Anda di halaman 1dari 16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Naskah akademik Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas Perpajakan bagi Organisasi Masa dan Lembaga Nirlaba ini disusun berpedoman pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-01.PP.01.01 Tahun 2008 tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Perundang-Undangan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Perundang-Undangan. Latar belakang penyusunan rancangan ini dilandasi oleh landasan filosofis, yuridis dan sosiologis. 1.1.1. Landasan Filosofis Suasana kebatinan atas kemerdekaan setiap warga negara yang bebas serta diakui hakhaknya dijamin oleh konstitusi, baik di dalam pembukaan UUD 1945 maupun pasalpasalnya. Negara berkewajiban untuk menjamin, mengatur, menumbuhkembangkan hak dan kebebasan dalam kerangka pendidikan dan pembinaan hukum, sehingga hak dan kebebasan setiap warga negara tetap tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undangundang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.1 Sarana dalam menyuarakan aspirasi yang berkembang di dalam masyarakat selain melalui wadah-wadah demokrasi yang bersifat kelembagaan negara dan swasta dapat pula diwujudkan dalam bentuk partisipasi aktif maupun pasif melalui organisasi masa dan lembaga nirlaba. Negara berkewajiban memberi ruang kebebasan dan hak setiap warganya untuk berperan dalam pendidikan demokrasi dalam wadah demokrasi Pancasila. Fungsi, peran dan kebermanfaatan organisasi masa dan lembaga nirlaba dalam ranah pelayanan kepada masyarakat dalam menyuarakan demokrasi untuk membela kepentingan masyarakat, menjadikannya sebagai satu pilar di luar trias politika dan sebagai barometer sehat tidaknya demokrasi rakyat yang berdaulat sebagaimana amanah konstitusi adalah sehat tidaknya organisasi masa dan lembaga nirlaba di suatu negara dalam mengawal demokrasi
1

Undang-undang Dasar 1945 amandemen ke 4, Pembukaan dan pasal-pasalnya

Pancasila. Sedemikian penting peran, fungsi dan kebermanfaatan organisasi masa dan lembaga nirlaba sebagai garda demokrasi, di sisi lain lemahnya kelembagaan, sumberdaya, serta program-programnya untuk mengawal lajunya pembangunan yang adil dan makmur amanah konstitusi, sehingga kebutuhan akan peningkatan kapasitas untuk keberlanjutan organisasi ini sangat mendesak. Peraturan yang ada saat ini, dirasakan belum mampu untuk memberikan peningkatan kapasitasnya sebagai organisasi pengawal demokrasi yang objektif, transparan, akuntabel dan berkelanjutan dalam kerangka demokrasi pancasila, sehingga dibutuhkan pemberian fasilitas pendorong antara lain dalam bentuk fasilitas perpajakan.2 1.1.2. Landasan Yuridis Bila dilihat dari legalitasnya baik Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Masa, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang, Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 tentang Yayasan, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, belum secara eksplisit menegaskan pemberian fasilitas perpajakan. Sedangkan di dalam Undang-Undang Perpajakan, baik Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai baru sebagian memberikan ruang fasilitas perpajakan baik subjek, objek pajak maupun administrasi bagi Organisasi Masa dan Lembaga Nirlaba, tetapi belum maksimal memberi ruang keleluasaan fiskal bagi peningkatan kapasitasnya. Peraturan Perpajakan belum mengatur secara khusus fasilitas perpajakan bagi subjek, objek pajak dan administrasi untuk organisasi masa, akan tetapi telah mengatur fasilitas perpajakan untuk subjek dan objek pajak bagi lembaga nirlaba yang bergerak di bidang keagamaan, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, social dan olah raga; baik berbentuk fasilitas pengecualian (tax exempt) maupun pengurangan (tax deduction) meliputi pajak penghasilan maupun pajak pertambahan nilai serta tax relief. Hal ini memunculkan ketidakadilan dari perlakuan pemberian fasilitas perpajakan, meskipun organisasi masa dan lembaga nirlaba selain ketiga jenis itu mempunyai andil dalam penguatan demokrasi yang sehat yang tidak dapat dilakukan oleh pemerintah, karena peran, fungsi dan kedudukannya berbeda. Sehingga fasilitas kebijakan perpajakan tidak disarankan untuk diberikan kepada jenis organisasi masa maupun jenis/macam dana yang diperolehnya atau tujuannya, tetapi lebih kepada bagaimana kombinasi berbagai faktor yang secara politis dapat memberikan ruang yang kondusif dalam demokrasi pancasila. Kesetaraan dalam pemberian fasilitas perpajakan bagi Organisasi Masa dan Lembaga Nirlaba juga merata di berbagai belahan negara seperti Amerika Serikat, Korea Selatan,
2

