Emitor ARR AnalisisPengaruhJenisTanah
Emitor ARR AnalisisPengaruhJenisTanah
Abstrak
Pentanahan merupakan salah satu faktor kunci dalam usaha pengamanan (perlindungan) sistem tenaga listrik. Usaha pentanahan sistem merupakan usaha untuk menghubungkan bagian kondusif terbuka perlengkapan dengan tanah. Adanya perbedaan beberapa jenis tanah yang ada di wilayah Yogyakarta sangat berpengaruh pada kelayakan keamanan dari sistem pentanahan yang akan dibangun. Penelitian dilakukan dengan mengalirkan arus gangguan ke dalam tanah melalui elektroda pentanahan, sehingga akan diketahui tegangan permukaan tanahnya. Elektroda pentanahan tersebut dibenamkan ke dalam tanah dengan kedalaman 0,5 dan 1,0 meter. Distribusi tegangan permukaan dapat diketahui dengan menanam dan mengukur tegangan paku di sekitar elektroda pentanahan. Tegangan di dalam, di sekitar, dan pada pemukaan tanah tempat elektroda pentanahan dibenamkan akan meningkat pesat akibat adanya arus gangguan tanah yang mengalir dari elektroda ke tanah di sekitarnya. Besarnya tegangan permukaan tanah akan turun dari titik diatas elektroda pentanahan sampai nilainya sama dengan tegangan tanah sebenarnya begitu menjauhi elektroda pentanahan. Berdasarkan penelitian yang diakukan pada beberapa jenis tanah di wilayah Yogyakarta dapat diketahui bahwasannya perlu dilakukan beberapa analisis dalam pembangunan sistem pentanahan yang handal. Kenaikan nilai arus gangguan tidak menjamin tingginya nilai tegangan permukaan untuk setiap kondisi jenis tanah, karena nilai tegangan permukaan sangat tergantung pada jenis tanah dimana elektroda pentanahan di benamkan.
1. Pendahuluan
Sistem petanahan belum digunakan ketika sistem tenaga masih memiliki ukuran kapasitas yang kecil (sekitar tahun 1920). Alasan saat itu karena bila ada gangguan ke tanah pada sistem, dan dimana besarnya arus gangguan sama atau kurang dari 5 ampere, maka pada kondisi demikian busur api akan padam dengan sendirinya. Arus gangguan listrik terjadi semakin besar, seiring sistem tenaga listrik yang berkembang semakin besar. Hal ini sangat berbahaya bagi sistem, karena bisa menimbulkan tegangan lebih transien yang sangat tinggi. Oleh karena itu, para ahli kemudian merancang suatu sistem yang membuat sistem tenaga tidak lagi mengambang. Sistem tersebut kemudian dikenal dengan sistem pentanahan atau grounding system. Usaha pengetanahan sistem merupakan usaha untuk menghubungkan bagian kondusif terbuka
perlengkapan dengan tanah. Bagian yang langsung berhubungan dengan atau ditanam di tanah ialah elektroda pentanahan. Ada beberapa jenis elektroda pentanahan yang sering digunakan, yaitu elektroda pita, batang, horisontal, dan pelat. Pemilihan jenis elektroda pentanahan ini diarahkan kepada usaha pemenuhan hambatan pentanahan sekecil mungkin. Pembahasan tentang pengaruh jenis tanah terhadap tegangan permukaan ini dilakukan mengingat adanya perbedaan fisik terhadap beberapa jenis tanah di wilayah Yogyakarta. Kondisi tersebut akan menjadi pertimbangan dunia industri ketika akan mengembangkan potensi daerah ini. Analisis dilakukan untuk memberi gambaran batas aman tegangan permukaan tanah disebuah sistem tenaga listrik ketika terjadi gangguan antara titik-titik yang mungkin disentuh manusia. Beberapa faktor yang diamati meliputi: jenis tanah, arus gangguan atas tanah, jarak pengukuran atas gangguan tanah, sudut
51
pengukuran atas gangguan tanah, serta kedalaman penanaman elektroda batang. Tegangan didalam, disekitar, dan pada permukaan tanah tempat elektroda pentanahan dibenamkan akan meningkat pesat akibat adanya arus gangguan tanah yang mengalir dari elektroda ke tanah disekitarnya. Besarnya tegangan permukaan tanah akan turun dari titik diatas elektroda pentanahan sampai nilainya sama dengan tegangan tanah sebenarnya begitu menjauhi elektroda pentanahan. Gambaran yang benar tentang grafik tegangan permukaan tanah penting untuk diketahui, mengingat bahaya yang mungkin ditimbulkan sangat besar. Nilai gradien tegangan permukaan tanah dapat sedemikian tinggi sehingga dapat menimbulkan bahaya tegangan langkah pada manusia yang berada diatas elektroda pentanahan. Demikian juga dengan tegangan sentuh yang dihasilkan dari selisih antara titik sentuh pada perlengkapan terketenahkan dengan titik diatas permukaan tanah dimana seseorang berdiri. Diketahui dari data yang diperoleh bahwa rerata penurunan tegangan permukaan tertinggi nilainya pada daerah dekat dengan elektroda batang, kemudian turun begitu menjauhi elektroda. Andaikan pada saat terjadi gangguan pentanahan ada seseorang yang berada pada permukaan tanah diatas elektroda pentanahan, maka orang tersebut akan merasakan beda tegangan antar kaki yang tinggi pada daerah dekat elektroda batang. Seandainya orang tersebut menyentuh sebuah peralatan terketanahkan melalui elektroda batang, maka ia akan merasakan beda tegangan antara tegangan peralatan tersebut dengan tegangan permukaan tanah di lokasi tempatnya berdiri. Kedua selisih tegangan ini cukup berbahaya karena nilainya bisa mencapai ribuan volt. Saat gangguan tanah terjadi dan arus gangguan mengalir ke tanah melalui suatu sistem elektroda pentanahan, tegangan didalam dan dipermukaan tanah 38 akan mengalami kenaikan. Tegangan permukaan tanah disekitar elektroda pentanahan akan meningkat pesat akibat adanya arus gangguan tanah yang mengalir dari elektroda pentanahan ke tanah disekitarnya. Semakin jauh dari elektroda pentanahan ke arah suatu titik yang jauh, tegangan permukaan tersebut akan semakin turun dan akhirnya tegangan tersebut menjadi tegangan tanah sebenarnya.
