Anda di halaman 1dari 129

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB I LATAR BELAKANG

Pada zaman yang modern ini, dunia perindustrian berkembang sangat pesat. Dimana banyak berdiri perusahaan dan pabrik-pabrik yang bergerak di bidang manufaktur. Di dalam dunia perindustrian yang melibatkan proses manufaktur itu sendiri, tidak dapat dipungkiri bahwa di dalam prosesnya melibatkan mesin-mesin yang sangat besar dan menghasilkan putaran yang berkecepatan tinggi. Tenaga mesin memang sangat dibutuhkan dalam dunia perindustrian karena selain efektif dan efisien, dengan menggunakan mesin, proses produksi bisa berjalan lebih cepat dan dapat menghasilkan produk dalam jumlah besar. Namun penggunaan mesin yang memiliki putaran dengan kecepatan tinggi jika tidak menggunakannya dengan berhati-hati sering menyebabkan kecelakaan pada pekerja. Maka dari itu muncullah sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja. Sistem manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di atur dalam Permenaker No.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharan kewajiban K3, dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produkatif.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB II LANDASAN HUKUM

Berdasarkan latar belakang adanya sistem manajemen dan keselamatan kerja yang telah disebutkan di atas,landasan hukum yang mengatur tentang system manajemen kesehatan dan keselamatan kerja antara lain Permenaker

No.05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pada Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa : Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diantaranya berisi: Pasal 86 1. Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : a. Keselamatan dan Kesehatan Kerja; b. Moral dan kesusilaan; dan c. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. 2. Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. 3. Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan praturan perundang- undangan yang berlaku.

Pasal 87 1. Setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan. 2. Ketentuan mengenai penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah dan Undang-Undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB III KECELAKAAN KERJA

3.1. Penyebab Kecelakaan Kerja H.W. Heinrich dengan Teori Dominonya menggolongkan penyebab kecelakaan menjadi 2, yaitu: 1. Unsafe Action (Tindakan tidak aman) Unsafe action adalah suatu tindakan yang memicu terjadinya suatu kecelakaan kerja, antara lain: a. Melakukan pekerjaan tanpa wewenang b. Menghilangkan fungsi alat pengaman (melepas/mengubah) c. Memindahkan alat-alat keselamatan d. Menggunakan alat yang rusak e. Menggunakan alat dg cara yang salah f. Bekerja dengan posisi/sikap tubuh yang tidak aman g. Mengangkat secara salah h. Mengalihkan perhatian (mengganggu, mengagetkan, bergurau) i. Melalaikan penggunaan alat pelindung diri (APD) yang ditentukan j. Mabuk karena minuman beralkohol Tindakan-tindakan tersebut bisa berbahaya dan menyebabkan terjadinya kecelakaan. 2. Unsafe Condition (Kondisi tidak aman) Unsafe condition berkaitan erat dengan kondisi lingkungan kerja yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Banyak ditemui bahwa penyebab terciptanya kondisi yang tidak aman ini karena kurang ergonomis, antara lain: a. Pengaman yang tidak sempurna b. Peralatan/bahan yang tidak seharusnya c. Penerangan kurang/berlebih d. Ventilasi kurang e. Iklim kerja tidak sesuai

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 f. Getaran g. Kebisingan cukup tinggi h. Pakaian tidak sesuai i. Ketatarumahtanggaan yang buruk (poor house keeping) Selanjutnya Frank Bird mengembangkan teori Heinrich tersebut. Frank Bird menggolongkan penyebab terjadinya kecelakaan adalah sebab langsung (immediate cause) dan faktor dasar (basic cause).Penyebab langsung kecelakaan adalah pemicu yang langsung menyebabkan terjadinya kecelakaan tersebut, misalkan terpeleset, kejatuhan suatu benda, dan lain-lain.Sedangkan penyebab tidak langsung adalah merupakan faktor yang memicu atau memberikan kontribusi terhadap terjadinya kecelakaan tersebut.Misalnya tumpahan minyak yang menyebabkan lantai licin, kondisi penerangan yang tidak baik, terburu-buru atau kurangnya pengawasan, dan lain-lain. Meskipun penyebab tidak langsung hanyalah sebagai penyebab atau pemicu yang menyebabkan terjadinya kecelakaan, namun sebenarnya hal tersebutlah yang harus dianalisa secara detail mengapa faktor pemicu tersebut dapat terjadi. Disamping faktor-faktor yang telah disebutkan diatas, teori-teori modern memasukkan faktor sistem manajemen sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya kecelakaan.Ketimpangan dan kurangnya perencanaan, pengawasan, pelaksanaan, Pemantauan dan pembinaan menyebabkan terjadinya multiple cause sehingga kecelakaan kerja dapat terjadi.

3.2. Fungsi K3 Aspek K3 atau Kesehatan dan Keselamatan kerja bersifat multi dimensi.Oleh karena itu, tujuan dan manfaat K3 harus dilihat dari berbagai aspek, yaitu sisi hukum, perlindungan tenaga kerja dan sisi ekonomi. 1. Aspek Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah merupakan ketentuan perundangan dan memiliki landasan hukum yang kuat dan wajib dilaksanakan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses produksi yaitu pengusaha dan pekerja. Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Di Indonesia, peraturan perundangan yang mengatur tentang Keselamatan dan Kesehatan kerja antara lain: a. Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja b. Undang-undang No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan c. Undang-undang No.8 Tahun 1998 tentang perlindungan Konsumen d. Undang-undang No.22 tentang MIGAS e. Undang-undang No.19 / 1999 tentang jasa konstruksi f. Undang-undang No.28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung g. Undang-undang No.30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan Bab XI Lingkungan Hidup dan keteknikan memuat tentang Aspek Keselamatan 2. Aspek Perlindungan Tenaga Kerja Keselamatan dan Kesehatan kerja adalah salah satu upaya untuk melindungi semua pihak yang terlibat dalam proses produksi dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja agar. Hal ini dikarenakan tenaga kerja adalah merupakan asset perusahaan yang harus dilindungi. Apabila terjadi kecelakaan kerja, berarti ada pengurangan asset sehingga perusahaan akan dirugikan akibat hal tersebut. Perlindungan terhadap tenaga kerja bukan hanya terhadap sisi keselamatan dan kesehatan kerja saja. Ada banyak bentuk perlindungan bagi tenaga kerja antara lain jaminan sosial tenaga kerja, upah minimum, jam kerja, dan hak untuk berkumpul dan berorganisasi. Di dunia ada banyak peraturan yang mengatur tentang perlindungan tenaga kerja. Indonesia mengeluarkan Undang-undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Di Amerika pada tahun yang sama juga mengeluarkan Occupational Health and Safety Act dan membentuk Lembaga OHSA yang bertugas menangani aspek K3. 3. Aspek Ekonomi Dilihat dari sisi ekonomi banyak sekali manfaat penerapan K3 di perusahaan. K3 akan bermanfaat dalam peningkatan produktivitas dan pengendalian kerugian.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 a. K3 dan produktivitas Di dalam proses produksi, produktivitas ditopang oleh tiga hal yaitu kualitas, kuantitas dan keselamatan. Produktivitas yang baik akan menghasilkan barang dengan kualitas yang sesuai dengan permintaan dan jumlah yang sesuai. Kualitas dan kuantitas tidak akan tercapai bila keselamatan kerja tidak terjamin. Bayangkan bila seorang operator mengalami kecelakaan, pastilah proses produksi akan terganggu sehingga target yang ditetapkan tidak tercapai. Oleh karena itu, keselamatan dan kesehatan kerja sangat penting dalam menunjang tercapainya produktivitas kerja. b. K3 dan pengendalian kerugian Seperti telah dipaparkan diatas, bahwa kecelakaan kerja akan mengakibatkan menurunnya produktivitas. Selain itu, kecelakaan juga akan mengakibatkan kerugian karena menyangkut cederanya pekerja atau operator dan juga kerusakan sarana dan prasarana produksi. Kerusakan sarana dan prasaran produksi biasa disebut non injury accident atau damage accident. Karena itulah, disini K3 berfungsi sebagai pengendali kerugian atau disebut Loss control Management. Hal ini sangat penting karena kerugian akibat kerusakan mesin lebih besar daripada cederanya operator. Penelitian ini diungkapkan oleh Frank Bird dalam bukunya Loss control Management .Dalam penelitiannya tersebut Frank Bird mengungkapkan bahwa untuk 1 kali kecelakaan yang mengakibatkan meninggal, akan terjadi lebih dari 30 kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan yang tidak berakibat cedera pada manusia.

3.3. Alat Pendukung Alat pendukung dalam K3 atau Kesehatan dan Keselamatan Kerja adalah APD atau Alat Pelindung Diri yang digunakan oleh pekerja selama bekerja dalam pabrik. Adapun Jenis-jenis Alat Pelindung Diri, sebagai berikut:

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 1. Mata Sumber bahaya: cipratan bahan kimia atau logam cair, debu, katalis powder, proyektil, gas, uap dan radiasi. APD: safety spectacles, goggle, faceshield, welding shield.

Gambar 1.1 Safety glasses Sumber : Anonimous (2010)

2. Telinga Sumber bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB. APD: ear plug, ear muff, canal caps.

Gambar 1.2 Earphone Sumber : Budi (2010)

3. Kepala Sumber bahaya: tertimpa benda jatuh, terbentur benda keras, rambut terlilit benda berputar. APD: helmet, bump caps.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

Gambar 1.3 safety helmet Sumber : Andy (2010)

4. Pernapasan Sumber bahaya: debu, uap, gas, kekurangan oksigen (oxygen defiency). APD: respirator, breathing apparatus, masker.

Gambar 1.4 Respirator Sumber : Andy (2011)

5. Tubuh Sumber bahaya: temperatur ekstrim, cuaca buruk, cipratan bahan kimia atau logam cair, semburan dari tekanan yang bocor, penetrasi benda tajam, dust terkontaminasi. APD: boiler suits, chemical suits, vest, apron, full body suit, jacket.

Gambar 1.5 Boiler suit Sumber : Andy (2011)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 6. Tangan dan Lengan Sumber bahaya: temperatur ekstrim, benda tajam, tertimpa benda berat, sengatan listrik, bahan kimia, infeksi kulit. APD: sarung tangan (gloves), armlets, mitts.

Gambar 1.6 Safety glove Sumber : Andy (2011)

7. Kaki Sumber bahaya: lantai licin, lantai basah, benda tajam, benda jatuh, cipratan bahan kimia dan logam cair, aberasi. APD: safety shoes, safety boots, legging, spat.

Gambar 1.7 Sepatu proyek Sumber : Anonim (2012)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB IV 5R (Ringkas, Rapi, Resik, Rawat, Rajin)

Pengertian

5R

merupakan

budaya

tentang

bagaimana

seseorang

memperlakukan tempat kerjanya secara benar. Bila tempat kerja tertata rapi, bersih, dan tertib, maka kemudahan bekerja perorangan dapat diciptakan, dan dengan demikian 4 bidang sasaran pokok industri, yaitu efisiensi, produktivitas, kualitas, dan keselamatan kerja dapat lebih mudah dicapai. Adapun penjelasan dari tiap-tiap poin dalam 5R adalah : 1. Ringkas Langkah awal dari 5R, yaitu menempatkan hanya material, part atau komponen yang diperlukan di ruang kerja, serta membuang segala material, part atau komponen yang tidak diperlukan lagi dari ruang kerja tersebut. Orang yang terlibat dalam langkah ini tidak perlu merasa bersalah karena membuang barang-barang yang tidak diperlukan. Gagasannya adalah untuk memastikan bahwa hanya barang yang diperlukan yang ada di ruang kerja. Bahkan jumlahnya harus berada dalam batas minimalnya. Karena itu, dengan langkah ini, efektivitas penggunaan ruangan, dan pembelian material akan mengarah pada kanban (just in time). 2. Rapi Langkah ini merupakan peningkatan efisiensi karena dengan

menempatkan segala sesuatu secara teratur sehingga mudah dan cepat diperoleh dan juga dikembalikan lagi ke tempatnya semula. Jika setiap orang dapat secara mudah dan cepat mengambil dan mengembalikan barang ke tempatnya, maka dengan sendirinya aliran proses menjadi lebih cepat dan produktivitas meningkat. 3. Resik Langkah ini menyatakan bahwa setiap orang adalah petugas kebersihan, mulai dari operator hingga manajer. Resik berarti membersihkan hingga berkilau. Tidak ada area dalam suatu pabrik yang luput dari kebersihan.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Setiap karyawan mesti melihat ruang kerjanya dari mata seorang pengunjung, dan selalu berpikir bahwa makin bersih dan berkilau maka makin berkesan. 4. Rawat Langkah ini merupakan langkah menstandardisasikan kebersihan, baik personal maupun lingkungan. Setiap orang mesti merawat kerapihan dan kebersihan diri sendiri. Manajemen visual merupakan hal yang penting disini. Penerapan warna, kode dan simbol dari area pabrik bertujuan untuk memudahkan setiap orang mengetahui secara cepat ketidaksesuaian yang terjadi. 5. Rajin Ini merupakan langkah terakhir yang bertujuan memelihara standard begitu ke-4R lainnya telah tertanam. Tujuan dari langkah ini adalah untuk mengurangi bahkan menghilangkan kebiasaan buruk karyawan dan menjaga secara konsisten, standar kebersihan dan kerapihan terus dijalankan. Pada tahap ini, kebersihan dan keteraturan telah menjadi kebiasaan dan budaya kerja sepanjang waktu, tanpa perlu diingatkan lagi oleh manajemen.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB V APAR (Alat Pemadam Api Ringan)

Alat pemadam api ringan (APAR ) adalah alat yang dapat digunakan untuk memadamkan api yang baru menyala + 3-4 menit. Lebih dari 4 menit, sangat sulit dimatikan dengan APAR tetapi hanya dapat dimatikan dengan Hydrant. Dari kenyataan tersebut dapat dilihat betapa pentingnya APAR tersedia di dalam ruangan. Api awal harus secepatnya ditangani sampai tuntas. Yang membedakan APAR (Alat Pemadam Api Ringan) satu dengan yang lainnya adalah media yang digunakan untuk memadamkan api atau isinya. 1. Media Pemadam Konventional Bekerja dengan cara mencegah terbentuknya segitiga api dengan cara memisahkan/menghilangkan salah satu atau dua elemen dari segitiga api. a. Dry Chemical Powdermemisahkan bahan bakar dengan oksigen b. Foammemisahkan bahan bakar dengan oksigen c. CO2 mendinginkan dan mengusir oksigen d. Halon/gasmendinginkan dan mengusir oksigen 2. Media Pemadam Teknologi Tinggi Bekerja dengan cara kimiawi, mencegah terbentuknya radikal bebas a. Hartindo AF11Emencegah terbentuknya radikal bebas b. Hartindo AF31mencegah terjadinya radikal bebas dan menutupi permukaan bahan bakar Cara pemilihan produk apar yang perlu diperhatikan adalah: 1. Keamanan terhadap manusia dibuktikan dengan sertifikasi Eropa atau USA atau ASIA yang reputasinya bagus.(huntingdon lifle science, bomba malaysia, KLH singapore><amerika EPA) 2. Kemampuan pemadaman api/rating yang dibuktikan dengan sertifikasi Eropa atau USA.(LPC UK, EN3><Amerika UL) 3. Surat impor untuk bahan media pemadam bagi importir kecuali kalau produk dalam negri.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 4. Verifikasi semua sertifikasi dari Eropa atau USA oleh badan (Surveyor Indonesia atau Sucofindo) 5. Surat rekomendasi dari KLH yang mengecek bahwa layak digunakan karena ramah lingkungan. 6. Surat rekomendasi dari Dinas Tenaga Kerja Produk-produk yang tidak jelas asal-usulnya mengklaim sebagai pengganti Halon/BCF, biasanya menggunakan Freon HCFC123 secara murni. Freon HCFC123 bila digunakan secara murni dapat menyebabkan gagal jantung hanya dengan 2% design concentrate (MSDS HCFC123 dari Dupont hal 2). Hal ini sangat ironis sebab untuk memadamkan api dibutuhkan lebih besar dari 5% design concentrate (LPC UK). Bahkan produsen HCFC123 yang lain yaitu Honeywell menyebutkan bila HCFC123 murni diberi tekanan diatas tekanan 1 atmosfir dan terkena sumber api maka HCFC123 murni justru akan menjadi sangat mudah terbakar (MSDS HCFC123 dari Honeywell hal 2 dan hal 3). Oleh sebab itu maka masing-masing produsen HCFC123 tidak ada yang menggunakan HCFC123 secara murni untuk media pemadam. Sebetulnya HCFC123 dapat menjadi bahan dasar media pemadam tetapi racun dari HCFC123 tersebut harus dinetralkan terlebih dahulu. Sebagai contoh adalah produk Hartindo AF11E; Hartindo AF11E adalah media pemadam pengganti halon satu-satunya yang dapat menandingi kemampuan Halon/BCF dengan perbandingan 1:1 (sama-sama butuh hanya 5% Design Concentrate untuk memadamkan api). Bahan dasar Hartindo AF11E adalah HCFC123 tetapi ada komponen tambahan lain (proprietary brand) yang membuat HCFC123 tersebut tidak beracun (Huntingdon Life Science UK, Bomba Malaysia, PSB Singapore) dan bahkan dapat memiliki rating api hebat yang sebanding dengan Halon/BCF tetapi ramah lingkungan dan boleh digunakan untuk di dalam ruangan. Ada beberapa alternative pengganti halon yang lain (mis: Halotron) tetapi komponen tambahan yang ditambahkan untuk menetralkan racun tidak sempurna sehingga tidak boleh untuk di dalam ruangan dan tidak dapat mengimbangi rating api dari halon / BCF(EPA USAKLH Amerika). Hal ini bisa dianalogikan dengan masakan ubur-ubur, ubur-ubur sangat beracun sehingga tersentuh tentakel/sulurnya saja dapat membuat kulit melepuh. Tetapi untuk juru masak handal yang mengetahui Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 ramuan yang tepat, bukan saja bahan dasar ubur-ubur menjadi tidak beracun tapi bahkan menjadi masakan yang lezat. Dalam hal pemadam, Bapak Randall menemukan ramuan yang tepat sehingga HCFC123 yang menjadi bahan dasar menjadi tidak beracun dan bahkan memiliki rating yang api yang tinggi. Bentuk dan Ciri Bermacam - Macam Apar Type 1

Stored Pressure WELDED (Powder,Foam,Air,Gas)

Catridge (Khusus powder)

Type 2

SEEMLESS
Gambar 5.1 Tabung Gas Sumber : Anonim (2012)

Stored Pressure (Khusus CO2)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Dalam era globalisasi, orientasi manusia tidak lagi pada pemenuhan kebutuhan individual, namun lebih kepada pemenuhan kebutuhan kelompok atau kebutuhan atas banyak orang. Perkembangan teknologi yang semakin maju menyebabkan bertambahnya kebutuhan pasar akan suatu atau lebih benda yang digunakan untuk membantu pekerjaan manusia. Dengan adanya benda-benda yang berfungsi untuk membantu pekerjaan manusia maka pekerjaan yang berat akan menjadi ringan sehingga waktu dan tenaga yang digunakan untuk menghasilkan suatu output akan menjadi lebih efisien. Demi memenuhi kebutuhan pasar dalam berbagai permintaan mengenai berbagai macam benda, maka dibutuhkan juga suatu alat yang digunakan untuk memudahkan pekerjaan, maka mesin bubut menjadi salah satu dari banyak mesin yang dibutuhkan untuk membuat berbagai benda kerja yang berfungsi untuk meringankan pekerjaan manusia.