Direktorat Politik dan Komunikasi Kementerian Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Bappenas, Peran gerakan filantropi untuk keberlangsungan organisasi masyarakat sipil, Desember 2010, Bab V

Jepang, Australia, dan negara-negara Eropa Tengah dan Timur pecahan Yugoslafia (Balkan) dengan berbagai bentuk variasinya. 3 Sebagai contoh adalah negara AS, dimana Ditjen Pajaknya (IRS) memberikan fasilitas khusus dan formulir khusus bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba dalam penyampain SPTnya.4 Sehingga kebutuhan akan harmonisasi di antara Peraturan Perundang-Undangan dan peraturan pelaksanaannya serta mendesaknya pemberian fasilitas perpajakan bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba yang mengkombinasikan antar jenis aktifitasnya (subjek pajak) dan objek pajaknya (jenis/macam dana yang diperolehnya) serta bagaimana kemudahan administrasinya dengan tetap memperhatikan kesetaraan perlakuan perpajakan dengan negara mitra dan kebiasaan internasional, penting dilakukan. Dengan sedang disusunnya RUU tentang Organisasi Masyarakat yang sudah ada di DPR, kebutuhan akan peraturan pemerintah sebagai pelaksanaannya, yang memberikan stimulasi organisasi masa dan lembaga nirlaba dalam bentuk fasilitas perpajakannya sebagai payung hukum pelaksanaan mendesak dilakukan.

1.1.3. Landasan Sosiologis Sejarah Masyarakat Sipil adalah juga sejarah Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Kebebasan Individu. Keberadaannya telah terlacak jauh semenjak zaman Yunani kuno. Perbincangan tentang Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) sendiri adalah perbincangan sejarah sosial demokrasi dalam membangun kesejahteraan manusia5. Sejak reformasi tahun 1998, OMS menemukan momentumnya tumbuh dengan pesat. Hegemoni kebebasan berdemokrasi ini diikuti dengan pertumbuhan organisasi masa sebagai salah satu pilar penguat demokrasi. Sampai pertengahan Februari 2012, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat organisasi masyarakat (ormas) di Indonesia berjumlah 65.577. Saking banyaknya, Kemendagri mengaku kesulitan dalam mengatur ormas-ormas tersebut. Dari keseluruhan ormas tersebut yang tercatat di Kemendagri ada 9.058, di tingkat provinsi 14.413 ormas dan di tingkat kabupaten dan kota mencapai 42.106 ormas. 6 Sedangkan data OMS menurut Kementerian Koordinator bidang Politik, hukum dan Keamanan berjumlah 21.569.7

3 4

http://www.oefg.at/text/Tax_Preferences_for_NGOs.pdf http://www.irs.gov/pub/irs-pdf 5 Ibid, Bab II, hal 16 6 http://news.detik.com/read/2012/02/17/173316/1845443/10/wow-kemendagri-catat-jumlah-ormas-diindonesia-65577 7 Laporan NPO Indonesia, http://www.ngoregnet.org/Library/NPO_review_indonesia.pdf

Peran dan fungsi OMS adalah sebagai bagian dari pilar demokrasi dari tiga pilar lainnya yaitu lembaga negara dan pelaku usaha (swasta), dan OMS sebagai barometer sehat tidaknya demokrasi suatu negara. Di sisi lain masih banyak OMS yang secara kelembagaan, SDM, dan pendanaan mengalami kendala, 8 dan masih terdapat OMS yang anarkhis yang meresahkan masyarakat, dimana pemerintah sulit menindaknya (membubarkannya).9 Pemahaman dan persepsi-persepsi yang keliru terhadap eksistensi dan peran OMS, serta munculnya stigma negatif dan stereotipe di kalangan publik dan aktivis OMS juga membuat lembaga ini terhambat dalam menggalang dukungan dan sumber daya. Terlebih lagi menguatnya posisi dan pengaruh kelompok-kelompok anti demokrasi yang menyulitkan OMS untuk mengkampanyekan program-programnya.10 Dari kajian Bappenas disebutkan : Berjalan dan tegaknya hak sipil dan hak politik warga negara merupakan indeks yang baik bagi keberlangsungan dan masa depan demokrasi di Indonesia. Dan di sisi lain, partisipasi individu dan institusi sipil dalam menjaga keberlangsungan dan keberlanjutan OMS adalah ciri mendasar dari sehatnya demokrasi. Partisipasi dan dukungan ini dapat diwujudkan dengan mengerakkan filantropi sebagai sumber alternatif pendanaan bagi keberlanjutan OMS dan program-program demokrasi yang dijalankannya. Namun, peran tersebut hanya bisa dicapai apabila organisasi-organisasi masyarakat sipil sendiri bertindak secara profesional, transparan, dan akuntabel terkait dengan pengelolaan dana/ sumber daya yang dipercayakan. Selain itu, gerakan filantropi di Indonesia juga bisa menjadi gerakan yang efektif jika pemerintah menyediakan lingkungan sosial, politik dan hukum yang kondusif (enabling environment), salah satunya dalam bentuk insentif pajak (tax exemption) bagi organisasi dan kegiatan. Dukungan ini menjadi penting mengingat filantropi bisa menjadi sumber daya alternatif di tengah ketidakberdayaan negara dalam mengatasi berbagai persoalan sosial yang terjadi di masyarakat.11 Pemerintah melalui Bappenas dalam kajiannya merekomendasikan pemberian penghargaan dan insentif kepada lembaga yang telah memberikan pelayanan kepada masyarakat, baik berupa tax deduction maupun tax exemption, atau bentuk-bentuk lainnya. Karena OMS turut membantu tugas-tugas melayani masyarakat.12