1.
2.
3.
4.
5. 6. 7. 8.
Generator 1000 W, sebagai sumber tenaga listrik yang bisa dipindahkan dengan mudah dan berbahan bakar bensin. Transformator isolasi, digunakan untuk memisahkan antara titik pentanahan yang diuji dengan pentanahan sistem. a. Tegangan primer 110 Volt b. Tegangan skunder 220 Volt c. Kapasitas 1000 Watt Regulator, digunakan untuk mengatur besarnya tegangan yang akan dialirkan a. Tegangan primer 110 / 220 Volt b. Tegangan skunder 0 240 Volt c. Kapasitas 3 KV Earthingmeter, digunakan untuk mengetahui tahanan tanah dari jenis tanah yang digunakan. Voltmeter, alat pengukur tegangan. Amperemeter, alat pengukur arus. Pasak dan paku, sebagai kontak langsung antara kabel dengan tanah. Kabel, sebagai penghantar tenaga listrik
2.3 Rangkaian dan Tata Cara Pengujian Bahan elektroda ditanam sedalam 0,5 m dan 1 m untuk pengujian tegangan permukaan tanah. Kemudian dari bagian elektroda ini dihubungkan dengan kabel yang berasal dari generator diesel yang sebelumnya diatur oleh regulator tegangan. Tegangan yang mengalir dari regulator dianalogikan sebagai arus gangguan tanah. Pengujian dilakukan dengan kedalaman dari pembenaman elektroda 0,5 m dan 1,0 m untuk semua jenis tanah. Kemudian dilakukan pengamatan tegangan permukaan tanah dengan membuat variasi jarak titik setiap 20 cm sejauh 4 m dari elektroda pentanahan. Titik-titik pengukuran penyebaran tegangan permukaan tanah tersebut kemudian ditanami paku. Pengukuran juga dilakukan dengan 3 sudut penyebaran yang berbeda, yakni 00,900,1800. Ini diharapkan mampu mewakili arah penyebaran arus gangguan tanah terhadap tegangan permukaan tanah. Sebelum melakukan pengukuran tegangan primer trafo isolasi diset pada posisi 110 Volt, yang bersumber dari generator diesel. Sisi sekunder trafo isolasi diset pada posisi 220 Volt. Tegangan sekunder transformator isolasi dijadikan sebagai tegangan primer regulator pada 220 Volt. Tegangan sekunder dari regulator dinaikkan setiap 40 Volt, mulai dari 0 hingga 240 Volt. Sebelum melakukan pengujian pada setiap jenis tanah, terlebih dahulu diukur tahanan tanahnya untuk kedalaman 0,5 m dan 1,0 m. Adapun rangkaian pengukuran tahanan tanah, tampak seperti di bawah ini.
52
3. 4.
Pengukuran dengan perubahan sudut pengukuran Pengukuran dengan perubahan kedalaman elektroda batang 5. Pengukuran dengan perubahan jenis tanah Adapun faktor-faktor yang berpengaruh langsung pada sistem pentanahan adalah tahanan jenis tanah, diameter dan panjang elektroda pentanahan batang. Seperti halnya persamaan berikut:
R = ( / 2L) ln (2 L / d )
5 4
Gambar 1. Alat Ukur Earthingmeter
Keterangan alat: 1. Terminal 2. Skala pembacaan 3. Indikator 4. Tombol 5. Saklar untuk pemilihan pengukuran alat 6. Indeks pada skala Pengukuran dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Semua kabel dipasang pada terminal alat ukur. 2. Baut sambungan pada penghantar pentanahan dan elektroda pentanahannya dilepas, karat yang menempel dibersihkan. 3. Kabel hijau dihubungkan pada bagian yang akan diukur, probe kabel kuning ditancapkan pada tanah dengan jarak 5-10 m dengan probe kabel merah. 4. Tombol (no 4) ditekan, jarum akan bergerak kemudian, jarum diatur tepat pada posisi nol. Tombol dilepas maka jarum akan menunjukkan besar tahanan yang diukur.
dengan: R L d
= tahanan (ohm) = panjang elektroda pentanahan (m) = diameter elektroda pentanahan (m) = tahanan jenis tanah (ohm-m)
3.1 Pengukuran dengan Perubahan Arus Gangguan Nilai tegangan yang dialirkan ke elektroda batang dibuat bervariasi dengan maksud agar diperoleh data nilai tegangan permukaan untuk berbagai arus gangguan tanah yang berbeda-beda. Perubahan nilai tegangan keluaran regulator diatur dari 40 240 Volt, dengan setiap kenaikannya sebesar 40 Volt. Pengukuran tegangan permukaan dilakukan mulai jarak 0 4,0 m, dengan variasi perubahannya 0,2 m. Titik-titik di tanah yang akan diukur tegangan permukaan tanahnya ditanami paku dengan kedalaman 10 Cm agar pengukurannya menjadi lebih mudah. Disamping nilai tegangan permukaan tanah, data pengukuran lain yang diambil ialah besarnya tegangan masukan (Vin) dan arus (I) Hal yang sama dilakukan untuk berbagai jenis tanah dengan kedalaman 0,5 m dan 1,0 m. Dari hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh bahwa kenaikan nilai arus gangguan tidak menjamin tingginya nilai tegangan permukaan. Karena nilai tegangan permukaan sangat tergantung pada jenis tanah dimana panjang dan kedalaman pembenaman elektroda batang.