1.2. Tujuan Praktikum Berdasarkan uraian latar belakang yang telah disebutkan di atas, maka tujuan dari kegiatan ini adalah : 1. Pengenalan secara langsung mesin-mesin perkakas serta cara

pengoperasiannya. 2. Peningkatan pengetahuan serta ketrampilan tentang mesin-mesin perkakas. 3. Dapat mengetahui, menguasai, dan menjalankan mesin bubut. 4. Mengetahui proses dan cara pembuatan benda kerja dengan mesin bubut. 5. Mengetahui dan memahami bagian-bagian dari mesin bubut. 6. Mengetahui dan memahami cara pembuatan ulir.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB II DASAR TEORI

Mesin Bubut adalah suatu mesin perkakas yang digunakan untuk memotong benda yang diputar. Bubut sendiri merupakan suatu proses pemakanan benda kerja yang sayatannya dilakukan dengan cara memutar benda kerja kemudian dikenakan pada pahat yang digerakkan secara translasi sejajar dengan sumbu putar dari benda kerja. Gerakan putar dari benda kerja disebut gerak potong relatif dan gerakan translasi dari pahat disebut gerak umpan. Dengan mengatur perbandingan kecepatan rotasi benda kerja dan kecepatan translasi pahat maka akan diperoleh berbagai macam ulir dengan ukuran kisar yang berbeda. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan menukar roda gigi translasi yang menghubungkan poros spindel dengan poros ulir.

2.1. Prinsip Kerja Mesin Poros spindle akan memutar benda kerja melalui piringan pembawa sehingga memutar roda gigi dan poros spindle. Melalui roda gigi penghubung, putaran akan disampaikan ke roda gigi poros ulir. Oleh klem berulir, putaran poros ulir tersebut diubah menjadi gerak translasi pada eretan yang membawa pahat. Akibatnya pada benda kerja akan terjadi sayatan yang berbentuk ulir. 2.1.2. Main Drive Gerakan utama pada mesin bubut putaran motor listrik berupa putaran motor listrik yang ditransmisikan melalui belt menuju gearbox. Di dalam gearbox terdapat roda gigi yang berfungsi untuk mengatur transmisi putaran spindle sehingga menghasilkan putaran pada chuck. 2.1.2. Feed Drive Yaitu gerakan pemakanan pahat pada benda kerja.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 2.2. Fungsi Mesin bubut mencakup segala mesin perkakas berfungsi untuk memproduksi bentuk silindris dan untuk menghasilkan benda-benda putar, membuat ulir, membubut dalam serta meratakan permukaan benda putar. Operasi permesinan yang dimaksud termasuk bubut permukaan, pengeboran, me-reamer, membuat ulir atau drat, membubut lubang, bubut bertingkat, knurling dan banyak lagi.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

(g)

(h)

(i)

(j)

Gambar 2.1 Macam- macam fungsi mesin bubut Sumber : hidayat (2010)

a. Form Turning b. Taper Turning c. Facing

: untuk menghasilkan benda dengan bentuk : untuk membuat tirus : untuk menghasilkan benda dengan permukaan alus dan rata

d. Contour Turning

: untuk membentuk kontur tertentu

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 e. Chamfering : untuk mengurangi sudut benda kerja geometri seperti pahat menjadi runcing f. Cut off g. Threading h. Boring i. Drilling : untuk memotong benda : untuk membuat ulir : melakukan pengeboran (membuat lubang) : mengebor bagian dalam yang merupakan pengerjaan awal boring j. Knurling : untuk melakukan bubut bagian luar (bubut silindris).

2.3. Bagian- Bagian Utama Mesin Bubut

Gambar 2.2 Mesin Bubut Sumber: Eko (2012)

1.

Kepala Tetap ( head stock ) Kepala tetap adalah bagian utama dari mesin bubut yang digunakan untuk menyangga poros utama, yaitu poros yang digunakan untuk menggerakan spindel. Dimana di dalam spindel tersebut dipasang alat untuk menjepit benda kerja (kedudukan cekam). Spindel ini merupakan bagian terpenting dari sebuah kepala tetap. Selain itu, poros yang terdapat pada kepala tetap ini digunakan sebagai dudukan roda gigii untuk mengatur kecepatan putaran yang diinginkan. Dengan demikian, dalam kepala tetap terdapat sejumlah rangkaian roda gigi transmisi yang meneruskan putaran motor menjadi putaran spindle.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 2. Kepala Lepas ( tail stock ) Digunakan untuk menempatkan centre jalan (live centre), untuk menyangga benda kerja yang panjang, untuk kedudukan chuck bor (drill chuck), untuk kedudukan reamer, bisa juga untuk proses pembuatan tirus. 3. Bed way Adalah penopang sebagai tempat relay bertumpu. 4. Apron Tempat menopang carriage box. 5. Splash Guard Merupakan pelindung dan pembatas agar geram tidak terlempar keluar. 6. Chuck Berfungsi untuk mencengkram benda kerja saat proses

pembubutan. Berikut adalah jenis- jenis chuck: 1. Jenis chuck berdasarkan jumlah rahang. a. Two jaw chuck Two jaw chuck dapat digunakan dengan soft jaw (biasanya paduan aluminium) yang dapat dimesin untuk menyesuaikan diri dengan benda kerja tertentu.

Gambar 2.3 Two jaw chuck Sumber: Anonim (2012)

b. Three jaw chuck Three jaw chuck ini digunakan untuk mencekam benda kerja yang silindris atau bidang persegi kelipatan tiga yang simetri.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

Gambar 2.4 Three jaw chuck Sumber: Anonim (2012)

c. Four jaw chuck Four jaw chuck digunakan untuk mencekam benda kerja yang silindris atau bidang bersegi kelipatan empat yang simetri.

Gambar 2.5 Four jaw chuck Sumber: Anonim (2012)

d. Six jaw chuck Six jaw chuck digunakan untuk tujuan khusus, dan juga untuk menyangga material yang rapuh,

Gambar 2.6 Six jaw chuck Sumber: Anonim (2012)

2. Jenis chuck berdasarkan fungsinya a. Universal chuck Dimana rahang-rahang dari chuck dapat bergerak

maju/mundur secara bersamaan.

Gambar 2.7 Universal chuck Sumber: Anonim (2012)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 b. Independet chuck Dimana rahang-rahang dari chuck bergerak maju / mundur secara sendiri-sendiri. Keuntungannya yaitu bisa mencekam benda kerja yang mempunyai bentuk tidak teratur, eksentrik dan lebih kuat.

Gambar 2.8 Independent chuck Sumber: Anonim (2012)

c. Magnetic chuck Digunakan atau dirancang terutama untuk benda kerja berbahan logam-ferro. Tersusun dari magnet permanen yang berpusat dan akurat.

Gambar 2.9 Magnetic chuck Sumber: Anonim (2012)

7.

Steady Rest Alat bantu untuk menopang benda kerja yang kedudukan tetap.

Gambar 2.10 Steady Rest Sumber: Harry (2009)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 8. Follow Rest Follow rest atau penyangga berjalan digunakan untuk membantu memegang benda kerja dengan diameter relatif kecil dan relatif panjang. Dipasang pada deretan melintang/cross slide sehingga ikut bergerak sepanjang bed mesin. Sama halnya dengan penyangga tetap, penyangga berjalan ini pun harus dilumasi selama pemakaian. (Gambar a & b)

Gambar 2.11 (a) & (b) Follow Rest Sumber: Derrick (2009)

9.

Tool Post Bagian mesin bubut yang berfungsi memegang pahat.

10. Longitudinal Feed Handwheel Digunakan untuk menjalankan carriage secara manual ke arah longitudinal. 11. Cross Slide Handwheel Digunakan untuk menggerakkan carriage ke arah melintang. 12. Automatic Feed Lever Menjalankan pembubutan otomatis dan dapat menggerakkan carriage secara longitudinal maupun melintang. 13. Fly wheel Untuk menggerakkan compound rest tanpa menggerakkan carriage. 14. Split Nut Lever Untuk menggerakkan split nut yang nantinya akan menggerakkan lead screw. 15. Lead Screw Poros berulir yang berfungsi untuk menggerakkan carriage box saat melakukan penguliran.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 16. Feed Rod Poros yang berfungsi untuk menggerakkan carriage saat proses pembubutan. 17. Switch Rod Bagian mesin yang berfungsi merubah arah putaran dari feed rod.

Gambar 2.12 Control carriage Sumber : Dokumentasi Laboratorium Proses Produksi I (2012)

Mesin bubut memiliki kontrol utama berupa : 1. Left and Right Hand Thread Change Lever Digunakan untuk menggerakkan carriage ke arah horizontal dan pada proses pembuatan ulir digunakan untuk mengatur pembuatan ulir kanan atau ulir kiri. 2. Spindle Change Lever A,B,C dan Spindle Change Lever 1,2,3 Digunakan untuk merubah kecepatan putar (mengatur kecepatan pada speed gear box).Pengaturan kecepatan dilakukan dengan merubah posisi handle-handle nya. 3. Wrench Mengunci kedudukan tool holder. 4. Fly Wheel Untuk menggerakkan compound rest tanpa menggerakkan carriage. 5. 6. Tailstock Quill Clamping Lever Tailstock Locking Nut Digunakan untuk mengunci kedudukan tailstock. Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 7. Tailstock Quill Transverse Handwheel Digunakan untuk menggerakkan ujung dari tailstock dengan cara memutarnya. 8. Split Nut Lever Digunakan untuk menggerakkan split nut yang nantinya akan memutar lead screw. 9. Spindle Forward-Stop-Reverse Lever Adalah bagian mesin yang berfungsi untuk merubah putaran dari feed rod. 10. Longitudinal and Cross Power Feed Lever Digunakan untuk menjalankan pembubutan otomatis dan dapat menggerakkan carriage dalam arah longitudinal maupun melintang. 11. Carriage Longitudinal Feed Handwheel Engkol yang berfungsi untuk menggerakkan carriage secara manual dalam arah longitudinal. 12. Cross Slide Handwheel Digunakan untuk menggerakkan carriage dalam arah melintang secara manual. 13. Pitch and Feed Selector Lever Untuk menentukan feed dan thread. 14. Emergency Switch Merupakan tombol emergency. 15. Switch Coolant Pump Untuk menyalakan pompa coolant. 16. Test Button Berfungsi untuk menguji putaran chuck.

2.4. Pahat HSS HSS (High Speed Steel) adalah pahat yang terbuat dari baja dan bergerak dengan kecepatan tinggi. Amstead (1977) menyempurnakan HSS dengan menambahkan tungsten 18% dan chromium 5,5% ke dalam baja paduan. Komposisi HSS biasanya terdiri dari paduan besi dengan karbon, Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 tungsten, molybdenum, chromium dan vanadium bahkan kadang-kadang ada tambahan cobalt (ASM International Vol. 16, 1997). HSS dikategorikan sebagai HSS konvensional dan HSS spesial. HSS konvensional terdiri atas Molydenum HSS dan Tungsten HSS. Standar AISI dari HSS jenis ini adalah M1, M2, M7, M10, T1 dan T2. Sedangkan HSS spesial antara lain terdiri atas Cobalt Added HSS, High Vanadium HSS, High Hardness Co HSS, Cast HSS, Powder HSS dan Coated HSS (Rochim, 1993). Kekerasan permukaan HSS dapat ditingkatkan dengan melakukan pelapisan. Material pelapis yang digunakan antara lain : tungsten karbida, titanium karbida dan titanium nitrit, dengan ketebalan pelapisan 5~8m (Boothroyd, 1975). Pahat dari HSS biasanya dipilih jika pada proses pemesinan sering terjadi beban kejut, atau proses pemesinan yang sering dilakukan interupsi (terputus-putus). Hal tersebut misalnya membubut benda segi empat menjadi silinder, membubut bahan benda kerja hasil proses penuangan, membubut eksentris (proses pengasarannya). Baja kecepatan tinggi (HSS atau HS) adalah bagian dari baja perkakas, biasanya digunakan dalam alat pemotong seperti bor. Hal tersebut dilakukan karena dapat menahan suhu yang lebih tinggi tanpa kehilangan kekerasannya. Selain itu pahat HSS dapat memotong lebih cepat dari pada baja karbon tinggi lainnya. Sedangkan kekurangan dari pahat HSS adalah harganya bisa dua sampai empat kali lebih mahal dari carbon steel. 2.5. Mekanisme Gerakan Carriage Eretan (carriage/ support) adalah bagian mesin bubut yang berfungsi sebagai penghantar pahat bubut sepanjang alas mesin. Carriage dapat dijalankan secara otomatis maupun manual. Pergerakan manual dilakukan dengan cara memutar handle yang kemudian akan menggerakkan gear, dimana gear tersebut berada dalam track gear yang ada di dalam carriage box yang menyebabkan carriage dapat bergerak. Sedangkan gerakan otomatis pada carriage dapat dilakukan oleh dua poros yaitu lead screw dan feed rod.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 2.5.1. Lead Screw

Gambar 2.13 Lead Screw Sumber: nikkobul (2012)

Lead crew adalah poros panjang berulir yang terletak agak dibawah dan sejajar dengan bangku, memanjang dari kepala tetap sampai ekor tetap. Dihubungkan dengan roda gigi pada kepala tetap dan putarannya bisa dibalik. Dipasang ke pembawa (carriage) dan digunakan sebagai ulir pengarah untuk membuat ulir saja dan bisa dilepas kalau tidak dipakai. Mekanisme gerakan otomatisnya adalah ketika pencengkram di dalam carriage box telah mencengkram lead screw dan tuas otomatis telah disetting maka lead screw yang berulir akan berputar sehingga dapat menggerakkan carriage akibat gerakan tersebut. 2.5.2. Poros penjalan (feed rod)

Feed Rod Gambar 2.14 Feed Rod Sumber: Emco MAXIMAT SUPER 11 Instruction book (2012)

Berfungsi untuk menyalurkan daya dari kotak pengubah cepat (quick change box) untuk menggerakkan mekanisme apron dalam arah melintang atau memanjang. Ketika kontrol mesin bubut diubah pada kontrol untuk poros feed rod maka pencengkram yang ada di carriage Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 box akan melepaskan cengkraman dari lead screw dan mencengkram feed rod. Di dalam feed rod ada worm wheel dimana jika feed rod bergerak maka worm wheel akan bergerak dan memutar gear penggerak carriage.

2.6. Chuck Rahang 3 dan Mekanisme Gerakan Chuck Rahang 3 Chuck rahang tiga adalah pemegang benda kerja yang mempunyai tiga rahang penjepit yang dapat bergerak secara bersama-sama sepanjang alur saat mengunci dan membuka benda kerja. Cekam ini dapat menjepit benda kerja bulat, segi enam, segi sembilan dan kelipatan tiga lainnya. Penjepitan benda kerja dengan cekam rahang tiga dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penjepitan arah dalam sisi benda kerja dan penjepitan arah luar sisi benda kerja. Chuck termasuk komponen yang sangat sederhana dan mudah dibongkar, karena bagianbagiannya yang sedikit. Bagian bagian itu terdiri dari: a. Chuck front adalah tempat komponen- kompoonen itu dipasang. Dibagian belakang biasanya terdapat baut yang berfungsi saat pemasangan di mesin bubut, biasanya ada 3.

