontin bawah dekat medula oblongata. Fungsi sensorik berasal dari Nukleus sensorik yang muncul bersama nukleus motorik dan saraf vestibulokoklearis yang berjalan ke lateral ke dalam kanalis akustikus interna. Serabut motorik saraf fasialis mempersarafi otot-otot ekspresi wajah terdiri dari otot orbikularis okuli, otot buksinator, otot oksipital, otot frontal, otot stapedius, otot stilohioideus, otot digastriktus posterior serta otot platisma. Serabut sensorik menghantar persepsi pengecapan bagian anterior lidah. SARAF VESTIBULOKOKLEARIS (N. VIII)

Saraf vestibulokoklearis terdiri dari dua komponen yaitu serabut-serabut aferen yang mengurusi pendengaran dan vestibuler yang mengandung serabut-serabut aferen yang mengurusi keseimbangan. Serabut-serabut untuk pendengaran berasal dari organ corti dan berjalan menuju inti koklea di pons, dari sini terdapat transmisi bilateral ke korpus genikulatum medial dan kemudian menuju girus superior lobus temporalis. Serabut-serabut untuk keseimbangan mulai dari utrikulus dan kanalis semisirkularis dan bergabung dengan serabut-serabut auditorik di dalam kanalis fasialis. Serabut-serabut ini kemudian memasuki pons, serabut vestibutor berjalan menyebar melewati batang dan serebelum.

SARAF GLOSOFARINGEUS (N. IX) Saraf Glosofaringeus menerima gabungan dari saraf vagus dan asesorius pada waktu meninggalkan kranium melalui foramen tersebut, saraf glosofaringeus mempunyai dua ganglion, yaitu ganglion intrakranialis superior dan ekstrakranialis inferior. Setelah melewati foramen, saraf berlanjut antara arteri karotis interna dan vena jugularis interna ke otot stilofaringeus. Di antara otot ini dan otot stiloglosal, saraf berlanjut ke basis lidah dan mempersarafi mukosa faring, tonsil dan sepertiga posterior lidah.

SARAF VAGUS (N. X) Saraf vagus juga mempunyai dua ganglion yaitu ganglion superior atau jugulare dan ganglion inferior atau nodosum, keduanya terletak pada daerah foramen jugularis, saraf vagus mempersarafi semua visera toraks dan abdomen dan menghantarkan impuls dari dinding usus, jantung dan paru-paru.

SARAF ASESORIUS (N. XI) Saraf asesorius mempunyai radiks spinalis dan kranialis. Radiks kranial adalah akson dari neuron dalam nukleus ambigus yang terletak dekat neuron dari saraf vagus. Saraf aksesoris adalah saraf motorik yang mempersarafi otot sternokleidomastoideus dan bagian atas otot trapezius, otot sternokleidomastoideus berfungsi memutar kepala ke samping dan otot trapezius memutar skapula bila lengan diangkat ke atas.

SARAF HIPOGLOSUS (N. XII) Nukleus saraf hipoglosus terletak pada medula oblongata pada setiap sisi garis tengah dan depan ventrikel ke empat dimana semua menghasilkan trigonum hipoglosus. Saraf hipoglosus merupakan saraf motorik untuk lidah dan mempersarafi otot lidah yaitu otot stiloglosus, hipoglosus dan genioglosus.

LI 2. Memahami dan menjelaskan anatomi dan fisiologi kapsula interna, jaras motorik dan jaras sensorik. a. Kapsula interna. materi putih di otak dan thalamus dari putamen dan globus pallidus. Ini terdiri dari aksonal serat yang berjalan antara korteks serebral dan piramida medula .

Ketika dipotong horizontal: tikungan di V disebut genu pada ekstremitas anterior atau crus anterius adalah bagian dalam depan genu, antara kepala inti caudate dan inti lenticular pada tungkai posterior atau crus posterius adalah bagian belakang genu, antara thalamus dan lenticular nukleus bagian retrolenticular adalah ekor ke inti lenticular dan membawa saluran optik termasuk radiasi geniculocalcarine. bagian bawah sublenticular adalah inti lenticular dan saluran yang terlibat dalam jalur pendengaran dari nukleus geniculate medial ke korteks pendengaran primer Anterior ke posterior: limb anterior dari kapsul internal yang mengandung: 1) Frontopontine (corticofugal) serat proyek dari korteks frontal ke pons ; 2) serat talamokortikal (bagian dari radiasi talamokortikal) menghubungkan medial dan anterior inti dari thalamus ke lobus frontal (ini terputus selama Lobotomi prefrontal ). Genu mengandung serat corticobulbar , yang berjalan antara korteks dan batang otak . Dahan posterior dari kapsul internal yang mengandung serat kortikospinalis , serat sensorik (termasuk lemniskus medial dan sistem anterolateral ) dari tubuh dan serat corticobulbar beberapa. Anatomi Kapsul internal Divisi Mayor Komunikasi Tracts Darah Pasokan

Anterior tungkai

- Lenticulostriate arteri - Tracts antara lobus frontal dan pons (batang otak) (cabang dari arteri serebri) - Berulang arteri Heubner - Tracts antara thalamus dan korteks prefrontal (cabang dari arteri serebri - Tracts antara thalamus dan cingulate gyrus anterior) - Lenticulostriate arteri - Tracts antara korteks motorik di lobus frontal dan (cabang dari arteri serebri) inti saraf kranial di batang otak (alias: saluran - Berulang arteri Heubner (cabang dari arteri serebri corticobulbar) anterior) - Tracts antara korteks motor lobus frontal dan - Lenticulostriate arteri tanduk anterior dari sumsum tulang belakang (aka: (cabang dari arteri serebri) kortikospinalis saluran) - Arteri Choroidal anterior - Saluran lemniskus Medial (kelanjutan dari kolom (cabang dari karotid

Lutut

Posterior tungkai

dorsal), yang membawa informasi tentang sentuhan internal) ringan, getaran, dan sensasi tekanan dari tubuh dan sumsum tulang belakang. - Anterolateral (aka: spinotalamikus) saluran, yang membawa nyeri dan informasi temperatur b. Jaras motorik. Sistem motorik merupakan sistem yang mengatur segala gerakan pada manusia. Gerakan diatur oleh pusat gerakan yang terdapat di otak, diantaranya yaitu area motorik di korteks, ganglia basalis, dan cerebellum. Jaras untuk sistem motorik ada dua, yaitu traktus piramidal dan ekstrapiramidal : A. Traktus piramidal s. Traktus Corticospinalis Merupakan jaras motorik utama yang pusatnya di girus precentralis (area 4 Broadmann), yang disebut juga korteks motorik primer. Impuls motorik dari pusat motorik disalurkan melalui traktus piramidal berakhir pada cornu aanterior medulla spinalis. Pusat jaras Motorik Neuron Motorik Atas Semua serabut saraf turun yang berasal dari sel pyramid cortex cerebri (Pusat Supraspinal). Meliputi : o Ganglia basalis tractus corticostriata o Di-encephalon tractus cortico-diencephalon o Batang otak cortico bulbaris Motorik atas terletak pada cortex cerebri, neuron yang ada dicortex cerebri sebagai Neuron orde pertama (sel pyramidalis). Axo neuron pertama turun melalui corona radiata masuk crus posterior capsula interna mesencephalon, pons, medulla oblongata dan medulla spinalis bersinap dengan neuron orde kedua pada cornu anterior subt.grisea medulla spinalis. Asal Neuron Orde pertama : o 1/3 berasal dari Area 4 Brodmann (pusat motorik primer) pada gyrus precentralis o 1/3 berasal dari Area 6 Brodmann (pusat motorik sekunder) pada gyrus precentralis o 1/3 berasal dari Area 3,2,1 Brodmann (pusat somastesi) pada gyrus postcentralis

Neuron Motorik Bawah (Pusat Spinal) Cornu anterius medulla spinalis (Pusat Spinal) tractus corticospinalis. Letak columna subt.grisea medulla spinalis terdapat dua neuron : o Neuron orde kedua (neuron antara) terletak pada pangkal columna anterior subt.grisea o Neuron orde ketiga axon neuron ketiga keluar dari medulla spinalis sebagai radix anterior n.spinalis yang bergabung dengan radix posterior membentuk n.spinalis dan akhirnya pergi ke efektor sadar

B. Traktus Ekstrapyramidal Datang dari Batang Otak menuju Medulla Spinalis 1. Tractus reticulospinalis Asal : Formatio reticulare yang terletak sepanjang mes-encephalon, pons dan medulla oblongata (neuron orde pertama). Jalan : Dari neuron yang ada di pons, dikirmkan axon lurus kebawah : traktus reticulospinlis pontinus Dari neuron di medulla oblongata, menyilang garis tengah baru turun ke medulla spinalis : traktus reticulospinalis medulla spinalis

Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal: neuron orde kedua dan ketiga) Fungsi : mengontrol neuron orde kedua dan ketiga dalam bentuk fasilitasi dan inhibisi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi kseimbangan tubuh.

2. T r a ctus Tectospinalis Asal : colliculus superior mes-encephalon (neuron orde pertama) Jalan : menyilang garis tengah dan turun melalui pons, medulla oblongata. Jalannya dekat sekali dengan fasciculus longitudinale medialis Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) dan bersinaps dengan neuron orde kedua dan ketiga Fungsi: 1) terjadinya reflex pupilodilatasi sbg. respon kalau lagi berada dalam ruang gelap 2) terjadinya reflex gerakan tubuh sbg. respon terhadap ransang penglihatan

3. Tractus Rubrospinalis Asal : nucleus ruber (neuron orde pertama) pada tegmentum mesencephalon setinggi coliculus superior. Jalan : axon neuron orde pertama menyilang garis tengah turun kebawah melewati pns, medulla oblongata menuju cornu anterior meulla spinalis subt. grisea (pusat spinal) Fungsi : memacu kontraksi otot fleksor dan menghambat kontraksi otot ekstensor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

4. Tractus vestibulospinalis Asal : nuclei vestibularis = neuron orde pertama (dalam pons dan med. oblongata), menerima akson dari auris interna melalui N.vestibularis dan cerebelum Tujuan : cornu anterius medulla spinalis (pusat spinal) Fungsi : memacu kontraksi otot ekstensor dan menghambat kontraksi otot fleksor berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

4. Tractus olivospinalis Asal : nucleus olivarius inferius (neuron orde pertama), menerima axon dari : cortex cerebrii, corpus striatum, nuceu ruber Tujuan : cornu anterius med. spinalis (pusat spinal) Fungsi : mempengaruhi kontraksi otot skelet berkaitan dengan fungsi keseimbangan tubuh

Datang dari Cortex Cerebri menuju Batang Otak a. Tractus Corticothalamus Asal : area brodmann 10, 11, 12 Tujuan : nucleus medialis thalami Asa l : area brodmann 9 dan 11 Tujuan : nuclei septi thalami Asal : area brodmann 9 Tujuan : nucleus medialis et lateralis thalami Asal : area brodmann 6 Tujuan : nuclei septi thalami, nucleus medualis et lateralis thalami Asal : area brodmann 4 Tujuan : nuclei lateralis thalami b. Tractus corticohypothalamicus Asal : cortec hypocampi Tujuan : hypothalamus c. Tractus corticosubthalamicus Asal : area brodman 6 Tujuan : subthalamus d. Tractus Corticonigra Asal : area brodmann 4, 6 dan 8 Tujuan : substantia nigra e. Tractus yang berasal dari area brodmann 4 dan 6 Tujuan : tegmentum (mes-encephalon), nuclei pontis (pons), nucleus olivarius inferius (medulla oblongata) c. Jaras sensorik. Jalan raya sensorik berfungsi untuk membawa fungsi sensorik (exteroreseptif & propioreseptif) dari reseptor ke pusat sensorik sadar di otak. Menurut letaknya, reseptor dibagi menjadi: Exteroseptor : perasaan tubuh permukaan (kulit), seperti sensasi nyeri, suhu, dan raba Proprioseptor : perasaan tubuh dalam, seperti pada otot, sendi, dan tendo. Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung, lambung, usus, dll. Interoseptor : perasaan tubuh pada alat-alat viscera atau alat-alat dalam, seperti jantung, lambung, usus, dll.