I
Gambar 2. Pemasangan Earthingmeter pada Saat Pengukuran
53
4M
>> 5M
3.2 Pengukuran dengan Perubahan Jarak Pengukuran Struktur fisik elektroda berpengaruh besar terhadap besarnya tahanan sistem pentanahan. Pembahasan berikut akan memperjelas bahwa selain tahanan jenis tanah, perubahan jarak pengukuran dari elektroda pentanahan juga merupakan faktor dominan dalam sistem pentanahan. Gambar 4 menunjukkan pengaruh perubahan radius elektroda batang terhadap resistan pentanahan. Penambahan radius relatif berpengaruh besar terhadap jenis tanah dengan tahanan jenis tinggi, pada jenis tanah dengan tahanan jenis rendah perubahan radius elektroda batang (rod) relatif tidak berpengaruh.
200 Resistan (ohm) 160 120 80 40
Resistivitas tanah 100 Ohm-m 1000 Ohm-m Rod 5 m, pangkal rod 0,6 m di dalam tanah
0,2
0,4
0,8
1,0
Nilai tegangan yang dilewatkan pada elektroda diusahakan tetap yakni 220 Volt dengan arah pengukuran dibuat bervariasi. Tujuannya agar diperoleh data distribusi tegangan permukaan disekitar batang elektroda pentanahan dengan beberapa arah pengujian. Pelaksanaan pengukuran tegangan permukaan tanah dilakukan mulai jarak terdekat 0 4m, dengan variasi jaraknya setiap 0,2 m. 3.3 Pengukuran dengan Perubahan Sudut Pengukuran Nilai tegangan yang diberikan pada elektroda dibuat bervariasi dengan mengubah nilai keluaran
regulator tegangan dari 40240 V, dengan kenaikan setiap 40 V yang diikuti dengan perubahan sudut pengukuran. Tujuan dari pengukuran ini agar diperoleh data distribusi tegangan permukaan tanah disekitar elektroda batang pada beberapa sudut pengujian. Pengukuran tegangan permukaan tanah dilakukan mulai jarak terdekat 04 m, dengan jarak setiap pengukuran 0,2 m. Titik ditanah yang akan diuji tegangan permukaan tanahnya ditanami paku. Adapun sudut pengukurannya adalah 00, 900, dan 1800. Perlu diketahui bahwa masing-masing sudut hampir memiliki kesamaan dalam tegangan permukaannya. Nilai tegangan permukaan paling besar masih pada pusat elektroda batang, kemudian nilai tersebut turun melandai dengan semakin jauhnya jarak titik ukur dengan pusat elektroda. Nilai tegangan permukaan tanah untuk sudut 00 ternyata lebih rendah dibanding sudut pengujian yang lain, hal ini dikarenakan titik-titik ukur yang berada dijalur aliran arus gangguan dari elektroda menuju ke pasak netral. Tegangan permukaan tanah dari berbagai arah akan semakin turun jika elektroda pentanahan ditanam pada kedalaman yang semakin dalam, hal ini berdasarkan data-data yang diperoleh. Besar tegangan permukaan tanah akan semakin menurun dengan semakin jauhnya titik pengukuran. Hal tersebut diakibatkan karena jarak dari sumber gangguan terhadap titik di permukaan tanah yang semakin besar, juga akibat semakin lemah/tersebar distribusi arus gangguan tanah tersebut. Pada kondisi pembenaman yang tidak terlalu dalam, suhu/temperatur akan ikut mempengaruhi nilai tegangan permukaan tanah. 3.4 Pengukuran dengan Perubahan Kedalaman Elektroda Batang Pengaruh kedalaman elektroda batang (vertical rod) terhadap tahanan pentanahan diilustrasikan gambar 5. untuk kondisi tanah uniform, sedangkan untuk kondisi tanah nonuniform diilustrasikan gambar 6.
54
3.5.1
100 O hm -m 1000 O hm -m Rod 5 m , pangkal rod 0,6 m di dalam tanah Radius = 0,00735 m
10
50
8
25
30
6 4 2 0 0 0 50 100 200 150 tegangan V olt 200 250 400 300 jarak Cm 100
J e n is ta n a h 5 0 O h m -m ta n a h 3 la p is : 2 m 2 0 0 O h m -m , 4 m 1 0 0 0 O h m - m , 5 0 O h m -m R o d 5 m , p a n g k a l ro d 0 ,6 m d i d a la m ta n a h R a d iu s = 0 , 0 0 7 3 5 m
20 15 10 K e d a la m a n / p a n ja n g r o d ( m )
25
30
Gambar 6. Pengaruh Kedalaman Elektroda pada Kondisi Tanah tak Seragam (Nonuniform).
