Anda di halaman 1dari 33

BEDAH ORTHOPEDI

SPONDILITIS TUBERKULOS

Disusun oleh Nama Npm Pembimbing

: : Bagus Adi Suberkah : 07700003 : dr. Soeprijanto Trisnopribadi, Sp. OT

RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto


i

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya atas rahamat-Nya saya dapat menyelesaikan kasus ini. Penyusunan laporan ini merupakan salah satu tugas kepaniteraan klinik di SMF Bedah sub bagian Bedah Orthopedi dimana saya mendapatkan laporan kasus spondilitis tuberkulosa. Tak lupa pula saya ucapkan terima kasih kepada dr. Soeprijanto Trisnopribadi, Sp.OT sebagai dokter pembimbing. Sebagai manusia biasa saya tak luput dari kesalahan dan khilaf. Oleh karena itu saya mohon maaf apabila ada sesuatu yang tak berkenan di hati dalam penyusunan laporan kasus ini maupun kesalahan dalam pengetikan yang membuat tidak nyaman pembaca. Saya juga berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

Mojokerto, 20 Februari 2012

ii

Lembar Pengesahan
Telah Disetujui dan Disahkan pada : Hari Tanggal : :

Mengetahui, Dokter Pembimbin

dr. Suprijanto Trisnopribadi, Sp.OT iii

DAFTAR ISI
Judul............................................................................................................ i Kata Pengantar............................................................................................ ii Lembar Pengesahan.................................................................................... iii Daftar Isi..................................................................................................... iv BAB I PENDAHULUAN.......................................................................... BAB II LAPORAN KASUS...................................................................... BAB II PEMBAHASAN A. Definisi..................................................................................... B. Epidemiologi............................................................................ C. Etiologi..................................................................................... 15 15 16 1 2

D. Klasifikasi................................................................................. 16 E. Patofisiologi.............................................................................. 18 F. Pemeriksaan Fisik..................................................................... 20 G. Pemeriksaan Penunjang............................................................ 22 H. Tata Laksana............................................................................. 23 Daftar Pustaka............................................................................................. 26

iv

BAB I PENDAHULUAN
Tuberkulosis masih menjadi salah satu penyakit paling mematikan di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa setiap tahun terdapat lebih dari 8 juta kasus baru tuberkulosa dan lebih kurang 3 juta orang meninggal akibat penyakit ini. Tuberkulosis sering dijumpai di daerah dengan penduduk yang padat, sanitasi yang buruk dan malnutrisi. Walaupun manifestasi tuberkulosis biasanya terbatas pada paru, penyakit ini dapat mengenai organ apapun, seperti tulang,traktus genitourinarius dan sistem saraf pusat. Tuberkulosa tulang dan sendi merupakan 35% dari seluruh kasus tuberkulosa ekstrapulmonal dan paling sering melibatkan tulang belakang, yaitu sekitar 50% dari seluruh kasus tuberkulosa tulang. Keterlibatan spinal biasanya merupakan akibat dari penyebaran hematogen dari lesi pulmonal ataupun dari infeksi pada sistem genitourinarius. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan ratarata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Indonesia adalah kontributor penderita tuberkulosis nomor 3 di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru tuberkulosis per tahun. Sebagian besar penderita berada dalam usia produktif (15-54 tahun)

BAB II LAPORAN KASUS


2.1 Identitas Pasien Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan terakhir Agama Suku Alamat Tanggal MRS : Tn Taufan : 21 tahun : Laki-laki : SMA : Islam : Jawa : Jln Purwotengah Gg I/05 :24 Desember 2011

Tanggal Pemeriksaan :24 Desember 2011

2.2

Riwayat Penyakit SUBYEKTIF Keluhan utama : Nyeri perut Riwayat perjalanan penyakit: Nyeri seluruh perut, paling nyeri di kanan bawah dan pinggang sebelah kanan, perut kembung, tidak ada muntah, makan dan minum masih bias, BAB sedikit2 (kecirit), kentut terakhir tadi pagi. RPD: Hipertensi (-), Diabetes (-), Sesak (-)

2.3

RPK: (-)