Gambar 2.15 Chuck front Sumber : hidayat (2010)

b. Mounting plat adalah bagian luar, atau tutup dari rumah chuck, yang berfungsi menjadi lintasan rahang tersebut. Lihat gambar dibawah.

Gambar 2.16 Mounting plat Sumber : hidayat (2010)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 c. Scroll, yaitu terdapat di dalam rumah chuck yang berfungsi sebagai penhubung gerak yang diberikan dari kunci chuck kemudian dihubungkan degan rahang. Lihat gambar scroll.

Gambar 2.17 Scroll Sumber : hidayat (2010)

d. Chuck jaws, yaitu berbentuk seperti tangga dan memiliki ulir untuk menyambung gaya, bisa bergeser buka tutup.

Gambar 2.18 Chuck jaws Sumber : hidayat (2010)

e. Pinion and screw, adalah komponen yang berfungsi untuk menggerakan rahang tersebut. Di chuck ini biasanya terdapat 3 buah baut yng berbentuk segi empat.

Gambar 2.19 Pinion and screw Sumber : hidayat (2010)

Mekanisme kerja yang umum pada chuck adalah dimana rahang chuck akan bergerak mencekam, jika alur spiral yang ada di rumah chuck digerakkan oleh kunci chuck yang ada di bagian luar rumah chuck, yang berbentuk kunci segi empat. Jika kunci tersebut diputar kekanan maka alur spiral bergerak, alur tersebut terhubung dengan rahang yang akan

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 membawanya bergerak masuk (menjepit ). Jika kunci chuck diputar kekiri maka rahang akan bergerak keluar (melepas).

2.7. Cara Membuat Ulir dan Tirus 2.7.1. Ulir Ulir adalah garis atau/profil melingkar (melilit pada silinder yang mempunyai sudut kisar atau uliran tetap). Ulir yang biasa digunakan adalah: a. Ulir segitiga. Ada tiga jenis standart yang digunakan dalam ulir segitiga yaitu: 1. Standar withworth (ISO INCH)

Gambar 2.20 Ulir segitiga standar withworth Sumber : Akmal Indra (2012)

Ulir withworth memiliki sudut puncak ulir sebesar 550 Contoh penulisan Artinya : W 1/2 X 12 : Ulir withworth dengan diameter luar 1/2 inchi dan setiap 1 inchinya terdapat 12 gang. 2. Standar metrik (ISO METRIS)

Gambar 2.21 Ulir segitiga standar metris Sumber : Akmal Indra (2012)

Ulir metrik memiliki sudut puncak sebesar 600 Contoh penulisan Artinya : M 12 X 1,75 : Ulir metrik dengan diameter terluar 12 mm dengan jarak kisar 1,75mm Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 3. Standar Amerika Ulir standar amerika memiliki sudut puncak 600 Cara penulisan b. Ulir segiempat : ....(inchi) X gang/1

Gambar 2.22 Ulir segiempat Sumber : Akmal Indra (2012)

Ulir segi empat ini biasanya digunakan untuk ulir daya. Dimensi utama dari ulir segi empat pada dasarnya sama dengan ulir segi tiga yaitu: diameter mayor, diameter minor, kisar (pitch), dan sudut helix. Pahat yang digunakan untuk membuat ulir segi empat adalah pahat yang dibentuk (diasah) menyesuaikan bentuk alur ulir segi empat dengan pertimbangan sudut helix ulir. c. Ulir trapesium Bentuk standar ulir trapesium ditetapkan di dalam standarstandar ulir (ONORM M 1540, M 1541, M 1542).

Gambar 2.23 Ulir trapezium Sumber : Akmal Indra (2012)

Ulir trapesium memiliki sudut bidang sisi 300 Contoh penulisan Artinya : Tr 24 X 5 : sebuah ulir trapesium dengan diameter terluar 24mm dan kisar 5mm Ketika melakukan proses penguliran hal yang awal yang dilakukan adalah mempersiapkan peralatan, setelah itu pasangkan

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 benda kerja pada chuck, mulailah melakukan pembubutan dengan melakukan pahat kasar. Buat uliran awal sesuai dengan bagian ulir yang dikehendaki, tempatkan pahat pada ujung benda kerja kurang lebih 0,5 mm dari benda kerja, majukan pahat sedikit menggores benda kerja. Bubut bagian ulir yang diinginkan kemudian tempatkan pahat pada posisi awal sebelum pemotongan dengan memutar benda kerja searah jarum jam.

2.7.2. Tirus Pembubutan tirus adalah pembubutan dengan menggunakan suku cadang dan pahat yang mempunyai permukaan tirus, bervariasi, dari ketirusan curam yang terdapat pada roda paying dan ujung pusat pembubut sampai ketirusan landai yang terdapat pada mandril pembubut. Ketirusan luar yang teliti dapat dipotong pada sebuah pembubut dalam beberapa cara : 1. Dengan perlengkapan membubut tirus. Perlengkapan yang

diperlihatkan pada gambar 2.24 dibautkan pada punggung mesin bubut dan mempunyai batang pemandu yang dapat dikunci pada sudut atau ketirusan yang diinginkan. Ketika kereta luncur bergerak sebuah peluncur diatas batang pahat bergerak masuk dan keluar, sesuai dengan penguncian dari batang. Kelebihan dari cara ini adalah dapat membuat sudut tirus yang besar sampai mendekati sudut 900 serta dapat membuat tirus pada bagian dalam benda kerja. Sedangkan kekurangan bila menggunakan cara ini adalah pengerjaan dilakukan secara manual karena harus menggeser eretan atas dan tidak dapat membuat tirus yang panjang yaitu hanya sebatas pergerakan eretan atas.

Gambar 2.24 Pembubutan tirus dengan menggunakan perlengkapan tirus. Sumber : Asyari Daryus, (2012)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 2. Perletakan majemuk pada kereta luncur bubut seperti diperlihatkan pada gambar 2.25 mempunyai dasar bulat dan dapat diputar ke sembarang sudut yang diinginkan dari benda kerja. Pahat kemudian dihantarkan ke dalam benda kerja dengan tangan. Metode ini untuk ketirusan pendek. Kelebihan menggunakan cara ini adalah dapat membuat tirus yang panjang dan dapat dilakukan secara otomatis karena menggunakan eretan memanjang. Sedangkan kekurangan dari cara ini adalah pergeseran maksimal hanya sebesar 3% dari panjang total benda kerja, harus menggunakan peralatan tambahan (lathe dog dan senter mati), serta tidak dapat menggunakan tirus bagian dalam benda kerja.

Gambar 2.25 Membubut tirus dengan menggunakan perletakan majemuk. Sumber : Asyari Daryus, (2012)

3. Penguncian pusat ekor tetap yang digeser. Gambar di bawah ini memperlihatkan metode ini. Kalau ekor tetap digeser secara horisontal dari sumbu sebesar 6,4 mm untuk batang silinder sepanjang 305 mm, akan diperoleh ketirusan 0,0416 mm/mm (4,16%). Jadi ketirusan juga ditentukan oleh panjang silinder yang dibubut. Adapun kelebihan jika menggunakan taper attachment adalah dapat membuat tirus luar dan dalam serta dapat menggunakan cara otomatis karena menggunakan eretan memanjang. Sedangkan kekurangannya adalah sudut tirus maksimal adalah 50 dan panjang tirus terbatas yaitu hanya sepanjang settingan taper attachment.

Gambar 2.26 Membubut tirus dengan meng-offset-kan pusat ekor tetap. Sumber : Asyari Daryus, (2012)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Design Benda Kerja 3.1.1. Poros Berulir dan Tirus (terlampir) 3.1.2. Spesimen Benda Kerja Roda Gigi (terlampir) 3.2. Flowchart Pengerjaan 3.2.1. Poros Berulir dan Tirus
Mulai A B

Benda Kerja , Center gauge , Stopwatch , Jangka Sorong, Pahat,Kunci chuck, Kunci pahat, Tachometer, desain gambar

Menentukan depth of cut & Panjang pemakanan

Tentukan tebal penyayatan

Penguliran

tidak

Eretan atas diputar 10O

tidak

Pengukuran desain dimensi benda kerja Apakah dimensi benda sesuai dengan desain gambar? ya Pemasangan & Penyenteran pada chuck Gerakan eretan atas ke belakang

Proses pemakanan

Mengatur putaran spindle & feed motion

Apakah dimensi benda sesuai dengan desain gambar? ya Melepas benda kerja dari chuck

Mencari titik nol B Menentukan depth of cut & panjang pemakanan

tidak

Poros bertingkat, ulir dan tirus

Pembubutan

Selesai

Apakah dimensi benda sesuai dengan desain gambar ? ya

Poros bertingkat

3.2.2. Spesimen Benda Kerja Roda Gigi Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Gambar 3.1 Flowchart poros berulir dan tirus.

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

Mulai

Benda Kerja , Center gauge , Stopwatch , Jangka Sorong, Pahat,Kunci chuck, Kunci pahat, Tachometer, desain gambar

Setting benda kerja pada chuck

Mengatur switch rod Setting alat putaran

Menentukan titik nol

Menentukan panjang dan kedalaman pemakanan

tidak

Proses pembubutan

Apakah sudah sesuai desain ? ya Melepas benda kerja dari chuck

Spesimen benda kerja

Selesai

Gambar 3.2 Flowchart spesimen benda kerja roda gigi

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB IV HASIL PRAKTIKUM

4.1. Rumus Perhitungan 1. Kecepatan Pemotongan a. Pembubutan

Dimana : D = Diameter awal benda kerja (mm) n = Putaran Spindle (rpm) b. Penguliran [ ( Dimana : D = Diameter awal n = Putaran Spindle (rpm) P = Jarak pitch (mm) 2. Depth of Cut (t) ) ]

Dimana : D = Diameter awal benda kerja (mm) d = Diameter benda kerja setelah pemakanan (mm) 3. Gaya pemotongan vertikal ( Pz ) (kg) Dimana : K = Koefisien bahan ( Kg/mm2) s = Feed motion ( mm/rev ) t = Depth of cut ( mm ) m = Konstanta eksponen

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 4. Daya pemotongan ( Nc ) (kW) 5. Machining Time ( Tm ) ( Dimana : L = Panjang pembubutan ( mm ) i = Jumlah pemotongan = t/t 6. Momen Torsi ( Mt ) ( 7. Tenaga Motor ( Nm ) ( Dimana :
1 2

= Efisiensi mesin ( 75% ) = Efisiensi motor penggerak ( 90 % )

4.2. Data Praktikum Jenis Mesin Type Daya (P) : Bubut : KW 1500604 : 0,55 KW

Bahan yang Digunakan - Nama Bahan - Koefisien Bahan - Konstanta Eksponen (m) Pembubutan
NO 1 2 L (mm) 120 120 D (mm) 24,2 23,5 d s nt na (mm) (mm/rev) (rpm) (rpm) 23,5 0,231 235 240 22,5 0,231 235 240 Tabel 4.1 Data Pembubutaan t (mm) 0,5 0,5 t (detik) 135 142

: Baja Esser : 157 kg/ mm2 : 0,75

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Penguliran
NO 1 2 L (mm) 70 70 Pt Pa nt (mm/ gang) (mm/ gang) (rpm) 1,75 1,7 65 1,75 1,7 65 Tabel 4.2 Data Penguliran na (rpm) 67 68 t (mm) 0,25 0,25 t (detik) 40 43

4.3. Perhitungan 4.3.1. Teoritis 1. Kecepatan Pemotongan a. Pembubutan

b. Penguliran [ ( [( ) ] ) ]

2. Depth of Cut (t)

3. Gaya pemotongan vertikal ( Pz ) (kg)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 4. Daya pemotongan ( Nc ) (kW)

5. Machining Time ( Tm ) ( )

6. Momen Torsi ( Mt ) ( )

7. Tenaga Motor ( Nm ) ( )

4.3.2. Aktual 1. Kecepatan Pemotongan a. Pembubutan

b. Penguliran [ ( ) ]

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 [( ) ]

3. Gaya pemotongan vertikal ( Pz ) (kg) ( )

2. Daya pemotongan ( Nc ) (kW)

4. Momen Torsi ( Mt ) ( )

5. Tenaga Motor ( Nm ) ( )

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 4.4. Grafik dan Pembahasan 4.4.1. Hubungan Feed Motion (s) dengan Gaya Pemotongan (Pz) a Tabel Hubungan Feed Motion (s) dengan Gaya Pemotongan (Pz)
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 Data Teoritis Data Aktual Feed Gaya Pemotong Feed Gaya Pemotong Motion (s) (Pz) Motion (s) (Pz) Kelompok 17 0.09 12.14 0.0844 12.2921 Kelompok 18 0.105 14.483 0.107 14.44 Kelompok 19 0.132 17.19 0.12 16.004 Kelompok 20 0.161 19.95 0.152 19.19 Kelompok 21 0.184 22.05 0.434 41.97 Kelompok 22 0.205 23.91 0.262 28.747 0.231 26.1562 0.3158 35.858 Kelompok 23 0.258 28.38 0.261 28.63 Kelompok 24 Tabel 4.3 Hubungan feed motion (s) dengan gaya pemotongan (Pz) Kelompok

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 b Grafik Hubungan Feed Motion (s) dengan Gaya Pemotongan (Pz)
45

40

35

30

25 Pz(kg) teoritis 20 aktual Linear (teoritis) 15 Linear (aktual)

10

0 0.000

0.100

0.200

0.300

0.400

0.500

s (mm/rev)

Grafik 4.1 Hubungan Feed Motion (s) dengan Gaya Pemotongan (Pz)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 a. Pembahasan Feed motion (s) adalah gerakan pahat menyayat benda kerja yang dinyatakan dalam mm/rev. Sedangkan Pz adalah gaya pemotongan vertical dan mempunyai satuan dalam kg. Karena na > nt sehingga pada rumus , jika n < maka s

> ,jika n > maka s <. Hal ini disebabkan karena pada mesin bubut dibuat putaran aktual lebih besar dari putaran teoritis agar pada saat pembebanan tinggi putaran diharapkan minimal sama dengan putaran teoritis. Grafik hubungan antara feed motion (s) dengan gaya pemotongan (Pz) menunjukkan bahwa semakin besar nilai feed motion akan semakin besar pula nilai gaya pemotongan (Pz). Hal ini akan ditunjukkan pada rumus gaya pemotongan (Pz) yang diuraikan sebagai berikut: Pz = Keterangan: K= koefisien bahan (kg/mm2) t= depth of cut (mm) s = feed motion (mm/rev) m = konstanta eksponen Sehingga, berdasarkan grafik dan rumus, hubungan antara feed motion (s) dan gaya pemotongan (Pz) dan adalah berbanding lurus. Selain itu, grafik s-Pz aktual lebih besar bila dibandingkan dengan grafik s-Pz teoritis. Hal ini disebabkan oleh nilai-nilai diperoleh dari formulasi perhitungan berdasarkan teori yang telah ditentukan sedangkan nilai-nilai aktual diperoleh berdasarkan datadata hasil pengerjaan benda kerja yang kemungkinan memiliki halhal atau penyimpangan yang terjadi akibat suatu kondisi tertentu di luar teoritis pada saat melakukan pembubutan yang sebenarnya. Dalam hal ini, grafik s-Pz teoritis menunjukkan bahwa lebih kecil dari grafik s-Pz aktual.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 4.5.Hubungan Putaran Spindel (n) dengan Daya Pemotongan (Nc) a. Tabel Hubungan Putaran Spindel (n) dengan Daya Pemotongan (Nc)
Data Teoritis No Kelompok Putaran Spindle (n) Daya Pemotongan(Nc) Data Aktual Putaran Spindle (n) Daya Pemotongan(Nc)

1 2 3 4

Kelompok 7 Kelompok 23 Kelompok 15

180 235 330

0.059 0.07663 0.11

195 240 347

0.069 0.09468 0.129

550 0.179 542 0.203 Kelompok 31 Tabel 4.4 Hubungan putaran spindle (n) dengan daya pemotongan (Nc)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 b. Grafik Hubungan Putaran Spindel (n) dengan Daya Pemotongan (Nc)

Grafik 4.2 Hubungan Putaran Spindel (n) dengan Daya Pemotongan (Nc)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 c. Pembahasan Berikut akan dijelaskan tentang grafik hubungan antara n-Nc. Nilai n dinyatakan dalam satuan rpm, n yaitu putaran pada spindle sedangkan Nc adalah daya pemotongan yang dinyatakan dalam satuan kW. Grafik hubungan antara banyak putaran spindle dengan daya

pemotongan (n-Nc) menunjukkan bahwa semakin besar nilai putar spindle, maka akan semakin besar pula nilai daya pemotongan. Hal ini dapat dilihat pada formulasi berikut : formulasi: , di mana nilai V didapat dari

, yang kemudian disubstitusikan menjadi

, terlihat bahwa nilai Nc berbanding lurus dengan V dan n, artinya semakin banyak putaran spindle akan berpengaruh terhadap kecepatan pemotongan (V) yang akan semakin cepat pula, sehingga menyebabkan daya pemotongan yang dihasilkan pun akan lebih besar. Selain itu, daya pemotongan pun dipengaruhi feed motion juga. Bila feed motionnya besar, maka daya pemotongan akan besar pula karena Nc dengan s berbanding lurus. Hal ini dapat dilihat dari formulasi Pz=k.t.sm yang disubtitusikan ke formulasi Nc menjadi
( )

Berdasarkan grafik hubungan antara n-c teoritis lebih rendah dibanding aktual. Hal ini disebabkan hasil teoritis berdasarkan perhitungan dari teori yang ditentukan sedangkan hasil aktual berdasarkan keadaan yang terjadi yang memungkinkan terjadinya penyimpangan atau kesalahan selama proses pengerjaan. Contohnya: terjadi gesekan antara benda kerja dengan pahat yang menyebabkan daya pemotongan lebih besar. Oleh karena itu grafik n-Nc aktual lebih tinggi dari grafik n-Nc teoritis.