8 9

Bappenas, ibid, Bab I, hal 11 http://www.bbc.co.uk/indonesia/forum/2012/02/120215_forumormas.shtml 10 Bappenas, ibid, Bab V, hal 99 11 Direktorat Politik dan Komunikasi Kementerian Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional, Bappenas, Peran gerakan filantropi untuk keberlangsungan organisasi masyaraat sipil, Desember 2010, Bab ...., hal.... 12 Ibid, Bab V, hal 103

Pemberian fasilitas perpajakan bagi OMS ini juga merata di berbagai negara seperti Amerika Serikat, dan negara-negara eropa tengah, dan pecahan Yugoslafia (Balkan) dengan berbagai bentuk variasinya.13 14 Bila dilihat dari legalitasnya baik Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang, Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 tentang Yayasan, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan dan Undang-Undang Perpajakan, fasilitas perpajakan untuk OMS belum secara eksplisit ditegaskan, sehingga memerlukan harmonisasi antar PerUUan dan peraturan pelaksanaannya. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai baru sebagian memberikan ruang fasilitas perpajakan baik subjek, objek pajak maupun administrasi bagi OMS, tetapi belum maksimal memberi ruang keleluasaan fiskal bagi peningkatan kapasitas OMS. Ditjen Pajak AS, IRS sudah memberikan fasilitas khusus bagi OMS dalam penyampaian SPTnya yaitu model SPT Khusus untuk OMS. 15 Negara menyadari fungsi dan peran penting OMS sebagai barometer sehat tidaknya demokrasi, sehingga negara berusaha mendorong OMS untuk tumbuh dengan sehat di dalam lingkungan yang kondusif, dan sebagai regulator negara berkewajiban mengaturnya dalam wadah yang jelas dan teradministrasi sebagai mitra negara. Kelemahan OMS antara lain lemahnya pendanaan untuk meningkatkan kapasitasnya, dan salah satu insentif pemerintah adalah dengan memberikan stimulasi fiskal dalam bentuk fasilitas perpajakan. Sehingga dirasakan sangat mendesak, untuk dikaji lebih mendalam pemberian fasilitas perpajakan bagi OMS, baik yang bergerak di lini penyandang dana (filantrop), OMS/individu mediator, OMS/individu pengelola, OMS/individu penerima dengan tetap secara politis mempertimbangkan kapasitas fiskal APBN. Atas latar belakang itulah diperlukan kajian lebih mendalam bentuk fasilitas perpajakan yang bagaimanakah yang dibutuhkan organisasi masa dan lembaga nirlaba sebagai pilar demokrasi dan di lini manakah fasilitas ini diberikan; bagaimana regulasi perpajakan saat ini mengatur organisasi masa dan nirlaba; ada tidaknya fasilitas perpajakan yang diberikan, bagaimana polarisasi praktek-praktek kegiatan/program (business process) organisasi masa dan lembaga nirlaba saat ini, sebagai bahan usulan rancangan peraturan pemerintah tentang fasilitas perpajakan bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba.
13 14 15

http://www.oefg.at/text/Tax_Preferences_for_NGOs.pdf
http://siteresources.worldbank.org/INTPCENG/Resources/SURVEYOFTAXLAWSAFFECTINGNGOSINCENTRAL.pdf