Kedalaman elektroda pentanahan adalah faktor penting dalam sistem pentanahan. Semakin dalam elektroda dipasang resistan pentanahan semakin turun, hal ini disebabkan semakin dalam elektroda dipasang kelayakan kualitas secara elektris semakin baik diperoleh. Panjang elektroda yang dipasang sedapat mungkin dekat dengan daerah embunan permanen tanah. Kegagalan mencapai embunan tidak hanya menyebabkan resistansi yang tinggi, tetapi juga menyebabkan variasi-variasi tahanan pentanahan yang cukup kompleks selama perubahan musim. Resistivitas tanah jarang dijumpai memiliki nilai yang sama atau seragam, biasanya beberapa titik pertama dari kedalaman yang dekat permukaan mempunyai resistansi yang relatif tinggi dan merupakan pokok persoalan untuk mengganti pembahasan dan pengeringan karena variasi curah hujan, sedangkan tanah yang lebih dalam relatif lebih stabil.
Tampak dari grafik 7 hasil data yang diperoleh, bahwa tegangan permukaan mencapai puncaknya sebesar 8,2 V untuk tegangan gangguan 80 V, dengan jarak 0,2 m dari elektroda. Diperoleh nilai R-tanah (tahanan tanah) yang cukup rendah yakni 9,2 Ohm, padahal dalam sistem pentanahan disyaratkan R-tanah lebih kecil dari 10 Ohm. Fenomena lain yang didapati dari percobaan jenis tanah ini adalah percobaan tidak bisa dilanjutkan untuk tegangan gangguan 120 V. Hal ini terjadi dikarenakan kondisi tanah yang terlalu basah dikarenakan malam sebelumnya terjadi hujan yang cukup lebat ditempat tersebut. Sehingga pada saat pengukuran hanya mampu mencapai tegangan gangguan 108 V dengan arus 2,11 A, kondisi dimana terjadi hubung singkat antara elektroda pentanahan dengan pasak netral. Akibat dari kondisi beban tersebut, generator diesel hampir mati dan pengukuran kemudian tidak dilanjutkan untuk nilai tegangan gangguan yang lebih tinggi. Kesimpulan sementara menunjukkan walaupun memiliki R-tanah yang rendah, belum menjamin akan memiliki sistem pentanahan yang baik. Faktor lain yang mempengaruhi adalah diameter dan panjang elektroda batang yang digunakan dan dibenamkan kedalam tanah. Konfigurasi pengukuran ini hanya mampu mendistribusikan nilai tegangan permukaan secara horizontal atau menyamping.
55
6 5 teg perm uk aan V olt 4 3 2 1 0 0 0 50 100 150 tegangan V olt 200 250 400 300 jarak Cm 200 100
Tampak dari grafik 8 hasil data yang diperoleh, bahwa tegangan permukaan mencapai puncaknya sebesar 5,2 V untuk tegangan gangguan 80 V, dengan jarak 0,2 m dari elektroda. Diperoleh nilai R-tanah (tahanan tanah) yang cukup rendah yakni 6,2 Ohm, padahal dalam sistem pentanahan disyaratkan R-tanah lebih kecil dari 10 Ohm. Diperoleh nilai tegangan permukaan yang kecil yakni kurang dari 1 V untuk tegangan gangguan yang lebih besar dari 80 V. Sehingga bisa disimpulkan sistem pentanahan bekerja lebih optimal untuk konfigurasi pengukuran seperti ini. Dengan kata lain arus gangguan tanah yang dialirkan bisa langsung di distribusikan dalam radius yang sangat kecil. Nilai tegangan permukaan masih dipengaruhi oleh diameter dan panjang elektroda batang yang digunakan dan dibenamkan kedalam tanah. Dan kondisi partikel dari jenis tanah kapur ini akan semakin baik dalam mengalirkan muatan listrik manakala diberi arus gangguan yang semakin tinggi. 3.5.2 Jenis tanah lembab-pasir
Ohm, padahal dalam sistem pentanahan disyaratkan Rtanah lebih kecil dari 10 Ohm. Kenaikan nilai tegangan gangguan yang diberikan, diikuti oleh nilai tegangan permukaan yang semakin besar. Sehingga bisa disimpulkan sistem pentanahan tidak bekerja optimal untuk jenis tanah lembab-pasir seperti ini. Dengan kata lain arus gangguan tanah yang dialirkan tidak bisa langsung di distribusikan dalam radius yang sangat kecil. Bahkan nilainya semakin besar mengikuti besarnya nilai arus gangguan. Kondisi partikel dari jenis tanah lembabpasir ini memang kurang baik dalam mengalirkan muatan listrik manakala diberi arus gangguan yang semakin tinggi, karena partikel penyusunnya terdiri dari butiran-butiran batu yang memiliki rongga udara. Kondisi temperatur pun tidak banyak berperan dalam memperbaiki sistem pentanahan untuk kondisi tanah lembab-pasir.