4.6. Studi Kasus Dari hasil praktikum yang telah dilakukan ada beberapa hal yang menyebabkan benda kerja mengalami cacat, khususnya pada bagian penguliran. Berikut adalah cacat yang terjadi pada benda kerja adalah permukaan ulir yang kasar, dapat dilihat pada gambar 4.1.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

Gambar: 4.1 Benda Kerja Bubut dan Pahat Sumber: Dokumentasi Kelompok 23 (2012)

a. Penyebab 1) Feed motion yang terlalu tinggi 2) Pahat ulir yang kurang tajam 3) Kecepatan putaran spindle yang terlalu tinggi. b. Solusi 1) Menurunkan feed motion pada saat melakukan penguliran sehingga dapat diperoleh hasil ulir yang lebih halus dan rata 2) Menggunakan mata pahat dengan ketajaman yang disesuaikan dengan material benda kerja sehingga akan dihasilkan kualitas permukaan hasil penguliran yang baik. 3) Memperlambat kecepatan spindle sehingga dapat dihasilkan kualitas benda kerja yang lebih baik.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB V PENUTUP

5.1. Simpulan Berdasarkan dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan: 1. Ada beberapa parameter yang harus diperhatikan dalam proses pembubutan dan penguliran agar bisa didapatkan produk dengan kualitas yang baik, yaitu: a. Penentuan titik nol Titik nol merupakan titik untuk memulai gerakan pemakanan. Pengaturan titik nol yang tidak tepat akan menyebabkan pergeseran hasil penguliran ataupun pembubutan sehingga produk yang dihasilkan tidak dapat sesuai dengan desain. b. Kecepatan potong Kecepatan potong menyatakan panjangnya benda kerja yang dapat dipotong dalam satu menit. Kecepatan potong ini akan mempengaruhi kekasaran permukaan hasil permesinan. c. Ketajaman mata pahat Ketajaman mata pahat berpengaruh pada kekasaran permukaan benda kerja yang dikerjakan. Untuk proses penguliran dibutuhkan mata pahat yang lebih tajam jika dibandingkan dengan proses pembubutan. 2. Kurang telitinya operator yang mengatur dept of cut, memutar carriage, timer, pencatat data dan mengatur putaran spindle sehingga terjadi kesalahan pada benda kerja.

5.2. Saran Untuk membentuk hasil pembubutan dan penguliran yang baik, perlu diperhatikan hal-hal berikut: a. Praktikan hendaknya memahami cara kerja dan prosedur mesin sebelum melakukan praktikum

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 b. Praktikan sebaiknya lebih cermat dan teliti dalam melakukan menentukan dept of cut agar benda kerja sesuai dengan desain c. Praktikan dan pendamping sebaiknya menentukan ketajaman mata pahat yang sesuai, sebelum melakukan proses permesinan. d. Praktikan hendaknya lebih cermat dalam menghitung waktu ketika proses permesinan e. Operator carriage hendaknya dilakukan oleh satu orang yang sama agar hasil benda kerja lebih presisi dan sesuai dengan desain f. Operator dept of cut hendaknya dilakukan oleh satu orang yang sama agar hasil benda kerja lebih presisi dan sesuai dengan desain g. Operator timer hendaknya dilakukan oleh satu orang yang sama agar hasil benda kerja lebih presisi dan sesuai dengan desain

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Teknik dalam praktikum pada mesin sekrap merupakan salah satu dasar dan merupakan keterampilan yang harus dikuasai oleh setiap mahasiswa teknik. Pada umumnya setiap mahasiswa teknik harus dapat memahami serta menguasai teknikteknik dalam menggunakan mesin sekrap. Di dalam praktikum mesin sekrap ini juga akan membahas tentang cara dalam menggunakan mesin sekrap, pengenalan mesin sekrap, dan faktor-faktor keamanan selama praktikum mesin sekrap. Praktikum mesin sekrap ini juga sekaligus melatih kesabaran serta keuletandan ketelitian dalam melakukan suatu pekerjaan. Dengan menguasai teknik-teknik dasar pada mesin sekrap, diharapkan agar setiap mahasiswa mempunyai keahlian yang dapat di andalkan untuk mengimbangi kemajuan teknologi.

1.2. Tujuan Praktikum Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan sebelumnya, adapun tujuan dari praktikum ini adalah : 1. Dapat mengetahui, menguasai, dan menjalankan mesin sekrap. 2. Mengetahui dan memahami bagian-bagian dari mesin sekrap. 3. Mengetahui proses dan cara pembuatan benda kerja dengan mesin sekrap.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB II DASAR TEORI

2.1. Prinsip Kerja Prinsip kerja dari mesin ini adalah merubah gerakan putar motor penggerak menjadi gerakan bolak-balik pada arm. Sistem geraknya ada dua macam:

2.1.1. Main Drive Main drive adalah gerakan untuk menjalankan proses pemotongan berupa pemotongan bolak-balik pahat yang berasal dari gerakan rocker arm. Sebuah motor listrik memberikan gerakan putar melalui gear drivemenuju roda gigi penggerak (crank wheel). Pada crank wheel dipasang pivot/pasak yang letaknya dapat diatur terhadap pusat/ hal ini dapat dilakukan dengan mengatur panjang pendeknya blok engkol yang dihubungkan ke rocker arm. Dengan demikiran gerakan putaran dari crank wheel akan menyebabkan rocker arm ikut bergerak (berayun). Ayunan rocker arm ini menyebabkan arm (lengan) yang memgang pahat bergerak maju dan mundur.

2.1.2. Feed Drive Mekanisme ini berfungsi menggerakkan meja untuk menghaslkan pemotongan. Sistem ini dapat digerakkan secara manual aaupun otomatis/ hasil pemotongan secara otomatis akan lebih halus karena pergeseran benda kerja lebih konstan.

2.2. Fungsi Kegunaan umumnya dari mesin sekrap antara lain: a. Pembuat celah (slotter) Terutama digunakan untuk pemotongan dalam dan menyerut bersudut serta untuk operasi yang memerlukan pemotongan vertikal karena

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 kedudukan yang diharuskan untuk memegang benda kerja. Operasi dari bentuk ini sering dijumpai pada pekerjaan cetakan, cetakan logam, dan pola logam. b. Pembuat Dudukan Pasak (key seater) Dirancang untuk memotong alur pasak pada roda gigi, puli mok dan suku cadang yang serupa.Sedangkan kegunaan khususnya adalah untuk memotong roda gigi.

2.3. Bagian-bagian Utama Mesin Sekrap

a 8

3 2 6

4 5 c

5
1 1 Gambar 2.1 Mesin Sekrap Sumber : Dokumentasi Laboratorium Proses Produksi I (2012)

Base Base adalah bagian dasar yang menopang mesin secara keseluruhan.

Frame Frame adalah bagian vertical mesin yang berisi mekanisme penggerak dan pengatur kecepatran geram ram.

Ram Bagian mesin yang bergerak horizontal bolak-balik pada proses pemakanan.

Tool Post Tool Post adalah bagian mesin yang digunakan untuk memegang pahat.

Table Digunakan sebagai dasar vise (ragum).

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 6 Vise (Ragum) Vise digunakan untuk menjepit benda kerja.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 7 Motor listrik Digunakan sebagai penggerak utama mesin. 8 Ram Clamp Untuk mengunci kedudukan ram terhadap link dan lever. Kontrol Utama Mesin Sekrap: a. Toolhead Slide Control Digunakan untuk mengatur kedalaman pemakanan. b. Ram Positioning Control Digunakan untuk mengatur kedudukan dan langkah pahat. c. Table Horizontal Position Handle Handle untuk mengatur gerakan table dalam arah horizontal. d. Table Vertical Position Handle Handle untuk mengatur gerakan table dalam arah vertikal. e. Speed Control Lever Pengatur kecepatan gerakan pemakanan pada arm.

2.4. Pahat HSS HSS (High Speed Steel) adalah pahat yang terbuat dari baja dan bergerak dengan kecepatan tinggi. Amstead (1977) menyempurnakan HSS dengan menambahkan tungsten 18% dan chromium 5,5% ke dalam baja paduan. Komposisi HSS biasanya terdiri dari paduan besi dengan karbon, tungsten, molybdenum, chromium dan vanadium bahkan kadang-kadang ada tambahan cobalt (ASM International Vol. 16, 1997). HSS dikategorikan sebagai HSS konvensional dan HSS spesial. HSS konvensional terdiri atas Molydenum HSS dan Tungsten HSS. Standar AISI dari HSS jenis ini adalah M1, M2, M7, M10, T1 dan T2. Sedangkan HSS spesial antara lain terdiri atas Cobalt Added HSS, High Vanadium HSS, High Hardness Co HSS, Cast HSS, Powder HSS dan Coated HSS (Rochim, 1993). Kekerasan permukaan HSS dapat ditingkatkan dengan melakukan pelapisan. Material pelapis yang digunakan antara lain : tungsten karbida, titanium karbida dan titanium nitride, dengan ketebalan pelapisan 5~8m (Boothroyd, 1975). Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Pahat dari HSS biasanya dipilih jika pada proses pemesinan sering terjadi beban kejut, atau proses pemesinan yang sering dilakukan interupsi (terputus-putus). Hal tersebut misalnya membubut benda segi empat menjadi silinder, membubut bahan benda kerja hasil proses penuangan, membubut eksentris (proses pengasarannya). Baja kecepatan tinggi (HSS atau HS) adalah bagian dari baja perkakas, biasanya digunakan dalam alat pemotong seperti bor. Hal tersebut dilakukan karena dapat menahan suhu yang lebih tinggi tanpa kehilangan kekerasannya. Selain itu pahat HSS dapat memotong lebih cepat dari pada baja karbon tinggi lainnya. Sedangkan kekurangan dari pahat HSS adalah harganya bisa dua sampai empat kali lebih mahal dari carbon steel.

2.5. Mekanisme Gerakan Ram (3:2) Ram berada di di guideway dan menghasilkan gerakan utama. Dibagian depannya (kepala), lengan membawa Tool Slide. Pahat dipegang pada tool post yang mempunyai posisi tetap pada engsel di clapper box. Pada saat langkah maju, clapper ditekan oleh clapper box dengan gaya potong (tenaga potong). Pada saat langkah mundur clapper terangkat. Dengan cara ini kerusakan pada pahat dan benda kerja dapat dihindari. Ram dipakai untuk memegang benda kerja, dapat distel mendatar dan tegak melalui spidle penggerak. Mekanisme 3:2 pada ram mesin sekrap merupakan gerak maju lebih cepat dari gerak kembali. Selain itu maksud dari perbandingan 3:2 adalah putaran ger yang ketika maju berputar 216 derajat yang merupakan 3/5 dari 360 derajat, dan berputar 144 derajat yang merupakan 2/5 dari 360 derajat.

Gambar 2.2 Mekanisme Kerja Mesin Sekrap Sumber: Eko, (2012)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 2.6. Mekanisme Gerakan Meja

Gambar 2.3 meja sekrap Sumber: shafwandi (2011)

1.

Pengaturan meja mesin Jika meja ingin didekatkan dengan pahat untuk benda kerja yang tipis, meja digerakkan naik sehingga kedalaman pemakanan oleh pahat dapat dicapai. Jika benda kerja terlalu tebal, maka meja harus diturunkan.

2.

Mengatur posisi naik turun meja sekrap untuk mengatur posisi meja langkah-langkah yang harus dilakukan adalah: a. Membuka tuas pengencang meja dari tiang. Biasanya ada 2 buah tuas. b. Membuka tuas pencekam meja dari penyangga. c. Memutar tuas pengatur sampai kedudukan yang diinginkan. d. Mengencangkan kembali seluruh tuas-tuas pengencang.

Gambar 2.4 mengatur posisi meja Sumber: shafwandi (2011)

Posisi tuas pengatur harus selalu pada posisi meja naik walaupun meja diturunkan, hal ini menjaga agar ulir transporter turut menyangga meja.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 3. Memiringkan meja sekrap Ada tipe mesin sekrap yang kemiringan mejanya dapat diatur. Posisi kemiringan ini biasanya dapat membentuk sudut 45 derajat kemiringan dan digunakan untuk pekerjaan khusus.

Gambar 2.5 posisi miring Sumber: shafwandi (2011)

4.

Mengatur gerak longitudinal meja sekrap Gerakan ini merupakan langkah pemakanan (feeding) dari meja sekrap. Gerakan ini dapat dilakukand engan 2 cara, yaitu: a. Secara manual Menggunakan tangan dengan membuat posisi rechet pada nol (0), maka tuas pengatur dapat membuat gerak meja ke kiri maupun ke kanan.

Gambar 2.6 gerakan manual meja Sumber: shafwandi (2011)

b.

Secara otomatis

Gambar 2.7 rechat (posisi nol) Sumber: shafwandi (2011)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Gerakan otomatis ini terjadi karena adanya rechet yang dapat diatur kedudukannya. rechet ini dihubungkan oleh poros dengan poros tempat kedudukan roda gigi pembawa. Gerakan ini terjadi karena adanya langkah kerja lengan. Poros penggerak lengan yaitu berupa poros eksentrik sehingga panjang langkah rechet dan diatur.

Gambar 2.8 kerja automatis gerak meja Sumber: shafwandi (2011)

Gerakan-gerakan rechet:

Gambar 2.9 gerakan kiri Sumber: shafwandi (2011)

Tuas pemutar bergerak searah jarum jam, maka meja mesin akan bergerak ke kiri.

Gambar 2.10 gerakan kanan Sumber: shafwandi (2011)

Tuas pemutar bergerak berlawanan arah jarum jam, maka meja kerja mesin akan bergerak ke kanan. Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Desain Benda Kerja (terlampir) 3.2. Flowchart Pengerjaan


Mulai

Benda kerja, Jangka Sorong, Stopwatch, Waterpass, Pahat, Kunci L, Desain gambar

Pemasangan benda kerja pada ragum

Menentukan titik nol pahat

Pengukuran Depth of cut

tidak

Penyekrapan

Apakah dimensi sesuai dengan desain gambar ?

ya Benda kerja poros bertingkat dengan penyekrapan

selesai

Gambar 3.1 Flowchart Penyekrapan

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB IV HASIL PRAKTIKUM

4.1. Rumus Perhitungan 1. Kecepatan Pemotongan (v) ( Dimana : n L M = jumlah stroke per menit = panjang stroke (mm) = perbandingan kecepatan langkah kerja dengan langkah balik )

2. Gaya aksial (Pz) Pz = k.t.sm (kg) Dimana : K = Koefisien bahan ( Kg/mm2) s = Feed motion ( mm/rev ) t = Depth of cut ( mm ) m = Konstanta eksponen 3. Daya Pemotongan (Nc) Nc (kW)

4.2. Data Praktikum 1. Data Awal Koefisian bahan (k) Konstanta eksponen (m) Panjang stroke / langkah (L) Jumlah stroke / langkah per menit Panjang penyekrapan (l) Perbandingan langkah maju dan mundur Depth of cut (t) = 157 kg/mm2 = 0,75 = 35,6 mm = 67,77 stroke/mm = 15 mm = 3: 2 = 1,5 = 0,3 mm

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 2. Data proses
NO 1 2 3 4 5 x t t t Langkah (mm) (sekon) (menit) (stroke) 0,48 0,3 28,80 37 0,6098 0,3 36,59 36 0,544 0,3 32,64 36 0,4785 0,3 28,71 35 0,5253 0,3 31,52 34 2,6376 1,5 158,16 178 0,3 31,632 0,52752 35,6 Tabel 4.1 Data Proses Penyekrapan

Keterangan : Data diambil sebanyak lima kali dengan besar depth of cut (t) yang sama dan dilanjutkan dengan perhitungan data oleh masing-masing kelompok. Waktu (t) dikonversikan dalam menit. Jumlah langkah (stroke) dirata-rata.