http://www.irs.gov/pub/irs-pdf/f990ez.pdf

1.2 Permasalahan Naskah akademik ini secara khusus mengkaji pembuatan rumusan rancangan peraturan pemerintah tentang fasilitas perpajakan bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba. Secara umum, penelitian ini dititiktekankan untuk menjawab pertanyaan utama penelitian (granteur question), yakni: Bentuk fasilitas perpajakan yang bagaimanakah yang dibutuhkan organisasi masa dan lembaga nirlaba sebagai pilar demokrasi sebagai bahan dalam pembuatan rumusan rancangan peraturan pemerintah? Pertanyaan utama penelitian itu selanjutnya diturunkan dalam beberapa pertanyaan khusus (sub-question) yang sifatnya lebih operasional, yaitu: Pertama, Bagaimana regulasi perpajakan saat ini mengatur organisasi masa dan nirlaba; ada tidaknya fasilitas perpajakan yang diberikan?, Kedua, Bagaimana polarisasi praktek-praktek bisnis (business process) organisasi masa dan lembaga nirlaba saat ini?, Ketiga, Kebutuhan fasilitas perpajakan yang bagaimanakah yang diharapkan organisasi masa dan lembaga nirlaba?, Keempat, Bagaimana batasan-batasan teori dan UU Perpajakan atas pemberian fasilitas perpajakan bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba?, Kelima, Bagaimana usulan fasilitas perpajakan ke dalam rancangan peraturan pemerintah? Pembahasan pertanyaan ini lebih banyak berkaitan dengan rekomendasi bentuk fasilitas perpajakan bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan pemerintah. Rekomendasi ini disusun dengan mengacu pada hasil pembahasan dari pertanyaan-pertanyaan sebelumnya yang dikaitkan dengan berbagai teori yang digunakan dalam penelitian dan Undang-Undang Perpajakan serta peraturan pelaksanaannya saat disusunnya naskah ini.

1.3 Tujuan dan Signifikansi Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: a. Mengetahui fasilitas perpajakan yang ada untuk organisasi masa dan lembaga nirlaba saat ini;

b. Mengetahui fasilitas perpajakan yang dibutuhkan organisasi masa dan lembaga nirlaba saat penelitian; c. Mengetahui sejauhmana fasilitas perpajakan dijalankan oleh beberapa negara di dunia bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba d. Menyusun usulan rekomendasi rancangan fasilitas perpajakan bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba ke dalam rancangan peraturan pemerintah

Signifikansi Penelitian a. Signifikansi Akademis Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Bappenas tentang peran gerakan filantropi untuk keberlajutan organisasi masyarakat sipil yang merekomendasikan pemberian penghargaan dan insentif kepada lembaga yang telah memberikan pelayanan kepada masyarakat, baik berupa tax deduction maupun tax exemption, tax relief atau bentuk-bentuk lainnya dan naskah akademik tentang naskah akademik rancangan peraturan pemerintah tentang fasilitas perpajakan bagi ormas dan lembaga nirlaba yang dilakukan oleh SETIAMI. Penelitian ini mencoba mengkaji fasilitas perpajakan yang ada, kebutuhan akan fasilitas perpajakan dan usulan rekomendasi fasilitas perpajakan bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba ke dalam rancangan peraturan pemerintah. Hasil penelitian ini memberi gambaran mengenai fasilitas perpajakan yang telah ada bagi ormas dan lembaga nirlaba, apa saja fasilitas perpajakan yang dibutuhkan ormas dan lembaga nirlaba, dan usulan rekomendasi fasilitas perpajakan sebagai rancangan peraturan perpajakan. Pemberian fasilitas perpajakan ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas ormas dan lembaga nirlaba dalam keberlangsungan aktifitasinya sebagai mitra dari lembaga demokrasi yang lainnya dan sebagai barometer demokrasi yang sehat. Hasil Hasil penelitian ini dapat memperkaya wacana seputar kajian kebijakan perpajakan di bidang lainnya di Indonesia dan dapat dijadikan referensi dalam pengembangan riset-riset lanjutan. b. Signifikansi Praktis Penelitian ini menjadi relevan dengan kondisi sekarang di mana kegiatan organisasi masa dan lembaga nirlaba yang berkembang pesat dan sebagai salah satu pilar sehatnya demokrasi, sehingga dibutuhkan ormas dan lembaga nirlaba yang benar-benar profesional, objektif, transparan dan bertanggungjawab. Karena peran ormas dan lembaga nirlaba yang demikian, di sisi lain pemerintah sebagai pengatur tatanan kehidupan berbangsa dan

