Anda di halaman 1dari 16

PRE-DRIVING ANALYSIS MENGGUNAKAN TEORI GELOMBANG UNTUK PEMANCANGAN OPTIMAL

Oleh: David E. Pasaribu, ST Ir. Herry Vaza, M.Eng.Sc

Abstrak
Tiang pancang sebagai salah satu jenis pondasi, banyak digunakan pada proyek -proyek jembatan di Indonesia. Proses pemancangan merupakan tahapan krusial karena banyaknya parameter berkontribusi pada daya dukung dan keutuhan tiang. Masukan yang selama ini digunakan sebagai kontrol untuk mengukur kinerja kedua parameter tersebut sangat sederhana yaitu berat hammer dan besar displacement atau kalendering, padahal pada kenyataannya peralatan pemancangan sendiri mempunyai parameter yang sangat kompleks seperti anvil, pile -cushion, striker-plate dan helmet, termasuk juga properties tanah dan tiang pancang. Pemilihan peralatan pemancangan yang kurang tepat dapat menyebabkan tiang pancang mengalami tegangan berlebih atau overstress dan bahkan sering menyebabkan keretakan khususnya pada tiang beton. Pre-driving analysis dengan menggunakan teori gelombang dapat dilakukan untuk menentukan peralatan pemancangan yang tepat yang dapat memasukan tiang untuk mencapai kedalaman optimal sehingga keutuhan tiang dan daya dukung yang direncanakan didapat.

Keywords : pre-driving analysis, tiang pancang, peralatan pemancangan, overstress.

1. Pendahuluan Pondasi tiang sebagai salah satu pondasi dalam banyak digunakan pada proyek-proyek pembangunan jembatan di Indonesia. Pondasi ini ini dipilih sebagai perletakan struktur di mana untuk mendapatkan daya dukung maupun stabilitas struktur yang diisyaratkan, pondasi dimasukkan ke dalam tanah sampai pada elevasi >6m dari permukaan tanah. Jenis pondasi ini banyak digunakan selain masalah teknis di atas, kecepatan dan kemudahan pelaksanaan juga menjadikan tiang pancang menjadi pilihan utama untuk pondasi dalam. Pada pelaksanaannya, tiang pancang dimasukkan ke dalam tanah dengan cara dipukul menggunakan peralatan pemancangan. Dengan memukul bagian atas tiang (kepala tiang), akan terjadi transfer energy dari palu yang dijatuhkan (hammer) ke tiang pancang yang akan mendorong tiang masuk ke dalam tanah. Proses transfer energy ini dapat menyebabkan

-1-

kerusakan-kerusakan pada elemen-elemen tiang akibat tegangan tekan ataupun tegangan tarik sebagai akibat proses transfer energy melebihi kapasitas. Energi yang dihasilkan merupakan variable dari tinggi jatuh pemukul dan berat pemukul sendiri, semakin besar tinggi jatuh dan berat palu, maka energy yang dihasilkan akan semakin besar pula. Untuk membatasi besarnya energy yang dihasilkan pada saat pemancangan dilakukan, pada Spesifikasi Teknis yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga pada bagian pemancangan, disebutkan bahwa berat palu jenis gravitasi sebaiknya tidak kurang dari berat jumlah tiang beserta topi pancangnya, tetapi sama sekali tidak boleh lebih dari dari berat setengah berat tiang total beserta topi pancangnya ditambah 500 kg dan minimum untuk tiang pancang beton. Untuk tiang pancang baja, berat palu harus dua kali berat total tiang beserta topi pancangnya. Selain pembatassan berat palu, tinggi jatuh juga dibatasi tidak boleh melampaui dua setengah meter. Dengan pembatasan tersebut diharapkan mampu mengurangi energy yang dihasilkan pada saat pemancangan. Pembatasan tersebut di atas didasarkan pada pengamatan hasil-hasil pemancangan yang pernah dilakukan dan referensi-referensi lainnya. Pembatasan energy tersebut maupun efek-efek yang ditimbulkan dari proses pemancangan secara teliti/tepat lagi dikaji menggunakan teori gelombang. Teori ini dapat dipakai untuk menentukan peralatan pemancangan yang sesuai untuk jenis pondasi tiang dan kondisi tanah tertentu, kedalaman optimum dan daya dukung termasuk kesehatan tiang pada saat pemancangan.