Pemeriksaan Umum OBYEKTIF Keadaan umum : Lemah

Keadaan sakit : Sedang Kesadaran Tanda Vital Tensi Temperatur Nadi Pernafasan SPO2 : 120/90 mmHg : 37 : 64 x / menit : 20 x / menit : 96% : Compos Mentis

Kepala dan Leher Anemia (-), Icterus (-), Cyanosis (-), Dyspneu (-)

Thorax Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi : Paru Vesikuler Rhonki -/3 : Bentuk dada simetris, Jejas (-) : Gerak nafas simetris : Sonor

Whezing -/-

Jantung Abdomen Supel, Bising usus (+), Nyeri tekan (+), Meteorismus (+), hepar dan lien tidak teraba Nyeri tekan pada titik mc burney Nyeri ketok pinggang kanan (+) Defans local iliaca Revsing sign (+), Psoas sign (+) Rectal touch TSA : dalam batas normal S1 S2 tunggal Murmur (-)

Nyeri jam 11-12 Extrimitas Akral hangat, tidak ada oedem

2.4

Pemeriksaan Penunjang (24 Desember 2011) Leukosit Hb Hct : 15,4 : 9,7 : 78,9

Trombosit HbS Ag HIV GDA UA Creatinine Urea

: 456.000 : Negatif : Negatif : 60 : 5.9 : 0.72 : 38

Total Bilirubin: 0.57 Diect Bilirubin ASTGOT ALTGPT Rontgen : 22 : 18 : BOF dan LLD - Dilatasi colon ascendens - Spring coil (+) 25 Desember 2011 Leukosit RBC Hb Hct Plt : 16.1 : 3.00 : 8.4 : 25.7 : 386.000 : 0.16

27 Desember 2011 Leuko RBC Hb Hct Plt X-ray : 15.4 : 3.27 : 9.4 : 26.8 : 356 :

2.5

Assesment Akut abdomen DD : 1. Appendicitis Perforasi 2. Peritonitis

2.6

Planning MRS Infus RL 20 tetes per menit 9

Lingkar abdomen Pasang Kateter Pasang NGT 2.7 Lembar Observasi Tanggal Subyektif Obyektif - KU: Lemah Keadaan sakit: sedang Kesadaran : CM - Tanda Vital Tensi : 120/90 Temp : 37 Nadi : 64 x / menit RR : 20 x / menit SPO2 : 96% Assesment Akut abdomen DD 1. Appendicitis Acut 2. Peritonitis Planning MRS Infus RL 20 tpm Lingkar abdomen Pasang Kateter Pasang NGT

24/12/2011 KU: nyeri perut Nyeri seluruh perut, paling nyeri di kanan bawah dan pinggang sebelah kanan, perut kembung, tidak ada muntah, makan dan minum masih bias, BAB sedikit2 (kecirit), kentut terakhir tadi pagi

- Kepala Leher A(-) I(-) C(-) D(-) - Thorax Inspeksi: Bentuk dada simetris, Jejas Palpasi: Gerak nafas simetris Perkusi: Sonor Auskultasi: Paru Vesikuler Whezing -/Jantung: S1 S2 tunggal Murmur (-) Abdomen - Supel, Bising usus (+), Nyeri tekan 10

Tanggal 3/1/2012

Subyektif KU: Nyeri punggung Pasien mengeluh pinggangnya nyeri sejak 1 bulan yang lalu. Teraba ada benjolan di punggung. sakit bila ditekan. Pasien jg mengeluh berat badannya yang terus turun sejak satu bulan terakhir ini. Nafsu makan juga menurun. demam (+) batuk (-) mual (-) muntah (-) RPD: HT (-) DM (-)

(+), Meteorismus (+), hepar dan lien Nyeri tekan pada titik mc burney Nyeri ketok pinggang kanan (+) Defans local iliaca Revsing sign (+), Psoas sign (+) RT TSA: dbn nyeri jam 11-12 Extrimitas Akral Hangat Oedem (-) Obyektif

Assesment Spondilitis TB Vertebra Th XII -LI

- KU: Lemah Keadaan sakit: sedang Kesadaran : CM - Tanda Vital Tensi : 120/90 Temp : 36,4 Nadi : 64 x / menit RR : 20 x / menit - Kepala Leher A(-) I(-) C(-) D(-) - Thorax Inspeksi: Bentuk dada simetris, Jejas (-) Palpasi: Gerak nafas simetris Perkusi: Sonor