bernegara berkewajiban memberikan iklim dan ruang gerak untuk tumbuh berkembang secara mandiri dan berkelanjutan. Sehingga ormas dan lembaga nirlaba dapat mengembangkan kapasitasnya salah satunya dengan diberikan fasilitas perpajakan karena perannya yang tidak dapat dilakukan oleh lembaga-lembaga negara, dimana mereka bergerak dalam isu-isu demokrasi, dan mengatasi persoalan-persoalan ketidakadilan di masyarakat, dengan keterbatasan sumber daya yang dimilikinya belum menjamin keberlanjutan program dan organisasinya. Dengan pemberian fasilitas perpajakan ini secara praktis akan meningkatkan kapasitasnya secara berkelanjutan.

1.4 Methodologi Penelitian 1.4.1 Pendekatan penelitian Berdasarkan pendekatan penelitian yang dikemukakan oleh Creswell (1994), maka penelitian ini termasuk pada katagori penelitian dengan pendekatan kualitatif studi kebijakan karena peneliti ingin mendeskripsikan kebijakan pemerintah tentang fasilitas perpajakan bagi ormas dan lembaga nirlaba, implementasi dan kebutuhan akan fasilitas perpajakan, serta usulan formulasi kebijakan yaitu usulan fasilitas perpajakan ke dalam peraturan pemerintah 16 . Pendekatan kualitatif studi kebijakan digunakan karena organisasi masa dan lembaga nirlaba sebagai obyek penelitian dalam realitasnya bersifat subjektif dan bisa dikaji dari berbagai aspek atau sudut pandang. Karena itu, peneliti, seperti yang disarankan Merriam dalam Creswell (1994), lebih menitikberatkan pada proses dibandingkan hasil. Peneliti juga lebih menekankan pada makna yang tergambar dari informasi yang dihasilkan, baik dari kajian literatur, wawancara, maupun pengamatan lapangan. Pada akhirnya peneliti mendeskripsikan dan memaknai data-data yang diperoleh dengan cara induktif sehingga menghasilkan sebuah konsep dan teori yang terkait dengan usulan fasilitas perpajakan yang lebih luas bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba dalam mendukung keberlangsungannya karena peran ormas dan lembaga nirlaba sebagai penyehat demokrasi. 1.4.2 Tipe Penelitian Menurut tipologi yang diberikan oleh Neuman (2003) dan Prasetya (2006), maka berdasarkan tujuannya, penelitian ini tergolong dalam penelitian studi kebijakan (policy research) yang bersifat konstruktivisme, yaitu penelitian yang berusaha untuk melihat kebijakan secara terperinci mengenai kebijakan perpajakan bagi ormas dan lembaga nirlaba dalam mendukung program dan keberlanjutannya dengan menangkap apa yang terdapat di
16

John. W. Creswell, Research Desain: Qualitative and Quantitative Approaches, Housands Oaks, Sagepublication, 1994. hal. 5

benak subjek penelitian dan kemudian mengkontruksinya menjadi suatu konsep analisis sebagai acuan usulan kebijakan. Namun, jika ditinjau dari manfaatnya, penelitian ini bisa dikategorikan sebagai penelitian terapan (applied research) karena hasil penelitian ini diharapkan bisa dimanfaatkan dan diterapkan dalam usaha mendorong organisasi-organisasi masa dan nirlaba, untuk dapat memanfaatkan fasilitas perpajakan dalam meningkatkan kapasitas organisasinya secara berkelanjutan.17

1.4.3 Subjek Penelitian Adapun yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini adalah individu, komunitas dan organisasi, yakni: Individu komunitas yang mempunyai tugas dan berwenang serta membawahi organisasi masa dan lembaga nirlaba dan peraturan perpajakan, individu yang bertanggungjawab terhadap organisasi masa dan lembaga nirlaba, individu yang memberikan dukungan/ sumbangan yang signifikan bagi pendanaan program-program demokrasi yang dijalankan oleh ormas dan lembaga nirlaba. Komunitas yang memberikan dukungan/sumbangan yang signifikan bagi pendanaan program-program demokrasi yang dijalankan oleh ormas dan lembaga nirlaba. Organisasi/konsultan pajak dan Kantor Akuntan Publik yang melakukan yang memberikan jasa konsultasi dan opini keuangan ormas dan lembaga nirlaba Organisasi/ Institusi filantropi yang menjadi pendukung/donatur bagi program-program demokrasi yang dijalankan oleh ormas dan lembaga nirlaba: Yayasan keluarga, Yayasan amal/filantropi, lembaga amil zakat, yayasan keluarga, media massa, dan perusahaan. Ormas dan lembaga nirlaba yang memobilisasi dukungan dan sumber daya untuk pembiayaan program-program penguatan demokrasi. Program demokrasi dititikberatkan pada tiga aspek, yakni Hak-hak politik (Political Rights), Kebebasan Sipil (Civil Liberty) dan Penguatan Institusi Demokrasi. Beberapa Ormas dan lembaga nirlaba yang masuk dalam tiga aspek penguatan demokrasi tersebut adalah: Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan Kebebasan Berkumpul/ Berserikat (Civil Liberty)

