LATAR BELAKANG
Difteri
Menghasilkan eksotoksin
Infeksi akut bakteri C. diphtheriae pada daerah nasofaring dan kulit (Gershon, 2004; Mandell, et al., 2010;
Kliegman, et al, 2011)
Imunisasi Difteri
Pencegahan difteri pemberian imunisasi difteri dilakukan 3x bayi berumur usia 2, 4, dan 6 bulan dengan vaksin difteri, pertusis dan tetanus (DPT)
Setelah suntikan ketiga daya proteksi terhadap infeksi difteri sebesar 98,5% a, namun kekebalan setelah imunisasi dasar (DPT 1,2 3) hanya bertahan selama 10 tahun. Perlu diberikan booster dengan vaksin Td (difteri dan tetanus) setiap 10 tahun sekali
Cahyo, 2010
Nyeri telan
Pseudomembran
bullneck
EPIDEMIOLOGI
menyerang anak di bawah 5 tahun dan orang dewasa di atas 40 tahun dan 20% dapat menjadi fatal sampai menimbulkan kematian.
WHO
Jawa Timur
Per 4 November 2011telah terjadi 432 kasus difteri pada anak - anak di 37 Kabupaten/Kota dengan 12 pasien meninggal dunia. Pasien paling banyakberasal dari Madura, Malang dan Surabaya (Dinkes, 2011)
Sangat diperlukan studi lebih lanjut mengenai difteri pada anak-anak, baik dalam hal penatalaksanaan maupun pengobatannya.
PATOFISIOLOGI
Bakteri C. diphtheriae
Toksin menyebabkan inflamasi lokal pseudomembran, bullneck Toksin menyebar ke peredaran darah, dan terikat reseptor HB-EGF komplikasi (miokarditis, neuritis, nefritis)
6
(a)
(b)
(c)
(d)
Sitoplasma
Gambar 1 (a) Bullneck, (b) pseudomembran (c) difteri pada kulit (Web RSUD Dr Sutomo) (d) Bakteri difteri dengan pewarnaan TEM yang masih bergabung (sciencephoto.com)
KOMPLIKASI/ PENYULIT
TERAPI
ADS
Mengikat toksin yang masih bebas dalam darah
Serum yang berasal dari kuda yang dikebalkan terhadap toksin difteri 1 ml= 2.000 U. penyimpanan pada suhu 2-8oC Reaksi alergites alergi Tes kulit (moloney test) dan tes konjungtiva. (+)salah satu, pemberian ADS dengan desensitasi Pemberian ADS secara intravena dilakukan secara drip dalam larutan infus Dekstrosa dan salin 200 ml dalam waktu 4-8 jam
Tabel 1 Dosis ADS yang digunakan di RSUD Dr Soetomo (PDT, 2008)
Tipe Difteri
Rute
Dosis (units)
i.m
i.v i.v
20.000
40.000 100.000
10
1 UI pen G=0,6 g
Mengurangi jumlah bakteri Antibiotik penisilin dan eritromisin Hari ke-14 hasil swab masih positif, pengobatan dilanjutkan 10 hari lagi Dosis: a. Penisilin procain 50.000-100.000 UI/kgBB/hari selama 7-10 hari b. Eritromisin dapat digunakan secara parenteral atau oral dengan dosis 40 mg/KgBB/hari dan maksimal sampai 2 g/ hari Antibiotik ini dapat diberikan secara tunggal maupun kombinnasi tergantung derajat penyakit pasien.
Penisilin G prokain
11
Difteri merupakan penyakit infeksi yang mudah menular Difteri dapat memberikan kontribusi morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi terutama pada anak Program pemerintah untuk dapat menanggulangi diferi di Indonesia masih belum sepenuhnya berhasil Monitoring perkembangan pasien difteri dan terapi yang adekuat oleh pihak pelayanan kesehatan sangat dibutuhkan agar pasien tidak jatuh pada kondisi komplikasi yang akan meningkatkan biaya pengobatan dan mortalitas pada pasien
12
RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah pola penggunaan obat pada pasien infeksi difteri pada anak di Instalasi Rawat Inap Departemen/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya ?
13
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
Mengetahui profil penggunaan obat pada pasien difteri di Instalasi Rawat Inap Departemen / SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya
Tujuan Khusus
Mengkaji jenis obat, bentuk sediaan, rute pemberian yang diberikan dan lama terapi dikaitkan dengan data lab. / data klinik pasien. Mengidentifikasi adanya problema obat yang mungkin terjadi.