Menurut tipe atau jenis stimulus, reseptor dibagi menjadi : Mekanoreseptor Kelompok reseptor sensorik untuk mendeteksi perubahan tekanan, memonitor tegangan pada pembuluh darah, mendeteksi rasa raba atau sentuhan. Letaknya di kulit, otot rangka, persendn dna organ visceral. Contoh reseptornya : corpus Meissner (untuk rasa raba ringan), corpus Merkel dan badan Paccini (untuk sentuhan kasar dan tekanan). Thermoreseptor Reseptor sensoris unuk mendeteksi perubahan suhu. Contohnya : bulbus Krause (untuk suhu dingin), dan akhiran Ruffini (untuk suhu panas). Nociseptor Reseptor sensorik untuk mendeteksi rasa nyeri dan merespon tekaan yang dihasilkan oleh adanya kerusakan jaringan akibat trauma fisik maupun kimia. Contoh reseptornya berupa akhiran saraf bebas (untuk rasa nyeri) dan corpusculum Golgi (untuk tekanan). Chemoreseptor Reseptor sensorik untuk mendeteksi rangsang kimiwa, seperti : bu-bauan yang diterima sel reseptor olfaktorius dalam hidung, rasa makanan yang diterima oleh sel reseptor pengecap di lidah, reseptor kimiawi dalam pembuluh darah untuk mendeteksi oksigen, osmoreseptor untuk mendeteksi perubahan osmolalitas cairan darah, glucoreseptor di hipotalamus mendeteksi perubahan kadar gula darah. Reseptor sensoris yang lain yaitu : Photoreseptor Reseptor sensorik untuk mendeteksi perbahan cahaya, dan dilakukan oleh sel photoreceptor (batang dan kesrucut) di retina mata. Jaras somatosensorik yang dilalui oleh sistem sensorik adalah sebagai berikut : A. Untuk rasa permukaan (eksteroseptif) seperti rasa nyeri, raba, tekan, dan suhu : sinyal diterima reseptor dibawa ke ganglion spinale melalui radiks posterior menuju cornu posterior medulla spinalis berganti menjadi neuron sensoris ke-2 lalu menyilang ke sisi lain medulla spinalis membentuk jaras yang berjalan ke atas yaitu traktus spinotalamikus menuju thalamus di otak berganti menjadi neuron sensoris ke-3 menuju korteks somatosensorik yang berada di girus postsentralis (lobus parietalis) B. Untuk rasa dalam (proprioseptif) seperti perasaan sendi, otot dan tendo : sinyal diterima reseptor ganglion spinale radiks posterior medulla spinalis lalu naik sebagai funiculus grasilis dan funiculus cuneatus berakhir di nucleus Goll berganti menjadi neusron sensoris ke-2 menyilang ke sisi lain medulla spinalis menuju thalamus di otak

berganti menjadi neuron sensoris ke-3 menuju ke korteks somatosensorik di girus postsentralis (lobus parietalis). Beberapa serabut saraf berperan untuk menghubungkan segmen-segmen medulla spinalis yang berbeda, sedangkan serabut lain naik dari medulla spinalis ke pusatpusat yang lebih tinggi sehingga mengubungkan medulla spinalis dengan otak. Berkas-berkas serabut yang berjalan ke atas ini disebut tractus ascendens. Tractus-tractus ascendens mengantarkan informasi aferen, baik yang dapat maupun tidak dapat disadari. Informasi ini dapat dibagi menjadi 2 kelompok utama, yaitu: (1) informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh, seperti nyeri, suhu, dan raba; serta (2) informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh, misalnya dari otot dan sendi. Secara umum anatomi jaras asenden adalah sebagai berikut : Sinyal sensoris biasanya berjalan melewati tiga neuron dari tempat asal mereka di reseptor menuju tujuan mereka di area sensoris yang ada di otak. Neuron yang pertama akan mendeteksi stimulus dan mentransimisikan sinyal tersebut menuju medulla spinalis atau ke otak, apabila ditransmisikan menuju medulla spinalis, maka akan melalui radix dorsalis dan dilanjutkan secara ipsi lateral menuju fasukulus cuneatus di medulla spinalis,dari medulla spinalis,sinyal diteruskan menuju medulla oblongata masih oleh neuron yang pertama, di medulla oblongata, sinyal akan diterima di nucleus cuneatus dan dari nucleus cuneatus diteruskan oleh neuron yang kedua yang akan melanjutkan sinyal tersebut menuju ke thalamus yang berada di ujung atas dari batang otak,sebelum menuju ke thalamus, sinyal tersebut dibawa oleh neuron yang ke dua menuju lemniscus medial yang berada di medulla oblongata,dan selanjutnya sinyal diteruskan menuju mesencephalon, di mesencephalon sinyal akan melewati lemnicus medial yang berada di mesencephalon dan akhirnya menuju thalamus. Dan neuron yang ke tiga akan membawa sisa sinyal dari thalamus menuju area sensoris yang berada di korteks cerebri atau gyrus post sentralis. Di sanalah ditentukan jenis gerakan atau posisi tubuh yang diinginkan. Hampir seluruh informasi sensorik yang berasal dari segmen somatik tubuh memasuki medulla spinalis melalui saraf-saraf spinal pada radiks dorsalis dan selanjutnya akan diteruskan ke otak. Dalam penghantarannya sinyal sensorik akan dibawa melalui salah satu dari dua jaras sensoris bolak-balik: (1) sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis atau (2) sistem anterolateral. Kedua sistem ini nantinya akan bertemu di tingkat thalamus. Sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis menjalarkan sinyal naik ke medulla otak terutama dalam kolumna dorsalis medulla spinalis. Lalu, setelah sinyal

tersebut bersinaps dan menyilang ke sisi berlawanan di dalam medulla, sinyal tersebut akan naik melalui lemniskus medialis di batang otak menuju thalamus. Sebaliknya sistem anterolateral sinyal akan segera memasuki medulla spinalis dari radiks saraf spinalis dorsalis, bersinaps dalam kornu dorsalis substansia grisea medulla spinalis, lalu menyilang ke sisi yang berlawanan dan naik melalui subtansia alba anterior dan lateral medulla spinalis. Sinyal tersebut lalu berakhir pada seluruh tingkat batang otak yang lebih rendah dan juga di thalamus. Sistem kolukna dorsalis-lemniskus medialis terdiri atas serabut-serabut saraf besar bermielin yang menjalarkan sinyal ke otak dengan kecepatan 30-110 m/detik, sedangkan sistem anterolateral terdiri atas serabut saraf bermielin yang lebih kecil yang akan menjalarkan sinyal dengan kecepatan beberapa meter per detik sampai 40 m/detik. Perbedaan lain antara kedua sistem ini adalah bahwa serabut-serabut saraf dalam sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis mempunyai sifat orientasi ruang yang sangat tinggi sesuai dengan asal serabut saraf itu, sememntara sistem anterolateral mempunyai sifat orientasi ruang yang jauh lebih kecil. Perbedaan ini akan mempengaruhi jenis informasi sensorik apa yang dapat dijalarkan oleh kedua sistem di atas. Yakni informasi sensorik yang harus dijlarkan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat terutama akan dijalarkan oleh sistem kolumna dorsalis-lemniskus medialis, sedangkan informasi yang tak perlu dijalarkan dengan cepat atau dengan tempo yang lama terutama dijalarkan oleh sistem anterolateral. Sistem anterolateral mempunyai kemampuan khusus yang tidak dimiliki oleh sistem dorsalis, yakni kemampuan untuk menjalarkan madalitas sensasi yang sangat luas-misalnya sensasi nyeri, hangat, dingin, dan taktil yang kasar, sedangkan sistem dorsalis hanya terbatas utnuk sensasi mekanoreseptif jenis tertentu. Adapun jenis-jenis sensasi yang dapat dijalarkan oleh kedua sistem ini adalah : Kolumna Dorsalis-Sistem Lemniskus Medialis 1. Sensasi raba membutuhkan rangsangan dengan derajat lokalisasi tingii 2. Sensasi raba membutuhkan penjalaran impuls dengan intensitas gradasi yang halus 3. Sensasi fisik misalnya sensasi getaran 4. Sensasi terhadapa sinyal gerakan pada kulit 5. Sensasi posisi tubuh dari persendian 6. Sensasi tekan yang berkaitan dengan derajat penentuan intensitas tekanan.

