Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN CIDERA KEPALA DI RUANG BEDAH SARAF RSUP Dr.

KARIADI SEMARANG

DISUSUN OLEH AYI EKO PRASETYO 10.854

PRODI DIII KEPERAWATAN AKADEMI KESEHATAN ASIH HUSADA SEMARANG 2012

I. ANATOMI FISIOLOGI Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar 1.350cc dan terdiri atas 100 juta sel saraf atau neuron. Otak manusia bertanggung jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia. Oleh karena itu terdapat kaitan erat antara otak dan pemikiran. Otak dan sel saraf didalamnya dipercayai dapat mempengaruhi kognisi manusia. Pengetahuan mengenai otak mempengaruhi perkembangan psikologi kognitif.( Doengoes, Marylin,2000.) Otak Depan Bagian yang paling menonjol dari otak depan adalah otak depan (serebrum), yang terdapat di bagian otak depan. Otak besar terdiri dari dua belahan, yaitu belahan kiri dan kanan. Setiap belahan mengatur dan melayani tubuh yang berlawanan, yaitu belahan kiri mengatur dan melayani tubuh bagain kanan, sebaliknya belahan kanan mengatur dan melayani tubuh bagian kiri Jika otak belahan kiri mengalami gangguan maka tubuh bagian kananakan mengalami gangguan, bahkan kelumpuhan. Tiap-tiap belahan otak besar yang disebutkan di atas dibagi menjadi empat lobus yhaitu frontal, pariental, okspital, dan temporal. Antara frontal dan lobus pariental dipishkan oleh sulkus sentralis atau 'celah Rolando. Otak depan tersusun atas dua lapisan yaitu, lapisan luar (korteks) dan lapisan dalam. 1. Lapisan luar Lapisan luar merupakan lapisan tipis bewarna abu-abu. Lapisan ini berisi badan sel saraf. Permukaan lapisan korteks berlipat-lipat, sehingga permukaanya menjadi lebih luas. Lapisan korteks terdapat berbagai macam pusat saraf. 2. Lapisan dalam Lapisan dalam merupakan lapisan yang bewarna putih. Lapisan dalam banyak mengandung serabut saraf, yaitu dendrit dan neurit Otak depan merupakan pusat saraf utama, karena memiliki fungsi yang sangat penting dalam pengaturan semua aktivitas tubuh, khususnya berkaitan dengan kepandaian (inteligensi), ingatan (memori), kesadaran, dan pertimbangan. Seacara terperinci, aktivitas tersebut dikendalikan pada daerah yang berbeda. Di depan celah tengah (sulkus sentralis) terdapat daerah motor yang berfungsi mengatur gerakan sadar. Bagian paling bawah pada korteks motor tersebut mempunyai

hubungan dengan kemampuan bicara. Daerah anterior pada lobus frontalis berhubungan dengan kemampuan berpikir. Di belakang (posterior) sulkus entralis merupakan daerah sensori. Pada daerah ini berbagai sifat perasaan dirasakan kemudian ditafsirkan. Daerah pendengaran (auditori) terletak mpada lobus temporal. Di daerah ini, kesan atau suara diterima dan diinterpretasikan. Daerah visual (penglihatan) terletak pada ujung lobus oksipital yang menerima bayangan dan selanjutnya bayangan itu ditafsirkan. Adapun pusat pengecapan dan pembau terletak di lobus temporal bagian ujung anterior. Area di otak depan yang juga penting adalah hipotalamus dan talamus. Hipotalamus merupakan daerah kecil yang terletak di dasar otak depan dan memiliki berat beberapa miligram. Hipotalamus berberan sebagai pusat pengatur homeostasis tubuh, misalnya berkaitan dengan pengaturan suhu tubuh, rasa haus, rasa lapar dan kenyang, pengeluaran urin, pengaturan pengeluaran hormon dari kelenjar pituitari bagian anterior dan posterior, serta perilaku reproduktif. Talamus terletak di sebelah atas hipotalamus, berperan sebagai stasiun relay untuk informasi sensori yang dikirim ke otak besar. Jasi, talamus akan menyeleksi dan menyalurkan implusimplus sensori yang penting menuju ke otak besar Otak Tengah Otak tengah (diensefalon) manusia cukup kecil dan tidak menyolok, terletak di depan otak kecil dan jembatan Varol (plus Varolii). Bagian terbesar dari otak tengah pada sebagian besar Vertebrata adalah lobus optikus yang ukrannya berbeda-beda. Pada mamalia (termasuk manusia) terdapat korpora kuadrigemina (sebgai lokus optikus pada Vertebrata tingkatan rendah) yang berfungsi membantu koordinasi gerak mata, ukuran pupil mata (melebar/menyempit), dan refleks pendengaran tertentu. Selain itu, otak tengah mengandung pusat-pusat yang mengendalikan keseimbangan dan serabut saraf yang menghubungkan bagian otak belakang dengan bagian otak depan, juga antara otak depan dan mata. Otak tengah merupakan baguan atas batang otak. Semua berkas serabut saraf yang membawa informasi sensori sebelum memasuki talamus akan melewati otak tengah