4.3. Perhitungan 1. Kecepatan Pemotongan (v) ( ) ( ( ) ) ( )

2. Gaya Aksial (kg)

3. Daya pemotongan ( Nc ) (kW)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 4.4. Studi Kasus Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan oleh kelompok kami, terdapat beberapa permasalah yang mengakibatkan cacat pada benda kerja antara lain: 1. Hasil penyekrapan yang terlalu berhimpit dan tidak presisi. 2. Hasil penyekrapan yang kasar dan jarak antara penyekrapan yang tidak sama

Gambar: 4.1 Benda kerja penyekrapan Sumber: Dokumentasi Kelompok 23 (2012)

a. Penyebab 1. Kurang dalamnya depth of cut yang diberikan. 2. Penggunaan proses penyekrapan otomatis 3. Permesinan yang sudah tidak presisi b. Solusi 1. Memasukkan depth of cut yang sesuai sebelum eksekusi benda kerja. 2. Menggunakan proses penyekrapan secara manual 3. Mengupgrade ulang mesin sehingga jarak hasil penyekrapan lebih presisi.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB V PENUTUP
5.1. Simpulan Berdasarkan dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat diambil beberapa kesimpulan: 1. Ada beberapa parameter yang harus diperhatikan dalam proses penyekrapan agar bisa didapatkan produk dengan kualitas yang baik, yaitu: a. Penentuan titik nol Titik nol merupakan titik untuk memulai gerakan pemakanan. Penentuan titik nol yang terlalu dalam akan menyebabkan hasil permukaan pembubutan atau penguliran menjadi kasar. b. Penggunaan penyekrapan secara otomatis mengakibatkan jarak penyekrapan tidak presisi 2. Kurang telitinya operator yang mengatur dept of cut, pencatat data dan timer sehingga terjadi kesalahan pada benda kerja.

5.2. Saran Dalam meakukan proses penyekrapan, perlu diperhatikan hal-hal berikut. a. Praktikan hendaknya memahami cara kerja dan prosedur mesin sebelum melakukan praktikum b. Praktikan sebaiknya lebih cermat dan teliti dalam melakukan menentukan dept of cut agar benda kerja sesuai dengan desain, presisi, dan tidak kasar c. Praktikan dan pendamping sebaiknya menentukan ketajaman mata pahat yang sesuai, sebelum melakukan proses permesinan. d. Praktikan hendaknya lebih cermat dalam menghitung waktu ketika proses permesinan e. Operator dept of cut hendaknya dilakukan oleh satu orang yang sama agar hasil benda kerja lebih presisi dan sesuai dengan desain f. Operator timer hendaknya dilakukan oleh satu orang yang sama agar hasil benda kerja lebih presisi dan sesuai dengan desain. Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pengerjaan logam dalam dunia manufacturing ada beberapa macam, mulai dari pengerjaan panas, pengerjaan dingin hingga pengerjaan logam secara mekanis. Pengerjaan mekanis logam biasanya digunakan untuk pengerjaan lanjutan maupun pengerjaan finishing, sehingga dalam pengerjaan mekanis dikenal beberapa prinsip pengerjaan, salah satunya adalah pengerjaan perataan permukaan dengan menggunakan mesin Frais atau biasa juga disebut mesin Milling. Mesin Milling adalah jenis mesin pemotong yang melakukan pemotongan logam dengan cutting tool bergigi banyak (Multiple Tooth Cutting Tool) yang disebut milling cutter atau pisau frais. Ada banyak jenis dari mesin milling, diantaranya mesin milling universal, horizontal, vertikal, dll dengan bentuk konstruksi dan fungsi yang berbeda. Milling cutter dipasang pada arbor dan diputar oleh mekanisme gerak mesin dengan menggunakan motor listrik. Pada praktikum proses produksi kali ini menggunakan mesin milling horizontal.

1.2. Tujuan Praktikum 1. Tujuan Umum a. Pengenalan secara langsung mesin-mesin pengoperasiannya. b. Peningkatan pengetahuan serta keterampilan tentang mesin-mesin perkakas. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui serta mampu mengoperasikan bagian-bagian dari mesin milling. b. Melatih praktikan melakukan pekerjaan dalam pembuatan roda gigi dengan menggunakan mesin milling dan mengetahui macam-macam pekerjaan yang dapat dilakukan. Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya perkakas serta cara

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB II DASAR TEORI

2.1. Prinsip Kerja Mesin Milling 1. Main Drive Fungsi utama dari main drive adalah untuk menggerakkan spindle yang terletak pada arbor. Putaran dari motor listrik diteruskan ke speed gear dan diteruskan ke spindle melalui mekanisme belt. Putaran spindle akan menggerakkan arbor dan memutar milling cutter. 2. Feed Drive Gerakan ini adalah gerakan pemakanan benda kerja terhadap milling cutter dengan memutar table transverse handwheel untuk menggerakkan table kearah longitudinal, maka benda kerja akan terpotong oleh milling cuter.

2.2. Fungsi Milling

Gambar 2.1 Berbagai Macam Pekerjaan Frais Sumber: Daryanto (1987)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 1. Permukaan Datar Mesin milling digunakan untuk meratakan permukaan benda kerja. 2. Muka Bersudut Mesin milling digunakan untuk membuat sudut, umumnya 30, 45, dan 60. 3. Alur Mesin milling digunakan untuk membuat celah atau alur, alur pasang dan bidang rata yang sempit. 4. Alur T Mesin milling digunakan untuk membuat alur T seperti pada gambar. 5. Alur Ekor Burung Mesin milling digunakan untuk membuat alur ekor burung, pada umumnya sudut ekor burung yang dapat dibuat besarnya 30, 45 dan 60. 6. Mesin milling digunakan untuk membuat roda gigi.

Gambar 2.2 Roda Gigi Sumber: Andy (2012)

7. Mesin milling digunakan untuk pembesaran lubang. 8. Mesin milling digunakan untuk membuat permukaan bertingkat

2.3. Bagian- Bagian Utama Mesin Milling

10 0

Gambar 2.3 Bagian-Bagian Mesin Milling Sumber: Sumber : Laboratorium Proses Produksi I (2012) Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 1. Gear Box (Transmisi) Merupakan bagian mesin yang menghubungkan motor penggerak dengan spindle. Gear box merupakan sistem transmisi yang berfungsi untuk mengatur kecepatan putar pahat. 2. Overarm Merupakan penopang ujung poros frais yang secara umum ditemukan pada mesin milling horizontal. Bagian ini menentukan penyetelan posisi arbor pada maksimum panjang arbor tersebut dan mengklemnya pada posisi yang diinginkan. Overarm terletak di atas base secara horizontal. 3. Cross traversalhandwheel Digunakan untuk menggerakkan sadlle k earah melintang / transversal. 4. Knee Merupakan bagian mesin untuk menopang / menahan meja mesin. Pada bagian ini terdapat transmisi gerakan pemakanan ( feeding). 5. Longitudinal traverse handwheel Digunakan untuk menggerakkan table dalam arah longitudinal. 6. Sadle Saddle terletak antara knee dan table.Saddle berfungsi untuk menggerakkan benda kerja pada table secara transversal. 7. Vertical movement crank Untuk menggerakan crank secara vertikal. 8. Base Merupakan bagian bawah dari mesin milling.Bagian yang

menopang badan atau tiang. Di dalamnya terdapat bagian penting mesin seperti speed gear box dan sistem pelumas. 9. Spindel Merupakan bagian yang menyediakan tenaga bagi putaran pisau frais dengan menyalurkannya ke arbor.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 10. Meja / table Merupakan bagian mesin milling, tempat untuk clamping device atau benda kerja. Di bagi menjadi 3 jenis : a. Fixed table

Gambar 2.4 Fixed table Sumber: Directindustry (2007)

Fixed table adalah sebuah tempat yang digunakan untuk menaruh serta menjepit benda kerja dengan kedudukan tetap, artinya posisi dari table itu tetap tidak berpindah. b. Swivel table

Gambar 2.5 Swivel table Sumber: Amadeal (2007)

Swivel table adalah sebuah tempat untuk menaruh serta menjepit benda kerja dengan kedudukan bahwa table ini dapat di putar sesuai dengan yang kita inginkan. c. Compound table

Gambar 2.6 Compound table Sumber: Kestrou (2007)

Compound table adalah merupakan sebuah tempat untuk menaruh serta menjepit specimen yang bersifat universal , artinya table ini memiliki kemampuan bisa sebagai kedudukan yang tetap ataupun bergerak. Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Mesin milling memiliki kontrol utama berupa :

Gambar 2.7 Skema Kontrol Utama Pada Mesin Milling Horisontal Sumber : Buku Petunjuk Praktikum Proses Manufaktur I (2012)

1. Variable Speed Control Digunakan untuk mengatur kecepatan putar milling cutter. 2. Cross Feed Digunakan untuk menggerakkan sadlle kearah melintang / transversal. 3. Vertical Feed Digunakan untuk menggerakkan knee dalam arah vertikal. 4. Longitudinal Feed Digunakan untuk menggerakkan table dalam arah longitudinal. Kontrol 2,3,4disebut juga dengan Table Transversel Handwheel.

2.4. Milling Cutter Modul HSS HSS (High Speed Steel) adalah cutter yang terbuat dari baja dan bergerak dengan kecepatan tinggi. Amstead (1977) menyempurnakan HSS dengan menambahkan tungsten 18% dan chromium 5,5% ke dalam baja paduan. Komposisi HSS biasanya terdiri dari paduan besi dengan karbon, tungsten, molybdenum, chromium dan vanadium bahkan kadang-kadang ada tambahan cobalt (ASM International Vol. 16, 1997).

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 HSS dikategorikan sebagai HSS konvensional dan HSS spesial. HSS konvensional terdiri atas Molydenum HSS dan Tungsten HSS. Standar AISI dari HSS jenis ini adalah M1, M2, M7, M10, T1 dan T2. Sedangkan HSS spesial antara lain terdiri atas Cobalt Added HSS, High Vanadium HSS, High Hardness Co HSS, Cast HSS, Powder HSS dan Coated HSS (Rochim, 1993).Kekerasan permukaan HSS dapat ditingkatkan dengan melakukan pelapisan. Material pelapis yang digunakan antara lain : tungsten karbida, titanium karbida dan titanium nitride, dengan ketebalan pelapisan 5~8m (Boothroyd, 1975). Material ini tahan terhadap panas hingga 600 C. Biasanya sering dilapisi dengan titanium agar tidak cepat aus. Kecepatan potong dapat mencapai 0,8-1.8 m/s. 1. Dikenal juga sebagai HSS (High Speed Steel). 2. Mengandungkarbon, chromium, vanadium, molybdenum, wolfram, atau tungsten. 3. CS 20m/min. 4. Kelebihan:mampu menahan beban kejut, kemampuan potong lebih baik dari tool steel, tahan panas sampai dengan 600 C. 5. Kelemahan: sensitif tergadap over heat, lebih mahal dari tool steel karena mahalnya kadang hanya mata potongnya saja yang dari HSS yang kemudian diletakkan pada tangkainya (disolder/dibrazing). 6. Paduan utama HSS wolfram ( disebut T.HSS) molybdenum ( disebut M.HSS )

Gambar 2.8 Pahat HSS

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013
Sumber: Kusumantika (2011)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 2.5. Jenis Pemotongan pada Mesin Milling 1. Conventional Milling (Up Cut) Pada pemakan tipe ini mula-mula cutter akan mengenai benda kerja sedikit demi sedikit semua gigi memotong, gigi akan mengenai permukaan benda kerja. Arah pemakanan cutter berlawanan arah dengan gerakan pemakanan. Conventional milling (up cut) memiiki beberapa sifat dan karakteristik antara lain: a. Beban pemakanan dari minimum ke maksimum b. Hasil permukaan kurang baik sebab pada beban maksimum akan terjadi hentakan c. Umur pakai cutter kurang lama karena terdapat banyak gesekan sisi potong sebelum menyayat d. Benda kerja harus terpegang kuat supaya tidak terangkat e. Bisa dipakai untuk semua jenis mesin

Gambar 2.9 Conventional Milling Sumber : Seas Upenn (2010)

2. Climbing Milling (Down Cut) Pada pemakan tipe ini cutter akan mengenai bagian yang paling tebal dan benda kerja akan menerima tekanan cutter dengan kuat. Proses ini cocok untuk mengerjakan benda kerja yang tipis atau pemotongan, dengan syarat mesin harus dirancang sedemikian rupa sehingga spindle meja tidak mempunyai spelling. Kalau syarat di atas tidak terpenuhi, benda kerja akan tertarik ke arah cutter (tertekan ke bawah). Climbing (down cut) milling mempunyai beberapa sifat dan karakteristik antara lain: a. Beban pemakan dari maksimum ke minimum b. Tidak ada hentakan sehingga hasil permukaan halus c. Benda kerja aman/tidak terangkat Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 d. Dapat untuk mengerjakan benda-benda yang tipis e. Mesin yang dipakai harus kokoh dan tidak kocak f. Cutter akan lebih awet

Gambar 2.10 Climbing Milling Sumber : Seas Upenn (2010).

Macam Macam Milling Cutter a. End Mill Tool ini digunakan untuk proses milling kasar dan akhir. Merupakan cutter dengan sisi potong pada ujung muka dan pada sisi spiralnya, End Mill dibuat dari diameter 0.5 50 mm dengan tipe tangkai yang bermacam - macam, ada yang bertangkai lurus dan ada yang konus.

Gambar 2.11 End Mill Sumber : anonim (2010)

b. Ball Nose Mill Nilai corner radius selalu setengah dari nilai diameter.

Gambar 2.12 Ball Nose Mill Sumber : anonim (2010)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 c. Bull Nose Mill Nilai corner radius antara 0 sampai setengah dari nilai diamater.

Gambar 2.13 Bull Nose Mill Sumber: anonim (2010)

d. Dove Tail Mill Digunakan untuk permesinan slot bentuk ekor merpati.

Gambar 2.14 Dove Tail Mill Sumber: anonim (2010)

e. Face Mill Digunakan untuk milling permukaan serta untuk pengefraisan ringan (pemakanan kecil). Pisau ini pendek dan mempunyai sisi potong pada bagian yang melingkar dan bagian sisi mukanya, seperti shell mill cutter . Dalam jenis ini ada yang disebut Carbide Tipped. Face mill cutter, keistimewaan pisau ini adalah tentang kemudahan penggantian sisi potongnya.

Gambar 2.15 Face Mill Sumber: anonim (2010)

f. Slot Mill Digunakan untuk berbagai macam aplikasi profil under cut.

Gambar 2.16 Slot Mill Sumber: anonim (2010)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 g. Taper Mill Digunakan untuk membuat milling dinding luar dan dalam dengan sudut kemiringan kontan.

Gambar 2.17 Taper Mill Sumber: anonim (2011)

h. Lollipop Mill Digunakan dalam operasi 5-axis simultan.

Gambar 2.18 Lollipop Mill Sumber: anonim (2010)

2.6. Mekanisme Gerakan Table, Saddle, dan Knee

Gambar 2.19 Bagian Bagian Mesin Milling Sumber : Fox Valley (2000)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 2.6.1. Mekanisme Gerakan Table Jika longitudinal feed diputar maka ulir yang menempel pada table akan ikut berputar terhadap baut yang statis sehingga table bergerak kearah longitudinal sesuai dengan putaran pada longitudinal feed.

Gambar 2.20 Mekanisme Gerakan Table Sumber: Dokumentasi Laboratorium Proses Produksi 1 (2012)

2.6.2. Mekanisme Gerakan Saddle Jika cross feed diputar maka ulir statis akan berputar terhadap baut yang menempel pada saddle sehingga bergerak kearah melintang atau transversal.

Gambar 2.21 Mekanisme Gerakan Saddle Sumber: Dokumentasi Laboratorium Proses Produksi 1 (2012)

2.6.3. Mekanisme Gerakan Knee Jika vertical feed diputar maka bevel gear akan berputar mengubah arah putaran vertikal menjadi putaran horizontal, sehingga ulir yang ada di bawah gear horizontal akan berputar dan masuk ke baut yang ada di dalamnya. Ulir yang berputar terhadap baut dan menggerakkan knee kearah vertikal sesuai arah putar vertical feed.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

Gambar 2.22 Mekanisme Gerakan Knee Sumber: Dokumentasi Laboratorium Proses Produksi 1 (2012)

2.7. Index Dividing Head dan Mekanisme Kerjanya Index dividing head merupakan alat yang digunakan untuk memutar atau membagi benda dengan jarak yang sama. Digunakan untuk mendapatkan pembagian jarak yang sama antara masing-masing. Pada kepala pembagi ada dua komponen, yaitu komponen utama, terdiri dari komponen yang melaksanakan pembagian dan komponen pendukung terdiri dari kepala lepas dan roda gigi. Bagian unit utama kepala pembagi dilengkapi dengan piring pembagi yang berlubang dan engkol pembagi yang berhubungan langsung dengan poros ulir, ulir cacing yang sekaligus memutar cekam benda kerja dengan perantaraan roda gigi cacing. Jumlah gigi roda gigi cacing adalah 40 buah. Perbandingan putaran engkol pembagi dengan putaran roda gigi cacing (poros pemegang benda kerja) adalah 40:1, artinya bila 40 kali putaran engkol piring pembagi diputar, maka poros roda gigi cacing akan berputar 1 kali putaran penuh.