JE NIS TANA H:lem bab - R TA NAH= >> 1000 Ohm - KE DALAM AN= 1 M - S UDUT = 0
50 40 30 20 10 0 0 0 50 100 150 tegangan V olt 200 250 400 300 jarak Cm 200 100
60 50 teg perm uk aan V olt 40 30 20 10 0 0 0 50 100 150 tegangan V olt 200 250 400 300 200 jarak Cm 100
Tampak dari grafik 4.9. hasil data yang diperoleh, bahwa tegangan permukaan mencapai puncaknya sebesar 50,5 V untuk tegangan gangguan 240 V, dengan jarak 0,2 m dari elektroda batang. Diperoleh nilai R-tanah yang sangat besar yakni diatas 1000
Tampak dari grafik hasil 10. data yang diperoleh, bahwa tegangan permukaan mencapai puncaknya sebesar 48,5 V untuk tegangan gangguan 240 V, dengan jarak 0,2 m dari elektroda batang. Diperoleh nilai R-tanah yang sangat besar yakni diatas 1000 Ohm, padahal dalam sistem pentanahan disyaratkan Rtanah lebih kecil dari 10 Ohm. Kenaikan nilai tegangan gangguan yang diberikan, diikuti oleh nilai tegangan permukaan yang semakin besar. Sehingga bisa disimpulkan sistem pentanahan tidak dapat bekerja optimal untuk jenis tanah lembab-pasir seperti ini. Dengan kata lain arus gangguan tanah yang dialirkan tidak bisa langsung di distribusikan dalam radius yang sangat kecil. Bahkan nilainya semakin besar mengikuti besarnya nilai arus gangguan. Nilai tegangan permukaan juga tidak dipengaruhi oleh panjang elektroda batang yang digunakan dan dibenamkan kedalam tanah. Kondisi partikel dari jenis tanah lembab-pasir ini memang kurang baik dalam mengalirkan muatan listrik manakala diberi arus gangguan yang semakin tinggi, karena partikel penyusunnya terdiri dari butiranbutiran batu yang memiliki rongga udara. Kondisi temperatur pun tidak banyak berperan dalam memperbaiki sistem pentanahan untuk kondisi tanah lembab-pasir.
56
3.5.3 Jenis tanah lempung Tampak dari grafik 11, hasil data yang diperoleh, bahwa tegangan permukaan mencapai puncaknya sebesar 7,03 V untuk tegangan gangguan 120V, dengan jarak 0,2 m dari elektroda batang. Diperoleh nilai R-tanah yang kecil yakni 55 Ohm, padahal dalam sistem pentanahan disyaratkan R-tanah lebih kecil dari 10 Ohm.
JE NIS TA NA H:liat-lem pung - R TA NA H= 55 Ohm - K E DA LA M A N= 0.5 M - S UDUT = 0
2 0 0 0 50 100 150 tegangan V olt 200 250 400 300 200 jarak Cm 100
sebesar 0,001 V untuk semua tegangan gangguan yang diberikan, dengan jarak 0,2 m dari elektroda batang. Diperoleh nilai R-tanah yang kecil yakni 22 Ohm, padahal dalam sistem pentanahan disyaratkan R-tanah lebih kecil dari 10 Ohm. Nilai tegangan gangguan yang diberikan ternyata mampu terdistribusi dengan baik, bahkan nilai tegangan permukaan yang ada sangat kecil. Hal ini sangat jelas terlihat pada grafik diatas, sejak dari nilai tegangan gangguan yang kecilbesar, semua mampu disebarkan secara vertikal atau ke bawah elektroda batang. Sehingga bisa disimpulkan sistem pentanahan dapat bekerja optimal untuk jenis tanah lempung seperti ini. Arus gangguan tanah yang dialirkan baru bisa di distribusikan dalam radius yang sangat kecil dari pada jenis tanah yang lain. Selain itu, nilai tegangan permukaan juga dipengaruhi oleh panjang elektroda batang yang digunakan dan dibenamkan kedalam tanah. Kondisi partikel dari jenis tanah lempung ini memang cukup lama bisa menyimpan air, sehingga baik dalam mengalirkan muatan listrik manakala diberi arus gangguan yang semakin tinggi, karena air memiliki sifat konduktor terhadap loncatan listrik. 3.5.4 Jenis tanah kering-pasir
Kenaikan nilai tegangan gangguan yang diberikan, diikuti oleh nilai tegangan permukaan yang semakin besar sampai pada tegangan gangguan 120 V. Sehingga bisa disimpulkan sistem pentanahan kurang dapat bekerja optimal untuk jenis tanah lempung seperti ini. Arus gangguan tanah yang dialirkan baru bisa di distribusikan dalam radius yang lebih besar dibandingkan jenis tanah kapur-basah. Nilai tegangan permukaan juga dipengaruhi oleh panjang elektroda batang yang digunakan dan dibenamkan kedalam tanah. Jenis tanah lempung ini memang memiliki partikel yang mampu menyimpan air cukup lama. Sehingga baik dalam mengalirkan muatan listrik manakala diberi arus gangguan yang semakin tinggi, karena air memiliki sifat konduktor terhadap loncatan listrik.
JE NIS TA NA H:liat-lem pung - R TA NA H=22 Ohm - K EDA LA M A N=1 M - S UDUT = 0
JE NIS TANA H:pas ir - R TA NA H= > > 1000 Ohm - K EDALA M AN= 0.5 M - S UDUT = 0
60 50 teg perm uk aan V olt 40 30 20 10 0 0 0 50 100 150 tegangan Volt 200 250 400 300 200 jarak Cm 100
-3
0 0 0 50 100 150 tegangan V olt 200 250 400 300 200 jarak Cm 100
Tampak dari grafik 12. hasil data yang diperoleh, bahwa tegangan permukaan mencapai puncaknya
Tampak dari grafik 13 hasil data yang diperoleh, bahwa tegangan permukaan mencapai puncaknya sebesar 53 V untuk tegangan gangguan 240 V, dengan jarak 0,2 m dari elektroda batang. Diperoleh juga nilai R-tanah yang sangat besar yakni diatas 1000 Ohm, dimana dalam sistem pentanahan disyaratkan R-tanah lebih kecil dari 10 Ohm. Kenaikan nilai tegangan gangguan yang diberikan, diikuti oleh nilai tegangan permukaan yang semakin besar. Sehingga bisa disimpulkan sistem pentanahan tidak bekerja optimal untuk jenis tanah kering-pasir seperti ini. Jadi arus gangguan tanah yang dialirkan tidak bisa langsung di distribusikan dalam radius yang sangat kecil. Bahkan nilainya semakin besar mengikuti besarnya nilai arus gangguan. Kondisi partikel dari jenis tanah lembab-pasir ini memang kurang baik dalam mengalirkan muatan listrik manakala diberi arus gangguan yang semakin tinggi,
57
karena partikel penyusunnya terdiri dari butiranbutiran batu yang memiliki rongga udara. Kondisi ini semakin buruk dengan tingginya temperatur yang ada, sehingga kondisi tanah benar-benar tidak mengandung faktor yang mampu meningkatkan sistem pentanahan yang ada.