Otak belakang otak belakang meliputi jembatan Varol (pons Varoli), sumsum lanjutan (medula oblongata), dan otak kecil (serebelum). Ketiga bagian ini membentuk batang otak. a. Jembata varol (pons Varoli) Jembatan Varol berisi serabut saraf yang menghubungkan lobus kiri dan kanan otak kecil, serta menghubungkan otak kecil dengan konteks otak besar. b. Sum sum lanjutan (medula oblongata) Sumsum lanjutan atau medula oblongata membentuk bagian bawah batang otak serta menghubungkan pons Varoli dengan sumsum tulang belakang (medula spinalis). Sumsum lanjutan berperan sebagai pusat pengatur pernapasan dengan cara meneruskan implus saraf yang merangsang otot antara tulang rusuk dan diafragma. Selain itu juga berperan sebgai pusat pengatur refleks fisiologi, seperti detak jantung, tekanan udara, suhu tubuh, pelebaran atau penyempitan pembuluh darah, gerak alat pencernaan, dan sekrresi kelenjar pencernaan. Fungsi lainnya ialah mengatur gerak refleks, seperti batuk, bersin, dan berkedip Di antara sumsum lanjutan terdapat talamus yang terdiri atas dua tonjolan. Peranan talamus ini sebagai tempat meneruskan implus ke daerah sensori pada korteks otak besar untuk disatukan. Selain itu, talamus memiliki hubungan ke berbagai bagian otak sehiingga merupakan tempat lalu lintas implus di antara bagian-bagian otak dan srebrum. Di sebelah anterior talamus terdapat hipotalamus yang berperan mengatur fungsi organ dalam (visceral). Hipotalamus mengatur bermacam-macam fungsi, seperti suhu tubuh, tidur, minum (rasa haus), emosi (marah, senang, gusar), serta perilaku reproduktif. Selain itu, hipotalamus juga merupakan tempat neurosekresi yang mempengaruhi pengeluaran hormon pada hipofisis. Otak Kecil Otak kecil (serebelum) merupakan bagian terbesar otak belakang. Otak kecil ini terletak di bawa lobus oksipital serebrum. Otak kecil terdiri atas dua belahan dan permukaanya berlekuk-lekuk. Fungsi otak kecil adalah untuk mengatur sikap atau posisi tubuh, keseimbangan, dan koordinasi gerkan otot yang terjadi secara sadar. Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan gangguan pada sikap dan

koordinasi gerak otot. Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak mampu memasukkan kanan ke dalam mulutnya. Perkembangan Otak Manusia Pranatal Tahapan perkembangan otak manusia mirip dengan vertebrata lainnya. Dimulai sesaat setelah konsepsi terjadi blastosis yaitu pembagian sel yang sangat cepat. Dalam hitungan hari blastosis terbagi menjadi tiga struktur lapisan yang disebut sebagai keping embrionik (the embryonic disk). Setiap lapisan kemudian akan berubah menjadi sistem organik utama yaitu : 1. Lapisan endoderm Disebut juga sebagai lapisan dalam. Lapisan ini akan berubah menjadi serangkaian organ dalam seperti organ pencernaan, pernafasan dan lain-lain. 2. Lapisan mesoderm Disebut juga sebagai lapisan tengah. Lapisan ini akan berubah menjadi struktur kerangka dan otot. 3. Lapisan ectoderm Disebut juga sebagai lapisan luar. Lapisan ini berubah menjadi permukaan kulit, rambut, sistem saraf, termasuk organ persepsi atau indera. Setelah ini berkembanglah sistem saraf pada otak dengan cara neurulation yaitu saat ectoderm melipat tubuhnya untuk membentuk tabung saraf (neural tube). Tabung saraf kemudian berdiferensiasi kembali menjadi subdivisi otak depan, otak tengah dan sumsum tulang belakang (korda spinal). Postnatal Terdapat perubahan ukuran dan kerumitan dari kebanyakan pohon-dendrit sel saraf. Perkembangan struktur otak setelah kelahiran (postnatal) dapat dibagi menjadi dua proses yaitu: 1. Protomap dimana perbedaan area kortikal terjadi pada awal pembentukan korteks dan disebabkan oleh faktor intrinsik, dimana aktivitas neuron tidak diperlukan. 2. Protocortex dimana perbedaan area korteks terjadi kemudian pada perkemangan korteks dan tergantung pada faktor ekstrinsik seperti input atau masukan dari bagian lain otak maupun sistem penginderaan, oleh karenanya aktivitas neuron diperlukan. Pada orang dewasa pembagian area korteks dipengaruhi oleh informasi