14
Manfaat Penelitian
Memberikan gambaran dan informasi mengenai pemberian terapi obat pada pasien difteri. Dapat digunakan oleh praktisi kesehatan sebagai bahan evaluasi dan pengawasan penggunaan obat pada pasien difteri.
Praktisi Kesehatan
Farmasis
Dapat meningkatkan kualitas asuhan kefarmasian terkait pertimbangan pengobatan pada pasien infeksi difteri anak pada pelayanan kesehatan.
15
KERANGKA KONSEPTUAL
Kegagalan Imunisasi (DPT) Sistem imun yang belum sempurna Bakteri Corynebacterium diphtheriae Strain non toksigenik Terinfeksi bacteriophage pembawa gen pembentuk toksin Strain toksigenik Eksotoksin (-) Eksotoksin (+) Menyebar lewat aliran darah Jaringan Protein tidak terbentuk SEL MATI (jaringan nekrotik) Bebas Jantung (Miokarditis) Syaraf (Polineuritis) dan paralisis Ginjal (Nefritis) Terapi suportif Terapi Anti Toxin Difteri (ADS) mengikat toksin yang bebas Meningkatkan kondisi pasien Terapi cairan Antipiretik Kortikosteroid Bed rest Analgesik, dll. Lokal (tempat infeksi) Difteri hidungmembran septum nasi (putih) Difteri tonsil-faring bullneck, nyeri telan, demam Difteri laringobstruksi saluran nafas Infeksi Difteri
EF2berfungsi untuk translokasi asam amino untuk pembentukan protein HB-EGF(Heparinbinding epidermal growth factor) terdapat pada sel eukariot, seperti jantung, syaraf, dan lainnya
2 fragmen: A (aminoterminal) terdiri dari segmen C mengkatalisis pembentukan ADP-ribosil-EF2 yang tidak aktif dari NAD dan EF2 B (Carboxyterminal) terdiri dari segmen R dan TSegmen R berlekatan langsung pada reseptor sel eukariot (HB-EGF). Segmen T untuk mengeluarkan fragmen A dari endosom
Beratnya Penyakit
Infeksi Berat Pseudomembran meluas keluar tonsil, disertai bullneck + adanya komplikasi dan penyulit karena toksin
16
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian Observasional menggunakan data retrospektif (RM), dan analisa dilakukan secara deskriptif
Sampel
Pasien anak yang didiagnosis akhir menderita difteri dan dirawat inap pada tanggal 1 Januari 31 Desember 2011 Digunakan metode Time limited sampling
Kriteria Inklusi
Pasien anak dengan diagnosis akhir difteri dengan atau tanpa komplikasi seperti miokarditis, paralisis, nefritis dan lainnya. Pasien dirawat pada tanggal 1 Januari - 31 Desember 2011
Kriteria Eksklusi
Pasien yang menderita difteri dengan status imunokompromais, seperti ALL, HIV, dan minum obat imunosupresan. Pasien dengan diagnosis akhir difteri tapi data rekam medik kurang lengkap (lama MRS < 3hari, terapi antibiotik tidak tertulis, dll.) sehingga tidak dapat diketahui pola penggunaan obatnya
17
Data Penderita:
No RM Nama; Usia; Alamat Diagnosis utama Riwayat imunisasi Komplikasi Riwayat Alergi Data Lab Data Klinik
Rute Pemberian
Dosis Frekuensi pemberian Lama Pemberian Interaksi Efek Samping
18
HASIL PENELITIAN
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
1-4
6-12
Gambar 3 Sebaran Jenis Kelamin Pasien Difteri Anak di RSUD Dr. Soetomo pada Periode Januari sampai Desember 2011
Gambar 4 Sebaran Usia Pasien Difteri di RSUD Dr. Soetomo pada Periode Januari sampai Desember 2011
Usia 6-12 paling banyak terkena difteri: kekebalan karena imunisasi dasar (DPT 1,2,3) hanya bertahan selama 10 tahun dan pasien membutuhkan booster (vaksinasi Td(difteri dan tetanus)).