Sistem Anterolateral 1. Rasa nyeri 2. Sensasi termal, meliputi sensasi hangat dan dingin 3. Sensasi raba dan tekan kasar yang mampu menentukan tempat perabaan kasar pada tempat penekanan tubuh 4. Sensasi geli dan gatal 5. Sensasi seksual LI 3. Memahami dan menjelaskan pemeriksaan fungsi motorik dan kelainan fungsi motorik. a. Pemeriksaan fungsi motorik Disfungsi pada komponen sistem motorik akan menyebabkan abnormalitas spesifik yang dapat dievaluasiada bedside. Walaupun komponen multipel dapat terlibat, keterlibatan yang terisolasi dari berbagai macam komponen dapat terjadi. Pemeriksaan untuk disfungsi termasuk : 1. Assessment of strength 2. Tonus otot 3. Muscle bulk 4. Koordinasi 5. Pergerakan abnormal 6. Berbagai macam refleks. Hsefhwefinsef Namunn beberapa manuver dibutuhkan untuk menbantu mendeteksi abnormalitas. Bila didapatkan abnormalitas, pemeriksaan hanya menbutuhkan 2-3 menit Elemen-elemen dalam pemeriksaan Pemeriksaan motorik dapat berwifat objektif.keterlibatan sistem campuram dapat terjadi pada predominansi gejala dan tanda yang bervariasi, bergantung pada variabel variabel seperti dominansi pada berbagai sistem motor yang terlibat dan luas lesi pada sistem. Kurangnya kooperasi pada pasien lemah , ketidakpahaman terhadapa pmeriksaan yang akan dilakukan, atau kurangnya hubungann pasien- dokter harus selalu diperhitungkan. Kelemahanan yang pura pura dapat dikenali dengan adaanya lokasi yang aneh, tidak adanya keterlibatan sistem yang diharapakan dan irregular ratchet-like giving way of muscles tested. Penting untuk mengetahui implikasi dari hasilmtemuan dan test tambahan/konfirmasi apa yang dapat dilakukan untuk mengklarifikasi dan mendokumentasikan kesimpulan mengenai abnomalitas sistem motorik yangterjadi pada pasien.

Kekuatan Kekuatan otot dilakukan dengan pasien menahan tenaga yag diberikan untuk menggerakkan otot bagian tubuh yang dievaluasi. Tes ini dapat dinilai dengan skala dari 0-5. 0 (tidak ada): tidak ada kontraktlitas 1 (sedikit) :ada sedikit kontraktilitas tanpa adanya gerakan sendi 2 (buruk) :rentang gerak komplit dengan batasan gravitas 3 (sedang) :rentang gerak komplit terhadap gravitas 4 (baik) :rentang gerak komplit terhadap gravitas dengan beberapa resistensi 5 (normal) :rentang gerak komplit terhadap gravita dengan beberapa resistensi penuh Bebeapa pemeriksa memperluas point menjadi 9 dengan penambahan + saat kekuatan yang dhasilkan berada di antara point yang tersedia. Ada juga yang menambahkan - seabagai simbol saat didapatkan fungsi tot dibawah level normal. Penilaian normal pasien juga harus disesuaikan dengan usia dan kondisi pasien. Untuk melakukan test ini , beberapa otot harus dites. TABLE 10-5. INNERVATION OF CLINICALLY IMPORTANT MUSCLES. Movement tested Main muscles Nerve roots Peripheral nerve Shoulder Shrug (elevation) Abduction External rotation Internal rotation Adduction Flexion Elbow Flexion Extension Wrist Flexion Extension Pronation Supination Finger Flexion Flexor carpi radialis C6-7 Flexor carpi ulnaris C7-8 Extensor carpi radialis C6-7 Ext. carpi ulnaris C7-8 Pronator teres Supinator Biceps Flexor digitorum mm. C6-7 C5-6 C5-6 C7-8 Median Ulnar Radial Deep radial Median Radial Musculocutaneous Median (ulnar) Biceps/brachialis Brachioradialis Triceps C5-6 C5-6 C6-7 Musculocutaneous Radial Radial Trapezius Deltoid/supraspinatus Infraspinatus/teres Pectoralis major Latissimus/pectoralis Deltoid/coracobr. C2-5 C5(6) C5(6) C5-7 C6-8 C5-6 Spinal accessory Axillary/suprascapular Suprascapular Lateral pectoral Suprascapular/pectoral Axillary/musculocut.

Extension Ab- & Adduction Thumb abduction Hip Flexion Extension Abduction Adduction Knee Flexion Extension Ankle Dorsiflexion Plantar flexion Inversion Eversion Great toe Dorsiflexion Plantar flexion

Extensor digitorum Interosseous muscles Abductor pollicis br. Iliopsoas Gluteus max Gluteus medius Adductor mm. Hamstring Quadriceps Tibialis anterior Gastroc/soleus Posterior tibial Fibular (peroneal) Extensor hallucis Flexor hallucis

C7-8 C8-T1 C8-T1 L2-3 (L4) L5-S2 L5-S1 L2-4 L5-S1 L2-4 L4-5 (S1) S1 (S2) L5 (S1) L5 (S1) L5 (S1) (S1) S2

Deep Radial Ulnar Median Lumbar plexus Inferior gluteal Superior gluteal Obturator Sciatic Femoral Fibular (peroneal) Tibial Tibial Fibular (peroneal) Fibular (peroneal) Tibial

Tujuan utama dalam melakukan tes kekuatan otot adalah menentukan apakah kelainan bersifat neurogenik dan menentukan otot/gerakan mana yang terpengaruhi. Keputusan yang paling penting adalah menentukan kerusakan , UMN atau LMN. Lesi LMN terjadi akibat kerusakan pada traktus motorik descending, terutama di kortikospinal, dri koretks cerebri mlalui batang otak dan korda spinalis. Lesi UMN biasnyan dibarengi dengan peningkatan refleks dan peningkatan tonus tipe spastik. Lesi LMN akibat dari kerusakan anterior horn cell dan aksonnya yang dapat mengakibatkan penurunan refleks peregangan otot dan tonus otot. Atrofi biasanya menjadi prominen setelah 1-2 minggu pertama dan atrofi yang terjadi akibat tidak adanya penggunaan oleh karena kelemahan yang terjadi. "Deep tendon" (muscle stretch; myotatic) reflexes Tes refleks merupakan salah satu elemen terpenting pada pemeriksaan untuk mnentukan kelainan pada kelemahan diakibatkan oleh lesi UMN atau LMN Simetrisitas adalah hal yang penting dalam menentukan abormalitas. Penyebaran refleks yang patologis adalah salah satu tanda objektif dalam hiperaktivitas. Slaah satu indikastor dari hiperaktivitas adalah klonus. Kondisi-kondisi yang dapat merusak LMN dapat menurunkan refleks regang dengan mengganggu jalan refleks.

Pengurangan refleks pada otot yang lemah menandakan kerusakan pada LMN pada arah otot. Refleks yang hiperaktif terlihat pada les UMN. Tanda-tanda lain dapat menentukan les pada UMN atau LMN, yaitu : - Atrofi (LMN) - Fasikulasi (LMN) - Spasticity (UMN) - Babinski Sign (UMN) - Hilangnya refleks supoerficial (UMN) Refleks Superfisial dan Refleks Patologis Refleks Superficial (Abdominal, cremaster dan plantar) dimediasi pada jaras lebih atas dari medula spinalis. Oleh karena itu, gangguan pada medula spinalis dan batang otak dapat meniadakan refleks tersebut. Refleks superfisial juga dapat hilang pada kerusakan saraf sensori atau LMN pada daerahnya. Refleks Babinski (up going toe) adalah refleks patologis yang klasik yang dapat dilihat pada lesi UMN. Refleks ini akan menggantikan respon normal dari plantar. Koordinasi Tes Koordinasi dilakukan pada beberapa gerakan. Biasanya pasien diminta untuk memegang tangan pada bagian depan telapak tangan, mata terbuka kemudian menutup. Lebih baik pasien diminta untuk tisak melakukan gerakan pada tangannya, dan berusaha untuk melakukan gaya terhadap lantai atau unutk memisahkan kedua tngan yang berikatan. Setelah beberapa saat, pasien diminnta untuk mengecek pergerakan dan tes ini harus bersifat simetris. Kemudian pasien dapat diminta untuk memegang hidungnya kemudian jari pemeriksa. Hal ini dapat dilakukan beberapa kali agar pergerakan yang terlihat akurat.

Tes selanjutnya dapat dilakukan dengan melakukan pergerakan yang berulang seperti tepuk tangan dan menjetikkan jari. Ekstremitas bawah dapat dilakukan tes pada posisi supinasi dengan posisi tumit berada diatas lutut kaki lainnya dan menepuk tumit kearah pergelangan kaki. Hal ini dilakukan untuk tiap kaki. Pada pasien yang dapat berdiri pada minimal satu kaki selama 10 detik tanpa adanya atunan pada tubuh tidak memerlukan tes lanjutan untuk koordinasi kaki. Manuver ini dapat mengetes beberapa sistem neurologi. Fenomena Rebound terjadi akibat adanya cedera pada cerebri. Refleks yang berulang yang volunter disebut Intention Tremor. Pergerakan yang sangat lambat dapat terjadi pada kelainan ekstrapiramidal, seperti Parkinsons Disease. Namun, kelainan apapun pada sistem motorik dapat berdampak pada koordinasi. Adanya perubahan pada kekuatan otot, tonus otot atau pasien dengan pergerakan yang abnormal dapat menyebabkan salahnya persepsi mengenai gangguan koordinasi. Maka dari itu, tentukan terlebih dahulu letak kelainan, pada sitem motorik atau bukan. Tonus Otot Tonus otot dapat dinilai melalui beberapa cara. Salah satu metode yang paling sering digunakan adalah pemeriksa memindahkan tungkai pasien terutama pergelangan tangan. Metode yang lain yaitu melibatkan evaluasi dari ayunan lengan (pasien berdiri). Tonus otot sering di tes dengan cara lengan pasien yang direntangkan. Saat bahu pasien bergerak maju-mundur atau berotasi, kedua lengan akan menjuntai dengan bebas. Peningkatan tonus otot biasanya direfleksikan dengan lengan yang nampak kaku saat pasien berdiri atau berjalan. Anggota tubuh bagian bawah dapat dievaluasi dengan pasien duduk dengan kaki menggantung. Gerakan kaki harus menghasilkan lembut berayun dari kaki durasi singkat. Peningkatan tonus menghasilkan pembatasan tiba-tiba di perjalanan dari kaki. Ada dua pola umum patologis meningkat, kelenturan nada dan kekakuan. Kekejangan ditemukan dengan luka neuron motor atas dan bermanifestasi sebagai resistensi ditandai dengan inisiasi gerakan pasif cepat. Ini perlawanan awal memberi jalan dan kemudian ada resistensi kurang selama rentang sisa gerak (clasp-pisau fenomena). Kekakuan adalah peningkatan nada yang bertahan sepanjang rentang gerak pasif. Ini telah disebut "pipa timah" kekakuan dan umum dengan penyakit ekstrapiramidal, terutama penyakit Parkinson. Pergerakan Abnormal Ada beberapa tipe gerakan abnormal, yaitu tremor, korea, athetosi, distonia, hemibailism dan fasikulasi. Tremor merupakan pergerakan abnormal yang sering ditemui. Karateristik dari tremor meliputi : Simetrisitas Kecepatan tremor Keadaan terjadinya