dari talamus dan interaksi dengan area lain di otak melalui hubungan interregional[2]. (Mansjoer, Arif. 1999) II. PENGERTIAN Cedera kepala sedang adalah cedera yang dialami oleh pasien yang menderita konkusi otak (komosio otak) dengan skala koma Glasgow 9 13 (sadar penuh, orientasi baik dan mengikuti perintah) dan CT scan normal, tidak perlu dirawat. Konkusi otak (komosio otak) berkaitan dengan hilangnya kesadaran untuk sementara yang terjadi pada saat benturan. Kejadian ini biasanya berhubungan dengan periode amnesia yang singkat. Sebagian besar pasien dengan konkusi dengan CT scan atau resonansia magnetik yang normal, yang menunjukkan bahwa konkusi disebabkan oleh efek fisiologis atau fungsional pada otak (bukan struktural). Kira-kira 5% pasien yang menderita konkusi terus-menerus akan menderita perdarahan otak. (Mansjoer, Arif. 1999). III. ETIOLOGI Penyebab cedera kepala sedang adalah tabrakan mobil, terjatuh, dipukul atau benturan. Cedera kepala tersebut merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. (Abdul Hafid 2001) 1. Trauma tajam Kerusakan terjadi hanya terbatas pada daerah dimana itu merobek otak. Misalnya : tertembus peluru/ benda tajam. 2. 3. Trauma tumpul Cidera akselerasi Kerusakan menyebar karena kekuatan benturan, biasanya lebih berat sifatnya. Peristiwa gonjangan yang hebat pada kepala baik disebabkan oleh pukulan maupun bukan dari pukulan. 4. Kontak benturan (gonjangan lanjut) Bila kepala membentur/ menabrak sesuatu objek/ sebaliknya.

IV. MANIFESTASI KLINIS Cedera kepala sedang ditandai dengan : Skor skala koma Glosgow 9 14 (konfusi, letargi [keadaan kesadaran yang menurun seperti tidur lelap, dapat dibangunkan sebentar, tetapi segera tertidur kembali], stupor [keadaan yang ditandai dengan penurunan kesadaran secara lengkap atau parsial, disertai berkurangnya rasa kulit, daya reaksi terhadap rangsangan dan letargi atau keadaan daya reaksi yang menurun]) Konkusi Amnesia pasca trauma Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Batle, mata rabun, hemotimpanum, otorea atau rinorhea cairan serebrospinal) Kejang

Cidera otak karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala, cidera akut dengan cepat menyebabkan pingsan (coma), yang pada akhirnya tidak selalu dapat disembuhkan. Karena itu, sebagai penunjang diagnosis, sangat penting diingat arti gangguan vegetatif yang timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual, muntah, dan puyeng. Gangguan vegetatif tidak dilihat sebagai tanda-tanda penyakit dan gambaran penyakit, namun keadaannya reversibilitas. Pada waktu sadar kembali, pada umumnya kejadian cidera tidak diingat (amnezia antegrad), tetapi biasanya korban/ pasien tidak diingatnya pula sebelum dan sesudah cidera (amnezia retrograd dan antegrad). Timbul tanda-tanda lemah ingatan, cepat lelah, amat sensitif, negatifnya hasil pemeriksaan EEG, tidak akan menutupi diagnosis bila tidak ada kelainan EEG. Koma akut tergantung dari beratnya trauma/ cidera. Akibatnya juga beraneka ragam, bisa terjadi sebentar saja dan bisa hanya sampai 1 menit. Catatan kesimpulan mengenai cidera kepala akan lebih kalau terjadi koma berjam-jam atau seharian, apalagi kalau tidak menampakkan gejala penyakit gangguan syaraff. Menurut dokter ahli spesialis penyakit syaraf dan dokter ahli bedah syaraf, gegar otak akan terjadi jika coma berlangsung tidak lebih dari 1 jam. Kalau lebih dari 1 jam, dapat diperkirakan lebih berat dan mungkin terjadi komplikasi kerusakan jaringan otak yang berkepanjangan. (Abdul Hafid 2001)

