Anda di halaman 1dari 6

SPEKTROSKOPI SERAPAN ATOM Teori Spektroskopi Serapan Atom Spektrometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang pengukurannya

berdasarkan banyaknya radiasi yang dihasilkan atau yang diserap oleh spesi atom atau molekul analit. Salah satu bagian dari spektrometri ialah Spektrometri Serapan Atom (SSA), merupakan metode analisis unsur secara kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et. al., 2000). Sejarah SSA berkaitan erat dengan observasi sinar matahari. Pada tahun 1802 Wollaston menemukan garis hitam pada spektrum cahaya matahari yang kemudian diselidiki lebih lanjut oleh Fraunhofer pada tahun 1820. Brewster mengemukakan pandangan bahwa garis Fraunhofer ini diakibatkan oleh proses absorpsi pada atmoser matahari. Prinsip absorpsi ini kemudian mendasari Kirchhoff dan Bunsen untuk melakukan penelitian yang sistematis mengenai spektrum dari logam alkali dan alkali tanah. Kemudian Planck mengemukakan hukum kuantum dari absorpsi dan emisi suatu cahaya. Menurutnya, suatu atom hanya akan menyerap cahaya dengan panjang gelombang tertentu (frekwensi), atau dengan kata lain ia hanya akan mengambil dan melepas suatu jumlah energi tertentu, ( = hv = hc/). Kelahiran SSA sendiri pada tahun 1955, ketika publikasi yang ditulis oleh Walsh dan Alkemade & Milatz muncul. Dalam publikasi ini SSA direkomendasikan sebagai metode analisis yang dapat diaplikasikan secara umum (Weltz, 1976). Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang berada dalam sel. Spektroskopi Serapan Atom digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan logamlogam dalam tingkat runut. Prinsip dasar Spektrofotometri serapan atom adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan sampel. Spektrofotometri serapan atom merupakan metode yang sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah (Khopkar, 1990). Teknik ini adalah teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur. Teknik-teknik ini didasarkan pada emisi dan absorbansi dari uap atom. Komponen kunci pada metode Spektrofotometri Serapan Atom adalah sistem (alat) yang dipakai untuk menghasilkan uap atom dalam sampel. Cara kerja Spektroskopi Serapan Atom ini adalah berdasarkan penguapan larutan sampel, kemudian logam yang terkandung didalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom tersebut mengapsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung unsur yang akan ditentukan. Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu menurut jenis logamnya (Darmono,1995). Jika radiasi elektromagnetik dikenakan kepada suatu atom, maka akan terjadi eksitasi elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Maka setiap panjang gelombang memiliki energi yang spesifik untuk dapat tereksitasi ke tingkat yang lebih tingggi. Besarnya energi dari tiap panjang gelombang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : E=h. .......................................................(1) Dimana E = Energi (Joule) h = Tetapan Planck ( 6,63 . 10 -34 J.s) C = Kecepatan Cahaya ( 3. 10 8 m/s), dan
C

= Panjang gelombang (nm)


Larutan sampel diaspirasikan ke suatu nyala dan unsur-unsur dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (ground state). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat oleh unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-Beer, yaitu absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel. Teknik-teknik analisisnya yaitu kurva kalibrasi, standar tunggal dan kurva adisi standar. Aspek kuantitatif dari metode spektrofotometri diterangkan oleh hukum Lambert-Beer, yaitu: A = . b . c atau A = a . b . c ...........................................(2) Dimana : A = Absorbansi = Absorptivitas molar (mol/L) a = Absorptivitas (gr/L) b = Tebal nyala (nm) c = Konsentrasi (ppm) Absorpsivitas molar () dan absorpsivitas (a) adalah suatu konstanta dan nilainya spesifik untuk jenis zat dan panjang gelombang tertentu, sedangkan tebal media (sel) dalam prakteknya tetap. Dengan demikian absorbansi suatu spesies akan merupakan fungsi linier dari konsentrasi, sehingga dengan mengukur absorbansi suatu spesies konsentrasinya dapat ditentukan dengan membandingkannya dengan konsentrasi larutan standar. Apabila cahaya dengan panjang gelombang tertentu dilewatkan pada suatu sel yang mengandung atom-atom bebas yang bersangkutan maka sebagian cahaya tersebut akan diserap dan intensitas penyerapan akan berbanding lurus dengan banyaknya atom bebas logam yang berada dalam sel. Hubungan antara absorbansi dengan konsentrasi diturunkan dari: 1. Hukum Lambert : Bila suatu sumber sinar monokromatik melewati medium transparan, maka intensitas sinar yang diteruskan berkurang dengan bertambahnya ketebalan medium yang mengabsorpsi. 2. Hukum Beer : Intensitas sinar yang diteruskan berkurang secara eksponensial dengan bertambahnya konsentrasi spesi yang menyerap sinar tersebut. Dari kedua hukum tersebut diperoleh suatu persamaan: It = Io.e-(bc), atau A = - Log It/Io = bc Dimana : Io = Intensitas sumber sinar It = Intensitas sinar yang diteruskan = Absortivitas molar b = Panjang medium c = Konsentrasi atom-atom yang menyerap sinar A = Absorbans. Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus dengan konsentrasi atom (Day & Underwood, 1989).