Terdapat dua tipe Tremor fisiologis: 1. Tremor cepat (>7 cps) Terjadi saat aktivitas simpatis meningkat 2. Tremor Lambat Bila muncul terutama saat berisitirahat, maka dicurigai adanya lesi pada ekstrapiramidal , seperti parkinson/s disease. Gerakan tak terkendali terlihat dalam sejumlah situasi klinis. Chorea, athetosis dan hemiballism merupakan refleksi dari penyakit ganglia basal. Ini mungkin kongenital (sejenis cerebral palsy), pasca infeksi (Sydenham 's chorea), keturunan (Huntington chorea), metabolik (penyakit Wilson) atau serebrovaskular. Stasiun Ini adalah kemampuan untuk mempertahankan postur tegak. Satu harus mampu berdiri baik dengan mata terbuka dan tertutup dengan basis yang relatif sempit dukungan (kaki berdekatan). Anda harus merekam bergoyang berlebihan, jatuh ke satu sisi, atau ditandai memburuk dalam kemampuan untuk berdiri ketika mata ditutup. Goyangan yang berlebihan dengan mata terbuka umum dengan masalah cerebellar atau vestibular. Ini mungkin ke satu sisi (dan umumnya adalah dengan gangguan vestibular) atau mungkin untuk kedua belah pihak (terutama dengan kondisi yang mempengaruhi bagian garis tengah otak kecil, seperti intoksikasi). Anda harus mempertimbangkan kemungkinan penjelasan lain seperti pasien tidak memiliki cukup kekuatan untuk tetap tegak atau reaksi parah ditunda untuk destabilisasi (seperti dengan penyakit Parkinson). Beberapa pasien dapat berdiri dengan baik dengan mata terbuka, namun telah ditandai peningkatan ketidakstabilan dengan mata tertutup. Ini adalah sugestif dari gangguan dari proprioception sadar (yaitu, rasa posisi sendi, seperti yang dapat dilihat dengan neuropati perifer atau kolom / disfungsi lemniskus dorsal medial). Hal ini disebut tanda Romberg. Masalah proprioseptif di satu sisi dapat dibawa keluar dengan berdiri di satu kaki. Tentu saja, ada tes lain proprioception sadar, termasuk evaluasi posisi sendi dan rasa getaran di kaki. Data ini harus berkorelasi dengan temuan di stasiun. Cara Berjalan Cara berjalan merupakan pemeriksaan neurologis yang penting. Penting untuk memperhatikan kesimetrisan dari cara berjalan, kemampuan berjalan, panjang langkah saat berjalan dan kemampuan untuk berbelok dengan step yang minimum tanpa kehilangan keseimbangan. Saat mengobservasi pasien dari belakang, bagian medial dari kaki membentuk garis dan tidak terdapat ruangan yang terlihat diantara kedua kaki pada bagian tumit. Ini adalah gaya berjalan sempit-based dan penyimpangan dari hal ini dapat diukur dalam jumlah jarak lateral setiap serangan kaki dari garis bahwa tubuh mereka mengikuti. Tandem berjalan (kemampuan untuk berjalan di atas garis) dapat digunakan untuk mengevaluasi stabilitas gaya berjalan, mengakui bahwa banyak pasien tua normal memiliki masalah dengan hal ini. Adanya gangguan virtual pada bagian sistem syaraf dapat berdampak pada cara berjalan seseorang. Sebuah gaya berjalan antalgic, atau lemas disebabkan oleh nyeri

akrab bagi setiap praktisi. Pasien dengan kelemahan unilateral dapat mendukung satu sisi, dan jika kelemahan adalah kejang (misalnya, dari kerusakan neuron motorik atas) pasien dapat menahan ekstremitas bawah kaku. S / ia akan menyeret tungkai lemah di sekitar tubuh dalam pola "circumducting". Sebuah gaya berjalan mengejutkan atau terguncang (seperti yang mabuk) adalah sugestif dari disfungsi cerebellar. Umumnya, pasien dengan vertigo yang benar akan cenderung jatuh ke satu sisi berulang kali (terutama dengan mata tertutup). Seorang pasien dengan drop kaki akan cenderung untuk mengangkat kaki tinggi (steppage gaya berjalan). Hip kelemahan korset sering mengakibatkan "berlenggak-lenggok," dengan pinggul bergeser ke arah sisi kelemahan ketika kaki berlawanan diangkat dari lantai (tentu saja, jika kedua belah pihak lemah pinggul akan bergeser bolak-balik saat mereka mengambil setiap langkah ). Pasien dengan penyakit Parkinson sering mengalami kesulitan memulai gaya berjalan, langkah-langkah yang biasanya pendek, meskipun gaya berjalan sempit berbasis. Jika parah, pasien mungkin pendorong (mereka bahkan mungkin jatuh). Pasien yang "lem gosong" (geser kaki mereka di tanah daripada melangkah normal) dapat menderita kerusakan atau degenerasi dari kedua lobus frontal atau bagian garis tengah otak kecil. Ketika kerusakan pada daerah-daerah yang parah pasien mungkin sangat retropulsive (cenderung jatuh ke belakang berulang kali). Cedera punggung kolom dapat menyebabkan gaya berjalan di mana pasien "prangko" kaki-nya, dan biasanya juga perlu melihat kaki di jalan agar. Pasien dengan neuropati menyakitkan kaki dapat berjalan seolah-olah mereka "berjalan di atas telur" dan pasien dengan stenosis tulang belakang dapat berjalan dengan postur membungkuk (a "monyet" postur). b. Kelainan fungsi motorik Merupakan sebagian besar manifestasi obyektif kelainan saraf : bukti riil adanya kelainan penyakit UMN o Spastis o Atropi (-) o Refleks fisiologis meningkat o Refleks patologis (+) o Tonus meningkat Gangguan Ekstrapiramidal Tonus : rigid Gerak otot abnormal tidak terkendali Gangguan kelancaran gerak otot volunteer Gangguan otot asosiatif LMN o Flaccid o Atropi (+) o Refleks fisiologis menurun o Refleks patologis (-) o Tonus menurun

Pemeriksaan 1. Inspeksi o Sikap : perhatikan sikap pasien waktu berdiri, duduk, berbaring, bergerak, dan berjalan o Bentuk : Perhatikan adanya deformitas o Ukuran : perhatikan apakah panjang bagian tubuh sebelah kiri sama dengan yang kanan o Gerak abnormal yang tidak terkendali, antara lain: o Tremor : merupakan serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran, yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian. o Khorea : gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik dan kasar yang dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Khas terlihat pada anggota gerak atas (lengan dan tangan) terutama bagian distal. o Atetose : ditandai oleh gerakan yang lebih lamban, seperti gerak ular, dan melibatkan otot bagian distal, cenderung menyebar ke proksimal. o Distonia : gerakan yang dimulai dengan gerak otot berbentuk atetose pada lengan atau anggota gerak lain, kemudian gerakan otot bentuk atetose ini menjadi kompleks, yaitu menunjukkan torsi yang keras dan berbelit. o Balismus : gerak otot yang datang sekonyong-konyong, kasar dan cepat, dan terutama mengenai otot-otot skelet yang letaknya proksimal. o Spasme : merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot-otot yang biasanya disarafi oleh satu saraf. o Tik (Tic) : gerakan yang terkoordinir, berulang, dan melibatkan sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik. o Fasikulasi : merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut dari satu berkas (fasikulus) serabut otot atau satu unit motorik. o Miokloni : merupakan gerakan yang timbul karena kontraksi otot secara cepat, sekonyong-konuong, sebentar, aritmik, asinergik dan tidak terkendali. 2. Palpasi o Pasien disuruh mengistirahatkan ototnya. Kemudian otot ini dipalpasi untuk menentukan konsistensi serta adanya nyeri tekan. o Dengan palpasi kita dapat menilai tonus otot, terutama bila ada hipotoni. Pemeriksaan Gerakan Pasif Penderita disuruh mengistirahatkan ekstre-mitasnya. Bagian dari ekstremitas ini kita gerakkan pada persendiannya. Gerakan dibuat bervariasi, mula-mula cepat kemudian lambat,cepat, lebih lambat, dst. Sambil menggerakkan kita nilai tahanannya. Dalam keadaan normal kita tidak menemukan tahanan yang berarti, jika penderita dapat mengistirahatkan ekstre-mitasnya dengan baik. Pemeriksaan Gerak Aktif Pada pemeriksaan ini kita nilai kekuatan (kontraksi) otot. Untuk memeriksa adanya kelumpuhan, kita dapat menggunakan 2 cara berikut:

3.

4.

5.

Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan kita menahan gerakan ini ii. Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia disuruh menahan Pemeriksaan Koordinasi Gerak - Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebellum - Gejala klinis yg didapatkan pada gangguan serebellum adalah: i. Gangguan keseimbangan ii. Ataksia : gangguan koordinasi gerakan. Tes yang dilakukan: tes tunjukhidung (tangan menunjuk hidung), dan tes tumit lutut (tumit ditempatkan pada lutut yang satu lagi) iii. Disdiadokokinesia : ketidakmampuan melakukan gerakan yg berlawanan berturut-turut. Lakukan tes pronasi-supinasi lengan! Suruh pasien merentangkan kedua lengannya ke depan, kemudian suruh ia mensupinasi dan pronasi lengan bawahnya (tangannya) secara bergantian dan cepat. Pada sisi lesi, gerakan ini dilakukan lamban dan tidak tangkas. iv. Dismetria : gerakan yang tidak mampu dihentikan tepat pada waktunya atau tepat pada tempat yang dituju. v. Tremor intensi : tremor yang timbul bila melakukan gerak volunteer (dengan kemauan), dan menjadi lebih nyata bila menghampiri tujuannya. Dapat diperiksa dengan jalan menyuruh pasien mengambil benda yang kecil, makin dekat ia pada benda tersebut, makin jelas tremor pada tangannya. vi. Disgrafia (makrografia) : terlihat huruf dituliskan besar-besar dan kadang makin lama makin besar. Selain itu, bentuk hurufnya tidak bagus dan kaku vii. Nistagmus : gerak bolak-balik bola mata yang involunter dan ritmik. viii. Fenomena rebound : ketidakmampuan menghentikan gerakan dgn segera atau menggantikannya dengan antagonisnya.

i.