V. PATOFISIOLOGI Cidera kepala Respon biologi

TIK - oedem - hematom Hypoxemia Kelainan metabolisme

Cidera otak primer Kontusio Laserasi

Cidera otak sekunder Kerusakan Sel otak

Gangguan autoregulasi Aliran darah keotak

rangsangan simpatis tahanan vaskuler Sistemik & TD

Stress katekolamin sekresi asam lambung Mual, muntah

O2 ggan metabolisme

tek. Pemb.darah Pulmonal

Asam laktat Oedem otak Ggan perfusi jaringan Cerebral

tek. Hidrostatik kebocoran cairan kapiler

Asupan nutrisi kurang

oedema paru cardiac out put Difusi O2 terhambat Ggan perfusi jaringan

Gangguan pola napas hipoksemia, hiperkapnea Cidera otak primer: Adalah kelainan patologi otak yang timbul segera akibat langsung dari trauma. Pada cidera primer dapat terjadi: memar otak, laserasi. Cidera otak sekunder:

Adalah kelainan patologi otak disebabkan kelainan biokimia, metabolisme, fisiologi yang timbul setelah trauma. Proses-proses fisiologi yang abnormal: Kejang-kejang Gangguan saluran nafas Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena: edema fokal atau difusi hematoma epidural hematoma subdural hematoma intraserebral over hidrasi Sepsis/septik syok Anemia Shock

Proses fisiologis yang abnormal ini lebih memperberat kerusakan cidera otak dan sangat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas. (T. Laksman, Hendra. 2003) Klasifikasi Cidera kepala diklasifikasikan menjadi dua : 1. Cidera kepala terbuka Luka terbuka pada lapisan-lapisan galea tulang tempurung kepala duramater disertai cidera jaringan otak karena impressi fractura berat. Akibatnya, dapat menyebabkan infeksi di jaringan otak. Untuk pencegahan, perlu operasi dengan segera menjauhkan pecahan tulang dan tindakan seterusnya secara bertahap. (Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong 1997) Fractura Basis Cranii Fractura ini dapat terletak di depan, tengah, atau di belakang. Gejala fractura di depan: 1. Rhino liquore disertai lesi di sinus-frontalis pada ethmoidal, spenoidal, dan arachnoidal. 2. Pneunoencephalon, karena pada fractura basis cranii udara dari sinus maksilaris masuk ke lapisan selaput otak encepalon.

3. Monokli haematoma, adalah haematoma pada biji mata, karena pada orbita mata dan biji lensa mata memberi gejala pendarahan intracranialis pula. Fractura bagian tengah basis cranii antara lain memberi gejala khas menetesnya cairan otak bercampur darah dari telinga: otoliquor, melalui tuba eustachii. Gambaran rontgen sebagai tanda khas pada fractura basis cranii selalu hanya memperlihatkan sebagian. Karena itu, dokter-dokter ahli forensik selalu menerima kalau hanya ada satu tanda-tanda klinik. Gejala-gejala klinis lain yang dapat dilihat pada fractura basis cranii antara lain anosmia (I); gangguan penglihatan (II); gangguan gerakan-gerakan biji mata (III,IV, V); gangguan rasa di wajah (VI); kelumpuhan facialis (VII); serta ketulian bukan karena trauma octavus tetapi karena trauma pada haemotympanon. Pada umumnya, N. VIII - XII jaringan saraf otak tidak akan rusak pada fractura basis cranii. Kalau fractura disebut fractura impressio maka terjadi dislocatio pada tulang-tulang sinus tengkorak kepala. Hal ini harus selalu diperhatikan karena kemungkinan ini akibat contusio cerebri. 2. Cidera kepala tertutup Pada tulang kepala, termasuk di antaranya selaput otak, terjadi keretakankeretakan. Dalam keadaan seperti ini, timbul garis/linea fractura sedemikian rupa sehingga menyebabkan luka pada daerah periferia a. meningia media, yang menyebabkan perdarahan arteri. Haematoma dengan cepat membesar dan gambaran klinik juga cepat merembet, sehingga tidak kurang dari 1 jam terbentuk haematomaepiduralis. Penentuan diagnosis sangat berarti lucidum intervalum (mengigat waktu yang jitu dan tepat). Jadi, pada epiduralis haematoma, sebenarnya jaringan otak tidak rusak, hanya tertekan (depresi). Dengan tindakan yang cepat dan tepat, mungkin pasien dapat ditolong. Paling sering terdapat di daerah temporal, yaitu karena pecahnya pembulnh darah kecil/perifer cabang-cabang a. meningia media akibat fractura tulang kepala daerah itu (75% pada Fr. Capitis). a. Epiduralis haematoma Pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior, sin. transversus. Foto rontgen kepala sangat berguna, tetapi yang lebih penting adalah pengawasan terhadap pasien. Saat ini, diagnosis yang cepat dan tepat ialah CT scan atau