17

W. Lawrence Neuman. Social Research Methods, Qualitative and Quantitative Approaches. Fouth edition. Needam Heights: Allyn & Bacon, 2002. hal. 21-25

Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan Kebebasan Berpendapat (Civil Liberty) Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan Kebebasan Berkeyakinan (Civil Liberty) Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan Kebebasan dari Diskriminasi non Agama (Civil Liberty) Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan Partisipasi Pengawasan Pemerintah (Political Right) Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan Partisipasi Politik (Hak politik) Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan Penguatan institusi pelaksana Pemilu (Institusi demokrasi) Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan penguatan Peran DPR/DPRD (Institusi demokrasi) Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan penguatan peran Parpol (Institusi demokrasi) Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan penguatan peran institusi Peradilan (Institusi demokrasi) Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan Penguatan media (Institusi demokrasi) Ormas dan lembaga nirlaba dengan isu/program menjamin dan mewujudkan Penguatan organisasi dan aktivis Ormas dan lembaga nirlaba (Institusi demokrasi)

Penelitian dilakukan dalam kurun waktu 6 bulan, mulai 21 April 2012. Penelitian dilaksanakan di 5 kota: Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya dan melibatkan .... ormas dan .... lembaga nirlaba. (daftar ormas dan lembaga nirlaba terlampir) Selama proses pemilihan subjek penelitian akan digunakan sumber-sumber berikut: i. ii. iii. iv. Direktori lembaga filantropi dan organisasi sumber daya lokal di Indonesia; Direktori yayasan sosial dan LSM di Indonesia; Direktori kantor konsultan pajak dan akuntan publik; Laporan berbagai survei dan penelitian mengenai perkembangan filantropi di Indonesia;

v. vi. vii. viii. ix.

Laporan berbagai survei dan penelitian mengenai organisasi masa: Laporan mengenai indeks demokrasi dan indeks masyarakat sipil Laporan program dan keuangan ormas dan lembaga nirlaba Pemberitaan media Data base, situs jaringan, brosur, dan lain-lain.

1.4.4 Informan penelitian Informan penelitian adalah individu dan/atau pengelola/ pegiat organisasi masa, lembaga nirlaba, Bappenas, konsultan pajak, kantor akuntan, Direktorat Penguatan ekonomi Depdagri, Ditjen pajak, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Polhukam dengan syarat-syarat memiliki kompetensi dan bertugas sehari-hari pada bidang yang berhubungan langsung dengan tujuan penelitian, serta memiliki posisi strategis dalam struktur organisasi, institusi/lembaga, ormas maupun lembaga nirlaba. Mereka berasal dari kalangan direktur dan staff, pendiri, pengurus atau pelaksana harian organisasi, institusi/lembaga, filantropi, ormas maupun lembaga nirlaba yang menjadi subjek penelitian ini. Peneliti juga mewawancarai beberapa informan di luar organisasi, organisasi masa maupun lembaga nirlaba yang berperan sebagai donatur/pendukung, mitra maupun beneficiaries (penerima manfaat) dari berbagai program yang dijalankan ormas dan lembaga nirlaba. Selain itu, peneliti juga melakukan wawancara dengan ahli dan praktisi ormas dan lembaga nirlaba serta ahli perpajakan di Indonesia untuk mendapatkan perspektif orang mengenai fasilitas perpajakan dan perannya dalam menjamin keberlanjutan ormas dan lembaga nirlaba. 1.4.5 Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder sebagai bahan analisis. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara secara langsung dengan informan penelitian berdasarkan daftar pertanyaan yang disiapkan untuk mempertajam analisis kualitatif. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya, pendapat pakar, ataupun buku-buku referensi yang relevan dengan tema penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan empat cara, yakni wawancara mendalam, FGD (Focussed Group Discusion), studi kepustakaan dan observasi langsung. Setelah menentukan subjek penelitian, peneliti menghubungi informan-informan kunci dari organisasi yang diteliti untuk melakukan wawancara tatap muka secara mendalam. Semua hasil wawancara direkam, dituliskan dan hasil transkrip wawancaranya digunakan sebagai data primer.