Dalam metode SSA, sebagaimana dalam metode spektrometri atomik yang lain, sampel harus diubah ke dalam bentuk uap atom. Proses pengubahan ini dikenal dengan istilah atomisasi, pada proses ini sampel diuapkan dan didekomposisi untuk membentuk atom dalam bentuk uap. Secara umum pembentukan atom bebas dalam keadaan gas melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : 1. Pengisatan pelarut, pada tahap ini pelarut akan teruapkan dan meninggalkan residu padat. 2. Penguapan zat padat, zat padat ini terdisosiasi menjadi atom-atom penyusunnya yang mulamula akan berada dalam keadaan dasar. 3. Beberapa atom akan mengalami eksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi dan akan mencapai kondisi dimana atom-atom tersebut mampu memancarkan energi. 2.6.2. Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom Alat Spektrofotometer Serapan Atom terdiri dari rangkaian dalam diagram skematik pada gambar 7 berikut:

Gambar 7. Komponen Spektrofotometer Serapan Atom Keterangan : 1. Sumber sinar 2. Nyala 3. Monokromator 4. Detektor 5. Amplifier 6. Meter atau recorder Komponen-komponen Spektrofotometri Serapan Atom: 1. Sumber Cahaya Sumber cahaya yang digunakan adalah lampu katoda berongga yang terbuat dari kawat wolfram dan katoda berbentuk silinder berongga yang terdiri dari unsur yang dianalisis. Tabung lampu diisi dengan gas mulia seperti Neon atau Argo.

Gambar 8. Diagram Lampu Katoda

2. Sistem Serapan Atom

Gambar 9. Instrumentasi sumber atomisasi Sistem Serapan Atom dalam Spektroskopi Serapan Atom dapat dilakukan baik dengan nyala maupun tanpa nyala. Atomisasi dengan nyala sendiri dari analit menjadi Aerosol dan sistem Atomisasi yang menghasilkan atom bebas melalui pemanasan pembakaran pada suhu tertentu. Atomisasi tanpa nyala yang paling sering dijumpai adalah atomisasi elektrotermal yang menggunakan tungku grafik, yaitu suatu perangkat pemanas listrik. 3. Monokromator

Gambar 10. Diagram Monokromator Monokromator berfungsi merubah cahaya polikromatis menjadi monokromatis segingga dapat dideteksi oleh detektor. Monokromator biasanya berbentuk grating radiasi sinar dari lampu katoda berongga masuk ke monokromator melalui suatu celah dan difokuskan oleh cermin kearah kisi. Kemudian kisi ini membagi radiasi kepada panjang gelombang tertentu. Dengan memutar kisi, panjang gelombang yang diperlukan akan melewati celah dan fokus ke detector. 4. Detektor