Angiografi. Kadangkala kita sangat terpaksa melakukan "Burr hole Trepanasi", karena dicurigai akan terjadi epiduralis haematoina. Dengan ini sekaligus bisa didiagnosis dan dekompresi, sebab terapi untuk epiduralis haematoma adalah suatu kejadian yang gawat dan harus segera ditangani. b. Subduralis haematoma akut Kejadian akut haematoma di antara durameter dan corteks, dimana pembuluh darah kecil sinus vena pecah atau terjadi perdarahan. Atau jembatan vena bagian atas pada interval yang akibat tekanan lalu terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan jaringan otak sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK = Tekanan Intra Kranial). Pada kejadian akut haematoma, lucidum intervalum akan terasa setelah beberapa jam sampai 1 atau 2 hari. Tanda-tanda neurologis-klinis di sini jarang memberi gejala epileptiform pada perdarahan dasar duramater. Akut hematoma subduralis pada trauma kapitis dapat juga terjadi tanpa Fractura Cranii, namun pembuluh darah arteri dan vena di corteks terluka. Pasien segera pingsan/ koma. Jadi, di sini tidak ada "free interval time". Kadang-kadang pembuluh darah besar seperti arteri dan sinus dapat juga terluka. Dalam kasus ini sering dijumpai kombinasi dengan intracerebral haematoma sehingga mortalitas subdural haematoma akut sangat tinggi (80%). c. Subrachnoidalis Haematoma Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna pelebaran pembuluh darah. Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Gambaran klinik tidak menunjukkan gejala-gejala penyakit tetapi terjadi gangguan ingatan karena timbulnya gangguan meningeal. Akut Intracerebralis Haematoma terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah pula karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah "subduralis haematoma", disertai gejala kliniknya.

d. Contusio Cerebri Di antara yang paling sering adalah bagian yang berlawanan dengan tipe centralis - kelumpuhan N. Facialis atau N. Hypoglossus, atau kelumpuhan syarafsyaraf otak, gangguan bicara, yang tergantung pada lokalisasi kejadian cidera kepala. Contusio pada kepala adalah bentuk paling berat, disertai dengan gegar otak encephalon dengan timbulnya tanda-tanda koma, sindrom gegar otak pusat encephalon dengan tanda-tanda gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi paru jantung yang mulai dengan bradikardia, kemudian takikardia, meningginya suhu badan, muka merah, keringat profus, serta kekejangan tengkuk yang tidak dapat dikendalikan (decebracio rigiditas). (Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong 1997) VI. PATHWAY Trauma tajam Trauma tumpul Cidera kepala Ekstrakranial Laserasi kulit kepala dan pembuluh darah Gangguan, suplai darah Iskemia Hipoksia Gangguan fungsi otak Resiko infeksi Perubahan perfusi jaringan Perubahan persepsi sensori Gangguan mobilitas fisik -perdarahan -hematoma Peningkatan tekanan intrakranial nyeri Kejang Bersihan jalan nafas Obstruksi jalan nafas Dispnea Henti nafas Perubahan pola nafas Gangguan pola nafas Inkranial Jaringan otak rusak Perubahan oedema Trauma bentur

Gangguan sensori Gangguan motorik

Mual muntah Penurunan fungsi pendengaran Pandangan kabur Nyeri kepala Resiko kurangnya volume cairan

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Spinal X ray Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang terjadi (perdarahan atau ruptur atau fraktur). 2. CT Scan Memeperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti. 3. Myelogram Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari spinal aracknoid jika dicurigai. 4. MRI (magnetic imaging resonance) Dengan menggunakan gelombang magnetik untuk menentukan posisi serta besar/ luas terjadinya perdarahan otak. 5. Thorax X ray Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo. 6. Pemeriksaan fungsi pernafasan Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata). 7. Analisa Gas Darah Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan. VIII. KOMPLIKASI Kejang-kejang Gangguan saluran nafas Tekanan intrakranial meningkat yang dapat disebabkan oleh karena: a. edema fokal atau difusi b. hematoma epidural c. hematoma subdural d. hematoma intraserebral e. over hidrasi Sepsis/septik syok Anemia Shoc

