Anda di halaman 1dari 5

BAB II DASAR TEORI

Studi kuantitatif mengenai reaksi penetralan asam basa paling nyaman apabila dilakukan dengan menggunakan prosedur yang disebut titrasi (titration). Dalam percobaan titrasi, suatu larutan yang konsentrasinya diketahui secara pasti, disebut sebgai larutan standar (standard solution), ditambahkan secara bertahap ke larutn lain yang konsentrasinya tidak diketahui, sampai reaksi kimia antara kedua larutan tersebut berlangsung sempurna (Chang, 2005). Dalam titrasi, suatu larutan yang harus dinetralkan, misalnya asam, dimasukkan kedalam wadah atau tabung. Larutan lain, misalnya basa, dimasukkan ke dalam buret lalu dimasukkan ke dalam asam, mula-mula cepat, kemudian tetes demi tetes, sampai titik setara dari titrasi tersebut tercapai (Petrucci, 1996). Tanda selesainya titrasi, yaitu pada titik akhir (end point), ditandai dengan semacam perubahan sifat fisis, misalnya warna campuran yang bereaksi. Titik akhir dapat dideteksi dalam campuran reaksi yang tidak berwarna dengan menambahkan zat yang disebut indikator, yang mengubah warna pada titik akhir. Titrasi memungkinkan kimiawan untuk menentukan jumlah zat atau konsentrasi larutan yang ada dalam sampel (Oxtoby, 2001). Konsentrasi larutan (concentration of a solution) adalah jumlah zat terlarut yang terdapat di dalam sejumlah tertentu pelarut atau larutan. Konsentrasi larutan dapat ditentukan dengan berbagai cara. Salah satu satuan konsentrasi yang paling umum dalam kimia adalah molaritas (M), atau konsentrasi molar, yaitu jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan. Molaritas didefinisikan oleh persamaan berikut:

Jadi, 1,46 molar larutan glukosa (C6H12O6), ditulis sebagai C6H12O6 1,46 M, mengandung 1, 46 mol zat terlarut (C6H12O6) dalam 1 L larutan (Chang 2005). Molalitas sebaliknya, adalah nisbah (angka yang menunjukkan perbandingan antara satu nilai dan nilai lainnya secara nisbi) massa dan tidak bergantung pada suhu. Molalitas didefinisikan sebagai jumlah mol zat terlarut per kilogram pelarut:

Karena air memiliki kerapatan 1,00 g cm-3 pada 20oC, maka 1,00 liter air bobotnya 1,00 x 103 g atau 1,00 kg. Dengan demikian, dalam larutan berair encer, jumlah mol zat terlarut per liter kira-kira sama dengan jumlah mol per kilogram air. Jadi,

molalitas dan molaritas hamper sama nilainya. Untuk larutan tak berair dan larutan pekat dalam air, molaritas dan molalitas tidak sama (Oxtoby, 2001). Dalam mempersiapkan larutan hal yang perlu diperhatikan, yaitu jika sejumlah masssa zat terlarut ditambahkan ke dalam pelarut yang volumenya diketahui. Misalnya, jika satu liter pelarut digunakan, volume larutan yang dihasilkan bisa berkurang dari satu liter dalam larutan tersebut, sebab terjadi peristiwa-peristiwa di dalam larutan tersebut. Jika suatu larutan harus memiliki molaritas tertentu, jelas tidak mudah mengetahui rapatan larutan. Dalam praktiknya, hal ini dapat dihindari dengan melarutkan sejumlah zat terlarut ke dalam sedikit pelarut, kemudian pelarut ditambahkan sedikit demi sedikit sampai volume total diperoleh. Untuk pekerjaan yang cermat digunakan labu volumetrik yang terkalibrasi secara hati-hati (Oxtoby, 2001). Larutan pekat sering kali disimpan di laboratorium dalam ruang penyimpanan stok bahan kimia untuk digunakan sesuai keperluan. Prosedur untuk penyiapan larutan yang kurang pekat dari larutan yang lebih pekat disebut pengenceran (diluton). Dalam melakukan proses pengenceran, perlu diingat bahwa penambahan lebih banyak pelarut ke dalam sejumlah tertentu larutan pekat akan mengubah (mengurangi) konsentrasi larutan tanpa mengubah jumlah mol zat terlarut yang terdapat dalam larutan. Dengan kata lain, mol zat terlarut sebelum pengenceran = mol zat terlarut setelah pengenceran Karena molaritas didefinisikan sebagai mol zat terlarut dalam 1 L larutan. Maka,

atau MV = mol zat terlarut Karena semua zat terlarut berasal dari larutan pekat awal, maka, MawalVawal = MakhirVakhir dimana Mawal > Makhir dan Vakhir > Vawal (Chang, 2005). Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa). Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa. Dalam kebanyakan reaksi asam-basa, tidak ada perubahan warna yang tajam pada titik akhirnya. Dalam hal ini, perlu adanya sedikit indikator, yaitu zat warna

yang perubahan warnanya tampak jelas dalam rentang pH yang sempit (Oxtoby, 2001). Indikator asam-basa dibuat dalam bentuk larutan (dalam air, etanol, atau pelarut lain). Dalam titrasi asam-basa sejumlah kecil (beberapa tetes) larutan indikator ditambahkan kedalam larutan yang sedang dititrasi. Indikator asam-basa umumnya digunakan jika penetuan pH yang diteliti tidak terlalu diperlakukan (Petrucci, 1996). Jika bentuk asam untuk indikator tertentu dilambangkan dengan Hln dan bentuk basa konjugatnya dilambang dengan ln-, kesetimbangan asam-basanya adalah Hln(aq) + H2O(l) H3O+(aq) + ln-(aq)
[ [ ][ ] ]