19
18% 10% 8%
5%
3%
3%
3%
3%
3%
3%
3%
Imunisasi difteri perlu menjadi perhatian bagi pemerintah serta tenaga kesehatan : 1. Program imunisasi masih belum mencakup seluruh anak di Indonesia 2. efektivitas dari imunisasi difteri
20
70 60
59%
ProsentasePasien (%)
50 40
33%
30 20 10
3% 3% 3%
0
Difteri Tonsil Difteri Tonsil Faring Difteri Tonsil Hidung Difteri Tonsil Laring Difteri Tonsil Faring Laring
Diagnosis dan beratnya penyakit dari pasien akan mempengaruhi manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh infeksi C. diphtheriae, sehingga akan mempengaruhi dosis dari terapi ADS yang digunakan(Rampengan, 2005; Kliegman, 2011).
21
64%
60
40
20
0
40
20 0
Pasien boleh KRS setelah hasil swab tenggorokan dan hidung menunjukkan hasil negatif minimal 2x berturut turut, gejala klinis dan lab membaik, serta telahmenerima pengobatan ADS dan antibiotik selama 7-14 hari
22
Tabel 2 Macam Penyakit Penyerta (Komorbid) dan Komplikasi pada Pasien Difteri Anak
Komplikasi
Bullneck Miokarditis Obstruksi jalan nafas
Jumlah Pasien* 1 2 1
Prosentase (%)** 3 5 3
Penyakit Penyerta (komorbid) Varicella Diare akut non dehidrasi Viral exantema ISK Bronchopneumoni Typhoid fever Asimptomatik ASD
Jumlah Pasien* 1 1 1 1 1 1 1
Prosentase (%)** 3 3 3 3 3 3 3
Timbulnya komplikasi dapat dicegah bila diagnosis difteri dilakukan lebih awal sehingga penyebaran toksin dapat dicegah dengan diberikannnya antitoksin difteri (ADS) dan antibiotik untuk mengurangi jumlah toksin yang dihasilkan (Guifoile, 2009).
23
Tabel 3 Profil Penggunaan Anti Difteri Serum (ADS) pada Pasien Difteri Anak
Dosis ADS Pasien 40.000 U 40.000 U 40.000 U 40.000 U 100.000 U 100.000 U 100.000 U 100.000 U 100.000 U 80.000 U 100.000 U Tipe difteri Difteri tonsil Difteri tonsil hidung Difteri tonsil laring Difteri tonsil faring D. tonsil + PJB. asimptomatik ASD Difteri tonsil +bullneck Difteri tonsil faring Difteri tonsil faring +miokarditis Difteri tonsil laring +obstruksi jalan nafas Difteri tonsil >3hari Difteri tonsil >3 hari Total * = Pustaka : a. PDT anak, 2008, b. Gershon, 2004 ** = Jumlah pasien menunjukkan jumlah pasien yang menggunakan obat tersebut, pasien hanya menerima 1 macam obat ***= (+) Sesuai; (-) Tidak Sesuai 80.000120.000U Lama penyakit > 3 hari atau pasien dengan bengkak pada leherb 100.000 40.000 60.000U Dosis Pustaka* Tipe difteri Pustaka* Jumlah Pasien** 12 1 1 3 1 1 9 1 1 1 8 39 Ket.*** + + + + + + + + + + +
Difteri berat (pseudomembran meluar keluar tonsil, toksik, disertai bullneck, disertai penyulit akibat efek toksina,b
24
Gambar 10 Pemberian ADS pada Pasien Difteri Anak di RSUD dr Soetomo Surabaya periode Januari- Desember 2011
Pemberian ADS pada pasien: 1. Single dose: iv drip yang dilarutkan dalam D5S atau D5S sebanyak 100-300 ml diberikan selama 6-8 jam 2. Desensitasi (Besredka): Bila terjadi reaksi alergi pada skin test. Diberikan dalam dosis terbagi 6-13, interval antar dosis 15 menit dan diberikan secara berurutan rute subkutan (diencerkan dengan PZ aa dan dilanjutkan tidak diencerkan (murni)), intramuskular, dan terakhir intravena drip dalam D5S atau D5S sebanyak 100-200 ml selama 6-8jam.