IX. PENATALAKSANAAN Pedoman resusitasi dan penilaian awal : 1. Menilai jalan napas Bersihan jalan napas dari debris dan muntah, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang kolar servikal, pasang guedel bila dapat ditolelir. Jika cedera kepala orofacial mengganggu jalan napas, maka pasien harus diintubasi (tindakan memasukkan bumbung ke dalam suatu alat tubuh, khususnya ke dalam pangkal tenggorok atau grotis untuk mencegah mati lemas karena penyempitan pangkal tenggorokan). (T. Laksman, Hendra. 2003) 2. Menilai pernapasan Tentukan apakah pasien bernapas spontan atau tidak. Jika tidak beri oksigen. Jika pasien bernapas spontan, selidiki dan atasi cedera dada berat. Pasang oksimeter untuk menjaga saturasi oksigen minimum 95%. Jika jalan napas pasien tidak terlindungi atau memperoleh oksigen yang adekuat atau muntah maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anesti. 3. Menilai sirkulasi Hentikan semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra abdomen atau dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah, pasang EKG. 4. Obati kejang Kejang konvulsi dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati. Mula-mula berikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali bila masih kejang. Bila tidak berhasil berikan fenitoin 15 mg/kg BB, berikan secara intravena perlahan-lahan dengan kecepatan kurang dari 50 mg/menit. 5. Menilai tingkat keparahan Cedera kepala sedang (kelompok resiko sedang) : Skor skala koma Glasgow 9 14 Konkusi Amnesia Muntah Tanda kemungkinan fraktur kranium Kejang

X. FOKUS PENGKAJIAN BREATHING Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas. BLOOD: Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia). BRAIN Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi : Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori). Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia. Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata. Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh. Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma. Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan. BLADER Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi, inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi.

BOWEL Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual, muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi. BONE Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot. XI. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Gangguan perfusi jaringan b/ d oedema cerebri, meningkatnya aliran darah ke otak. 2. Gangguan rasa nyaman nyeri b/ d peningkatan tekanan intra kranial. 3. Perubahan persepsi sensori b/ d penurunan kesadaran, peningkatan tekanan intra kranial. 4. Gangguan mobilitas fisik b/ d spastisitas kontraktur, kerusakan saraf motorik. 5. Resiko tinggi infeksi b/ d jaringan trauma, kerusakan kulit kepala. 6. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/ d haluaran urine dan elektrolit meningkat. 7. Gangguan kebutuhan nutrisi b/ d kelemahan otot untuk menguyah dan menelan. 8. Gangguan pola nafas b/ d obstruksi trakeobronkial, neurovaskuler, kerusakan medula oblongata.

XII. INTERVENSI DAN RASIONAL Diagnosa Gangguan perfusi oedema cerebri, meningkatnya otak. Tujuan Intervensi Gangguan perfusi - Pantau status jaringan tidak dapat setelah neurologis secara teratur. membuka mata (spontan, rangsang nyeri). - Kaji respon motorik terhadap perintah yang sederhana. - Pantau TTV dan catat hasilnya. - Anjurkan orang terdekat untuk berbicara dengan klien - Kolaborasi pemberian cairan sesuai indikasi melalui IV dengan alat kontrol Peningkatan penurunan diastolik tekanan tekanan merupakan darah darah tanda sistemik yang diikuti dengan Dikatakan sadar bila pasien mampu meremas atau melepas tangan pemeriksa. Mengukur keseluruhan eksternal. kesadaran dan secara kemampuan Rasional Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP Menentukan tingkat kesadaran

jaringan b/ d diatasi

dilakukan tindakan - Evaluasi kemampuan keperawatan selama 2x 24 jam dengan Mampu mempertahanka n tingkat kesadaran Fungsi sensori dan motorik membaik.

aliran darah ke KH :

untuk berespon pada rangsangan

peningkatan TIK . Peningkatan ritme dan disritmia merupakan tanda adanya depresi atau trauma batang otak pada pasien yang tidak mempunyai kelainan jantung sebelumnya. Nafas TIK yang tidak teratur menunjukan adanya peningkatan

Ungkapan

keluarga klien

yang tampak

menyenangkan

mempunyai efek relaksasi pada beberapa klien koma yang akan menurunkan TIK Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan Oedema cerebral: meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler, Gangguan rasa Rasa nyaman nyeri berkurang b/ peningkatan tekanan kranial. nyeri - Teliti keluhan nyeri, setelah catat intensitasnya, lokasinya dan lamanya. patofisiologi yang khas, misalnya adanya infeksi, trauma servikal. dingin pada kepala tekanan darah (TD) dan TIK Mengidentifikasi karakteristik nyeri merupakan faktor yang penting untuk menentukan terapi yang cocok serta mengevaluasi keefektifan dari terapi. Pemahaman terhadap penyakit yang mendasarinya membantu dalam memilih intervensi yang sesuai. Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi.