Gambar 2.23 Bagian-bagian Index Dividing Head Sumber: Anonim (2007) Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 a. Clamping Straps Tali yang digunakan sebagai pencekam. b. Swivel Block Memungkinkan headstock miring 5 di bawah horisontal sampai 10 di luar vertikal. c. Poros (Spindle) Dipasang di swivel block dengan 40-roda gigi. d. Index Pin Digunakan untuk menentukan jumlah putaran pada index plate. e. Index Crank Tuas untuk memegang index pin. f. Index Plate Bergerak dengan pin dan melekat di depan poros.

Gambar 2.24 Index Dividing Plate Sumber: Anonim (2012)

g. Worm Tegak lurus dengan spindle, terhubung dengan crank. Mekanisme kerja index dividing head adalah sebagai berikut: Pada kepala pembagi ini terpasang roda gigi cacing (worm gear) dan poros cacing (worm shaft). Apabila poros cacing diputar 1 putaran, maka roda gigi cacing akan berputar 1/40 putaran dan ada juga 1/80 putaran. Untuk mengatur pembagian-pembagian tersebut, dilengkapi dengan plat pembagi (dividing plate). Untuk memegang benda kerja dan alat-alat bantu lainnya dilengkapi dengan chuck dan kepala lepas (tail stock).

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Design 3.1.3. Perhitungan Design Benda Kerja Berikut ini adalah contoh perhitungan pada mesin milling: Modul suatu benda adalah 2.25 mm dan mempunyai diameter kepala 65,25 mm dengan, diameter 62 mm dan putaran spindle 640 rpm. Tentukan : a. Diameter Pitch (dp) b. Jumlah Gigi c. Jumlah putaran untuk index plate (X) d. Tinggi gigi (H) e. Tinggi kepala gigi (mm) f. Tinggi kaki gigi (hf) g. Tebal gigi h. Feed motion (s) i. Gaya pemotongan (Ps) j. Momen torsi (Mt) k. Daya pemotongan (Nc) l. Machining time (Tm) Penyelesain : Diketahui : M = 2,25 mm Putaran spindle = 640 rpm dk = 65,25 mm D = 62 mm

1. Diameter Pitch (dp) dp = dk 2M dp = 65,25 2(2,25) dp = 60,75 mm

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 2. Jumlah Gigi Z Z Z
dp M 2 25

3. Jumlah putaran untuk index plate (X)


K 60

putaran

4. Tinggi gigi (H) H = 2,25.M = 2,25 . 2,25 = 5,0625 mm

5. Tinggi kepala gigi (mm) hk = k.M hk = 1 . 2,25 hk = 2,25 mm

6. Tinggi kaki gigi (hf) Hf = k.M + ck = 1 . 2,25 + 0,25 = 2,81 mm

7. Tebal gigi
M 2 3 14 2 2

t = 3,925 mm

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 3.1.4. Design Benda Kerja a Roda Gigi (terlampir) b Poros Berulir, Beralur, dan Tirus (terlampir) 3.2. Flowchart Pengerjaan 3.2.1. Roda Gigi
A Mulai

Benda kerja

Memutar index crank

Mengukur dimensi benda kerja

Melakukan pemakanan

tidak

tidak

Mengatur posisi benda kerja pada meja

Apakah jumlah gigi sesuai desain ?

Mengatur posisi titik nol

ya

Mengatur jumlah putaran index crank

Apakah tinggi gigi sesuai desain?

ya Mengatur kecepatan pemotongan Matikan mesin

Mengatur kedalaman pemotongan

Melepas dan membersihkan benda kerja

Menghidupkan mesin

Roda gigi

Selesai

Gambar 3.1 Flowchart Roda Gigi

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 3.2.2. Poros Beralur
Mulai

Benda kerja

Mengukur dimensi benda kerja

Mengatur posisi benda kerja pada meja

Mengatur kedalaman pemotongan

Melakuan pemakanan

Mematikan mesin

Melepaskan dan membersihkan benda kerja

Poros beralur

Selesia
Gambar 3.2 Flowchart Poros Beralur

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB IV HASIL PRAKTIKUM

4.1. Rumus Perhitungan 1. Feed motion (s)


L t (D t ) mn 6

(mm/rev)

Dimana: L t D s n Tm = panjang pemotongan (mm) = kedalaman pemotongan (mm) = diameter milling cutter (mm) = feed motion (mm/rev) = putaran spindle (rpm) = machining time (menit) = K.t.sm (kg) = koefisien bahan (Kg/mm2) = feed motion (mm/rev) = depth of cut (mm) = konstanta eksponen

2. Gaya pemotongan (Pz) Pz

Dimana: K s t m

3. Momen torsi (Mt) (Kg.mm) Dimana: D = diameter milling cutter (mm)

4. Daya pemotongan (Nc) Nc (Kw)

5. Machining time (Tm) , dimana: n = putaran spindle (rpm)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 4.2. Data Praktikum Pemakanan Ke1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. X

t= 2,5 (mm) t (detik) 47,61 18,44 22,55 24,15 24,82 19,49 21,34 20,53 29,28 18,80 20,41 21,64 16,04 20,27 18,04 14,67 12,57 8,23 6,88 7,54 6,67 5,63 5,99 5,55 6,74 6,81 6,92 437,61 16,20

t= 2,5625 (mm) t (detik) 8,97 7,87 7,81 6,76 7,24 7,77 7,55 9,12 7,13 5,45 6,06 6,15 6,18 6,57 11,13 8,29 8,12 8,31 9,68 8,35 9,12 7,87 8,61 8,64 8,21 7,18 27,64 231,78 8,58

Tabel 4.1 Waktu Tiap Kali Pemakanan

4.3. Perhitungan 4.3.1. Data Proses Putaran yang digunakan (n) Feed Motion (s) Diameter cutter (D) Depth of Cut (t) Modul (M) Dimensi roda gigi yang dibuat

: 640 rpm : 0,7118 mm/rev : 62 mm

: 5,625 mm : 2,25 mm :

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Teoritis 1. Diameter kepala (Dk) 2. Diameter pitch (Dp) 3. Jumlah gigi (Z) 4. Tinggi gigi (H) 5. Tebal gigi (t) Aktual 1. Diameter kepala (Dk) 2. Diameter pitch (Dp) 3. Jumlah gigi (Z) 4. Tinggi gigi (H) 5. Tebal gigi (t) Bahan benda kerja Konstanta bahan Konstanta eksponen Lebar benda kerja Jumlah gigi worm wheel (K) Jumalh putaran untuk index plate (x) 4.3.2. Contoh Perhitungan 1. Feed motion (s)
L t (D t ) mn 6

: 65,25 mm : 60,75 mm : 27 : 5,06 mm : 3,5 mm

: 73,3 mm : 63,15 mm : 27 : 5,625 mm : 4,3 mm

: aluminium : 32 : 0,5 : 2,18 mm : 60 : 27 kg/mm

0,7118 mm/rev 2. Gaya pemotongan (Pz) Pz = K.t.sm Pz = 32 2,50,7118 Pz = 67,49 kg

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 3. Momen torsi (Mt)

kg.mm 4. Daya pemotongan (Nc)

Nc = Nc = 1,374 kW 5. Kecepatan Pemakanan

4.4. Studi Kasus A. Permasalahan 1. Berdasarkan Dimensi


Bagian Tebal Gigi Tinggi Gigi Diameter kepala (DK) Diameter pitch (DP) Teoritis Aktual

3,5 mm 5,06 mm 65,25 mm 60,75 mm

4,3 mm 5,625 mm 73,3 mm 63,15 mm

Tabel 4.2 Data Praktikum Proses Pembuatan Roda Gigi

2. Salah Satu Permukaan Gigi Kurang Halus

Gambar 4.1 Permukaan Gigi Kurang Halus Sumber: Dokumentasi Kelompok 23 (2012)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

3. Kurang dalamnya pemakanan milling cutter terhadap pembuatan roda gigi

Gambar 4.2 Pemakanan Milling Kurang Dalam Sumber: Dokumentasi Kelompok 23 (2012)

B. Penyebab 1. Tinggi gigi antara HA dan HT berbeda karena kesalahan saat mengatur depth of cut sehingga tinggi gigi aktual tidak sesuai dengan yang direncanakan. Selain itu karena ketelitian ukuran pada mesin yang terbatas. Tebal gigi antara Ta dan Tt berbeda karena ketidak telitian dalam mengatur index dividing head sehingga tebal gigi aktual tidak sesuai dengan yang direncanakan. 2. Karena metode yang digunakan pada pemakanan tersebut adalah dengan cara memakai konvensional milling maka menyebabkan permukaan roda gigi tidak sehalus dengan menggunakan metode climb milling dimana pada metode climb milling, putaran milling cutter searah dengan pergerakan benda kerja maka akan menghasilkan permukaan yang lebih halus . 3. Karena pada proses pembubutan yang kurang sempurna maka menyebabkan proses pemakanan pada milling cutter yang kurang dalam sehingga menghasilkan roda gigi yang tidak sempurna.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 C. Solusi 1. Dalam mengatur index dividing head dan depth of cut harus tepat dan teliti agar dimensi gigi yang dihasilkan sesuai design. 2. Dalam pembuatan roda gigi sebaiknya menggunakan climb milling agar roda gigi yang dihasilkan halus. 3. Dalam pembubutan benda kerja harus sesuai design.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB V PENUTUP

5.1.

Kesimpulan a. Roda gigi Z= 27, dk= 65,25 mm, dapat dibuat dengan menggunakan mesin milling horizontal dengan M= 2,25 mm. b. Pengaturan putaran index deviding head akan mempengaruhi tebal gigi yang dihasilkan jika pengaturannya pembagian sudutnya sesuai dengan ukuran pada desain gambar yang telah di rencanakan, jika dalam pengaturan index dividing tidak sesuai dengan desain maka pembagian sudut dalam spesimen akan tidak beraturan pula,oleh karena itu diperlukan ketelitian dalam pemutaran index dividing head,agar spesimen sesuai dengan desain yang telah digambar. c. Pengaturan dept of cut harus sesuai dengan desain gambar yang telah ditentukan agar kedalaman pemotongan sesuai dengan desain gambar serta pengaturan tinggi gigi juga harus sesuai ukuran gambar. d. Metode yang digunakan dalam pembuatan roda gigi juga harus sesuai dengan karateristik benda kerja,dalam hal pembuatan roda gigi ini seharusnya menggunakan metode climb karena pemakanan pada spesimen akan menghasilkan permukaan yang lebih halus dari pada konvensional . e. Dimensi spesimen awal roda gigi menentukan dimensi roda gigi yang dibuat.

5.2.

Saran a. Pertama- tama praktikan harus benar benar menguasai alat produksi yang akan digunakan, untuk meminimalisasikan kecacatan . b. Operator juga harus menguasai desain benda kerja yang akan dibuat . c. Dibutuhkan ketelitian untuk bias mendapatkan hasil yang optimal. d. Operator juga harus mengusai teknik dan metode yang cocok untuk karateristik material.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia industri belakangan ini semakin menunjukkan keanekaragaman produk, sehingga penguasaan seorang industrial engineer terhadap proses produksi menjadi syarat mutlak. Untuk mendukung proses produksi tersebut dibutuhkan berbagai macam mesin perkakas yang memenuhi spesifikasi tertentu. Mesin-mesin tersebut antara lain: mesin bubut, mesin milling, mesin bor, mesin las, mesin pemotong pelat, power hack show, dan mesin press. Pengetahuan tentang mesin-mesin ini akan sangat membantu pada saat bekerja nanti. Untuk memperoleh pengetahuan tentang mesin-mesin tersebut secara luas, maka pemberian materi di dalam ruang kelas tentu tidaklah cukup. Untuk itu dibutuhkan pengalaman nyata bekerja dengan mesin-mesin tersebut dengan melakukan praktikum di laboratorium. Pengalaman bekerja secara langsung pada praktikum tersebut dapat memberikan pengetahuan lebih. Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut, maka praktikum proses produksi sangat dibutuhkan oleh seorang calon sarjana teknik industri. 1.2. Tujuan Praktikum Berikut adalah tujuan diadakannya praktikum pada mesin bubut. Tujuan dari praktikum dapat dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dari praktikum kerja bangku ini antara lain : 1. Pengenalan secara langsung mesin-mesin perkakas (mesin bor, mesin las, mesin pemotong pelat, dan mesin roll) serta cara pengoperasiannya. 2. Peningkatan pengetahuan serta keterampilan tentang mesin-mesin perkakas (mesin bor, mesin las, mesin pemotong pelat, dan mesin roll).

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Tujuan khusus dari praktikum kerja bangku ini antara lain : 1. Dapat mengetahui, menguasai, dan menjalankan mesin-mesin (mesin bor, mesin las, mesin pemotong pelat, dan mesin roll). 2. Mengetahui proses dan cara pengeboran benda kerja dengan

menggunakan mesin-mesin (mesin bor, mesin las, mesin pemotong pelat, dan mesin roll).

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB II DASAR TEORI

2.1. Las 2.1.1. Pengertian Pengelasan Menurut DIN Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN), las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Saat ini telah digunakan lebih dari 40 jenis pengelasan termasuk pengelasan yang dilaksanakan dengan hanya menekan dua logam yang disambung sehingga terjadi ikatan antara atom-atom atau molekulmolekul dari logam yang disambungkan.

2.1.2. Klasifikasi Pengelasan Banyak sekali cara-cara pengklasifikasi pengelasan, hal ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan dalam pengklasifikasian tersebut. Pengelasan dibagi menjadi 2 klasifikasi besar yaitu pengelasan konvensional dan pengelasan non-konvensional. Namun secara konvensional klasifikasi pengelasan dibagi menjadi dua golongan, yaitu: Berdasarkan cara kerja; las cair, las tekan, las patri, dsb. Berdasarkan sumber energi yg digunakan; las kimia, las listrik, las mekanik, dll.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

Gambar 3.1 Klasifikasi Pengelasan Sumber : Anonymous (2010)

Berikut adalah macam-macam Arc Welding: 1. SMAW (Shielded Metal Arc Welding ) Las busur nyala listrik terlindung adalah pengelasan dengan mempergunakan busur nyala listik sebagai sumber panas pencair logam. 2. GMAW (Gas Metal Arch Welding) Las GMAW adalah pengelasan dengan gas nyala yang dihasilkan berasal dari busur nyala listrik, yang dipakai sebagai pencair metal yang dilas dan metal penambah. Las GMAW terdiri dari: MAG (Metal Active Gas) dan MIG (Metal Inert Gas). 3. GTAW (Gas Tungsten Arch Welding) atau TIG (Tungsten Inert Gas) TIG adalah pengelasn dengan memakai busur nyala dengan tungsten/elektroda yang terbuat dari wolfram, sedangkan bahan penambahanya digunakan bahan yang sama atau sejenis dengan material induknya. 4. FCAW (Flux Cored Arch Welding) FCAW hampir sama dengan proses pengelasan GMAW. Gas pelindungnya juga sama-sama menggunakan Karbon dioxida CO2. Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Biasanya, pada mesin las FCAW ditambah robot yang bertugas untuk menjalankan pengelasan biasa disebut dengan super anemo. 5. SAW (Submerged arc Welding) Las busur terbenam adalah pengelasan dengan busur nyala listrik. Untuk mecegah oksidasi cairan metal induk dan material tambahan, dipergunakan butiranbutiran fluks / slag sehingga bususr nyala terpendam di dalam ukuranukuran fluks tersebut. 6. PAW (Plasma Arch Welding) PAW adalah las listrik dengan plasma yang sejenis dengan GTAW hanya pada proses ini gas pelindung menggunakan bahan campuran antara Argon (Ar), Nitrogen (N) dan Hidrogen (H) yang lazim disebut dengan plasma. 7. SW (Stud Welding) Adalah las baut pondasi, gunanya untuk menyambung bagian satu konstruksi baja dengan bagian yang terdapat di dalam beton (baut angker) atau Shear Connector. 2.1.3. Las SMAW a Bagian-bagian Utama Las SMAW

2 3 1

Gambar 3.2 Mesin SMAW Sumber : Hendry (2012)

Keterangan : 1. Tang Massa dan Tang Elektroda Untuk menjepit benda kerja dan elektroda dan mengalirkan arus ke benda kerja dan elektroda.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 2. Main Regulator Regulator utama mesin las yang berisi transformator yang berfungsi untuk mengubah arus. 3. Curent Adjusting Lever Untuk mengatur arus pengelasan. Kontrol Utama Mesin

Gambar 3.3 Kontrol Utama Mesin Las Sumber : Buku Petunjuk Praktikum Proses Manufaktur 1 (2012)