Seperangkat panduan wawancara yang berisi pertanyaan-pertanyaan kunci dibuat untuk keperluan wawancara tersebut. Peneliti juga menggunakan laporan tahunan organisasi masa dan laporan kegiatan lembaga nirlaba (yayasan) yang menjadi subjek kajian, serta dokumen-dokumen lain yang relevan dari yayasan keluarga yang menjadi objek penelitian. Sementara riset kepustakaan dan peraturan perpajakan dilakukan sebagai bahan, fasilitas perpajakan yang ada saat penelitian untuk memperluas wawasan dan memperkaya data yang ada. Pada riset kepustakaan ini perhatian diberikan pada peraturan perpajakan apa saja yang telah ada ormas dan lembaga nirlaba, teori-teori yang terkait dengan fasilitas perpajakan, laporan-laporan survei, hasil penelitian dan studi kasus, serta publikasi tentang fasilitas perpajakan yang relevan dengan objek kajian. 1.4.6 Teknik Analisis Berdasarkan teknik analisis data yang dikemukakan oleh Creswell (1994: 153-155), analisis penelitian ini dilakukan secara bersamaan pada saat pengumpulan data, interpretasi data, dan penulisan laporan. Teknik analisis ini dipilih karena data kualitatif bersifat cair dan terus berkembang. Karena itu, peneliti perlu memberikan ruang terhadap perkembangan data yang terjadi di lapangan. Selain itu, teknik analisis ini memungkinkan analisis yang dilakukan peneliti lebih bersifat dinamis dan berkembang sejalan dengan proses penelitian. Peneliti bisa terus melakukan pengecekan dan kontekstualisasi antara data yang didapat sebelumnya dengan data-data lainnya yang diperoleh setelahnya. Data primer yang digunakan sebagai basis analisis adalah transkrip hasil wawancara mendalam yang dilakukan kepada informan-informan terkait. Berbagai teknik coding dilakukan untuk mengkategorisasi berbagai konsep yang muncul dan kemudian menyesuaikannya dengan operasionalisasi konsep yang diajukan sebelumnya. Data yang didapat dari FGD untuk melengkapi dan memperdalam data yang didapat dari wawancara mendalam. Sedangkan penggunaan data sekunder lain juga dilakukan untuk mendukung temuan-temuan selama penelitian. Adapun data sekunder yang digunakan seperti: peraturan perpajakan, artikel/jurnal perpajakan, pendapat ahli perpajakan dari internet tentang fasilitas perpajakan bagi ormas dan lembaga nirlaba. Proses analisis diawali dengan merumuskan konsep atau teori yang akan digunakan dalam penelitian ini. Data-data yang berhasil dikumpulkan dari nara sumber kemudian dikelompokkan dan diorganisasikan berdasarkan konsep-konsep yang telah dirumuskan sebelumnya. Data-data tersebut kemudian diinterpretasikan berdasarkan sistematika

penelitian, yakni pemetaan jenis peraturan, jenis pajak, jenis usaha, diskripsi fasilitas perpajakan yang diberikan 1.4.7 Model Analisis

Kebijakan RPP Fasilitas Perpajakan Bagi Ormas dan Nirlaba


Perumusan RPP Fasilitas Perpajakan Ormas & Nirlaba

Kemenpolhukam Depdagri Bappenas KemenKeu; Ditjen Pajak, BC Kemenhuk & HAM Kementerian Terkait dengan OMS dan Lembaga Nirlaba Peraturan yang terkait dengan; ormas, lembaga nirlaba dan fasilitas perpajakan Input Rumusan RPP Fasilitas Perpajakan Ormas dan Lembaga Nirlaba

Ormas, Lembaga nirlaba

Assosiasi; ormas, lembaga nirlaba per jenis usaha

Analisis Rumusan RPP Fasilitas Perpajakan Ormas dan Lembaga Nirlaba

Tenaga Ahli Perpajakan, ormas, lembaga nirlaba

Kondisi Perekonomian; a.l. kapasitas fiskal

Perlakuan Perpajakan bagi Ormas, lembaga nirlaba di negara lain

Usulan fasilitas perpajakan ditolak

Usulan fasilitas perpajakan diterima

Tim Kemendagri Kebijakan Fasilitas Perpajakan bagi ormas dan lembaga nirlaba

Bagan 1. Model Analisis Usulan Rancangan Fasilitas Perpajakan untuk Ormas dan Lembaga Nirlaba