JENIS TA NA H:pas ir - R TA NA H=> > 1000 Ohm - K E DA LA M A N= 1 M - S UDUT = 0
Berkaitan dengan kandungan uap lembab, tes bidang menunjukkan bahwa dengan lapisan permukaan tanah 10 kali akan lebih baik ditahan oleh batas dasar. Elektroda yang dipasang dengan dasar batu biasanya memberikan kualitas pentanahan yang baik, hal ini disebabkan dasar-dasar batu sering tidak dapat tembus air dan menyimpan uap lembab sehingga memberikan kandungan uap lembab yang tinggi. 3.5.6 Pengaruh tahanan jenis tanah Tahanan tanah merupakan kunci utama yang menentukan tahanan elektroda dan pada kedalaman berapa elektroda harus ditanam agar diperoleh tahanan yang rendah. Tahanan tanah bervariasi di berbagai tempat dan cenderung berubah menurut cuaca. Tahanan tanah ditentukan juga oleh kandungan elektrolit di dalamnya, kandungan air, mineral-mineral dan garam-garam. Tanah yang kering biasanya mempunyai tahanan yang tinggi, namun demikian tanah yang basah juga dapat mempunyai tahanan yang tinggi apabila tidak mengandung garam-garam yang dapat larut. Tahanan tanah berkaitan langsung dengan kandungan air dan suhu, dengan demikian dapat diasumsikan bahwa tahanan suatu sistem pentanahan akan berubah sesuai dengan perubahan iklim setiap tahunnya. Untuk memperoleh kestabilan resistansi pentanahan, elektroda pentanahan dipasang pada kedalaman optimal mencapai tingkat kandungan air yang tetap. 3.5.7 Pengaruh temperatur Temperatur akan berpengaruh langsung terhadap resistivitas tanah dengan demikian akan berpengaruh juga terhadap performa tegangan permukaan tanah. Pada musim dingin struktur fisik tanah menjadi sangat keras, dan tanah membeku pada kedalaman tertentu. Air di dalam tanah membeku pada suhu di bawah 0OC dan hal ini menyebabkan peningkatan yang besar dalam koefisien temperatur resistivitas tanah. Koefisien ini negatif, dan pada saat temperatur menurun, resistivitas naik dan resistansi hubung tanah tinggi. Pengaruh temperatur terhadap resistivitas tanah dijelaskan dalam tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1 Efek temperatur terhadap resistivitas tanah
30 25 teg perm uk aan V olt 20 15 10 5 0 0 0 50 100 150 tegangan V olt 200 250 400 300 200 jarak Cm 100
Tampak dari grafik 14. hasil data yang diperoleh, bahwa tegangan permukaan mencapai puncaknya sebesar 27,2 V untuk tegangan gangguan 240 V, dengan jarak 0,2 m dari elektroda batang. Diperoleh nilai R-tanah yang sangat besar yakni diatas 1000 Ohm, padahal dalam sistem pentanahan disyaratkan Rtanah lebih kecil dari 10 Ohm. Kenaikan nilai tegangan gangguan yang diberikan, diikuti oleh nilai tegangan permukaan yang semakin besar. Sehingga bisa disimpulkan sistem pentanahan tidak dapat bekerja optimal untuk jenis tanah lembab-pasir seperti ini. Jadi arus gangguan tanah yang dialirkan tidak bisa langsung di distribusikan dalam radius yang sangat kecil. Bahkan nilainya semakin besar mengikuti besarnya nilai arus gangguan. Nilai tegangan permukaan juga tidak dipengaruhi oleh panjang elektroda batang yang digunakan dan dibenamkan kedalam tanah. Kondisi partikel dari jenis tanah kering-pasir ini memang kurang baik dalam mengalirkan muatan listrik manakala diberi arus gangguan yang semakin tinggi, karena partikel penyusunnya terdiri dari butiranbutiran batu yang memiliki rongga udara. Kondisi ini semakin buruk dengan tingginya temperatur yang ada, sehingga kondisi tanah benar-benar tidak mengandung faktor yang mampu meningkatkan sistem pentanahan yang ada. 3.5.5 Pengaruh uap lembab dalam tanah Kandungan uap lembab dalam tanah merupakan faktor penentu nilai tegangan tanah. Variasi dari perubahan uap lembab akan membuat perbedaan yang menonjol dalam efektifitas hubungan elektroda pentanahan dengan tanah. Hal ini jelas telihat pada kandungan uap lembab di bawah 20%. Nilai di atas 20% resistivitas tanah tidak banyak terpengaruh, tetapi di bawah 20% resistivitas tanah meningkat drastis dengan penurunan kandungan uap lembab.