Keterangan: 1. Power Switch Selain berfungsi sebagi saklar utama juga digunakan untuk mengatur jenis pengelasan yang akan diguakan apakah las dengan elektroda atau las TIG. 2. Welding Current Switch Digunakan untuk menentukan polaritas pengelasan dan level arusnya. 3. Gas Post Flow Adjusting Switch Digunakan untuk mengatur aliran gas mulia pad alas TIG 4. Pilot Lamp Merupakan indikator power pada mesin. 5. Current Indicator Digunakan untuk mengetahui besar arus yang digunakan dalam pengelasan. 6. Lamp for Current Indicator Lampu yang menjukkan besar arus pengelasan.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 7. Current Adjusting Handle Handle untuk mengatur besarnya arus pengelasan. 8. Positive Pole Plug Kutub positif untuk keluaran mesin las. 9. Negative Pole Plug Kutub negatif untuk keluaran mesin las. 10. Gas Hose Plug Merupakan tempat untuk pengeluaran gas mulia pad alas TIG. b. Mekanisme Kerja Mesin Las Pengelasan suatu proses penyambungan logam, di mana logam menjadi satu dengan atau tanpa tekanan. dan dapat di defenisikan sebagai ikatan metalurgi yang di timbulkan oleh gaya tarikmenarikantara atom. Sebelum atom-atom tersebut membentuk ikatan, permukaan yang akan menjadi satu perlu bebas dari gas yang terserap atau oksida-oksida. Untuk arus AC (arus bolak-balik) apabila kabel + dan terbalik tidak masalah tetapi untuk arus DC (arus searah) harus hatihati tidak boleh terbalik dan ada perbedaan. Pengelasan dengan memanfaatkan busur listrik yang terjadi antara elektroda dengan benda kerja. Elektroda dipanaskan sampai cair dan diendapkan pada logam yang akan disambung sehingga terbentuk sambungan las. Mula-mula elektroda

kontak/bersinggungan dengan logam yang dilas sehingga terjadi aliran arus listrik, kemudian elektroda diangkat sedikit sehingga timbullah busur. c. Elektroda E6013 Menurut standar AWS/ASTM (American Welding

Society/American Society for Testing Material), semua jenis elektroda ditandai dengan huruf E disertai dengan 4 atau 5 angka. Contoh, pada elektroda Philips berseri AWS tertulis E6013 artinya:

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 E = Elektroda las listrik 60 = Kekuatan tarik minimum dari deposit las adalah 60.000 ib/m2 atau 42 kg/m2 1 = 3 = Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi Jenis selaput Rutil potsium sumber tegangan/arus AC, DCSP, DCRP. Daya tembus lemah dan kadar serbuk besi 0 10% d. Macam-macam Arus Pengelasan Arus Pengelasan Mesin Las SMAW dapat di bagi atas 3 Jenis, yaitu: 1. Polaritas Lurus (DC) Apabila material dasar atau material yang akan dilas disambung kan dengan kutub positif ( + ) dan elektrodenya disambungkan dengan kutup negatif (). Pada mesin las DC maka cara ini disebut pengelasan polaritas lurus atau DCSP (Direct Current Straight Polarit. Dengan cara ini busur listrik bergerak dari elektrode ke material dasar sehingga tumbukan elektron berada di material dasar yang berakibat 2/3 panas berada di material dasar dan 1/3 panas berada dielektroda. Cara ini akan menghasilkan pencairan material dasar lebih banyak dibanding elektrodenya sehingga hasil las mempunyai penetrasi yang dalam, sehingga baik digunakan pada pengelasan yang lambat serta manik las yang sempit dan untuk pelat yang tebal.

Gambar 3.4 Skema Polaritas Lurus Sumber: Anonim (2010)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 2. Polaritas Balik (AC) Pada las arus balik atau AC (alternating current) tidak ada kutub positif dan negatif, maka jika penyambungannya dibolak balik hasilnya tetap sama. Masing masing kutub akan menerima panas 50 % dan akibatnya terjadi penetrasi normal .

Gambar 3.5 Skema Polaritas Terbalik Sumber: Anonim (2010)

3.

Polaritas AC-DC Merupakan gabungan dari polaritas balik dan polaritas searah. Dengan mesin las AC-DC akan lebih banyak kemungkinan pemakaiannya karena arus yang keluar dapat arus searah maupun arus bolak-balik. Mesin las AC-DC lebih fleksibel karena mempunyai semua kemampuan yang dimiliki masing-masing mesin las DC atau mesin las AC. Mesin las jenis ini sering digunakan untuk bengkel-bengkel yang mempunyai jenis-jenis pekerjaan yang bermacam-macam, sehingga tidak perlu mengganti-ganti las untuk pengelasan berbeda.

2.1.4. Las MIG a. Bagian-bagian Utama Mesin Las MIG

Gambar 3.6 Mesin Las MIG Sumber: Buku Petunjuk Praktikum Proses Manufaktur 1 (2012)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Keterangan: 1. Input Cable Untuk mengalirkan arus utama 2. Gas Bottle Untuk menyimpan gas pengelasan 3. Output Cable Untuk mengeluarkan arus keluaran ke elektrode 4. Contoling Cable of Wire Feeding Untuk mengalirkan arus listrik ke wirw feeder 5. Cable for Work Pieces Untuk mengalirkan arus listrik ke benda kerja (tang massa) 6. Wire Electrode Untuk pengisi logam las 7. Welding Torch Pengumpan elektrode dan pengumpan fluks 8. Heater Cable Untuk mengalirkan arus ke regulator 9. Air-flowMeter Untuk mengukur debit gas yang keluar b Mekanisme Kerja Mesin Las Las listrik gas metal atau gas metal arc welding (GMAW) adalah proses las listrik yang menggunakan busur listrik yang berasal dari elektroda, yang dipasok terus-menerus secara tetap dari suatu mekanisme kekolam las. Pada proses GMAW, elektrodanya adalah kawat menerus dari 1 gulungan yang disalurkan metalui pemegang elektroda. Perlindungan dihasilkan seluruhnya dari gas atau campuran gas yang diberikan dari luar. Mula-mula metode ini dipakai hanya dengan perlindungan gas mulia (tidak reaktif) sehingga disebut MIG (Metal Inert Gas/gas logam mulia). Gas yang reaktif biasanya tidak praktis, kecuali C02 (karbon dioksida). Gas C02, baik C02 saja atau dalam campuran dengan gas mulia, banyak digunakan dalam pengelasan baja. Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

Gambar 3.7 Pengelasan Busur Nyala Logam Gas (GMAW) Sumber: Salmon dkk (1991)

Pencampuran gas mulia dan gas reaktif membuat busur nyala lebih stabil dan kotoran selama pernindahan logam lebih sedikit. Pemakaian C02 saja untuk pengelasan baja merupakan prosedur termurah karena rendahnya biaya untuk gas pelindung, tingginya kecepatan pengelasan, lebih baiknya penetrasi sambungan, dan baiknya sifat mekanis timbunan las. Satu-satunya kerugian ialah pernakaian C02 menimbulkan kekasaran dan kotoran yang banyak.

2.1.5. Las Titik a Bagian-bagian Utama Mesin Las Titik


1 2 3

Gambar 3.9 Bagian-bagian Mesin Las Titik Sumber: Dokumentasi Kelompok 23 (2012)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Keterangan: 1. Electrode Arm Berfungsi untuk mengelas benda kerja. Elektroda ini bergerak ke atas dan ke bawah. 2. Electrode Sama seperti elektroda nomer 1. Untuk mengelas benda kerja. Namun elektroda ini tidak dapat bergerak. 3. Main Regulator Terdapat control utama, coling water, dll. 4. Foot Pedal Untuk melakukan eksekusi pengelasan dengan cara di injak. Kontrol Utama

Gambar 3.10 Kontrol Mesin Las Titik Krisbow Spot Welder Sumber: Buku Petunjuk Praktikum Proses Manufaktur 1 (2012)

Keterangan: 1. Welding Current Regulation Switch Untuk mengatur arus pengelasan 2. Welding Time Regulation Switch Untuk mengatur waktu pengelasan 3. Work/ Detect Changer Untuk memilih kondisi pengelasan atau stan by 4. Carbon-steel/ Stainless-steel Changer Untuk memilih material yang akan di las 5. Changer Over Time Untuk memilih tegangan input

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 b Mekanisme Kerja Mesin Las Las titik adalah pengelasan memakai metode resistansi listrik dimana pelat lembaran dijepit dengan dua elektroda. Ketika arus dialirkan maka terjadi sambungan las pada posisi jepitan. Siklus pengelasan titik dimulai ketika elektroda menekan pelat dimana arus belum dialirkan. Waktu proses ini disebut waktu tekan. Setelah itu arus dialirkan ke elektroda sehingga timbul panas pada pelat di posisi elektroda sehingga terbentuk sambungan las. Waktu proses ini disebut waktu las. Setelah itu arus dihentikan namun tekanan tetap ada dan proses ini disebut waktu tenggang. Kemudian logam dibiarkan mendingin sampai sambungan menjadi kuat dan tekanan di hilangkan dan pelat siap dipindahkan untuk selanjutnya proses pengelasan dimulai lagi untuk titik yang baru. Peralatan mesin las titik ada tiga jenis yaitu : 1) mesin las titik tunggal stasioner, 2) mesin las titik tunggal yang dapat dipindahlan dan 3) mesin las titik ganda. Mesin las stasioner dapat dibagi lagi atas jenis : lengan ayun dan jenis tekanan langsung. Jenis lengan ayun merupakan jenis yang sederhana dan mempunyai kapasitas kecil.

2.2. Bor 2.2.1. Prinsip Kerja Mesin Bor mempunyai prinsip kerja yang sama dengan mesinmesin pada umumnya, yaitu: 1. Main drive Motor Listrik biasa dipakai sebagai penggerak utama pada mesin bor. Putaran pada motor listrik di transmisikan melalui porosnya ke mekanisme pengatur putaran mesin berupa pasangan puli bertingkat yang di hubungkan dengan vee belt puli bertingkat, putaran diteruskan ke spindle mesin. Pada spindle terdapat tool post sebagai pemegang mata bornya. Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 2. Feed drive Feed drive merupakan gerakan pemakanan mata bor pada benda kerja. Gerakan ini dilakukan secara manual pada mesinmesin bor yang sederhana dengan cara memutar drilling lever sehingga mata bor bergerak kearah benda kerja.

2.2.2. Fungsi Berikut ini adalah fungsi dari mesin bor: 1. Membuat lubang (drilling) Proses pembuatan lubang pada benda kerja yang biasa dilakukan dengan proses pengeboran (drilling) yang merupakan proses penting dalam proses permesinan. Proses ini biasa dilakukan dengan menggunakan mata bor dengan berbagai bentuk.

Gambar 3.11 Proses Driling Sumber : Anonim (2012)

2.

Reaming (step drill) Adalah proses yang digunakan untuk pembuatan lubang dengan diameter bertingkat.

Gambar 3.12 Proses Reaming Sumber : Anonim (2012)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 3. Membesarkan lubang (boring) Boring adalah proses meluaskan/memperbesar lubang yang bisa dilakukan dengan batang bor (boring bar) yang tidak hanya dilakukan pada mesin gurdi atau drilling, tetapi bisa dengan mesin bubut, mesin frais, atau mesin bor. Pada mesin frais, pisau terpasang pada arbor dan diputar oleh spindle.

Gambar 3.13 Proses Boring Sumber : Anonim (2012)

4.

Facing Proses Facing adalah proses penghalusan lubang hasil proses pengeboran sehingga ukuran lubang tersebut lebih akurat. Langkah-langkah proses pembuatan lubang yang lebih akurat tersebut dilakukan dengan tahap-tahap mulai dari proses centering proses drilling proses boring proses reaming.

Gambar 3.14 Proses Facing Sumber : Anonim (2012)

5.

Counter Bore Digunakan untuk proses pembesaran ujung lubang yang

telah dibuat dengan kedalaman tertentu.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

Gambar Proses 3.15 Counter Bore Sumber : Anonim (2012)

6.

Bor Benam (Countersink) Khusus pembesaran miring berbentuk kerucut pada akhir lubang untuk mengakomodasi sekrup versink. Kerucut sudut 60, 82, 90, 100, 110, 120.

Gambar 3.16 Proses Countersink Sumber : Anonim (2012)

7.

Tapping Tapping adalah proses dimana membentuk ulir dalam. Hal ini dilakukan baik oleh tangan atau oleh mesin.

Gambar 3.17 Proses Tapping Sumber : Anonim (2012

2.2.3. Bagian-bagian Utama Mesin Bor Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

Gambar 3.18 Kontrol Utama Mesin Bor Sumber : Buku Petunjuk Praktikum Proses Manufaktur 1 (2012)

Keterangan: 1. 2. Hood Belt Tensioning Lever Digunakan untuk mengukur ketegangan belt, sehingga

memepermudah dalam mengatur kecepatan putar yang diinginkan. 3. Drilling Lever Digunakan dalam proses pemakanan. Ini mengatur kedudukan bor secara vertikal. 4. Drilling Depth Control Bagian ini terdapat pada front plate. Ini digunakan untuk mengetahui kedalaman pemakanan. 5. 6. Driving Motor Table Bagian mesin untuk meletakkan benda kerja. 7. 8. Base Table Clamp Digunakan untuk mengunci kedudukan table. 9. Spindel Head

10. Drilling Chart 11. Rack 12. Font Plate

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Kontrol utama 1. Main Switch Merupakan skalar utama yang berfungsi menghidupkan atau mematikan mesin. 2. Two Speed Switch Digunakan untuk mengatur kecepatan mesin sesuai posisi vee belt pada puli bertingkat. 3. Emergency Push Button Merupakan tombol darurat untuk mematikan mesin dengan cepat. 4. 5. Fuse Coolant Switch Digunakan untuk mengaktifkan coolant. 6. Lighting Switch Digunakan untuk mengaktifkan lampu penerangan. 7. Drilling Depth Scale Merupakan skala pada sisi luar Dilling Depth Control yang digunakan untuk mengetahui kedalaman pemakanan.

2.2.4. Mata Bor HSS Mata bor adalah alat yang paling ideal untuk membuat lubang yang rapidan presisi. Jenis jenis bahan pembuat mata bor juga menentukan kualitas hasil pelubangan. Lebih keras logam pada mata bor akan lebih halus pengeborannya. HSS (High Speed Steel) adalah pahat yang terbuat dari baja dan bergerak dengan kecepatan tinggi. Komposisi HSS biasanya terdiri dari paduan besi dengan karbon, tungsten, molybdenum, chromium dan vanadium bahkan kadang-kadang ada tambahan cobalt (ASM International Vol. 16, 1997). Kelebihan HSS diantaranya adalah sifat keuletan yang relatif baik dan apabila telah mengalami aus dapat diasah kembali sehingga mata bornya dapat digunakan seperti semula, serta dapat dioperasikan dua kali lebih cepat dari bahan carbon steel. Sedangkan kekurangan dari Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 pahat HSS adalah harganya bisa dua sampai empat kali lebih mahal dari carbon steel. 1. Twist Bits

Gambar 3.19 Mata Bor Jenis Twist Bor Sumber : Hendry (2012)

Jenis mata bor yang paling banyak digunakan dan cukup universal fungsinya. Bisa digunakan menggunakan mesin bor tangan atau mesin bor duduk baik secara horisontal maupun vertikal. Mata bor ini bisa untuk membuat lubang pada bahan kayu, plastik atau logam. Biasanya tersedia dalam ukuran 4 - 12 mm. Lebih baik buat sebuah titik pusat menggunakan paku atau sekrup untuk arahan mata bor ini ketika anda menggunakan mesin bor tangan. 2. Masonry Bits

Gambar 3.20 Mata Bor Jenis Masonry Bits Sumber : Hendry (2012)

Dirancang untuk membuat lubang pada tembok, beton atau batu. Digunakan dengan mesin bor pada setelan martil (gerakan bir bergetar seperti ketukan martil) dan pada ujung mata bor terdapat logam keras sebagai pemotong. Biasanya tersedia dalam 4-15mm dan mata bor lebih panjang daripada twist bits (300 - 400mm). 3. Spur Bits

Gambar 3.21 Mata Bor Jenis Spur Bits Sumber : Hendry (2012)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Dikenal sebagai mata bor kayu dengan ujung mata bor runcing pada bagian tengahnya dan pisau pengiris pada bagian kelilingnya. Ujung runcing di tengah berfungsi untuk menjaga agar mata bor tetap lurus sehingga lubang yang dihasilkan presisi dan dengan yang sama. Ukuran yang tersedia sekitar 6-15mm. 4. Countersink bits

Gambar 3.22 Mata Bor Jenis Countersink bits Sumber : Hendry (2012)

Mata bor ini bersudut 90 pada ujungnya dan berfungsi untuk membuat lubang 45 terhadap permukaan kayu. Biasanya dipakai pada saat membuat lubang untuk kepala sekrup agar permukaan sama rata dengan kayu. Mata bor ini bisa berdiri sendiri dan ada juga yang terpasang langsung dengan mata bor utama untuk membuat lubang sekrup. 5. Forster Bit

Gambar 3.23 Mata Bor Jenis Forster Bit Sumber : Hendry (2012)

Yaitu mata bor yang berfungsi untuk membuat lubang engsel sendok. Paling baik apabila dioperasikan dengan mesin bor duduk yang lebih stabil. Karena apabila menggunakan mesin bor tangan akan sulit untuk mengendalikan kestabilan posisi mata bor dan lubang yang dihasilkan kurang berkualitas. Diameter yang tersedia mengikuti standar diameter engsel sendok, dari 15, atau 35 mm.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 6. Hole Saw Bits

Gambar 3.24 Mata Bor Jenis Forster Bit Sumber : Hendry (2012)

Lebih tepat mungkin kita sebut gergaji lubang karena bentuk mata bornya yang seperti gergaji dengan diameter yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Berdiameter antara 25 - 60mm.