Fenomena Rebound

Suruh pasien menarik lengannya. Pemeriksa menahannya. Tiba-tiba kita lepaskan. Perhatikan apakah lengan pasien segera berhenti. Pada gangguan serebellar dapat terjadi gerakan lewat (rebound) sampai memukul diri sendiri o Astenia : lekas lelah dan bergerak lamban. Otot lekas lelah dan lemah (walaupun tidak ada parese). Gerakan dimulai dengan lamban, demikian juga dengan kontraksi dan relaksasi. o Hipotonia : dapat diketahui dengan jalan palpasi dan pemeriksaan gerak pasif. Pada hipotonia, ekstensi dapat dilakukan lebih jauh, misalnya pada persendian paha, siku, lutut dsb. o Disartria : cadel, pelo, gangguan pengucapan kata-kata LI 4. Memahami dan menjelaskan stroke. LO 4.1 Definisi stroke Stroke adalah sindrom yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan sebagai akibat tumor, trauma, ataupun infeksi susunan saraf pusat. (diagnosis &tataksana penyakit saraf, 2009) LO 4.2 Etiologi dan factor resiko stroke Etiologi : 1. Berdasarkan kelainan patologis a. Stroke hemoragik 1) Perdarahan intra serebral Perdarahan intraserebral selalu disebabkan oleh pecahnya arteri arteriosklerotik kecil yang menyebabkan melemahnya pembuluh darah, terutama oleh hipertensi arterial kronik. Perdarahan intraserebral akibat dari aneurisma kongenital, arteriovenosa atau kelainan vaskular lainnya, trauma, aneurisma mycotic, infark otak (infark hemoragik), primer atau metastasis tumor otak, antikoagulasi berlebihan, dyscrasia darah, perdarahan atau gangguan vasculitic jarang terjadi. (WHO, 2005) 2) Perdarahan ekstra serebral (subarakhnoid) Stroke hemorage subaraknoid sering disebabkan oleh kelainan arteri yang berada di pangkal otak, yang dinamakan aneurisma serebral. Perdarahan subarachnoid secara spontan sering berkaitan dengan pecahnya aneurisma (85%), kerusakan dinding arteri pada otak. b. Stroke non-hemoragik (stroke iskemik, infark otak, penyumbatan) Stroke iskemik dapat dikarenakan oleh pembentukan trombus lokal atau fenomena embolic, mengakibatkan oklusi dari arteri otak. Aterosklerosis, terutama dari vaskular serebral, merupakan faktor penyebab pada kebanyakan kasus stroke iskemik. Emboli kardiogenik dianggap telah terjadi jika pasien bersamaan menderita fibrilasi atrium, penyakit jantung katup, atau berbagai kondisi lain dari jantung yang dapat menyebabkan

pembentukan gumpalan. Membedakan antara emboli kardiogenik dan penyebab lain dari stroke iskemik adalah penting dalam menentukan jangka panjang farmakoterapi pada pasien yang diberikan (Dipiro, 2005). 2. Berdasarkan waktu terjadinya a. Transient Ischemic Attack (TIA) Faktor resiko medis, antara lain Hipertensi (penyakit tekanan darah tinggi), Kolesterol, aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah), gangguan jantung, diabetes, riwayat stroke dalam keluarga, migrain. Faktor resiko perilaku, antara lain merokok (aktif & pasif), makanan tidak sehat (junk food, fast food), alkohol, kurang olahraga, mendengkur, kontrasepsi oral, narkoba, obesitas. 80% pemicu stroke adalah hipertensi dan arteriosklerosis. Pemicu stroke pada dasarnya adalah, suasana hati yang tidak nyaman (marah-marah), terlalu banyak minum alkohol, merokok dan senang mengkonsumsi makanan yang berlemak. b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) RIND disebabkan oleh Aterosklerosis, Emboli, Obatobatan, Infeksi dan Hipotensi. c. Stroke In Evolution (SIE) / Progressing Stroke Etiologi SIE terdiri dari: 1. Penyebaran trombus secara progresif lokasi asal dalam arteri primer sehingga mengganggu sirkulasi anastomotic dan memperluas wilayah kerusakan jaringan 2. Keterlibatan maximal atherosclerotic dengan atau tanpa ulkus dan / atau stenosis, awalnya ada trombus cukup untuk menghasilkan penyumbatan lama kelamaan akan menambahkan daerah iskemia otak. 3. Edema otak yang tersebar di mode konsentris dan semakin mengurangi fungsi klinis tanpa perluasan daerah infark asli. 4. Kondisi umum pasien (kardiorespirasi, perubahan regulasi cairan dan elektrolit, keseimbangan asam-basa, atau akuisisi infeksi sistemik) dapat memperluas daerah infark. d. Completed stroke Pada dasarnya etiologi completed stroke sama seperti stroke tipe yang lain hanya berbeda pada waktu terjadinya stroke tersebut menetap.

FAKTOR RESIKO

Pola hidup yang tidak baik tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan. Faktor potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni: 1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi Usia Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan) yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis). Jenis kelamin Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok itu sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat mengganggu aliran darah. Herediter Orang dengan riwayat stroke pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya. Ras/etnik Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam. 2. Faktor yang dapat dimodifikasi Hipertensi (darah tinggi) Hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari kejadian stroke itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi gangguan aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah akan mengecil (vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan akan

kekurangan suplai oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus menerus, maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian. Penyakit jantung sentral dari aliran darah di tubuh terletak di jantung. Bilamana pusat mengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun akan mengalami gangguan termasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena adanya gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara mendadak ataupun bertahap. Diabetes melitus Hal ini terkait dengan pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku (tidak lentur). Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba juga dapat menyebabkan kematian jaringan otak. Hiperkolesterolemia Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin banyak dan menumpuk sehingga dapat mengganggu aliran darah. Obesitas Hal tersebut terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang dengan obesitas, dimana biasanya kadar LDL lebih tinggi dibandingkan dengan kadar HDLnya. Merokok Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku dengan demikian dapat menyebabkan gangguan aliran darah. LO 4.3 Epidemiologi stroke Berdasarkan jenis kelamin, insidens stroke di Amerika Serikat 270 per 100.000 pada pria dan 201 per 100.000 pada wanita. Di Denmark, insidens stroke 270 per 100.000 pada pria dan 189 per 100.000 pada wanita. Di Inggris insidens stroke 174 per 100.000 pada pria dan 233 per 100.000 pada wanita. Di Swedia, insidens stroke 221 per 100.000 pada pria dan 196 per 100.000 pada wanita (Fieschi, et al, 1998). Data di Indonesia menunjukkan terjadinya kecendrungan peningkatan insidens stroke. Sedangkan pada penelitian di 28 rumah sakit di seluruh Indonesia diperoleh data jumlah penderita stroke akut sebanyak 2065 kasus selama periode awal Oktober 1996 sampai dengan akhir Maret 1997, mengenai usia sebagai berikut : dibawah 45 tahun 12,9% , usia 45 65 tahun 50,5%, diatas 65 tahun 35,8% , dengan jumlah pasien laki-laki 53,8% dan pasien perempuan 46,2% (Misbach, 1999).

LO 4.4 Klasifikasi stroke

stroke

iskemik

hemoragic

trombus

emboli

subarachnoid

intracerebral

Dikenal bermacam-macam klasifikasi stroke berdasarkan atas patologi anatomi (lesi), stadium dan lokasi (sistem pembuluh darah) (Misbach, 1999). 1)Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: Stroke iskemik, yaitu penderita dengan gangguan neurologik fokal yang mendadak karena obstruksi atau penyempitan pembuluh darah arteri otak dan menunjukkan gambaran infark pada CT-Scan kepala. Penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Penyumbatan ini dapat disebabkan oleh: Suatu ateroma (endapan lemak) bisa terbentuk di dalam pembuluh darah arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap pembuluh darah arteri karotis dalam keadaan normal memberikan darah ke sebagian besar otak. Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah, kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Pembuluh darah arteri karotis dan arteri vertebralis beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam ini disebut emboli serebral (emboli = sumbatan, serebral = pembuluh darah otak) yang paling sering terjadi pada penderita yang baru menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak jarang menyebabkan stroke. Emboli lemak terbentuk jika lemak dari sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya bergabung di dalam sebuah arteri.

peradangan atau infeksi menyebabkan penyempitan pembuluh darah yang menuju ke otak. Obat-obatan (misalnya kokain dan amfetamin) juga bisa mempersempit pembuluh darah di otak dan menyebabkan stroke. Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika tekanan darah rendahnya sangat berat dan menahun. Hal ini terjadi jika seseorang mengalami kehilangan darah yang banyak karena cedera atau pembedahan, serangan jantung atau irama jantung yang abnormal. Macam-macam stroke iskemik : Transient Ischemic Attack (TIA), didefinisikan sebagai episode singkat disfungsi neurologis yang disebabkan gangguan setempat pada otak atau iskemi retina yang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam, tanpa adanya infark, serta meningkatkan resiko terjadinya stroke di masa depan. Trombosis serebri, adalah penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombus yang dapat menyebabkan iskemik atau infark jaringan otak sehingga timbul gejala disfungsi otak fokal dengan defisit neurologis. Emboli serebri Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu: Hemoragik Intraserebral : pendarahan yang terjadi didalam jaringan otak. Hemoragik Subaraknoid : pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak).

LO 4.5 Patofisiologi stroke.

LO 4.6 Manifestasi Klinik stroke. 1. Pembuluh besar dalam sirkulasi anterior a. Arteri cerebri media Sumbatan total : Contralateral hemiplegia, hemianasthesia, homonymous hemianopia, pandangan cenderung pada sisi ipsilateral. Dapat pula terjadi global

aphasia pada hemisphere yang dominan dan ansognosia, constructional aphasia, dysarthria pada hemisphere non dominan. Sumbatan partial : Lemah tangan / lengan atau lemah wajah dengan aphasia broca dengan atau tanpa kelemahan lengan. Ataupun dapat terjadi aphasia wernicke tanpa kelemahan. b. Arteri cerebri anterior Respons motorik dan verbal menurun, paraparesis, dan inkontinensia urin. c. Arteri choroid anterior Hemiplegia contralateral, hemianasthesia, homonymous hemianopia. d. Arteri carotis interna Gejala mirip dengan gejala pada arteri cerebri media, namun juga terdapat transient monocular blindness. e. Arteri carotis communis Gejala sama dengan pada carotis interna. 2. Pembuluh darah besar dalam sirkulasi posterior a. Arteri cerebri posterior Infark pada lesi lateral subthalamus, thalamus medial, ipsilateral pedunculus cerebral, dan midbrain. Dapat pula terjadi palsy N. III dengan ataxia contralateral atau hemiplegia contralateral. Penyumbatan pada bagian distal arteri ini mengakibatkan infark pada temporal medial dan occipital, yang kemudian menyebabkan contralateral homonymous hemianopia, gangguan ingatan apabila hippocampus terlibat. Infark pada splenium corpus callosum menyebabkan alexia tanpa agraphia. b. Arteri vertebral dan cerebri posterior inferior Vertigo, kaku wajah ipsilateral dan badan kontralateral, diplopia, hoarseness, dysarthria, dysphagia, Wallenbergs syndrome. Infark cerebral dan edema dapat mengakibatkan respiratory arrest. c. Arteri basilaris Gejala pusing (dizziness), diplopia, dysarthria, kaku wajah, gejala hemisensorik. d. Arteri cerebelli superior Ataxia cerebellar ipsilateral, mual muntah, dysarthria, rasa kebal kontralateral, tidak merasakan sensasi suhu pada ekstremitas, badan, dan wajah. e. Arteri cerebelli anterior inferior Penurunan pendengaran ipsilateral, lemah wajah, vertigo, mual muntah, nystagmus, tinnitus, cerebellar ataxia, kebal contralateral. 3. Pembuluh kecil (lacunar stroke) Gejala dapat berupa hemiparesis motorik, ataxic hemiparesis, dysarthria, dan aphasia broca.