d dilakukan tindakan intra 2 x 24 jam dengan KH : pasien mengatakan Pasien menunjukan skala nyeri pada angka 3. Ekspresi wajah klien rileks.

keperawatan selama - Catat kemungkinan

nyeri berkurang. - Berikan kompres

Perubahan persepsi penurunan kesadaran,

Fungsi sensori dilakukan perawatan

persepsi - Evaluasi secara teratur kembali setelah selama perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan, sensori dan proses pikir.

Fungsi cerebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dahulu oleh adanya gangguan sirkulasi, oksigenasi. Perubahan persepsi sensori motorik dan

sensori b/ d normal

peningkatan tekanan kranial.

3x 24 jam dengan - Kaji kesadaran sensori dengan sentuhan, panas/ dingin, benda tajam/ tumpul dan kesadaran terhadap gerakan. - Bicara dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat pendek dan sederhana. Pertahankan kontak mata. - Berikan lingkungan tersetruktur rapi, nyaman dan buat jadwal untuk klien jika mungkin dan tinjau kembali. - Gunakan penerangan siang atau malam. - Kolaborasi pada ahli fisioterapi, terapi okupasi, terapi wicara dan terapi kognitif. mampu mengenali orang dan lingkungan sekitar. Mengakui adanya perubahan dalam kemampuannya.

kognitif mungkin akan berkembang dan menetap dengan perbaikan respon secara bertahap Semua sistem sensori dapat terpengaruh dengan adanya perubahan yang melibatkan peningkatan atau penurunan sensitivitas atau kehilangan sensasi untuk menerima dan berespon sesuai dengan stimuli. Pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian atau pemahaman selama fase akut dan penyembuhan. Dengan tindakan ini akan membantu pasien untuk memunculkan komunikasi. Mengurangi kelelahan, kejenuhan dan memberikan kesempatan untuk tidur REM (ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatkan gangguan persepsi sensori). Memberikan perasaan normal tentang perubahan waktu dan pola tidur.

intra KH :

Pendekatan antar disiplin ilmu dapat menciptakan rencana panatalaksanaan terintegrasi yang berfokus pada masalah Gangguan Pasien dapat - Periksa kembali kemampuan dan fisik mendapat dengan keadaan secara fungsional pada kerusakan yang terjadi. - Pertahankan kesejajaran tubuh secara fungsional, seperti bokong, kaki, tangan. Pantau selama penempatan alat atau tanda penekanan dari alat tersebut. - Berikan/ bantu untuk latihan rentang gerak - Bantu pasien dalam program latihan dan penggunaan alat mobilisasi. Tingkatkan dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan. Proses penyembuhan yang trauma kepala dan pemulihan fisik merupakan bagian yang sangat penting. Keterlibatan pasien dalam program latihan sangat penting untuk meningkatkan kerja sama atau Resiko tinggi Tidak terjadi infeksi - Berikan perawatan keberhasilan program. Cara pertama untuk menghindari aktivitas dan partisipasi lambat seringakli menyertai Mempertahankan mobilitas dan fungsi sendi/ posisi normal ekstrimitas dan menurunkan terjadinya vena statis. Penggunaan sepatu tenis hak tinggi dapat membantu mencegah footdrop, penggunaan bantal, gulungan alas tidur dan bantal pasir dapat membantu mencegah terjadinya abnormal pada bokong. klien Mengidentifikasi kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.

mobilitas fisik melakukan b/d spastisitas mobilitas kontraktur, kerusakan saraf motorik. setelah perawatan KH : tidak adanya kontraktur, footdrop. Ada peningkatan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit. Mampu mendemonstrasi kan aktivitas yang memungkinkan dilakukannya

infeksi jaringan trauma,

b/

d setelah tindakan

dilakukan

aseptik dan antiseptik, pertahankan teknik cuci tangan yang baik. yang mengalami kerusakan, daerah yang terpasang alat invasi, catat karakteristik drainase dan adanya inflamasi. - Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau cegah pengunjung yang mengalami infeksi saluran nafas atas. - Kolaborasi pemberian atibiotik sesuai

nosokomial infeksi. Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya. Menurunkan pemajanan terhadap pembawa kuman infeksi. Terapi profilaktik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma, kebocoran LCS atau setelah dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial. Deteksi dini dan intervensi dapat mencegah kekurangan / kelebihan fluktuasi keseimbangan cairan. Kehilangan urinarius dapat menunjukan terjadinya dehidrasi dan berat jenis urine adalah indikator hidrasi dan fungsi renal. Dengan formula kalori lebih tinggi, tambahan air diperlukan untuk mencegah dehidrasi.

keperawatan selama KH : Bebas tandatanda infeksi Mencapai penyembuhan luka tepat waktu

kerusakan kulit kepala.