2.2.5. Mekanisme Gerakan Drilling Lever Drilling Lever berfungsi untuk menggerakkan mata bor secara vertikal. Pada drilling lever dapat menggerakkan mata bor karena adanya pergerakan gear. Jadi, saat drilling lever digerakkan searah jarum jam, maka gear yang ada di dalamnya bergerak searah jarum jam. Hal tersebut akan menggerakkan gear pada chuck sehingga chuck juga ikut berputar.

gear

Gambar 3.25 Mekanisme Gerakan Drilling Lever Sumber : Anonim (2012)

2.2.6. Mekanisme Drilling Chuck Chuck memiliki tiga rahang, dimana jika kunci dimasukkan maka gear pada trap akan bergerak bersama. Drilling Chuck dapat bergerak dikarenakan adanya transmisi daya yang diberikan oleh gerakan Drilling Lever yang dihubungkan melalui roda gigi. Sehingga

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 menyebabkan Drilling Chuck ikut berputar juga saat Drilling Lever bergerak.

Gambar 3.26 Mekanisme Gerakan Drilling Chuck Sumber : Anonim (2011)

2.2.7. Tabel Kecepatan Pengeboran

Gambar 3.27 Tabel Kecepatan Pengeboran Sumber: Dokumentasi Kelompok 23 (2012)

Kecepatan potong ditentukan dalam satuan panjang yang dihitung berdasarkan putaran mesin per menit. Atau secara defenitif dapat dikatakan bahwa kecepatan potong adalah panjangnya bram yang terpotong per satuan waktu. Setiap jenis logam mempunyai harga kecepatan potong tertentu dan berbeda-beda. Dalam pengeboran putaran mesin perlu disesuaikan dengan kecepatan potong logam. Bila kecepatan potongnya tidak tepat, mata bor cepat panas dan akibatnya mata bor cepat tumpul atau bisa patah.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 2.3. Roll 2.3.1. Prinsip Kerja Gerakan putar dari motor listrik, dirubah menjadi gerakan lurus bolak balik oleh mekanisme yang serupa dengan mesin skrap. Gerakan bolak balik diteruskan pada frame yang menjepit blade (pemotong). Karena pada frame terdapat pemberat, maka pada langkah bolak balik terjadi perubahan posisi titik berat frame yang mengakibatkan penekanan pada benda kerja. Untuk menjaga posisi setelah penekanan, maka frame di tahan oleh sebuah mekanisme hidrolis. Posisi frame akan terus kebawah sampai panjang minimum dari lengan hidrolis tercapai.

2.3.2. Fungsi Mesin roll mempunyai fungsi yang spesifik, yaitu untuk membentuk batangan logam dengan diameter kecil ataupun pelat logam menjadi bentuk lingkaran/lengkung dengan diameter tertentu.

2.3.3. Bagian-bagian Utama Mesin Roll

Gambar 3.28 Mesin Roll Sumber: Anonim (2012) Bagian-bagian utama mesin roll antara lain: 1 Lengan Pemutar Digunakan untuk memutar roll secara manual. 2 Upper Roll Merupakan roll yang mempunyai keudukan tetap. 3 Rear Roll

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Digunakan untuk mengatur radius benda dengan mengubah posisinya. 4 Lower Roll Merupakan roll yang dapat disetel untuk menyesuaikan dengan ketebalakn benda kerja. 5 Roda Pengunci Digunakan untuk mengatur dan mengunci kedudukan lower roll sehingga benda kerja terjepit dengan erat. 6 Roda Pengatur Diameter Digunakan untuk mengatur diameter lingkaran hasil dengan merubah posisi rear roll.

2.3.4. Mekanisme Gerakan Rear Roll, Upper Roll, dan Lower Roll Upper roll, lower roll, dan rear roll merupakan alat untuk merubah benda kerja yang mula-mula berbentuk pelat datar menjadi bentok silindris. Upper roll dan memiliki kedudukan tetap.Sedangkan lower roll kedudukannya dapat diatur dengan memutar roda pengunci. Jadi dengan mengatur posisi lower roll benda kerja akan terjepit erat diantara upper roll dan lower roll. Rear roll posisinya dapat diubah karena digunakan untuk mengatur radius benda. Mengubah posisinya dengan cara memutar roda pengatur diameter. Upper roll dan lower roll letaknya sejajar di bagian bawah dan berputar, sedangakan rear roll letaknya di atas dan menekan benda kerja menjadi bentuk silindris dengan diameter yang telah diatur. Upper roll dan lower roll bergerak seraca rotasi yaitu berfungsi untuk menggerakkan benda kerja searah translasi. Sedangkan rear roll bergerak secara translasi naik turun untuk memeberikan gaya bending pada benda kerja agar benda kerja yang mulanya berbentuk pelat datar akan menjadi bentuk silindris.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Upper roll dan lower roll menyebabkan benda kerja bergerak arah translasi, bersamaan dengan itu rear roll akan bergerak turun secara konstan kontinu serta memberikan momen bending pada benda kerja.

Gambar 3.29 Gerakan Roll Sumber: Anonim (2012)

2.4. Pemotong Pelat 2.4.1. Prinsip Kerja Mesin ini digunakan untuk memotong pelat logam dengan garis pemotongan berupa garis lurus. Mesin potong yang dimiliki laboratorium proses produksi dapat digunakan untuk memotong pelat logam dengan ketebalan sampai dengan 2 mm.

2.4.2. Fungsi Membentuk pelat-pelat yang masih berupa lembaran sehingga menjadi barang yang berupa hasil produk.

2.4.3. Bagian-bagian Utama Pemotong Pelat

Gambar 3.30 Mesin Pemotong Pelat Sumber : Buku Petunjuk Praktikum Proses Manufaktur I (2012)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Bagian utama dari mesin pemotong pelat adalah: 1. Back Gage Digunakan untuk mengukur panjang pemotongan. 2. Foot Pedal Digunakan pada proses eksekusi pemotongan/menggerakkan pisau potong. 3. Hold Down Guard Untuk menjepit benda kerja sehingga tidak bergerak saat dipotong. 4. Control Panel Control panel pada mesin memilikifungsi sebagai control utama mesin pemotong pelat. Kontrol Utama

Gambar 3.31 Kontrol Utama Mesin Pemotong Pelat Sumber : Buku Petunjuk Praktikum Proses Manufaktur I (2012)

Keterangan: 1. Emergency Push Button Berfungsi sebagai tombol darurat untuk mematikan mesin dengan cepat. 2. Cutting Mode Selector Digunakan untuk memilih mode pemotongan (Single Continous). 3. Pilot Lamp Merupakan indikator power pada mesin. 4. Power Switch Digunakan untuk menghidupkan mesin. Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 2.4.4 Mekanisme Gerakan Cutter Di dalam mesin pemotong pelat terdapat sebuah motor listrik. Jika foot pedal diinjak, maka arus mengalir ke motor listrik sehingga motor listrik akan menghasilkan mekanisme putaran untuk

menggerakkan engkol yang menghubungkan pisau cutter pada mesin pemotong. Gerakan mata pisau yang berada pada pemotong plat adalah bergerak secara vertikal.

Gambar 3.32 Mekanisme Gerakan Cutter Sumber : Rakhmat Himawan (2012)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM

3.1. Desain Benda Kerja (terlampir) 3.2. Flowchart Pengerjaan


Mulai

Benda Kerja, Mesin, Deain dan Alat Bantu Besi Siku, Esser Pengukuran Bahan Sesuai Desain

Pemotongan

Cek Sesuai Desain ya Proses Assembly Freme (1,2,3) Proses Assembly Grill (1,2,3)

tidak

Cek Kekuatan Las ya Finishing

tidak

Grill

Selesai

Gambar 3.1 Flowchart Proses Kerja Grill

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB IV HASIL PRAKTIKUM


4.1. Rumus Perhitungan 4.1.1. Las 1. Daya pengelasan (P) P= V.I.cos (W) dimana : V = tegangan (Volt) I = besar arus (Ampere) Cos = faktor daya 2. Kekuatan las Po = 2.h.L. (Kg) dimana : Po = 2.h.L. h = tebal las (mm) L = panjang pengelasan (mm) = tegangan geser ijin (kg/mm2) 3. Panas yang timbul (Q) Q = 0,24.I2.RT (Kalori) dimana : R = tahanan (Ohm) t = waktu pengelasan (detik)

4.1.2. Bor 1. Kecepatan pengeboran (m/menit) dimana : D = diameter bor (mm) n = kecepatan Putar spindle (rpm)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 2. Feed Motion (s) (mm/rev) dimana : L = kedalaman pengeboran (mm) i = banyaknya pemakanan s = feed motion (mm/rev) n = putaran mesin (rpm) 3. Momen torsi Mt = C.D1,9.s0,8 (kg.mm) dimana : C = konstanta bahan (kg/mm2 ) s = feed motion (mm/rev) 4. Daya pengeboran (Nc) Nc = (Kw)

4.1.3. Pemotong Pelat 1. Gaya pemotongan (F) F=

(kg)

dimana : t = tebal pelat (mm) s = tegangan geser pelat (kg/ mm2) = sudut pemotongan (o) 2. Kecepatan pemotongan (V) V= (m/menit)

dimana : L = jarak antar pisau n = putaran mesin (rpm) 3. Daya pemotongan Nc = (HP), dimana :

F = gaya pemotongan (kg)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 V = kecepatan pemotongan (m/menit)

4.2. Data Praktikum 4.2.1. Las Jenis bahan Tegangan Arus Tebal las Panjang pengelasan Tahanan Waktu pengelasan Faktor daya Tegangan geser = Baja eser = 380 Volt = 70 Amper = 5,4 mm = 50 = 5,43 Ohm = 10,48 Detik = 0,8 = 37,5 Kg/mm2

Jenis Bahan Tegangan Arus Tebal las Panjang pengelasan Tahanan Waktu pengelasan Faktor daya Tegangan geser 4.2.2. Bor Tegangan Diameter mata bor Kecepatan putar Panjang Pengeboran Banyak Pemakanan Waktu Pengeboran Konstanta Bahan Besi siku

= Plat = 380 Volt = 65 Amper = 3,1 mm = 51,61 mm = 5,85 Ohm = 17,20 Detik = 0,8 = 37,5 Kg/mm2

= 380 Volt = 6 mm = 700 rpm = 3 mm = 5 kali = 21,34 detik = 84,7 kg/mm2

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Plat = 37,5

4.2.3. Pemotong Pelat Jenis bahan Tebal plat Tegangan geser plat Sudut pemotongan Jarak pisau Putaran mesin 4.3. Perhitungan 4.3.1. Las 1. Daya pengelasan (P) a. Pelat P= V.I.cos (W) P= 380 x 70 x 0,8 (W) P= 21200 (W) b. Baja esser P= V.I.cos (W) P= 380 x 65 x 0,8 (W) P= 19760 (W) 2. Kekuatan las a. Pelat Po= 2.h.L. (Kg) Po= 2 x 5,4 x 50 x 37,5 (Kg) Po= 20250 (Kg) b. Baja esser Po= 2.h.L. (Kg) Po= 2 x 3,1 x 51,6 x 37,5 (Kg) Po= 11977 (Kg) 3. Panas yang timbul a. Pelat Q = 0,24.I2.RT = 0,24.I.V.T(Kalori) Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya = Plat = 1 mm = 35 kg/mm2 = 200o = 90 mm = 750 rpm

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Q = 0,24 x 70 x 380 x 10,48 (Kalori) Q = 66904,32 (Kalori) b. Baja esser Q = 0,24.I2.RT = 0,24.I.V.T (Kalori) Q = 0,24 x 65 x 380 x 17,20 (Kalori) Q = 101961,6 (Kalori) 4.3.2. Bor 1. Kecepatan pengeboran a. Kecepatan pengeboran aktual (m/menit) (m/menit) (m/menit) b. Kecepatan pengeboran berdasarkan tabel

Gambar 4.1 Kecepatan Mesin Bor


Sumber : Buku Petunjuk Praktikum Proses Manufaktur I (2012)

Penyelesain : rpm 500 700 2000 V 4 X 10

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

14 (m/menit) 2. Feed Motion (s) (mm/rev) (mm/rev) (mm/rev) 3. Momen torsi a. Besi siku Mt = C.D1,9.s0,8 (kg.mm) Mt = 84,7 x 61,9 x ( Mt = 84,7 x 30,095 x Mt = 267,65 (kg.mm) b. Pelat Mt = C.D1,9.s0,8 (kg.mm) Mt = 37,5 x 61,9 x (0,06)0,8 (kg.mm) Mt = 37,5 x 30,095 x Mt = 118,499 (kg.mm) 4. Daya pengeboran (Nc) a. Besi siku Nc = Nc = Nc = 0,192 (W) b. Pelat Nc = (W) (W) (W) (kg.mm) )0,8 (kg.mm) (kg.mm)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Nc = Nc = 0,085 (W) 4.3.3. Pemotong Pelat 1. Gaya pemotongan (F) F= F= F=

(W)

(kg) (kg) (kg)

F = 48,0769(kg) 2. Kecepatan pemotongan (V) V= V= V= (m/menit) (m/menit) (m/menit)

V = 135(m/menit) 3. Daya pemotongan Nc = Nc = Nc = (HP) (HP) (HP)

Nc = 1,442(HP)

4.4. Studi Kasus a. Hasil Pengelasan yang Mengalami Under Cut atau Pengerukan

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013
Gambar 4.2 Timbul Under Cut pada Hasil Pengelasan Sumber: Dokumentasi Kelompok 23 (2012)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Penyebab: Hal ini disebabkan karena penggerakan elektroda yang terlalu lama dan posisi pengelasan yang kurang tepat sehingga dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan konstruksi pada benda kerja Solusi: Pergerakan elektroda stabil sehingga tidak menimbulkan lubang dan menggunakan arus yang sesuai dengan jenis logam. b. Munculnya Terak Pada Hasil Pengelasan

Gambar 4.3 Timbul Terak Pada pengelasan Sumber: Dokumentasi Kelompok 23 (2012)

Penyebab: Hal ini disebabkan karena setelah proses pengelasan tidak dipukul oleh palu sehingga terak munutupi daerah pengelasan ketika sudah mendingin Solusi: Ketika proses pengelasan selesai daerah hasil pengelasan harus dipukul oleh palu. Tapi apabila hal itu dilakukan benda kerja belum terlihat rapi lebih baik permukaannya di grinda supaya lebih rata. c. Pemotongan baja eser yang tidak sampai besi siku

Gambar 4.4 baja eser yang tidak sampai besi siku Sumber: Dokumentasi Kelompok 23 (2012)

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013 Penyebab Hal ini disebabkan karena kesalahan praktikan ketika mengukur menggunakan meteran. Solusi Ketika pengukuran seharusnya dilebihi beberapa centimeter sehingga jagajaga kalau pengukurannya kurang. d. Jarak antar baja eser tidak sesuai benda kerja

Gambar 4.5 Baja Eser Jaraknya Tidak Sama Sumber: Dokumentasi Kelompok 23 (2012)

Penyebab Hal ini disebabkan karena kesalahan praktikan ketika pemberian tanda dan pengukuran. Solusi Ketika pemberian tanda pada besi siku seharusnya diukur dengan teliti supaya jarak antar besi eser bisa sama sesuai dengan desain.

Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Laporan Praktikum Proses Manufaktur I Program Studi Teknik Industri Semester Ganjil 2012/2013

BAB V PENUTUP

5.1. Simpulan Untuk menghindari hasil pengelasan yang berlubang maka dibutuhkan ketepatan waktu dalam melumerkan logam sehingga logam tidak akan berlubang. Selain itu, diperlukan penyesuaian terhadap arus karena apabila arus yang digunakan terlalu besar maka benda akan berlubang. Agar didapatkan hasil pengelasan yang kokoh, sebaiknya pencairan logam oleh elektroda harus lebih lama karena logam yang akan disambungkan belum mencair dengan baik. Hal ini menyebabkan hasil pengelasan yang mudah terlepas. Pada hasil pengelasan terjadi banyak terak yang disebabkan praktikan tidak langsung memukul terak tersebut sehingga terak lengket dengan besi dan sudah mengeras. Oleh karena itu, seharusnya terak segera dipukul setelah nyala api hilang dari besi agar tidak mengeras pada benda kerja.

5.2. Saran Praktikan dianjurkan untuk berhati-hati dalam pengoperasian mesin bor, mesin las, dan mesin pemotong pelat. Praktikan harus mengutamakan kesehatan dan keselamatan kerja serta memahami materi dan penerapan aplikasi alat-alat saat mengoperasikan mesin ketika praktikum. Asisten lab seharusnya lebih intensif melakukan pemantauan terhadap praktikan ketika melakukan praktikum sehingga bisa meminimalisir tindakan ceroboh praktikan saat praktikum. Asisten lab ketika mendampingi praktikum seharusnya juga menggunakan katelpak jaga-jaga kalau terjadi kecelakaan kerja. Untuk Lab. Proses Produksi perlunya peremajaan terhadap mesin yang sudah tua karena toleransi ketilitianya kurang akurat sehingga benda kerja yang akan dibuat hasilnya tidak sesuai yang kita harapkan Laboratorium Proses Produksi 1 Teknik Mesin Universitas Brawijaya

Anda mungkin juga menyukai