LO 4.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding stroke. Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan pemeriksaan penunjang. 1. Anamnesis Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada tabel di bawah ini.

2. Pemeriksaan klinis neurologis Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

3. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke. Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan,

Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada

Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score

Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke non-hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3% untuk stroke hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%. Ketepatan diagnostik seluruhnya 87.5% Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke akut dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada bagian otak. Pasien memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi sebelum obat penghancur bekuan darah apapun dapat digunakan.

Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score

Catatan

: 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik 2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

4. Pemeriksaan Penunjang Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula. CT Scan berguna untuk menentukan:

jenis patologi lokasi lesi ukuran lesi menyingkirkan lesi non vaskuler

MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah magneti kuat suatu MRI. Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat warna yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh darah di otak dapat memberikan informasi tentang aneurisma atau arteriovenous malformation. Seperti abnormalitas aliran darah otak lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih, CT angiography menggeser angiogram konvensional. Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadangkadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter panjang dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil. Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah yang paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan digunakan hanya jika benarbenar diperlukan. Misalnya, angiogram dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan. Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa injeksi atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara untuk menampakkan penyempitan dan penurunan aliran darah pada arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke otak) Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering dilakukan pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli. Echocardiogram adalah tes dengan gelombang suara yang dilakukan dengan menempatkan

peralatan microphone pada dada atau turun melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik jantung. Monitor Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal. Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi petunjuk adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial, anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu dipertimbangkan. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.

Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik

Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

Diagnosis Banding Bell's Palsy i. DEFINISI Bell's Palsy adalah suatu kelainan pada saraf wajah yang menyebabkan kelemahan atau kelumpuhan tiba-tiba pada otot di satu sisi wajah. Saraf wajah adalah saraf kranial yang merangsang otot-otot wajah. ii. PENYEBAB Diperkirakan, penyebab Bells palsy adalah edema dan iskemia akibat penekanan (kompresi) pada nervus fasialis. Penyebab edema dan iskemia ini sampai saat ini masih diperdebatkan. Dulu, paparan suasana/suhu dingin (misalnya hawa dingin, AC, atau menyetir mobil dengan jendela yang terbuka) dianggap sebagai satu-satunya pemicu Bells palsy. Akan tetapi, sekarang mulai diyakini HSV sebagai penyebab Bells palsy, karena telah diidentifikasi HSV pada ganglion geniculata pada beberapa penelitian otopsi. Murakami et all juga melakukan tes PCR (Polymerase-Chain Reaction) pada cairan endoneural N.VII penderita Bells palsy berat yang menjalani pembedahan dan menemukan HSV dalam cairan endoneural. Virus ini diperkirakan dapat berpindah secara axonal dari saraf sensori dan menempati sel ganglion, pada saat adanya stress, akan terjadi reaktivasi virus yang akan menyebabkan kerusakan local pada myelin.

iii. PATOFISIOLOGI Para ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di

daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer. Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN bias terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian

bahwa penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius. iv. GEJALA Bell's palsy terjadi secara tiba-tiba. Beberapa jam sebelum terjadinya kelemahan pada otot wajah, penderita bisa merasakan nyeri di belakang telinga. Kelemahan otot yang terjadi bisa ringan sampai berat, tetapi selalu pada satu sisi wajah. Sisi wajah yang mengalami kelumpuhan menjadi datar dan tanpa ekspresi, tetapi penderita merasa seolah-olah wajahnya terpuntir. Sebagian besar penderita mengalami mati rasa atau merasakan ada beban di wajahnya, meskipun sebetulnya sensasi di wajah adalah normal. Jika bagian atas wajah juga terkena, maka penderita akan mengalami kesulitan dalam menutup matanya di sisi yang terkena. Kadang penyakit ini mempengaruhi pembentukan ludah, air mata atau rasa di lidah. Bell's palsy Ptosis v. DIAGNOSA Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa serta beberapa pemeriksaan fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis. Untuk menegakkan diagnosis suatu bells palsy harus ditetapkan dulu adanya paresis fasialis tipe perifer, kemudian menyingkirkan semua kemungkinan penyebabnya paresis fasialis tersebut.2 Paresis fasialis perifer berbeda dari tipe sentral. Pada tipe sentral yang terganggu atau paresis hanya pada bagian bawah wajah saja. Anamnesa : 4,5,8 - Rasa nyeri. - Gangguan atau kehilangan pengecapan. - Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan. - Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.

Pemeriksaan : 4,5,8 1. Pemeriksaan neurologi Kelumpuhan nervus fasilalis melibatkan semua otot wajah sesisi dan dapat dibuktikan dengan pemeriksaan - pemeriksaan berikut, yaitu: a. Pemeriksaan motorik nervus fasialis.4 Mengerutkan dahi : lipatan kulit dahi hanya tampak pada sisi yang sehat saja. Mengangkat alis : alis pada sisi yang sakit tidak dapat diangkat Memejamkan mata dengan kuat : pada sisi yang sakit kelompak mata tidak dapat menutupi bola mata dan berputarnya bola mata ke atas dapat dilihat. Hal tersebut dikenal Fenomena Bell. Selain itu dapat dilihat juga bahwa gerakan kelopak mata yang sakit lebih lambat dibandingkan dengan gerakan kelopak mata yang sehat, hal ini dikenal sebagai Lagoftalmus. Mengembungkan pipi : pada sisi yang tidak sehat pipi tidak dapat dikembungkan. Pasien disuruh utnuk memperlihatkan gigi geliginya atau disuruh meringis menyeringai : sudut mulut sisi yang lumpuh tidak dapat diangkat sehingga mulut tampaknya mencong ke arah sehat. Dan juga sulcus nasolabialis pada sisi wajah yang sakit mendatar.

b. Pemeriksaan sensorik pada nervus fasialis. 4,5,8 Sensasi pengecapan diperiksa sebagai berikut : rasa manis diperiksa pada bagian ujung lidah dengan bahan berupa garam, dan rasa asam diperiksa pada bagian tengah lidah dengan bahan asam sitrat. Pengecapan 2/3 depan lidah : pengecapan pada sisi yang tidak sehat kurang tajam. c. Pemeriksaan Refleks. 4,5,8 Pemeriksaan reflek yang dilakukan pada penderita Bells Palsy adalah pemeriksaan reflek kornea baik langsung maupun tidak langsung dimana pada paresis nervus VII didapatkan hasil berupa pada sisi yang sakit kedipan mata yang terjadi lebih lambat atau tidak ada sama sekali. Selain itu juga dapat diperiksa refleks nasopalpebra pada orang sehat pengetukan ujung jari pada daerah diantara kedua alis langsung dijawab dengan pemejaman kelopak mata pada sisi, sedangkan pada paresis facialis jenis perifer terdapat kelemahan kontraksi m. orbikularis oculi (pemejaman mata pada sisi sakit). Beberapa pemeriksaan sederhana lain yang dapat dilakukan untuk membantu penegakkan diagnosa antara lain :

Stethoscope Loudness Test Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai fungsi dari muskulus stapedius. Pasien diminta menggunakan stetoskop kemudian dibunyikan garpu tala pada membran stetoskop, maka suara yang keras akan terlateralisasi ke sisi muskulus stapedius yang lumpuh Schirmer Blotting Test. Pemeriksaan ini digunakan untuk menilai fungsi lakrimasi. Digunakan benzene yang menstimulasi refleks nasolacrimalis sehingga dapat dibandingkan keluar air mata dapat dibandingkan antara sisi yang lumpuh dan yang normal.

2. Pemeriksaan radiologis. 4,5,8 Pemeriksaan Radiologis yang dapat dilakukan untuk Bells Palsy antara lain adalah MRI (Magnetic Resonance Imaging) dimana pada pasien dengan Bell Palsy dapat timbul gambaran kelainan pada nervus fasialis. Selain itu pemeriksaan MRI juga berguna apabila penderita mengalami Kelumpuhan wajah yang berulang, agar dapat dipastikan apakah kelainan itu hanya merupakan gangguan pada nervus Fasialis ataupun terdapat tumor vi. PENGOBATAN Tidak ada pengobatan khusus untuk Bell's palsy.Beberapa ahli percaya bahwa kortikoteroid (misalnya prednison) harus diberikan dalam waktu tidak lebih dari 2 hari setelah timbulnya gejala dan dilanjutkan sampai 1-2 minggu.Apakah pengobatan ini bisa mengurangi nyeri dan memperbaiki kesempatan untuk sembuh, masih belum dapat dibuktikan. Jika kelumpuhan otot wajah menyebabkan mata tidak dapat tertutup rapat, maka mata harus dilindungi dari kekeringan.Tetes mata pelumas digunakan setiap beberapa jam. Pada kelumpuhan yang berat, pemijatan pada otot yang lemah dan perangasangan sarafnya bis membantu mencegah terjadinya kekakuan otot wajah.Jika kelumpuhan menetap sampai 6-12 bulan atau lebih, bisa dilakukan pembedahan untuk mencangkokkan saraf yang sehat (biasanya diambil dari lidah) ke dalam otot wajah yang lumpuh. vii. PROGNOSIS Jika kelumpuhannya parsial (sebagian), maka penyembuhan total terjadi dalam waktu 1-2 bulan.Prognosis pada kelumpuhan total adalah bervariasi, tetapi sebagian besar mengalami penyembuhan sempurna.