Planning Infus RL : D5 2:1 perhari Injeksi Ciprofloxacin 2x200 mg Injeksi Ketorolac 2x30 mg Pirazinamid 1500 mg Rifampisin 450 mg INH 300 mg

11

Riwayat minum obat rutin dan lama disangkal RPK: Keluarga yang mempunyai keluhan yang sama disangkal

Auskultasi: Paru Vesikuler Whezing -/Jantung: S1 S2 tunggal Murmur (-) Abdomen - Supel, Bising usus (+), Nyeri tekan (+), Meteorismus (+), hepar dan lien tidak bisa dievaluasi - Benjolan di daerah L1, keras, fluktuasi (-), nyeri di sekitar benjolan - Extrimitas Akral Hangat Oedem (-) Pemeriksaan motorik 5|5 3|3 Reflek patologis (-)

Riwayat penyakit batuk yang lama dalam keluarga disangkal dan orang di sekitar pasien disangkal

Tanggal 6/1/2012

Subyektif Keluhan sama

Obyektif - KU: Lemah Keadaan sakit: sedang Kesadaran : CM - Tanda Vital Tensi : 120/90 Temp : 36,9 Nadi : 78 x / menit RR : 18 x / menit - Kepala Leher

Assesment Spondilitis TB Vertebra Th XII -LI

Planning Infus RL : D5 2:1 perhari Injeksi Cifro 2x200 mg Injeksi Ketorolac 2x30 mg Pirazinamid 1500 mg Rifampisin 450 mg INH 300 mg Mobilisasi 1/2 duduk miring kiri dan kanan Diet bubur Halus

12

A(-) I(-) C(-) D(-) - Thorax Inspeksi: Bentuk dada simetris, Jejas (-) Palpasi: Gerak nafas simetris Perkusi: Sonor Auskultasi: Paru Vesikuler Whezing -/Jantung: S1 S2 tunggal Murmur (-) Abdomen - Supel, Bising usus (+), Nyeri tekan (+), Meteorismus (+), hepar dan lien tidak bisa dievaluasi - Benjolan di daerah L1, keras, fluktuasi (-), nyeri di sekitar benjolan - Extrimitas Akral Hangat Oedem (-) Pemeriksaan motorik 5|5 3|3 Reflek patologis (-)

Tanggal 9/1/2012

Subyektif Keluhan sama

Obyektif - KU: Lemah Keadaan sakit: sedang Kesadaran : CM

Assesment Spondilitis TB Vertebra Th XII -LI

Planning

13

- Tanda Vital Tensi : 120/80 Temp : 36,6 Nadi : 69 x / menit RR : 20 x / menit - Kepala Leher A(-) I(-) C(-) D(-) - Thorax Inspeksi: Bentuk dada simetris, Jejas (-) Palpasi: Gerak nafas simetris Perkusi: Sonor Auskultasi: Paru Vesikuler Whezing -/Jantung: S1 S2 tunggal Murmur (-) Abdomen - Supel, Bising usus (+), Nyeri tekan (+), Meteorismus (+), hepar dan lien tidak bisa dievaluasi - Benjolan di daerah L1, keras, fluktuasi (-), nyeri di sekitar benjolan - Extrimitas Akral Hangat Oedem (-) Pemeriksaan motorik 5|5 3|3

Pirazinamid 1500 mg Rifampisin 450 mg INH 300 mg Mobilisasi 1/2 duduk miring kiri dan kanan Diet bubur Halus Minum bebas

14

Reflek patologis (-)

2.8

Masalah Pasien mengeluh pinggangnya nyeri sejak 1 bulan yang lalu. Teraba ada benjolan

di punggung. sakit bila ditekan. Pasien jg mengeluh berat badannya yang terus turun sejak satu bulan terakhir ini. Nafsu makan juga menurun. 2.9 Assestment Spondilitis Tuberculosa 2.10 Planning Pemberian OAT Latihan mobilisasi duduk miring kiri dan kanan Evaluasi keadaan tulang belakang