3x 24 jam dengan - Observasi daerah kulit

Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit b/ d haluaran urine dan elektrolit meningkat.

Setelah tindakan

indikasi. dilakukan - Kaji tanda klinis dehidrasi atau kelebihan cairan. haluaran, hitung keseimbangan cairan, ukur berat jenis urine. - Berikan air tambahan/ bilas selang sesuai indikasi pemeriksaan lab. kalium/fosfor serum, Ht dan albumin serum.

keperawatan selama keseimbangan cairan dan elektrolit dapat dengan KH : Menunjukan membran tanda vital normal haluaran urine adekuat teratasi

3 x 24 jam ganguan - Catat masukan dan

mukosa lembab, - Kolaborasi

dan bebas oedema. Hipokalimia/ fofatemia dapat terjadi karena perpindahan intraselluler selama pemberian makan awal dan menurunkan fungsi jantung bila tidak diatasi. Gangguan kebutuhan nutrisi otot menelan b/ kelemahan Pasien mengalami d gangguan setelah nutrisi dilakukan tidak - Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah dan menelan, batuk dan mengatasi sekresi. catat adanya penurunan/ hilangnya atau suara hiperaktif. - Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti meninggikan kepala selama makan atatu selama pemberian makan lewat NGT. - Berikan makan dalam porsi kecil dan sering dengan teratur. - Kaji feses, cairan lambung, muntah darah. - Kolaborasi dengan ahli gizi. Perdarahan subakut/ akut dapat terjadi dan perlu intervensi dan metode alternatif pemberian makan. Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan. Menurunkan regurgitasi dan terjadinya aspirasi. Fungsi bising usus pada umumnya tetap baik pada kasus cidera kepala. Jadi bising usus membantu dalam menentukan respon untuk makan atau berkembangnya komplikasi seperti paralitik ileus. Faktor ini menentukan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi.

untuk perawatan selama 3 KH : Tidak mengalami tanda- tanda mal nutrisi dengan nilai lab. Dalam rentang normal. Peningkatan berat badan sesuai tujuan.

menguyah dan x 24 jam dengan - Auskultasi bising usus,

Metode yang efektif untuk Gangguan pola Tidak nafas b/ d gangguan nafas obstruksi neurovaskuler, kerusakan medula oblongata. terjadi - Pantau frekuensi, pola setelah irama, kedalaman pernafasan. Catat ketidakteraturan pernafasan. tidur sesuai aturan posisi miring sesuai indikasi. latihan nafas dalam yang efektif jika pasien sadar. - Auskultasi suara nafas. Perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara- suara tambahan yang tidak normal. (krekels, ronki dan whiszing). - Kolaborasi untuk pemeriksaan AGD, tekanan oksimetri. - Berikan oksiegen sesuai indikasi. Menentukan kecukupan oksigen, keseimbangan asam-basa dan kebutuhan akan terapi. Mencegah hipoksia, jika pusat pernafasan tertekan. Biasanya dengan mnggunakan ventilator Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti atau obstruksi jalan nafas yang membahayakan oksigenasi serebral atau menandakan adanya infeksi paru (umumnya merupakan komplikasi pada cidera kepala). Mencegah/ menurunkan atelektasis. Untuk memudahkan ekspansi paru dan menjegah lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas. memberikan kebutuhan kalori. Perubahan dapat menunjukan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/ luasnya keterlibatan otak. Pernafasan lambat, periode apneu dapat menendakan perlunya ventilasi mekanis.

trakeobronkial, dilakukan tindakan keperawatan selama KH : Memperlihatkan pola nafas bebas sianosis dengan GDA dalam batas normal pasien.

2x 24 jam dengan - Angkat kepala tempat

normal/ efektif, - Anjurkan pasien untuk

mekanis

DAFTAR PUSTAKA Abdul Hafid (2001), Strategi Dasar Penanganan Cidera Otak. PKB Ilmu Bedah XI Traumatologi , Surabaya. Doenges M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3 . EGC. Jakarta.

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong (1997), Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC, Jakarta. Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius. T. Laksman, Hendra. 2003, Kamus Kedokteran. Jakarta : Djambatan.

Anda mungkin juga menyukai