LO 4.8 Terapi stroke Pengobatan Umum Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5 B yaitu: 1. Breathing Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru baik. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu bila kadar oksigen darah berkurang. 2. Brain Udem otak dan kejang-kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi udem otak, dapat dilihat dari keadaan pasien yang mengantuk, adanya bradikardi atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk mengatasi kejang-kejang yang timbul dapat diberikan Diphenylhydantoin atau Carbamazepin. 3. Blood Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak. Pengobatan hipertensi pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru akan menambah iskemik lagi. Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak. Pemberian infus glukosa harus dicegah karena akan menambah terjadinya asidosis di daerah infark yang akan mempermudah terjadinya udem. Keseimbangan elektrolit harus dijaga. 4. Bowel Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup. Bila perlu diberikan nasogastric tube (NGT). 5. Bladder Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retentio urin. Pemasangan kateter jika terjadi inkontinensia. Perawatan suportif Pelihara oksigenasi jaringan secara adekuat; membutuhkan bantuan saluran napas dan ventilasi. Cek aspirasi pneumonia yang mungkin terjadi. Tekanan darah; pada kebanyakan kasus, tekanan darah tidak boleh diturunkan secara cepat. Jika terlalu tinggi, menurunkan tekanan darah secara berhati-hati, karena status neurologis dapat bertambah buruk ketika tekanan darah diturunkan. Status volume darah; koreksi hipovolemia dan elektrolit-elektrolit tetap pada batas normal. Demam; harus dicari sumber dari demam dan diturunkan dengan anti piretik yang sesuai. Hypoglycemia/dan atau hyperglycemia; harus dijaga dengan kontrol yang ketat. Hiperglikemia dapat bertambah buruk pada cedera iskemik. Profilaksis DVT; stroke dengan pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk DVT. Penting untuk menggunakan heparin subcutan 5,000 IU q. 8 atau 12 jam atau subkutan enoksaparin 30 mg q. 12 jam pada ambulasi awal.

a. Penatalaksanaan Stroke Hemoragik Singkirkan kemungkinan koagulopati. Pastikan hasil masa protrombin dan masa tromboplastin parsial adalah normal. Jika masa protrombin memanjang, berikan plasma beku segar(FFP) 4-8 unit intravena setiap 4jam dan vitamin K 15 mg intravena bolus, kemudian 3 kali sehari 15 mg subkutan sampai masa protrombin normal. Koreksi antikoagulasi heparin dengan protamin sulfat 10-50mg bolus lambat(1mg mengoreksi 100 unit heparin). Kendalikan HT.Tekanan yang tinggi bisa menyebabkan perburukan perihematom. Tekanan darah sisitolik >180mmHg dengan labetalol(20 mg intravena dalam2menit ulangi 40-80mg intravena dalam interval 10menit sampai tekanan yang diinginkan kemudian infus 2mg/menit dan dirasi atau penghambat ACE 12,5mg-25mg, 2-3 kali sehari atau antagonis kalsium(nifedipin oral 4x 10 mg). Pertimbangkan bedah saraf apabila perdarahan serebelum diameter lebih dari 3 cm atau volum lebih dari 50 ml. Pemasangan ventrikulo-peritoneal bila ada hidroefalus obstruktif akut atau kliping aneurisma. Pertimbangkanangiografi untukmenyingkirkan aneurisma/malformasi arteriovenosa. Berikan manitol 20% (1 mg/kg BB intravena dalan 20-30 menit). Steroid tidak terbukti efektif pada perdarahan intraserebral. Pertimbangkan fenitoin (10-20 mg/kg BB intravena atau peroral). Pada umumnya antikonvulsan diberikan bila terdapat kejang. Pertimbangkan terapi hipervolemik dan nimodipin untuk mencegah vasospasme. Untuk mengatasi perdarahan intracerebral: obati penyebabnya, turunkan TIK, beri neuroprotektor, tindakan bedah dengan pertimbangan GCS >4 dilakukan pada pasien denganperdarahan serebelum > 3cm, hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau serebelum, perdarahan lobar diatas 60cc dengan tanda peningkatan TIK akut dan encaman herniasi. Pada TIK yang meninggi : o Manitol bolus, 1 gr/kgBB dalam 20-30menit lanjutkan dengan 0,250,5g/kgBB tiap 6 jam smpai maksimal 48 jam. o Gliserol 50% oral, 0,25-1 gr/kgBB setiap 4-6 jam atau gliserol 10% intravena 10 ml/kgBB dalam 3-4 jam(untuk edema serebri ringansedang). o Furosemid 1mg/ kg BB intravena. o Intubasi dan hiperventilasi terkontrol sampai pCO2 29-35 mmHg o Penggunaansteroidmasihkontroversial. o Kraniotomidekompresif. Perdarahansubaraknoid o Nimodipin digunakan untuk mencegah vasospasme.

o Tindakan operasi dapat dilakukan pada perdarahan subaraknoid stadium I dan II akibat pecahnya aneurisma sakularberry dan adanya komplikasi hidrosefalus obstruktif. b. Penatalaksanaan Stroke Non-Hemoragik Penanganan dari Serangan Iskemia Akut 1. Mengeleminasi atau mengontrol faktor-faktor risiko. 2. Memberi edukasi pada pasien mengenai pengurangan faktor risiko dan tanda serta gejala-gejala dari TIA dan stroke ringan. 3. Intervensi-Bedah Endarterektomi karotis ( Cea) Pengeluaran plak ateromatosa dengan cara bedah. Pasien yang direservasi untuk pengeluaran bekuan atau lesi berulserasi yang mengoklusi > 70% dari aliran darah pada arteri karotis. Dapat menurunkan risiko dari strok > 60% selama tahun keduanya setelah dioperasi dan wajib mengikuti mengikuti prosedur. Endarterektomi vertebra umumnya tidak lagi digunakan. a. Angioplasti balon Menempatkan suatu balon kecil yang dideflasikan pada pembuluh darah yang yang mengalami stenose Balon kemudian dipompakan menekan plak ateromatosa ke arah dinding. Mempunyai risiko melepasnya emboli kecil yang dapat berpindah ke retina atau otak. b. Penempatan Sten Prosedur eksperimental; > 50-60% mengalami kekambuhan. Menempatkan suatu coil baja tahan-karat kedalam pembuluh darah yang kemudian difiksasi pada salah satu dinding dari arteri; saat ini coil ditambahkan dengan obat-obatan slow-release. 4. Agen-agen antiplatelet Aspirin Mekanisme kerja: a) Menghambat agregasi platelet. b) Menurunkan atau mengurangi pelepasan substansi vasoaktif dari platelet. c) Menginaktivasi secara irreversibel siklooksigenase-platelet; dan efeknya cukup berlangsung selama hidup dari platelet; 5-7 hari Efikasi a. ASA telah menunjukkan pengurangan yang bermakna secara klinis (22-24%) pada risiko stroke dan kematian, pada uji-uji klinis acak pasien-pasien yang telah mengalami suatu TIA sebelumnya atau strok sebagai pencegahan sekunder. b. Dosis berkisar dari 50 -1500 mg perhari. Pada uji klinis terakhir; evaluasi dosis rendah (30-325 mg perhari); hasilnya mengindikasikan bahwa dosis rendah mungkin lebih bermanfaat dengan berkurangnya efek-efek tidak diinginkan dari asam salisilat pada lambung.

Pada beberapa studi menyatakan; bahwa ASA lebih efektif pada laki-laki dibanding sejumlah kecil perempuan pada studi lain. Peran pada pencegahan primer belum jelas.

o Dipiridamol (Persantine) Mekanisme kerja: a) Inhibitor lemah dari agregasi platelet. b) Sebagai inhibit fosfodiesterase platelet. Efikasi:a) Pada uji klinis belum mempunyai bukti yang kuat dalam penggunaan dipiridamol pada iskemia otak. b) Tidak ada efek aditif yang ditemukan bersama dengan aspirin. Sulfinpirazon (Anturane) Mekanisme kerja: Innhibisi reversibel dari siklooksigenase. Efikasi: Uji klinis belum mempunyai dukungan rekomendasi penggunaan. Tiklopidin (Ticlid) Mekanisme Kerja:a) Inhibisi agregasi platelet dan menginduksi ADP. b) Inhibisi agregasi platelet yang diinduksi oleh kolagen, PAF, epinefrin dan thrombin. c) Waktu perdarahan diperpanjang. d) Berefek minimal pada siklooksigenase. Efikasi: a. Telah menunjukkan dapat mereduksi insidens stroke, kira-kira 22% pada pasien-pasien yang telah mengalami TIAs sebelumnya atau stroke. b. Lebih efektif dibanding aspirin dengan kurangnya efek gastrointestinal. c. Tidak ada perbedaan gender yang memperlihatkan tiklopidin bereaksi sama; seperti halnya dengan ASA. d. Dosis 500 mg perhari dibagi menjadi dua dosis (250 mg peroral-bid) Efek samping: diare, ruam pada kulit, total kolesterol serum yang meningkat. Antikoagulasi (warfarin) a. Belum ada studi-studi yang membuktikan superioritas dari antikoagulan ini sebagai agen antiplatelet. b. Dapat mereduksi risiko dari stroke pada pasien dengan infark miokard sebelumnya. c. Bermanfaat pada pasien yang menderita keluhan simptomatik pada terapi antiplatelet. d. Eksepsi mayor adalah pada pasien dengan embolisme otak yang berasal kardiac; 1. Antikoagulasi kronik dengan warfarin telah dibuktikan untuk mencegah keadaan gangguan serebrovaskuler pada pasien dengan AF (atrial fibrilasi). 2. Penanganan terhadap stroke infarction /dan atau ischemic serebral akut.

Obat Antihipertensi Pada Stroke

Golongan/Obat Tiazid Diazoksid

Mekanisme Aktivasi ATP sensitive Kchannels

Dosis IV bolus: 50100 mg; IV infus; 15-30 mg/menit

Interaksi Obat Awitan menit <

Efek Samping

5 Retensi cairan dan garam, hiperglikemia berat, durasi lama (1-12 jam). Durasi lama (6 jam), disfungsi renal. Bradikardia, hipotensi, durasi lama (4-6 jam).

ACEI Enalaprit

ACE inhibitor

0,625-1,25 mg IV selama 15 menit. 5 mg/jam IV, 2.5 mg/jam tiap 15 menit, sampai 15 mg/jam.

Awitan < 15 menit.

Calcium Channel Blocker Nikardipin Penyekat kanal Clevidipin kalsium Verapamil Diltiazem

Awitan cepat (1-5 menit), tidak terjadi rebound. Eliminasi tidak dipengaruhi oleh disfungsi hati/ renal, potensi interaksi obat rendah. Awitan cepat (5-10 menit).

Beta Blocker Labetalol

Antagonis reseptor 1, 1, 2

10-80 mg IV tiap 10 menit sampai 300 mg/hari; infus 0,5-2 mg/menit.

Esmolol

Antagonis selektif reseptor 1.

0,25-0,5 mg/kg IV bolus disusul dosis pemeliharaan. 5-20 mg IV.

Bradikardia, hipoglikemia, durasi lama (212 jam). Gagal jantung kongestif, bronkospasme. Awitan segera, Bradikardia, durasi singkat < gagal jantung 15 menit. kongestif.

Alfa Blocker Fentolamin

Antagonis reseptor 1, 2.