No 1 2 3 4 5 6 7 8
Temperatur (0C) -5 0 0 10 20 30 40 50
Resistivitas (Ohm.cm) 70.000 30.000 10.000 8.000 7.000 6.000 5.000 4.000
58
2.
bersifat anodik. Logam yang bersifat anodik akan terkorosi. Metode untuk mencegah terjadinya korosi galvanis dengan menerapkan aturan daerah (areas rule). Area logam anodik (khususnya untuk baja) dibagi dengan area logam katodik (khusus untuk tembaga). Perbandingan antara anodik dan katodik menurun, resiko kecepatan korosi naik dengan tajam. Masalah lain yang mungkin terjadi adalah sambungan antara logam yang berbeda seperti tembaga dan aluminium atau tembaga dengan baja dimana sambungannya tidak dilindungi dan mudah terpengaruh oleh kelembaban resiko terjadinya korosi sangat tinggi Korosi kimia (chemical corrosion) Berdasarkan skala pH, kondisi tanah dapat dibedakan menjadi kondisi asam, basa dan netral. Korosi kimia akan terjadi pada tanah asam ataupun basa. Kecepatan korosi akan dipengaruhi oleh daya tahan logam, jika logam bersifat rentan maka akan lebih cepat terkorosi. Sebagai pedoman, material yang berada di sekeliling elektroda sebaiknya relatif netral.
59
Buku-buku pentanahan kuno (1930-an), menyatakan bahwa tahanan elektroda dapat turun sampai dengan 90 % dengan perlakuan kimia. Bahanbahan yang digunakan adalah sodium klorid (garam), magnesium sulfat (garam Inggris), tembaga sulfat, sodium karbonat (soda api), dan kalsium klorid. Bahan-bahan ini disebar disekitar elektroda melalui sebuah lubang di sekeliling elektroda. Resitivitas yang dihasilkan dapat turun 0,2 Ohm-m dengan menambahkan soda api dan 0,1 Ohm-m dengan penambahan garam dapur. Bahan-bahan terbaru yang digunakan untuk menurunkan tahanan jenis tanah antara lain sebagai berikut: a. Bentonite Bentonite adalah bahan alami berupa tanah liat berwarna coklat muda sewarna minyak zaitun dengan tingkat keasaman rendah, mempunyai pH 10,5. Bentonite mampu menyerap air disekitarnya lima kali berat bentonite sendiri dan menahannya. Dimensinya dapat mengembang 13 kali volume keringnya. Nama kimia bentonite adalah sodium montmorillonite. Dalam kondisi tak jenuh zat ini mampu menyerap kelembaban tanah sekitar dan hal ini yang menjadikan bentonite digunakan. Zat ini mempunyai resistivitas rendah sekitar 5 Ohmm dan bersifat non korosif. Bentonite berkarakter tiksotropik, berbentuk gel dan tidak mudah bereaksi sehingga sebaiknya disimpan dalam tempat tertutup. Bentonite biasa digunakan sebagai bahan pengisi untuk driven rod dalam, zat ini cenderung menempel kuat pada rod tersebut. Kondisi tanah yang sangat kering dengan periode yang cukup panjang akan mengakibatkan bentonite pecah dengan sedikit kontak elektroda terhadapnya. Aplikasi bentonite di Inggris tidak terjadi hal yang demikian karena kondisi tanah yang sangat kering jarang terjadi. b. Marcionite Marcionite adalah bahan yang bersifat konduktif dengan kandungan kristal karbon yang cukup tinggi pada fase normalnya, dan juga mengandung
60
belerang dan klorida dengan konsentrasi rendah. Seperti halnya bentonite, marcionite akan bereaksi korosif terhadap logam tertentu, dan memiliki tahanan jenis rendah. Logam yang digunakan sebaiknya dilapisi bitumen atau cat bitumastik sebelum dihubungkan dengan marcionite. Aluminium, lapisan timah dan baja galvanis sebaiknya jangan dipasang pada marcionite. Marconite dapat mempertahankan kelembabannya dalam kondisi lingkungan sangat kering sehingga kelemahan bentonite dapat ditutup oleh marcionite. Marcionite juga digunakan sebagai bahan anti statik pada lantai dan tabir elektromagnetik. Marcionite terdaftar dalam merek dagang Marconi Communication System United. c. Gypsum Adakalanya kalsium sulfat (gypsum) digunakan sebagai bahan uruk, baik dalam fase sendiri maupun dicampur dengan bentonite atau dengan tanah alami berasal dari daerah tersebut. Gypsum mempunyai kelarutan yang rendah sehingga tidak mudah dihilangkan, tahanan jenisnya rendah berkisar 5-10 Ohm-m pada kondisi jenuh. Dengan pH berkisar 6,2 -6,9, gypsum cenderung bersifat netral. Gypsum tidak mengkorosi tembaga, meskipun terkadang kandungan ringan SO3 menjadi masalah pada struktur dasar dan fondasi. Zat ini tidak mahal dan biasanya dicampur dengan tanah urukan sekitar elektroda. Diklaim zat ini membantu mempertahankan tahanan yang rendah dengan priode waktu yang relatif lama, pada daerah dengan kandungan garam disekitarnya dilarutkan oleh aliran air (hujan) Resistivitas tanah yang tinggi disinyalir sebagai sebab utama tingginya tahanan tanah. Perlakuan kimiawi terhadap tanah dirasa cocok dan murah diterapkan sebagai solusi pemecahan terhadap tingginya tahanan tanah. Metode tersebut dilakukan dengan memberikan bahan urukan (backfill material), yang digunakan adalah arang kayu untuk menurunkan
resitivitas tanah. Arang kayu dimasukkan dalam lubang yang dibuat di sekitar driven ground dengan dimensi diameter 1 m dan kedalaman 3 m. Abu stasiun pembangkit dan arang digunakan karena kandungan karbon yang tinggi cenderung bersifat kondusif. Namun demikian bahan ini mengandung oksida karbon, titanium, potassium, sodium, magnesium atau kalsium bercampur dengan silika dan karbon. Pada kondisi basah, beberapa zat tersebut tidak dapat dielakkan bereaksi dengan tembaga dan baja menyebabkan korosi. Dengan demikian penggunaan arang kayu sebagai backfill material perlu dievaluasi kembali atau mungkin perlunya lapisan pelindung pada elektroda seperti bitumen ditambahkan.