15

BAB III PEMBAHASAN


A. Definisi Adalah peradangan granulomatosa yang bersifat kronis destruktif oleh

Mycobacterium tuberculosa. Dikenal pula dengan nama Potts disease of the spine atau tuberculous vertebralosteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 - L3 Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae. B. Epidemiologi Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta 16

kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas. Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20 30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat. Indonesia adalah kontributor penderita tuberkulosis nomor 3 di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru tuberkulosis per tahun. Sebagian besar penderita berada dalam usia produktif (15-54 tahun), dengan tingkat sosioekonomi dan pendidikan yang rendah. Keterlibatan tulang belakang akan mempererat morbiditas karena adanya potensi memperberat morbiditas karena adanya potensi defisit neurologis dan deformitas yang permanen. Ironisnya tulang belakang adalah lokasi infeksi tuberkulosis tulang dan sendi tersering, mencakup 50% seluruh penderita tuberkulosis osteoartikular. Pertuiset dkk mencatat pada sebuah penelitian, di Perancis tahun 19801994, spondilitis tuberkulosis merupakan 15% semua kasus tuberkulosis ekstrapulmoner dan merupakan 3-5% semua kasus tuberkulosis. Hidalgo melaporkan di Amerika Serikat tahun 1986-1995 tuberkulosis osteoartikular merupakan 10% dari kasus tuberkulosis ekstrapulmoner dan 1,8% dari semua kasus tuberkulosis.Hidalgo dan Pertuiset dkk 4 melaporkan adanya predominasi pria terhadap wanita. Didapatkan insidens lebih besar pada anak-anak terutama pada negara dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi. 5,7 Anak-anak di bawah usia 10 tahun cenderung mengalami destruksi vertebra lebih ekstensif dan memiliki risiko terjadinya deformitas tulang belakang yang lebih besar. 8 vertebra segmen torakal adalah yeng tersering terlibat diikuti segmen lumbal dan servikal. C. ETIOLOGI

17

Tuberkulosis tulang belakang merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 90-95% disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik (2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin) dan 5-10% oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan. Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman, tertidur lama selama beberapa tahun. D. KLASIFIKASI Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium yaitu: 1. Stadium implantasi Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsungselama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak pada daerah sentral vertebra. 2. Stadium destruksi awal Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang ringanpada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu 3. Stadium destruksi lanjut Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan terbentuk massa serta pus yang berbentuk cold abses, yang tejadi 2-3 bulansetelah stadium destruksi awal. Selanjutnyadapat terbentuk sekuestrum dankerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutamadi depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra sehinggamenyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus 4. Stadium gangguan neurologis

18

Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjaditetapi ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Vertebra torakalismempunyai kanalis spinalis yang kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi di daerah ini. Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia yaitu:

i.

Derajat I Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf sensoris.

ii.

Derajat II Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya.

iii.

Derajat III Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atauaktivitas penderita disertai dengan hipoestesia atau anesthesia

iv.

Derajat IV Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan ini atau yang

lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit

masih aktif, paraplegia terjadi karena tekananekstradural dari abses paravertebral atau kerusakan langsung sumsumtulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia padapenyakit yang tidak aktif atau sembuh terjadi karena tekanan padajembatan tulang kanalis spinalis atau pembentukan jaringan fibrosisyang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. TBC paraplegiaterjadi secara perlahan

19

dan dapat terjadi destruksi tulang disertaidengan angulasi dan gangguan vaskuler vertebra 5. Stadium deformitas residua Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen karena kerusakan vertebra yang massif di depan

E. PATOFISIOLOGI Spondilitis tuberkulosis terjadi melalui penyebaran hematogen dari fokus infeksi primer seperti paru-paru, kelenjar limfe mediastinum, mesenterium, servikal, ginjal dan alat-alat dalam lainnya. Kuman mencapai vertebra melalui Batsons plexus of paravertebral veins. Bila dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan nonparaplegia maka paraplegia biasanya pada vertebra torakalis 10, sedangkan yang non paraplegia pada vertebra lumbalis. Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri induk yang mempengaruhi medulla spinalis segmen torakal paling sering terdapat pada vertebra torakal 8-lumbal 3 sisi kiri. Trombosis arteri yang vital ini akan menyebabkan paraplegia. Faktor lain yang perlu diperhitungkan adalah diameter relatif antara medulla spinalis dengan kanalis vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira setinggi vertebra torakalis 10, sedang kanalis vertebralis di daerah tersebut relative kecil. Pada vertebra lumbalis 1, kanalis vertebralisnya jelas lebih besar oleh karena itu lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari bagian anterior. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa paraplegia lebih sering terjadi pada lesi setinggi vertebra torakal 10. Kerusakan medulla spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui kombinasi 4 faktor yaitu : 1. Penekanan oleh abses dingin 2. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis 3. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya 4. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang rusak

20

Reaksi yang pertama kali terjadi setelah adanya infeksi tuberkulosis terjadi pada sistem RES (reticulo-endothelial system) korpus vertebra berupa penimbunan sel-sel PMN yang segera digantikan oleh makrofag dan monosit. Lipid yang dihasilkan oleh proses fagositosis basil tuberkulosis oleh makrofag pada akhirnya akan dikeluarkan melalui sitoplasma makrofag tersebut dan membentuk sel-sel epiteloid. Sel-sel epiteloid inilah yang memberikan gambaran spesifik reaksi tubuh terhadap infeksi basil tuberkulosis. Kumpulan sel-sel epiteloid disebut sel datia langhans yang hanya terjadi jika ada nekrosis perkijuan. Fungsi utama sel datia langhans ini adalah mencerna dan membuang jaringan nekrosis. Dalam waktu sekitar 1 (satu) minggu limfosit muncul dan membentuk cincin yang mengelilingi lesi. Kumpulan sel-sel epiteloid, sel datia langhans, dan limfosit ini membentuk suatu nodul yang disebut tuberkel. Pada minggu kedua mulai terjadi perkijuan di sentral tuberkel tersebut. Reaksi eksudatif pada korpus vertebra berupa abses dingin yang terdiri dari serum, lekosit, jaringan perkijuan, debris tulang dan basil tuberkel. Abses ini dapat melakukan penetrasi dan menyebar ke berbagai arah. Proses selanjutnya ditandai dengan hiperemi dan osteoporosis berat. Kerusakan vertebral terjadi akibat proses osteolisis, mengakibatkan perlunakan korpus sehingga memungkinkan terjadinya kompresi tulang. Selanjutnya akan terbentuk nekrosis yang lebih banyak berupa abses dan debris. Abses dan debris makin banyak dan akan keluar dari vertebra mencari lokasi dengan tahanan paling lemah. Di vertebra lumbal abses akan turun ke bawah melalui sela aponeurosis otot psoas dan berhenti di retroperitoneal yang teraba pada palpasi abdomen. Abses bisa berkumpul dan mendesak ke arah belakang sehingga menekan medula spinalis dan mengakibatkan paraplegia Pott yang disebut paraplegia awal. Paraplegia awal selain karena tekanan abses dapat juga disebabkan oleh kerusakan medula spinalis akibat gangguan vaskuler. Keadaan ini sangat jarang ditemukan pada tuberkulosis karena proses kronik menyebabkan terbentuknya pembuluh darah kolateral. Paraplegia dapat juga disebabkan akibat regangan terus menerus pada gibus yang disebut paraplegia lanjut. Abses dingin di daerah torakal dapat menembus rongga pleura sehingga terjadi abses pleura, atau bahkan ke paru bila ada perlekatan paru. Di daerah servikal, abses dapat 21

menembus dan berkumpul diantara vertebra dan faring. Spondilitis tuberkulosis merupakan fokus sekunder infeksi tuberkulosis dengan penyebaran sebagian besar secara hematogen melalui pembuluh darah arteri epifiseal atau melalui plexus vena Batson. Lesi spondilitis tuberkulosis berawal suatu tuberkel kecil yang berkembang lambat, bersifat osteolisis lokal, pada tulang subkondral di bagian superior atau inferior anterior dari korpus vertebra. Proses infeksi Mycobacterium tuberkulosis akan mengaktifkan chaperonin 10 yang merupakan stimulator poten proses resorpsi tulang sehingga akan terjadi destruksi korpus vertebra di anterio. Proses perkejuan yang terjadi akan menghalangi proses pembentukan tulang reaktif dan mengakibatkan segmen tulang yang terinfeksi relatif avaskuler sehingga terbentuklah sequester tuberkulosis. Destruksi progresif di anterior akan mengakibatkan kolapsnya korpus vertebra yang terinfeksi dan terbentuklah kifosis (angulasi posterior) tulang belakang. Kecenderungan terjadinya kifosis bergantung pada segmen dan jumlah vertebra yang terlibat serta umur penderita. Pada segmen normal terdapat kifosis misalnya segmen torakal, kecenderungan kifosis menjadi progresif lebih tinggi dibandingkan dengan segmen lumbal yang secara normal. Proses terjadinya kifosis dapat terus berlangsung walaupun telah terjadi resolusi proses infeksi. Kifosis yang progresif dapat mengakibatkan problem respirasi dan late-onset paraplegia. Selain itu merupakan persoalan kosmetik dan psikologis besar bagi penderita. Infeksi akhirnya menembus korteks vertebra, menginfeksi jaringan lunak sekitarnya dan membentuk abses paravertebral. Diseminasi lokal terjadi melalui penyebaran hematogen dan penyebaran langsung di bawah ligamentum longitudinal anterior. Apabila telah terbentuk abses paravertebral, lesi dapat turun mengikuti alur fasia muskulus psoas membentuk abses psoas yang dapat mencapai trigonum femoralis. F. PEMERIKSAAN FISIK 1. Gambaran adanya penyakit sistemik: kehilangan berat badan, keringat malam,demam yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan malam hari. Hilangnya berat badan dan berkurangnya nafsu makan akan terlihat dengan jelas.

22

2. Adanya riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau berdarah disertai nyeri dada. 3. Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang menjalar. Lesi di torakal atas akan menampakkan nyeri yang terasa di dada dan intercostal. Pada lesi di bagian torakal bawah maka nyeri dapat berupa nyeri menjalar ke bagian perut. Rasa nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk mengurangi nyeri pasien akan menahan punggungnya menjadi kaku. 4. Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang.

Langkah kaki pendek, karena mencoba menghindari nyeri di punggung 5. Bila infeksi melibatkan area servikal maka pasien tidak dapat

menolehkan kepalanya, mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi dan duduk dalam posisi dagu disangga oleh satu tangannya, sementara tangan lainnya di oksipital. Pasien juga mungkin mengeluhkan rasa nyeri di leher atau bahunya. Jika terdapat abses, maka tampak pembengkakan di kedua sisi leher. 6. Infeksi di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi kaku. Bila berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi panggulnya.Saat mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya sementara tetap mempertahankan punggungnya tetap kaku (coin test). Jika terdapat abses, maka abses dapat berjalan di bagian kiri atau kanan mengelilingi rongga dada dan tampak sebagai pembengkakan lunak dinding dada. Jika menekan abses ini berjalan ke bagian belakang maka dapat menekan korda spinalis dan menyebabkan paralisis. 7. Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yangterjadi di atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar melalui fisteldalam pelvis dan mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien tampak berjalan dengan lutut dan hip dalam posisi fleksi dan menyokong tulang belakangnya dengan meletakkan tangannya diatas 23

paha. Adanya kontraktur otot psoas akan menimbulkan deformitas fleksi sendi panggul 8. Tampak adanya deformitas, dapat berupa: kifosis (gibbus/angulasi

tulangbelakang), skoliosis, spondilolistesis, dan dislokasi. 9. Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis). Insidensi paraplegia pada spondilitis lebih banyak di temukan pada infeksi di area torakal dan servikal. Jika timbul paraplegia akan tampak spastisitas dari alat gerak bawah dengan refleks tendon dalam yang hiperaktif, pola jalan yang spastik dengan kelemahan motorik yang bervariasi. Dapat pula terjadi gangguan fungsi kandung kemih dan anorektal. G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboratorium
a. LED yang meningkat 100 mm/jam

b. Tuberculin skin test / Mantoux test positif c. Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputumdan bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paruparu yang aktif)
d. Hapusan darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis

yang bersifatrelatif 2. Radiologis a. Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis paru. Hal in sangat diperlukan untuk menyingkirkan diagnosa banding penyakit yang lain. b. Foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebra, disertai penyempitan discus intervertebralis yang

24

berada di antara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral. c. Jumlah vertebra yang terlibat, sudut kifosis yang terjadi 3. CT Scan a. Mendeteksi lebih awal serta lebih efektif umtuk menegaskan bentuk dan kalsifikasi dari abses jaringan lunak. b. CT scan dapat memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler, skelerosis, kolaps diskus dan gangguan sirkumferensi tulang. c. CT scan menggambarkan luasnya infeksi secara lebih akurat dan mendeteksi lesi lebih dini dibandingkan foto polos 4. MRI a. Mempunyai manfaat besar untuk membedakan tuberkulosa tulangbelakang b. Membantu memutuskan pilihan manajemen apakah akan komplikasi yang

bersifatkompresif dengan yang bersifat non kompresif pada

bersifatkonservatif atau operatif c. Membantu menilai respon terapi H. TATA LAKSANA Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis ditujukan untuk : 1. Eradikasi, atau minimal menahan perkembangan penyakit 2. Mencegah atau memperbaiki deformitas 3. Mencegah atau menanggulangi komplikasi utama berupa paraplegi

25

Kriteria kesembuhan sebagian besar ditekankan pada tercapainya favourable status yang didefenisikan sebagai pasien dapat beraktifitas penuh tanpa membutuhkan kemoterapi atau tindakan bedah lanjutan, tidak adanya keterlibatan system saraf pusat , focus infeksi yang tenang secara klinis maupun secara radiologis. Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia. Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut : 1. Pemberian obat antituberkulosis 2. Dekompresi medulla spinalis 3. Menghilangkan/ menyingkirkan infeksi 4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft) Terapi konsevatif: 1. Tirah baring (bed rest) 2. Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra 3. Memperbaiki keadaan umum penderita 4. Pengobatan antituberkulosa a. Kategori 1 Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA(-)/rontgen (+), diberikan dalam 2 tahap : Tahap 1 : Rifampisin 450 mg, INH 300mg, Etambutol 1000

mg, dan Pirazinamid 1500 mg. Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali). Tahap 2 : Rifampisin 450 mg, INH 600 mg, diberikan 3 kali

seminggu (intermitten) selama 4 bulan (54 kali). 26

b. Kategori 2 Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan, termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam 2 tahap yaitu : Tahap I diberikan Streptomisin 750 mg , INH 300 mg, Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500mg dan Etambutol 750 mg. Obat ini diberikan setiap hari , Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali). Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg dan Etambutol 1250 mg. Obat diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali). Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra. Terapi Operatif Bedah Kostotransversektomi yang dilakukan berupa debrideman dan penggantian korpus vertebra yang rusak dengan tulang spongiosa/kortiko spongiosa. Indikasi operasi yaitu: a. Defisit neurologis yang signifikan terutama bila berhubungan dengan kifosis yang progresif atau herniasi tulang atau diskus pada kanalis neuralis. b. Abses besar segmen servikal pada penderita dengan obstruksi saluran respirasi. c. Lesi posterior yang disertai dengan pembentukan abses atau sinus

27

d. Instabilitas tulang belakang atau kifosis yang progresif walaupun telah mendapat kemoterapi adekuat. e. Kegagalan terapi konservatif setelah pengobatan kemoterapi 3-6 bulan f. Rekurensi infeksi atau defisit neurologis i. Bila dengan terapi konservatif setelah pengobatan kemoterapi 3-6 bulan tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya 2 minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik ii. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft. iii. Abses besar segmen servikal pada pasien dengan obstruksi saluran respirasi . iv. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.

BAB IV DAFTAR PUSTAKA


28

1. Sjamsuhidajat, Wim de Jong, 2004. Buku aja Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC 2. Penyakit paget pada tulang. [Online]. 2006 Oct [cited 2008 Feb 27];[2 screens].

Available from: URL:http://www.patient.co.uk/showdoc/40001278/ 3. Hidalgo JA. 2008. Pott Disease (Tuberculous Spondylitis) http://emedicine.medscape.com/article/226141-overview xxii
4. http://www.scribd.com/doc/49756942/SPONDILITIS-TUBERKULOSA 5. http://en.wikipedia.org/wiki/Pott_disease 6. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28161/5/Chapter%20I.pdf

29

Anda mungkin juga menyukai