25
Antibiotik
Jumlah Pasien** 3 20 17 5
Keterangan*** + + + + +
Penisilin
procain
U/kgBB
2x25.000-50.000 U/kgBB 2x>50.000 U/kgBB
Eritromisin
3x<13 mg/kgBB 3x13-17 mg/kgBB 3x>17 mg/kgBB 4x<10 mg/kgBB 4x10-12,5 mg/kgBB
40-50 mg/kg/hari diberikan setiap 6jam (10-12,5 mg/kgBB/dosis) , maksimal 2g/hari a,c,d
2 10 3 1 1
4x>12,5mg/kgBB
* = Pustaka : a.PDT Anak; b. Gershon, 2004; c. Tatro, 2003; d. Kliegman, 2011.
** = Jumlah pasien menunjukkan jumlah pasien yang menggunakan obat tersebut, pasien dapat menerima lebih dari 1 macam obat ***= (+) Sesuai; (-) Tidak Sesuai
26
5%
negatif
95%
positif
Gambar 11 Tes Alergi Penisilin pada Pasien Difteri Anak di RSUD dr Soetomo Surabaya periode Januari- Desember 2011
Pada pasien yang menunjukkan reaksi alergi pada penisilin procain, maka pemberian antibiotik diganti dengan eritromisin.
27
Tabel 5 Lama Pemberian Antibiotik sebagai Terapi selama MRS pada Pasien Difteri
Jenis Antibiotik Tunggal
Penisilin prokain (im) 10 11 12 14 10 19 112 142 2114 39 111 125 6 7 3 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Jumlah Pasien*
Eritromisin (po)
Tunggal (pengganti)
Penisilin prokain (im) Penisilin prokain (im)
Kombinasi
Penisilin prokain (im) dan Eritromisin (po) 8 dan 8 10 dan 10 10 dan 11 10 dan 12 11 dan 11 11 dan 10 12 dan 12 13 dan 13 1 1 2 2 1 1 1 1
28
Tabel 5 Lama Pemberian Antibiotik sebagai Terapi selama MRS pada Pasien Difteri (Lanjutan)
Jenis Antibiotik
Kombinasi Pengganti Penisilin procain (im) dan eritromisin (po) eritromisin (po Penisilin procain (im) Penisilin procain (im) dan eritromisin (po) Penisilin procain (im) Penisilin procain (im) dan eritromisin (po) eritromisin (po) TOTAL 10 dan 29 12 dan 313 64 dan 9 19 dan 53 1 1 1 1 39
Jumlah Pasien
*= Jumlah pasien menunjukkan jumlah pasien yang menggunakan obat tersebut, pasien hanya menerima 1 macam obat
29
Obat sebagai Terapi Utama maupun yang Ditujukan untuk Penyakit Penyerta dan Komplikasi pada Pasien
Antibiotika Ampisilin Sulbaktam Sefotaksim Seftriakson Amoksisilin clavulanat Kloksasilin Bronkodilator Salbutamol Ambroksol Antijamur Nystatin Diuretik Manitol Obat gastritis Ranitidin Terapi O2 Antijamur Enystyn (Nistatin) Konstipasi Microlax Antialergi Klorfeniramin maleat Hidrocortison cream Vitamin dan mineral Multivitamin Zinc Probiotik Terapi Inhalasi Nebul PZ Nebul ventolin dalam PZ Sulfas Atropin Inj. Transamin Termoregulasi Paracetamol Novalgin Terapi Cairan D5 NS D5 NS Inj. KCl Inj. Ca Glukonas Na Fusidat cream
Keterangan :
30
Pre (MRS)
Jml. Pasien
Post (KRS)
Jml Pasien
Kriteria
Ada nyeri telan Tidak ada (sembuh) Ada pseudomembran Tidak ada (hilang) Ada PKGB Tidak ada (hilang)
Prosentase (%)**
+ + + + + + + + +
39 39 18 12 18 33 19 24 9 30
+ + + + + + + + + + -
0 39 0 39 0 18 0 12 0 18 2 31 0 19 3 21 0 9 0 30
Swab Tenggorokan
* = Seorang pasien dapat mengalami lebih dari satu macam outcome terapi **= Prosentase dihitung berdasarkan perbandingan jumlah pasien yang mengalami outcome terapi tertentu (kolom post) dengan jumlah pasien pada kondisi pasien saat MRS (pre) ***= Prosentase dihitung berdasarkan perbandingan jumlah pasien pada kolom post dengan jumlah total pasien (39 orang) Kolom pre: (+) = mengalami gejala atau hasil lab di atas batas normal (-) = tidak mengalami gejala atau hasil lab. di batas normal Kolom post: (+) = gejala masih ada atau hasil lab. masih di atas normal (-) = gejala hilang (sembuh) atau hasil lab. masih di batas normal
31