= Ka

Dimana Ka adalah tetapan ionisasi asam untuk indikator. Indikator yang berbeda mempunyai nilai Ka yang berbeda sehingga menunjukkan perubahan warna pada nilai pH yang berbeda pula. Semakin lemah suatu indikator sebagai asam, semakin tinggi pH di tempat terjadinya perubahan warna. Perubahan warna tersebut muncul pada rentang satu sampai dua satuan pH. Sebagai contoh, metil merah akan merah pada saat pH di bawah 4,8 dan akan berwarna kuning di atas 6,0, warna jingga akan terlihat diantara pH tersebut. Metil jingga akan berwarna merah saat pH di bawah 3,2 dan akan berwarna orange saat pH di atas 4,4. Fenolftalein akan tidak berwarna saat pH di bawah 8,2 dan akan berwarna merah saat pH di atas 10,0. Ada juga bahan pewarna alami yang ditemukan pada buah-buahan, sayur-sayuran, dan bunga bertindak sebagai indikator pH dengan mengalami perubahan warna seiring terjadinya perubahan keasaman (Oxtoby, 2001). Pada titrasi asam-basa, natrium hidrosida adalah salah satu basa yang umum digunakan di laboratorium. Namun demikian, karena padatan natrium hidrosida sulit diperoleh dalam keadaan murni, larutan natrium hidroksida harus distandarisasi terlebih dahulu sebelum digunakan dalam kerja analitik yang memerlukan keakuratan. Standarisasi larutan natrium hidroksida dengan menitrasinya

mengunakan larutan asam yang sudah diketahui konsentrasinya secara tepat. Asam yang sering digunakan untuk analisis ini adalah suatu asam monoprotik yang disebut kalium hidrogen ftalat (Chang, 2005). Titrasi asam-basa lainya adalah titrasi antara asam kuat oleh basa kuat dan titrasi asam lemah oleh basa kuat. Misalnya titrasi HCl oleh NaOH dengan penambahan indikator. Penetralan asam lemah oleh basa kuat agak berbeda dengan penetralan aam kuat oleh basa kuat. Mula-mula, sebagian besar asam lemah dalam larutan berbentuk molekul tak mengion, misal HA, bukan sebagai H+ dan A-. dengan

adanya basa kuat, proton di alihkan langsung dari molekul HA yang tak mengion ke OH-. Untuk penetralan HC2H3O2 oleh NaOH, persamaan bersihnya adalah HC2H3O2 + OH- H2O + C2H3O2Pada titrasi tersebut dapat dihitung pH larutan pada bermacam-macam titik selama berlangsungnya titrasi. Data ini dapat dipetakan dalam bentuk hubungan pH dengan volume larutan yang ditambahkan dalam proses titrasi, berbentuk kurva titrasi (Petrucci, 1996). Selain titrasi asam-basa, titrasi redoks (reduksi-oksidasi) memiliki keuntungan khusus karena tajamnya spesies warna pada titik akhir titrasi. Misalnya, MnO4berwarna ungu tua, sedangkan Mn2+ tidak berwarna. Jadi, bila MnO4- ditambahkan dengan pada Fe2+ dengan sedikit berlebih, maka warna larutan berubah menjadi ungu secara permanen (Oxtoby, 2001). Titrasi langsung ini merupakan dasar dalam prosedur analitis yang lebih rumit. Banyak prosedur analitis yang tidak langsung dan melibatkan reaksi awal tambahan, belum titrasi sampel dilakukan. Misalnya, garam kalsium yang larut tidak akan mengambil bagian dalam reaksi redoks dengan kalium permanganat. Akan tetapi, penambahan ammonium oksalat pada larutan yang mengandung Ca2+ akan menyebabkan pengendapan kalsium oksalat secara kuantitatif: Ca2+(aq) + C2O42-(aq) CaC2O4(s) Sesudah endapan disaring dan dicuci, endapan ini dilarutkan dalam asam sulfat membentuk asam oksalat: CaC2O4(s) + 2H+(aq) Ca2+(aq) + H2C2O4(aq) Akhirnya, asam oksalat dititrasi dengan larutan permanganat yang konsentrasinya diketahui dengan cermat, melalui reaksi redoks: 2MnO4-(aq) + 5H2C2O4(aq) + 6H+ 2Mn2+(aq) + 10CO2(g) + 8H2O(l) Dengan cara ini, kuantitas kalsium dapat ditentukan secara tidak langsung lewat reaksi yang melibatkan langkah-langkah pengendapan, asam-basa, dan redoks (Oxtoby, 2001).

DAFTAR PUSTAKA
Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar: Konsep-konsep Inti. Terjemahan dari General Chemistry: The Essential Concepts, oleh Departemen kimia Institut Teknologi Bandung, Erlangga, Jakarta. Oxtoby, David W. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern/ edisi 4/ jilid 1. Terjemahan dari Principles of Modern Chemistry fourth edition, oleh Suminar Setiadi Achmadi, Erlangga, Jakarta. Petrucci. Ralph H. 1996. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern/ edisi keempat/ jilid 1. Terjemahan dari General Chemistry Principles and Modern Application Fourth edition, oleh Suminar Achmadi, Erlangga, Jakarta. Underwood, A. L. dan R.A. Jr. 2001. Analisis Kimia Kuantitatif/ edisi keenam. Terjemahan dari Quantitative Analysis, oleh Iis Sopyan, Erlangga, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai