Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN KASUS I Seorang laki-laki berumur 75 tahun memiliki tumor ganas primer pada lobus oksipitalnya.

Dilema pada kasus ini adalah apakah akan dilakukan operasi atau hanya memberikan pengobatan simtomatik saja. Karena dokter sudah menjelaskan kepada keluarga, walaupun sudah dioperasi dan mendapatkan kemoterapi serta radioterapi setelah operasi. Jangka waktu hidup pasien berkisar 1-1.5 tahun, walaupun sudah menerima terapi penuh. Di lain sisi, jika tidak dilakukan operasi dan hanya diberi terapi suportif, dapat bertahan hidup kira-kira 6-9 bulan. Dokter sangat bingung untuk membuat keputusan untuk mengoperasi atau hanya terapi konservatif saja, karena dia tidak dalam kondisi yang baik untuk dioperasi. Dia menderita obesitas dan hipertensi. Dokter memberikan keputusan final pada keluarga. Dokter memberikan keputusan final pada keluarga tanpa memberikan rekomendasi yang jelas dan tanpa melibatkan pasien. KASUS II Kadang-kadang ada pasien yang telah diperiksa oleh dokter tertentu , kemudian datang kepada dokter yang lainnya dengan resep yang diberikan oleh dokter pertama. Kadang-kadang resep yang telah diberikan kepada pasien mengandung banyak obat, yang mungkin tidak diperlukan. Seorang ibu datang dengan anaknya dengan banyak obat yang sebenarnya tidak diperlukan. Sekarang, muncul pertanyaan: apakah saya harus memberitahu ibu tersebut bahwa Jangan memberikan obat-obatan ini, itu akan membahayakan anak Anda, karena jika Anda mengatakan itu, maka hubungan pribadi Andandengan teman sejawat akan menjadi renggang (tidak harmonis). Namun, Anda tahu begitu banyak obat-obatan yang tidak baik bagi anak dan oleh karena itu tidak boleh digunakan. Ini merupakan situasi yang sulit. Saya ceritakan pada Ibu bahwa Mungkin ini obat yang diresepkan dokter Anda ketika melihat anak untuk pertama kali, tetapi saya pikir obat-obatan ini sudah tidak perlu diminum lagi melihat kondisi anak ibu

sekarang. Sehingga Anda dapat menghentikan semua obat-obatan dan hanya memberikan obat-obatan yang diperlukan.

BAB II PEMBAHASAN KASUS I Pasien dengan Tumor Otak Konteks Pasien tumor ganas pada lobus occipital Kondisi : -usia tua -obesitas dan hipertensi -tidak memberi penjelasan detail serta rekonmendasi tidak mengikutserta kan pasien dalam pengambilan keputusan Ethical Problem Solving Dilema Etik Self Verifikasi Assesment Dilema 1. Memperhatik Penyakit pasien : apakah harus an keadaan Tumor mengoperasi ekonomi intrakranial pasien / pasien berbahaya hanya karena mengobati 2. Menjelaskan berkembang di dengan terapi kepada dalam cranium simptomatik pasien yang berdinding mengenai kaku. kondisinya dan memberitahu Tumor ganas, alternatif berarti tindakan pertumbuhan yang dapat cepat diambil Secara garis besar, idealisnya, dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus menjelaskan beberapa hal, yaitu : -Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan atau pengoabata n yang akan Man proposes, God disposes. Prediksi usia dibuat oleh manusia, umur manusia sesungguhnya hanya Tuhan yang tahu. Jangan sampai menyesa. Tumor ganas menimbulkan edema jaringan otak di sekitarnya dan dapat menyebabkan obstruksi pembuluh darah serta Reasons Autonomi Berhak mengetahui atas kondisi tubuh sendiri. Selayaknya dokter memberitah u detail tentang kondisi saya agar saya bisa melakukan pertimbang an benefit dan risk dari masingmasing alternatif tindakan. Sebaiknya juga dokter memberika n rekomendas i tindakan yang baik untuk saya (jika posisi saya tidak megetahui medis) Inform Consent

diberikan/ diterapkan -Risiko yang akan dihadapi, misalnya komplikasi yang diduga akan timbul -Prospek/ prognosis keberhasila n ataupun kegagalaln -Alternatif metode perawatan/ pengobatan -Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberika n persetujuan -Prosedur perawatan/ pengobatan yang akan dilakukan merupakan suatu percobaan atau menyimpan g dari kebiasaan, bila hal itu yang akan dilakukan (Achadiat, 2006). 3. Menjelaskan kepada

menurunkan kesadaran

dapat diartikan sebagai izin Gejala : sakit atau kepala, muntah, pernyataan kejang pada 25% setuju dari kasus (lobus pasien occipital) (saya) yang diberikan Kemoterapi secara diperlukan bebas, sebagai terapi sadar, dan paliatif. Obat rasional, kemoterapi ideal setelah saya membunuh sel mendapat tumor secara informasi selektif namun yang dosis yang tidak dipahami adekuat dapat dari dokter menimbulkan tentang depresi sumsum penyakit. tulang Inform (Lombardo, consent 2006). harus memenuhi Berdasarkan hal 2 syarat tersebut, menjadi pokok yaitu penting untuk pengertian dilakukan upaya (understan operasi ding) dan sukarela (voluntarin Permenkes No. ess). Latar 585 tahun 1989 belakang tentang PTM inform dinyatakan consent bahwa dokter secara harus prinsip menyampaikan adalah informasi atau bahwa penjelasan setiap kepada manusia pasien/keluarga berhak diminta atau untuk tidak diminta, berperan jadi informasi serta dalam harus pengambila disampaikan n keputusan

keluarga mengenai kondisi pasien dan alternatif tindakan yang dapat diambil 4. Meminta pasien dan keluarga untuk mendiskusik an keputusan yang diambil 5. Memutuskan akan melakukan tindakan operatif atau simptomatik berdasarkan hasil keputusan diskusi pasien dan keluarga 6. Jika pasien tidak mampu mengambil keputusan secara sukarela karena kondisinya dan penyakitnya kemudian menyerahkan kepada keluarga maka keputusan keluarga yang akan

(Hanafiah, 2008) Beneficience mengusahakan manfaat lebih besar dari keburukan (Bertrens, 2005) Yang menyampaikan (who) informasi, tergantung dari jenis tindakan yang akan dilakukan. Dalam Permenkes dijelaskan dalam tindakan bedah dan tindakan invasif lainnya harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan. Dalam keadaan tertentu dapat pula oleh dokter lain atas sepengetahuan dan petunjuk dokter yang bertanggung jawab. Bila bukan tindakan bedah atau invasif sifatnya, dapat disampaikan oleh dokter lain maupun perawat (Hanafiah, 2008). Penyampaian informasi haruslah secara lisan.

yang menyangku t diri (Achadiat, 2006). Tumor otak yang saya derita memungkin kan saya tidak bisa berpikir jernih sehingga saya membutuhk an keluarga untuk pengambila n keputusan tindakan.

diambil karena dianggap lebih kompeten Pribadi saya sendiri lebih cenderung kepada tindakan operasi Memberikan informasi kepada pasien namun didampingi oleh keluarganya (i) Segi komunikasi : pasien punya hak untuk tahu mengenai kesehatan tubuhnya, namun pemberitah uannya harus memperhati kan kondisi pasien Segi budaya : di Indonesia, ikatan kekeluargaan sangat kental, sehingga keluarga juga mengambil peran penting

Penyampaian formulir untuk ditandatangani pasien atau keluarga tanpa penjelasan dan pembahasan secara lisan dengan pasien/keluarga tidaklah memenuhi persyaratan (Hanafiah, 2008). Menurut saya idealisnya seorang dokter yang pertama kali memberitahu kepada keluarga pasien untuk kemudian dipertimbangkan apakah akan diberitahukan kepada pasien atau tidak. Namun, dokterlah yang harus menyampaikan secara lisan agar tidak ada informasi yang missed. Sedangkan untuk masalah persetujuan tindakan medik maka melihat kondisi dan usia dari pasien. Inti dari persetujuan adalah

dalam keputusan yang dibuat oleh pasien

persetujuan haruslah didapat sesudah pasien mendapat informasi yang adekuat. Yang harus diperhatikan adalah bahwa yang berhak memberikan persetujuan adalah pasien yangs udah dewasa (di atas 21 tahun atau sudah menikah) dan dalam keadaan sehat mental (Hanafiah, 2008). Autonomi Menjaga hubungan kontraktual/ menjalin komunikasi Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien Melaksanakan INFORM CONSENT Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan dalam kondisi elektif, namun bukan berarti kemudian tidak memberi

rekomendasi. Jelaskan kelebihan dan kerugian dari setiap tindakan S.K. P. B. IDI No: 221/ PB/ A.4/ 04/ 2002 Pasal 5 Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisiknya hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien. (Guwandi, 2005) UU No. 29 / 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 51 Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban : a. memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar

prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien Pasal 7d Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. UU no 36 tahun 2009 pasal 5: Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan pelayanan kesehatan UU no 36 tahun 2009 pasal 7: Setiap orang berhak mendapatkan informasi dan edukasi tentang kesehatan UU no 36 tahun 2009 pasal 8: Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan

Cerita yang menyerupai kasus : Cerita ini adalah pengalaman pribadi yang menjadi pembelajaran bagi si pencerita dalam memahami betapa pentingnya ilmu komunikasi selama menempuh studi di dunia kedokteran. Kakek saya adalah seorang penderita diabetes melitus, hipertensi, memiliki penyakit jantung, dan masuk dalam kategori obesitas. Setiap pembelajaran yang diperoleh dalam perkuliahan senantiasa saya sampaikan kepada kakek saya terkait dengan penyakitnya. Suatu hari, kakek saya mengeluh kepada saya bahwa beliau merasakan sakit di bawah perut. Saya pun menanyakan apakah beliau sudah mencoba ke dokter atau belum. Kakek menjelaskan kepada saya apa yang dijelaskan dokter, bahwa ia menderita hernia. Saya pun secara spontan bilang, Kakek harus operasi kalau mau sembuh!. Kakek saya terdiam beberapa saat, lalu mulai kembali berbicara, Dokter juga bilang seperti itu. Pembicaraan pun seperti sudah tidak nyaman karena kakek saya tidak ingin dioperasi dengan alasan takut. Saya sebagai cucu berusaha menyampaikan informasi kepada kakek saya terkait dengan organ tubuh yang terkena. Beliau tidak begitu mendengarkan perkataan saya karena mungkin beliau menganggap saya belum mengetahui asam garam kehidupan. Saya pun akhirnya hanya sebatas memberikan informasi (inform) untuk menjadi pertimbangan beliau dalam mengambil keputusan karena saya tau bahwa beliau masih bisa secara sadar mengambil keputusan yang tepat sesuai dengan keinginnanya. Saya merasa bersalah karena di awal saya sudah memberikan intervensi kepada kakek saya. Padahal, kakek saya hipertensi dan obesitas sehingga apabila dipaksakan operasi mungkin butuh pertimbangan lebih matang. Akhirnya, beliau tidak dioperasi dan sudah meninggal dunia tiga bulan yang lalu. Pencerita sadar, sepintar apapun dokter dalam menguasai ilmu kedokteran namun apabila tidak bisa membangun hubungan dokter pasien yang baik maka akan cenderung membuat pasien mengambil tindakan berseberangan dengan apa yang diharapkan.

KASUS II Memperbaiki peresepan yang berlebihan seorang sejawat terhadap seorang pasien Ethical Problem Solving Konteks Dilema Etik Self Assesment Verifikasi Polifarm Dilema 1. Memberitahukan KODEKI pasal asi apakah harus kepada ibu pasien 7a : seorang memberitahu mengenai kondisi dokter harus, pasien bahwa pasien (anak) dalam setiap obat yang diberikan 2. Memberitahu bahwa praktik medisnya, tidak obat yang semuanya dibutuhkan sekarang memberikan diperlukan tidak sebanyak yang pelayanan atau tetap dulu medis yang diam demi kompeten menjaga Tidak menyalahkan KODEKI pasal hubungan dokter sebelumnya, 7b : seorang baik dengan menjelaskan bahwa dokter harus teman sejawat kondisi pasien yang jujur dalam berubah memungkinkan hubungan perubahan terapi dengan pasien dan sejawatnya Reasons Meminta kejelasan dari masingmasing kegunaan obat sehingga tau mana yang harus dikonsumsi dan tidak

Jika dokter yang memberika n banyak obat dalam resepnya ternyata salah dalam (IDI, 2002) memberi KODEKI obat, tidak Pasal 7c pergi ke Seorang dokter dokter itu harus lagi ketika menghormati sakit hak-hak pasien, hakhak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien. Pasal 14 Setiap dokter memperlakuka n teman sejawatnya sebagaimana ia

sendiri ingin diperlakukan. Pasal 8: Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan memperhatika n semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya

Cerita yang menyerupai kasus :

Cerita ini merupakan pengalaman pribadi dan tidak dilebih-lebihkan. Berawal dari kodrat setiap perempuan untuk setiap bulannya, yatiu siklus menstruasi. Saya yang sedang kuliah saat itu, tiba-tiba merasa lemas dan pusing. Pulang kuliah saya memutuskan untu membeli tablet penambah darah dengan merek tertentu. Padahal sebelumnya, saya tidak pernah mengkonsumsi suplemen apapun saat menstruasi. Malam harinya ketika saya sudah konsumsi 2 tablet, mulai muncul bintik-bintik kemerahan di sekujur tubuh namun tidak gatal. Saya mulai merasa gelisah karena bintik-bintik tersebut tidak hilang, akhirnya saya konsultasi ke dokter A di kampus. Menurut dokter A, saya alergi sangobion, saya juga diberitahu untuk mengkonsumsi obat kortikosteroid deksametason. Pulangnya, saya beli dan konsumsi deksametason. Malam harinya, mulai keluar urtikaria besar-besar di sekujur tubuh saya dan rasanya gatal sekali. Saya sampai tidak bias tidur semalaman. Oleh karena itu, saya memutuskan datang ke dokter B yang merupakan dokter spesialis kulit ternama di kota ini. Saya datang ke tempat praktiknya di rumah sakit X. Disana saya ahanya dilihat sebentar oleh dokter B, yang kemudian menulis resep yang panjang. Saya mengeluh ke dokter tersebut, bahwa saya ingin obat yang bias menyembuhkan dengan cepat. Karena lusa saya akan mulai KKN. Beliau pun memberikan resep sambil berkata Dik, ini saya berikan resep. Tapi tebusnya jangan di RS ini ya, nanti kamu dikasi yang generik. Kamu tebus di klinik saya saja. Ini alamatnya.. Karena saya ingin cepat-cepat sembuh, saya langsung menuju klinik dokter tersebut. Ketika sampai di klinik, ternyata klinik belum buka. Hanya ada resepsionis di depan. Saya langsung mengantar resep ke resepsionis tersebut. Kebetulan apoteker yang mengurusi obat belum datang, jadi saya disuruh menunggu. Karena penasaran, saya bertanya, berapa total harga obat tersebut. Kemudian resepsionis mulai menghitung dan menyebutkan harga obatnya sekiaaaan. JEDER! Bagai disambar petir saya kaget mendengarnya. Untuk obat alergi saja semahal itu. Oleh karena itu saya memutuskan pergi, dan meninggalkan resep tersebut di klinik. Setelah saya pikir-pikir kembali, saya lebih baik membeli beberapa butir CTM di apotek dari pada menebus resep. Dan keesokan harinya, tidak disangka-sangka urtikaria saya berangsur-angsur menghilang dan rasa gatal pun hilang.

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA Achadiat, Chrisdiono M. 2006. Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran dalam Tantangan Zaman. Jakarta : EGC. Bertrens, K. 2005. Etika. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Indonesia

Guwandi, J. 2005. Medical Error dan Hukum Medis. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hanafiah, M. Jusuf. 2008. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta : EGC. Lombardo, Mary Carter. 2006. Tumor Sistem Saraf Pusat. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran Indonesia (MKEK) IDI. 2002. Kode Etik Kedokteran Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Jakarta : IDI Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia.2002.Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia NO. 221 /PB/A.4/04/2002 Tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia. Avaiable on URL: http://www.ilunifk83.com/t130-kode-etik-kedokteran-indonesia Sarigan. 2005. Panduan Etika Medis. Yogjakarta : UMY available on URL : http://www.findtoyou.com/ebook/download-etika+kedokteran3610592.html

Anda mungkin juga menyukai