Jumlah pasien**
Prosentase (%)
ADS
Reaksi alergic
39
100
38 22 1
97 56 3
12
31
Atropin sulfat
Inj. KCl
Hiperkalemiac
32
69%
26%
5%
Kriteria pembagian pasien: 1. Pasien KRS dengan kondisi sembuh (outcome terapi pasien berada dalam rentang normal), 2. Pasien KRS dengan kondisi mulai sembuh (1 outcome terapi belum berada dalam rentang normal) dan 3. pulang paksa (kemungkinan karena keadaan ekonomi atau orang tua pasien menginginkan pasien untuk rawat jalan)
33
KESIMPULAN
1
Terapi utama untuk difteri adalah anti difteri serum (ADS) dan Antibiotik (penisilin prokain dan eritromisin). ADS diberikan dengan dosis 40.000 IU, 80.000 IU, 100.000 IU yang diberikan dengan rute intravena drip dalam D5S atau D5S sebanyak 100-300 ml selama 6-8 jam dan 40.000 IU, dan 100.000 IU yang diberikan dengan secara desensitasi (besredka) Antibiotik penisilin procain diberikan dengan dosis 40.000 136.000 IU/kgBB. Antibiotik eritromisin diberikan dengan dosis 30 60 mg/kgBB Penggunaan antibiotik digunakan secara tunggal, pengganti dan kombinasi.
Terapi suportif yang digunakan bergantung pada kondisi klinis, komplikasi dan atau penyakit yang menyertai. Dan yang paling banyak digunakan adalah antipiretik, analgesik untuk penurun panas pasien dan nyeri tenggorokan dan terapi cairan dan elektrolit untuk pengganti cairan tubuh. Keberhasilan terapi ditandai dengan hilangnya gejala nyeri telan, pseudomembran, bullneck, pembesaran kelenjar getah bening (PKGB), dan hiperemi (100%) . Data klinik respiratory rate (RR) (88%) dan suhu (100%) turun ke batas normal. Data Lab. WBC (94%) turun ke batas normal. Tidak ada pertumbuhan pada swab tenggorok dan hidung pasien (100%). Problema Terkait Obat (DRP) yang ditemui yaitu : DRP potensial : efek samping obat, tidak ada interaksi obat yang terjadi selama terapi pada penelitian
34
SARAN
Perlunya penelitian lebih lanjut terhadap kualitas vaksin DPT yang beredar di pasaran terutama yang digunakan untuk menunjang program pemerintah. Peningkatan upaya promotif terhadap vaksinasi DPT
35
Alberta, 2011. Alberta Health and Wellness Public Health Notifiable Disease Management Guidelines. Diphtheria Guideline. Government of Alberta
Arfijanto, M. V., Siti Irma Mashitah, Prihatini Widyanti, Bramantono, A Patient with Suspected Diphtheria. Indonesian Journal of Tropical and Infectious Disease. 2010. Vol. 1, No. 2, p. 69-75.
Atkinson, W ., Hamborsky J, McIntyre L, Wolfe S,. 2007. Diphteria. In: Epidimiology and prevention of Vaccine-Preventable disease (Pink book). p. 75-85 Basuki, Parwati S., Soegeng Soegijanto, Diphtheria. In: 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Edisi III Buku Satu. Surabaya: Rumah Sakit Umum Dokter Soetomo, p. 76-83. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Respiratory diphtheria-like illness caused by toxigenic Corynebacterium ulceransIdaho, 2010. MMWR 2011. p. 1-15 Cipolle, R.J., Strand, L.M and Morley, P.C., 1998. Pharmaceutical Care Practice. New York: McGraw Hill Health Profession Division. P. 23-46 Cook, C., Gordon., Alimuddin L. Zumla., 2008. Mansons Tropical Disease 22nd ed. Saunders Elsevier. p. 1132-1137 Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. 2011. Difteri situasi terkini dan gerakan penanggulangannya di Jawa Timur. Di akses dari http://Dinkes.jatimprov.go.id/contentdetailed/9/1/131/difteri_situasi_ terkini_dan_gerakan_penanggulangannya_di_jawa_timur.html. Diakses pada 18 november 2011.
36
37