Penjabaran Model: Fasilitas perpajakan bagi organisasi masa dan lembaga nirlaba, baik dalam bentuk Undangundang, peraturan pemerintah maupun keputusan menteri keuangan dan peraturan di bawahnya telah diatur meskipun fasilitas tersebut belum tercantum di UU organisasi masa maupun peraturan pemerintah tentang organisasi masa. Guna menyerap aspirasi organisasi masa dan lembaga nirlaba dalam meningkatkan kapasitasnya dalam rangka menyehatkan demokrasi, diperlukan penyerapan aspirasi mengenai bentuk-bentuk fasilitas perpajakan yang bagaimanakah yang diharapkan organisasi masa dan lembaga nirlaba sehingga usulan rancangan peraturan pemerintah nantinya tetap dalam batas-batas koridor teori dan UU Perpajakan.

1.4.8 Metodologi dalam setiap tahapan


Fasilitas Perpajakan yang bagaimana dibutuhkan Ormas dan Lembaga Nirlaba

Fasilitas Perpajakan bagi Ormas dan Lembaga Nirlaba (Yang berlaku)

Versus
Kajian Teoritik Fasilitas Perpajakan, Pemberlakuan Fasilitas Perpajakan di negara lain

Batasanbatasan UndangUndang Perpajakan Yang Berlaku (Harmonisasi)

Usulan Fasilitas Perpajakan bagi Ormas dan Lembaga Nirlaba Dalam Peraturan Pemerintah

METODOLOGI

Studi Literatur; Peraturan Perpajakan

Wawancara Mendalam, FGD, Studi Literur

Studi Literatur ; Peraturan Perpajakan

Studi Literatur, Wawancara mendalam, FGD

Bagan 2. Motodologi yang digunakan dalam setiap tahapan

1.4.8. Rencana Penyusunan RPP


No

Kegiatan
1

April
2 3 4 1 2

Mei
3 4 5 1

Juni
2 3 4 1

Juli
2 3 4 1

Agustus
2 3 4 5

September
1 2 3 4

I 1 2 3

Persiapan : Entry Meeting Pembahasan Anggaran Pembuatan Model analisis dan draft Pertama dan schedule serta revisi Pengiriman model dan draft schedule Pertemuan diskusi model analisis, draft dan schedule Persetujuan revisi sementara Diskusi Pembahasan I Pelaksanaan : Studi Literatur Pembuatan Draft Quesioner Wawancara dan pemilihan subjek penelitian Diskusi materi Quesioner Wawancara dan subjek penelitian Wawancara Mendalam Maping hasil wawancara Persiapan Forum Group Discussion (FGD) Forum Group Discussion (FGD) Maping hasil FGD Analisis Wawancara, FGD, teori dan Peraturan Perpajakan Penyusunan Laporan : Menyimpulkan hasil dan menyelesaikan draft Rapat Hasil penelitian Kegiatan
1

4 5

6 7 II 8 9

10

11 12 13

14 15 16

III 19

20
No

April
2 3 4 1 2

Mei
3 4 5 1

Juni
2 3 4 1

Juli
2 3 4 1

Agustus
2 3 4 5

September
1 2 3 4

21 22 23 24 25 26 27 28

Membuat Rekomendasi Mempresentasikan usulan Draft usulan dirapatkan Revisi Draft Penyelesaian Draft Penggandaan Draft Penyampaian Hasil Draft Usulan Selesai

1.5 Sistematika Penulisan Penulisan hasil penelitian ini disajikan dalam empat bab. Bab pertama mengupas seputar latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan siginikansi, serta metodologi penelitian dan model analisis. Bab kedua lebih difokuskan kajian pustaka dan pembahasan mengenai berbagai teori dan konsep yang digunakan dalam penelitian ini serta praktek perpajakan di beberapa negara Bab ketiga membahas peraturan perpajakan yang terkait dengan fasilitas perpajakan organisasi masa dan lembaga nirlaba, isu kebijakan. Bab keempat merupakan pemaparan dan analisis hasil penelitian. Bab kelima berisi kesimpulan dan rekomendasi penelitian sebagai bahan usulan pembuatan rancangan peraturan pemerintah tentang fasilitas perpajakan ormas dan lembaga nirlaba. Rekomendasi ini disusun dengan mengacu pada hasil pembahasan dari pertanyaan-pertanyaan sebelumnya yang dikaitkan dengan berbagai teori dan UU Perpajakan yang digunakan dalam penelitian.

Anda mungkin juga menyukai