Awitan cepat (2 Takikardia, menit), durasi aritmia. singkat (10-15 menit) Serum sickness-

Vasodilator Langsung Hidralasin NO terkait

2,5-10 mg IV

dengan mobilisasi kalsium dalam otot polos.

Thiopental

Trimetafan

Fenoldipam

Sodium Nitroprusid

Nitrogliserin

like, druginduced lupus, durasi jam (3-4 jam), awitan lambat (15-30 menit) Aktivasi reseptor 30-60 mg IV. Awitan cepat (2 Depresi GABA menit), durasi miokardial singkat (5-10 menit). Blockade 1-5 mg/ menit Awitan segera, Bronkospasme, ganglionik. IV durasi singkat retensi urin, (5-10 menit) siklopegia, midriasis Agonis DA-1 Awitan < 15 Hipokalemia, dan reseptor alfa 0,001- 1,6 menit, durasi takikardia, 2 g/kg/ menit 10-20 menit. bradikardia. Nitrovasodilator IV; tanpa bolus Awitan segera, Keracunan 0,25-10/ kg/ durasi singkat sianid, menit IV. (2-3 menit) vasodilator serebral (dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial) refleks takikardi. Nitrovasodilator Awitan 1-2 Produksi 5-1000 menit, durasi 3- methemoglobin, g/kg/menit IV 5 menit. reflek takikardia.

bolus (sampai 40 mg).

LO 4.9 Komplikasi stroke 1. Komplikasi Akut Kenaikan tekanan darah. Keadaan ini biasanya merupakan mekanisme kompensasi sebagai upaya mengejar kekurangan pasokan darah di tempat lesi. Oleh karena itu kecuali bila menunjukkan nilai yang sangat tinggi (sistolik > 220/ diastolik >130) tekanan darah tidak perlu diturunkan, karena akan turun sendiri setelah 48 jam. Pada pasien hipertensi kronis tekanan darah juga tidak perlu diturunkan segera. Kadar gula darah. Pasien stroke seringkali merupakan pasein DM sehingga kadar glukosa darah pasca stroke tinggi. Akan tetapi seringkali terjadi kenaikan glukosa darah pasein sebagai reaksi kompensasi atau akibat mekanisme stress. Gangguan jantung. Baik sebagai penyebab maupun sebagai komplikasi. Keadaan ini memerlukan perhatian khusus, karena seringkali memperburuk keadaan stroke bahkan sering merupakan penyebab kematian.

Gangguan respirasi. Baik akibat infeksi maupun akibat penekanan di pusat napas. Infeksi dan sepsis. Merupakan komplikasi stroke yang serius pada ginjal dan hati. Gangguan cairan, elektrolit, asam dan basa. Ulcer stres. Yang dapat menyebabkanterjadinya hematemesis dan melena.

2. Komplikasi Kronik Akibat tirah baring lama di tempat tidur bias terjadi pneumonia, dekubitus, inkontinensia serta berbagai akibat imobilisasi lain. Rekurensi stroke. Gangguan sosial-ekonomi. Gangguan psikologis. LO 4.10. Pencegahan stroke Rekomendasi American Stroke Association (ASA) tentang pencegahan stroke adalah sebagai berikut: 1. Pencegahan Primer Stroke Pendekatan pada pencegahan primer adalah mencegah dan mengobati faktorfaktor risiko yang dapat dimodifikasi. Hipertensi Hipertensi harus diobati, untuk mencegah stroke ulang maupun mencegah penyakit vaskular lainnya. Pengendalian hipertensi ini sangat penting artinya bagi para penderita stroke iskemik dan TIA. Target absolut dalam hal penurunan tekanan darah belum dapat ditetapkan, yang penting adalah bahwa tekanan darah < 120 / 80 mm Hg. Modifikasi berbagai macam gaya hidup berpengaruh terhadap upaya penurunan tekanan darah secara komprehensif. Obatobat yang dianjurkan adalah diuretika dan ACE inhibitor; namun demikian pilihan obat disesuaikan dengan kondisi / karakteristik masingmasing individu. Diabetes melitus Pada penderita diabetes melitus maka penurunan tekanan darah dan lipid darah perlu memperoleh perhatian yang lebih serius. Dalam kasus demikian ini maka obat antihipertensi dapat lebih dari 1 macam. ACE inhibitor merupakan obat pilihan untuk kasus gangguan ginjal dan diabetes melitus Pada penderita stroke iskemik dan TIA, pengendalian kadar gula direkomendasikan sampai dengan mendekati kadar gula plasma normal (normoglycemic), untuk mengurangi komplikasi mikrovaskular dan kemungkinan timbulnya komplikasi makrovaskular. Sementara itu kadar HbA1c harus lebih rendah dari 7%. Lipid Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar kolesterol yang tinggi, penyakit arteri koroner, atau adanya bukti aterosklerosis, maka

pasien harus dikelola secara komprehensif meliputi modifikasi gaya hidup, diet secara tepat, dan pengobatan. Target penurunan kadar kolesterol adalah sebagai berikut: LDL < 100 mg% dan kadar LDL < 70 mg% bagi penderita dengan faktor risiko multipel. Penderita stroke iskemik atau TIA yang dicurigai mengalami aterosklerosis tetapi tanpa indikasi pemberian statis (kadar kolesterol normal, tanpa penyakit arteri koroner, atau tidak ada bukti aterosklerosis) dianjurkan untuk diberi statin untuk mengurangi risiko gangguan vaskular. Penderita stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL kolesterol rendah dapat dipertimbangkan untuk diberi niasin atau gemfibrozil. Merokok Setiap pasien stroke atau TIA harus segera menghentikan kebiasaan merokok. Penghentian merokok dapat diupayakan dengan cara penyuluhan dan mengurangi jumlah rokok yang dihisap / hari secara bertahap. Obesitas Bagi setiap penderita stroke iskemik atau TIA dengan obesitas/overweight sangat dianjurkan untuk mempertahankan bodymass index (BMI) antara 18,524,9 kg/m2 dan lingkat panggul kurang dari 35 inci (perempuan) dan kurang dari 40 inci (lakilaki). Penyesuaian berat badan diupayakan melalui keseimbangan antara asupan kalori, aktivitas fisik dan penyuluhan kebiasaan hidup sehat Aktivitas fisik Setiap pasien stroke iskemik atau TIA yang mampu untuk melakukan aktivitas fisik sangat dianjurkan untuk melakukan aktivitas fisik ringan selama 30 menit/hari. Untuk pasien yang tidak mampu melakukan aktivitas fisik maka dianjurkan untuk melakukan latihan dengan bantuanorang yang sudah terlatih. 2. Pencegahan Sekunder Stroke Pencegahan sekunder stroke mengacu pada kepada strategi untuk mencegah kekambuhan stroke. Pendekatan utama adalah mengendalikan hipertensi, CEA, dan memakai obat antiagregat antitrombosit. Aggrenox adalah satu-satunya kombinasi aspirin dan dipiridamol yang telah terbukti efektif untuk mencegah stroke sekunder. LO 4.11 Prognosis stroke. Indikator prognosis adalah : tipe dan luasnya serangan, age of onset, dan tingkat kesadaran Hanya 1/3 pasien bisa kembali pulih setelah serangan stroke iskemik Umumnya, 1/3-nya lagi adalah fatal, dan 1/3- nya mengalami kecacatan jangka panjang Jika pasien mendapat terapi dengan tepat dalam waktu 3 jam setelah serangan, 33% diantaranya mungkin akan pulih dalam waktu 3 bulan1/2/2009 Zullies Ikawati's Lecture Notes 8

Prognosis pasien dgn stroke hemoragik (perdarahan intrakranial) tergantung pada ukuran hematoma hematoma > 3 cm umumnya mortalitasnya besar, hematoma yang massive biasanya bersifat lethal Jika infark terjadi pada spinal cord prognosis bervariasi tergantung keparahan gangguan neurologis Jika kontrol motorik dan sensasi nyeri terganggu prognosis jelek LI 5. Memahami dan menjelaskan kewajiban suami dan istri menurut islam. Sebagai bahan referensi dan renungan bahkan tindakan, berikut, garis besar hak dan kewajiban suami isteri dalam Islam yang di nukil dari buku Petunjuk Sunnah dan Adab Sehari-hari Lengkap karangan H.A. Abdurrahman Ahmad. Hak Bersama Suami Istri Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21) Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa: 19 Al-Hujuraat: 10) Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa: 19) Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih) Adab Suami Kepada Istri . Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24) Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan RasulNya. (At-Taghabun: 14) Hendaknya senantiasa berdoa kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AIFurqan: 74) Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian, tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali) Jika istri berbuat Nusyuz, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a) Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa: 34) Nusyuz adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah. Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi) Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7) Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi) Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri) Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Yala) Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan zhalim. (An-Nisa: 19)

Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud). Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih) Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh, istihadhah, dll.). (AI-Ghazali) Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa: 3) Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasai) Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali) Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-Baqarah: 40) Adab Isteri Kepada Suami Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum wanita. (An-Nisa: 34) Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-Baqarah: 228) Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa: 39) Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah: a. Menyerahkan dirinya, b. Mentaati suami, c. Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya, d. Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami e. Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali) Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa i, Muttafaqun Alaih) Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim) Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi) Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi) Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: Seandainya dibolehkan sujud sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi) Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani) Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani) Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di rumah). (An-Nisa: 34)

DAFTAR PUSTAKA

Lumbantobing, S.M. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan mental. Badan penerbit FK UI, Jakarta. 2012. h.88-111
http://www.dartmouth.edu/~dons/part_1/chapter_10.html#chpt_10_disorders http://id.scribd.com/doc/55505386/9/TES-FUNGSI-MOTORIK http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29513/5/Chapter%20I.pdf http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-content/uploads/stroke.pdf http://www.fkunhas.com/2011/03/pemeriksaan-laboratorium-pada-penderita.html http://www.hendra.ws/hak-dan-kewajiban-suami-isteri-dalam-islam/ http://kamuskesehatan.com/arti/kapsula-interna/ http://id.scribd.com/doc/47088290/9/III-MEMAHAMI-DAN-MENJELASKAN-FUNGSI-MOTORIK-SERTA

Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit., Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Martono, Hadi. Strok Dan Penatalaksanaannya Oleh Internis. Dalam: Sudoyo A, setyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 edisi 5. Jakarta: InternaPublishing 2009: 892-897. Gunawan , Sulistis Gan et all. (2007). Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta. FKUI Pedoman Praktis Pemeriksaan Neurologi FK UI. Kesadaran. Jakarta 2006; hal. 39-50. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia, (2011), Guideline Stroke Tahun 2011, Jakarta. http://www.hendra.ws/hak-dan-kewajiban-suami-isteri-dalam-islam/

Anda mungkin juga menyukai