1m
Tabel 4. Tahanan Jenis Tanah dan Daya Korosinya No 1 2 3 4 Tahanan jenis tanah ( Ohm-Meter ) 0 25 25 50 50 100 > 100 Daya korosi Tinggi Menengah Rendah Sangat rendah
6. Kesimpulan
1. Adanya perbedaan beberapa jenis tanah yang ada di wilayah Yogyakarta sangat berpengaruh pada kelayakan keamanan dari sistem pentanahan yang ingin dibangun. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada beberapa jenis tanah di wilayah Yogyakarta dapat diketahui bahwasannya perlu dilakukan beberapa analisis dalam pembangunan sistem pentanahan yang handal. Harga tahanan jenis tanah pada daerah kedalaman yang terbatas tergantung beberapa faktor, yaitu; a. Jenis tanah (tanah liat, tanah berpasir, tanah berbatu) b. Lapisan tanah (berlapis-lapis dengan tahanan jenis berlainan atau uniform) c. Kelembaban tanah d. Temperatur Diperoleh dari hasil analisis yang dilakukan, bahwa kenaikan nilai arus gangguan tidak menjamin tingginya nilai tegangan permukaan untuk setiap kondisi jenis tanah, karena nilai tegangan permukaan sangat tergantung pada jenis tanah dimana elektroda batang dibenamkan. Nilai tegangan permukaan tanah untuk sudut 00 ternyata lebih rendah dibanding sudut pengujian yang lain, hal ini dikarenakan titik-titik ukur yang berada dijalur aliran arus gangguan dari elektroda menuju ke pasak netral. Panjang elektroda yang ditanam sedapat mungkin dekat dengan daerah embunan permanen tanah. Kegagalan mencapai embunan tidak hanya menyebabkan resistansi yang tinggi, tetapi juga menyebabkan variasi-variasi tahanan pentanahan yang cukup kompleks selama perubahan musim. Pengujian terhadap jenis tanah kapur pada kedalaman 0,5 m menunjukkan distribusi tegangan permukaan secara horizontal yang sangat berbahaya bagi manusia karena arus gangguan mengalir dipermukaan tanah sampai radius yang cukup besar. Jenis tanah yang baik untuk sistem pentanahan adalah tanah liat-lempung yang mampu mendistribusikan tegangan permukaan dalam radius yang sangat kecil bahkan mendekati nol. Partikel penyusun tanah jenis pasir sangat buruk untuk mendistribusikan aliran arus gangguan, walaupun di tempat dengan suhu rendah.
2.
Arang Driven ground
3.
3m
4.
Gambar 15. Perawatan Kimiawi Elektroda Pentanahan
5.
6.
7.
8.
9.
61
Daftar Pustaka
[1] Adriyanto, S.D., Analisis Pentanahan Kaki Menara Transmisi 150 kV Kentungan-Sanggrahan Bertahanan Tinggi dan Usaha Menurunkannya, Jurusan Teknik Elektro UGM, Yogyakarta, 2003. [2] Arismunandar, A., dan Kuwahara, S., Buku Pegangan Teknik Tenaga Listrik, Jilid III Gardu Induk , Pradnya Paramita, Jakarta, 1997. [3] Charlton, T., Earthing Practice, Copper Development Association Publication 119, Orchad House Mutton Lane, 1997. [4] Dawalibi, F., and Mukhedhar, D., Multi Step Analysis of Interconnected grounding Electrodes, IEEE Transactions on Power Apparatus and System, Vol. PAS-9, No. 1, 1976. [5] Dawalibi, F., and Mukhedhar, D., Soil Effects on Ground Fault Currents, IEEE Transactions on Power Apparatus and System, Vol. PAS-100, No. 7, 1981. [6] Graha, D.S., Batuan dan Mineral, Nova, Bandung, 1987. [7] Hutauruk, T.S., Pengetanahan Netral Sistem Tenaga dan Pengetanahan Peralatan, Erlangga, Jakarta, 1987. [8] IEEE Recommended Practice for Grounding of Industrial and Commercial Power System, Power System Engineering Committee of the IEEE Industry Aplication Society, IEEE Standards Board 142, 1991. [9] Mukhedhar, Dinkar, Nagar, R.P., Review of Analytical Methods for Calculating The Performance of Large Grounding Electrodes Part. I, Theoretical Considerations, IEEE Transactions Vol. PAS-104, No. 11, 1985 [10] NPFA 70, National Electrical Code 2002 Edition, An International Electrical Code TM Series, 2002. [11] Pabla, A.S., dan Hadi, A., Sistem Distribusi Daya Listrik, Erlangga, Jakarta, 1994. [12] Satnam, P.S., and Gupta, P.V., Sub-Station Design and Equipment, Dhanpat Rai & Sons, New Delhi, 1979. [13] Setiawan, E., Instalasi Listrik Arus Kuat 3, Binacipta, Bandung, 1992. [14] Stevenson, W.D., dan Idris, K., Analisis Sistem Tenaga Listrik, Erlangga, Jakarta, 1996. [15] Sumerti, I.N., Diktat Kuliah Peralatan Tegangan Tinggi, Jurusan Teknik Elektro UGM. [16] Sverak, J.G., IEEE Guide for Safety in AC Substation Grounding, American National Standard Institute, 1985.
62