Detektor berfungsi mengubah energy radiasi menjadi energi listrik yang dapat memberikan suatu isyarat. Detektor yang biasa digunakan pada Spektroskopi Serapan Atom adalah detektor pengganda foton (Photomultiplier tube). Pada detektor pengganda foton, foton dari sumber radiasi menembak suatu katoda yang mengandung bahan Photoemisiue. Hal ini menyebabkan keluarnya elektron dari katoda menuju anoda dan anoda ini akan menangkap elektron yang dipancarkan sehingga menghasilkan aliran elektron yang sangat tinggi. Hal selanjutnya dapat dibaca oleh detektor. 5. Amplifier Energi cahaya yang diubah menjadi sinyal listrik oleh detektor akan diperkuat beberapa kali oleh amplifier agar dapat diukur dan dibaca oleh pengamat. 6. Pencatat Hasil pengukuran dapat terbaca langsung dalam bentuk digit atau analog. 2.6.3.Teknik analisis Dalam analisa secara spektrometri teknik yang biasa dipergunakan antara lain: a. Metode kurva kalibrasi Dalam metode kurva kalibrasi ini, dibuat seri larutan standart dengan berbagai konsentrasi dan absorbansi dari larutan tersebut diukur dengan SSA. Selanjutnya membuat grafik antara konsentrasi (C) dengan Absorbansi (A) yang akan merupakan garis lurus melewati titik nol dengan slope = . B atau slope = a.b seperti yang terlihat pada gambar 1, konsentrasi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva kalibrasi atau dimasukkan ke dalam persamaan regresi linear pada kurva kalibrasi.

Gambar 12. Kurva kalibrasi 2.6.4. Gangguan dalam Spektrofotometri Serapan Atom Berbagai faktor dapat mempengaruhi pancaran nyala suatu unsur tertentu dan menyebabkan gangguan pada penetapan konsentrasi unsur: 1. Gangguan fisik alat Gangguan fisik adalah semua parameter yang dapat mempengaruhi kecepatan sampel sampai ke nyala dan sempurnanya atomisasi. Parameter-parameter tersebut adalah kecepatan alir gas, berubahnya viskositas sampel akibat temperatur nyala. Gangguan ini biasanya dikompensasi dengan lebih sering membuat kalibrasi atau standarisasi. 2. Gangguan ionisasi Gangguan ionisasi ini biasa terjadi pada unsur-unsur alkali tanah dan beberapa unsur yang lain. Karena unsur-unsur tersebut mudah terionisasi dalam nyala. Dalam analisis dengan AAS yang diukur adalah emisi dan serapan atom yang tak terionisasi. Oleh sebab itu dengan adanya atom-atom yang terionisasi dalam nyala akan mengakibatkan sinyal yang ditangkap detektor menjadi berkurang. Namun demikian gangguan ini bukan gangguan yang sifatnya serius, karena

hanya sensitivitas dan linearitasnya saja yang terganggu. Gangguan ini dapat diatasi dengan menambahkan unsur-unsur yang mudah terionisasi ke dalam sampel sehingga akan menahan proses ionisasi dari unsur yang dianalisis. 3. Gangguan akibat pembentukan senyawa refraktori Gangguan ini dapat diakibatkan oleh reaksi antara analit dengan senyawa kimia, biasanya anion, yang ada dalam larutan sampel sehingga terbentuk senyawa yang tahan panas (refractory). Sebagai contoh Fospat akan bereaksi dengan Kalsium dalam nyala menghasilkan piropospat (Ca2P2O7). Hal ini menyebabkan absorpsi ataupun emisi atom Kalsium dalam nyala menjadi berkurang. Gangguan ini dapat diatasi dengan menambahkan Stronsium Klorida atau Lanthanum Nitrat ke dalam larutan. Kedua logam ini mudah bereaksi dengan Fospat dibanding dengan kalsium sehingga reaksi antara Kalsium dengan Fospat dapat dicegah atau diminimalkan. Gangguan ini dapat juga dihindari dengan menambahkan EDTA berlebih. EDTA akan membentuk kompleks kelat dengan Kalsium, sehingga pembentukan senyawa refraktori dengan Fospat dapat dihindarkan. Selanjutnya kompleks Ca-EDTA akan terdisosiasi dalam nyala menjadi atom netral Ca yang menyerap sinar. Gangguan yang lebih serius terjadi apabila unsur-unsur seperti: Al, Ti, Mo, V dan lain-lain bereaksi dengan O dan OH dalam nyala menghasilkan logam Oksida dan hidroksida yang tahan panas. Gangguan ini hanya dapat diatasi dengan menaikkan temperatur nyala, sehingga nyala yang umum digunakan dalam kasus semacam ini adalah Nitrous Oksida-Asetilen.

Anda mungkin juga menyukai