2. Konsep Dasar Pemilihan Tiang Pancang a. Mendapatkan beban pondasi yang akan disupport dan kondisi khusus seperti batasan maupun total settlements, lateral loads, local scour dan waktu konstruksi. Pada umumnya tiang pancang untuk konstruksi jembatan terbuat dari material beton dan baja. Pondasi direncanakan untuk dapat menahan aksi-aksi dari bangunan atas yaitu gaya aksial, lateral maupun momen. Secara aksial kapasitas yang dihasilkan dari tiang pancang baja dan beton dengan kondisi tanah yang sama adalah sama. Sedangkan kapasitas lateral tiang pancang yang akan menimbulkan bidang momen pondasi berbeda pada tiang pancang baja dan tiang pancang beton. Dalam hal ini tiang pancang baja lebih handal dalam menahan gaya-gaya lateral tiang dengan memberikan nilai deformasi lateral yang lebih kecil dibandingkan dengan tiang pancang beton seperti gambar 1. berikut:

-2-

Gambar 1. Deformasi lateral tiang pancang beton dan baja.

b. Evaluasi hasil penelitian tanah di lapangan maupun laboratorium. Kondisi dari hasil penelitian tanah lapangan memperhatikan hal-hal berikut:
No. 1. 2. 3. Masalah Batuan besar pada lapisan dasar Loose cohesionless soil Negatif skin friction Rekomendasi Menggunakan non displacement pile dan menyertakan bagian pra-pengeboran dalam kontrak. Menggunakan tappered pile untuk mendapatkan maksimum skin friksi. Menggunakan tiang baja yang mulus untuk mengurangi gesekan adhesi, hindari kemiringan tiang. Gunakan bitumen coating untuk pile. Gunakan tiang beton yang kasar untuk meningkatkan adhesi dan tingkat disipasi air pori. Tidak menggunakan tappered pile kecuali bagianbagian yang tappered di bawah daerah scouring. Desain diperhitungkan akibat termobilisasinya tanah. Menggunakan prestressed pile di mana akan terjadi pemancangan yang keras pada tanah.

4. 5.

Tanah lunak yang dalam Scouring

6.

Butiran kasar

Typikal pondasi tiang yang biasa digunakan di Indonesia adalah tipe closed end pile, opened end pile (pada umumnya pondasi tiang pancang baja) dan precast concrete. Tipe closed end pile akan menyebabkan kenaikan tegangan lateral ground. Tipe tiang precast dapat memadatkan tanah yang sifatnya non kohesif, tanah terganggu dan melemahkan untuk sementara tanah yang sifatnya kohesif. Tipe dari opened end pile tidak cocok untuk tiang-tiang dengan daya dukung friksi pada tanah berbutir karena akan menyebabkan tiang melenceng dari posisinya. c. Pemilihan alternatif pondasi yang sesuai. Pemilihan alternatif pondasi didasarkan kondisi teknis yaitu handal mensupport struktur jembatan dan aksi-aksi dari struktur atas. d. Perhitungan biaya alternatif-alternatif pondasi Perhitungan biaya yang diperlukan terhadap alternatif pondasi yang visible diperlukan untuk mendapatkan pondasi paling murah.

-3-

e. Pemilihan pondasi Pondasi yang dipilih adalah pondasi yang secara teknis visible dan secara pembiayaan juga paling ekonomis. 3. Prosedur Pelaksanaan Pemancangan Pertanyaan yang sering muncul pada saat pelaksanaan konstruksi tiang pancang adalah sebagai berikut: Dapatkah hammer tersebut dipancang sampai ke kedalaman yang diinginkan? Berapa rate penetrasi sehingga didapatkan waktu yang paling optimum untuk pelaksanaan konstruksi? Berapa kedalaman penetrasi tiang pancang maksimum? Berapa daya dukung yang didapatkan dari pemancangan? Berapa tegangan yang terjadi pada tiang pancang?Dan di mana lokasi tegangantegangan maksimum terjadi? Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas adalah dengan mensimulasikan proses pemancangan tiang menggunakan parameter-parameter yaitu properties dari peralatan pemancangan (berat hammer, energi hammer, tipe cushion dll), properties dari tiang pancang (tipe tiang, material tiang dan berat tiang dll) serta kondisi tanah (tipe tanah, nilai N-SPT, sondir dll). Menggunakan teori gelombang didapatkan hal-hal: Prediksi tegangan tarik dan tekan pada saat pemancangan. Pergerakan pile pada saat pemancangan Tahanan-tahanan pada saat pemancangan Transfer energi dari pemancangan yang diterima dari ujung atas tiang.

Untuk mendapatkan keyakinan terhadap kondisi pertanyaan di atas, maka pada saat fase konstruksi tiang pancang dilakukan kontrol pemancangan tiang dengan garis besar tahapan pelaksanaan adalah sebagai berikut: Tahap 1 : Analisa dengan menggunakan teori gelombang Analisa ini diperlukan untuk mendapatkan tahanan pada saat pemancangan. Dari analisa dengan metode tersebut bisa diperoleh prediksi kedalaman tiang yang dibutuhkan serta tegangan-tegangan yang mungkin terjadi pada saat pelaksanaan dengan menggunakan hammer tertentu. Kondisi-kondisi tersebut dievaluasi untuk menentukan peralatan-peralatan pemancangan yang diperlukan dalam konstruksi pondasi. Tahap 2 : Preliminary Desain Kriteria. Tahap 3 : Pelaksanaan uji coba di lapangan dan evaluasi kapasitas Pelaksanaan uji coba di lapangan dibutuhkan untuk memastikan bahwa hasil dari analisa menggunakan metode wave equation sesuai dengan kenyataan di lapangan. Hasil dari uji coba dapat dilihat dari parameter panjang tiang hasil penetrasi, perilaku tiang (adanya kerusakan atau tidak), penetrasi per unit kedalaman. Dari parameter-parameter tersebut bisa didapatkan

-4-

tahanan-tahanan pada tiang dengan cara menggunakan persamaan dynamic formulae ataupun dengan metode test static. Tahap 4 : Adjust Driving Criteria dan Desain Dari hasil uji coba yang dihasilkan, di compare dengan kondisi yang diinginkan. Dalam hal ini apakah pemancangan yang dilakukan masih ada pada batas-batas tidak terjadinya kerusakan pada pile dan daya dukung yang ada cukup untuk daya dukung pada desain. Tahap 5 : Construction control

3.1 Pemilihan Peralatan Pemancangan Salah satu parameter yang sangat penting adalah pemilihan peralatan untuk pemancangan. Pemilihan tersebut didasarkan pada kemampuan alat tersebut apakah mampu mencapai kedalaman tertentu atau kapasitas tertentu. Pada kenyataannya dengan menggunakan tipe hammer yang berbeda akan mengakibatkan kapasitas yang berbeda pada tiang dengan panjang yang sama. Selain itu pemilihan peralatan pemancangan (salah satunya tipe hammer) dilakukan untuk menghindari kerusakan-kerusakan yang terjadi akibat overstress pada saat pelaksanaan pekerjaan pemancangan. Jenis peralatan pemancangan yang biasa digunakan di Indonesia adalah peralatan pemancangan tipe diesel hammer. Bagian-bagian dari peralatan tersebut dapat dilihat pada gambar 2 berikut:
Ram velocity Top plate

Hammer cushion Pile cushion Helmet

Gambar 2 Ttipikal hammer yang umum digunakan

3.2 Pembatasan Penetrasi Blowcount didefenisikan sebagai jumlah pukulan per unit panjang tiang pancang. Jumlah pukulan selalu direkam di lapangan untuk tiap kedalaman pemancangan. Jumlah pukulan harus dibatasi untuk menghindari overdriving yang berdampak pada kerusakan struktur tiang pancang. Pada kondisi tanah yang keras di mana

-5-

pemancangan sangat sulit, kemungkinan terjadinya kerusakan pada pile tidak hanya terjadi pada kepala tiang bagian atas tetapi juga pada ujung tiang di dalam tanah dan hal ini sulit untuk dideteksi. Untuk memprediksi tegangan pada saat pemancangan di lapangan, dapat menggunakan rekaman blowcount, A (luas penampang pondasi tiang) dan E (modulus elastisitas tiang). Dengan blowcount didapatkan Pu pemancangan dengan rumus-rumus dinamis dan tegangan yang terjadi adalah Pu/AE (Joseph E. Bowles) Batasan-batasan tegangan pada pile: Tarik MPa Ksi 0.3fc + fpe 8 12 0,498fc 3,58 0,536 0,6fc 4 Baja 216 4. Studi Kasus Untuk mengamati perilaku tiang-tiang dilakukan pengujian-pengujian dengan kriteria sebagai berikut: a. Menggunakan tiang pancang baja (terbuka dan tertutup) dan spun pile dengan diameter 0.6m
Properties Douter t Dinner A I E L Berat Berat Teg. Tekan izin Teg. Tarik izin kN/m
3

Material Beton Pratekan

Tekan MPa ksi 0,85fc - fpe 30 4,4 0,40fc 20.72 3.108 0,85fc 30 0,9 Fy 216 4,4

Keterangan Referensi AASHTO -

Beton

0,6 0,9 Fy 32

32

Tabel 1 Batasan tegangan pada saat pemancangan

Unit m m m m m
2 4

Baja 0.6 0.012 0.576 0.022167078 0.000958416 2.00E+08 18 78.5 0.174 3.132 216 216

Beton (Spun Pile) 0.6 0.1 0.4 0.157079633 0.005105088 3.32E+07 18 24 0.377 6.786 37.33 7.12

kN/m2

ton/m ton MPa MPa

Tabel 2 Properties tiang yang dipakai dalam pemodelan

b. Analisa pada tanah pasir dan tanah clay dengan kondisi tiang masuk ke dalam tanah keras sedalam 3xDiameter pile 2m (end bearing pile)

-6-

c. Analisa pada tanah clay dengan kondisi tiang tidak masuk pada lapisan tanah keras (friction pile) Kedalaman penetrasi tiang dilakukan sampai pada kedalaman 18 m. Kondisi 1 Elevasi 0 -3 -8 -16 -23 -28 N-SPT 0 3 10 15 20 35 Tipe Tanah Clay Clay Clay Clay Clay Clay Kondisi 2 N-SPT 0 10 20 50 55 60 Tipe Tanah Clay Clay Clay Clay Clay Clay Kondisi 3 N-SPT 0 10 20 50 55 60 Tipe Tanah Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir Pasir

Tabel 3 Properties tanah yang dipakai dalam pemodelan

Prediksi pemilihan hammer dipakai berat tiang yaitu: Tiang pancang baja Tiang pancang beton = 16 kN = 34 kN = 1.6 ton = 3.4 ton

Dipakai sejumlah hammer untuk mendapatkan perilaku tiang sebagai berikut: No. 1. 2. 3. 4. Tiang Pancang Baja Ape Model 16-32 berat 16kN Ape Model 25-32 berat 25kN Ape Model 30-32 berat 30kN Ape Model 36-32 berat 36kN Tiang Pancang Beton Ape Model 25-32 berat 25kN Ape Model 30-32 berat 30kN Ape Model 36-32 berat 36kN Ape Model 46-32 berat 46kN

Tabel 4 Tipe peralatan pemancangan yang dipakai

Kajian dilakukan dengan memodelkan antara tiang pancang dan hammer tidak diberi peredam untuk mengamati pengaruh peredam (cushion) pada saat pemancangan terjadi. 4.1 Kondisi 1: Kondisi tanah cohesive dan tiang belum masuk ke tanah keras. Pada kondisi tiang-tiang dengan ujung tertutup didapatkan bahwa pada tiang pancang baja tegangan tarik maksimum terjadi pada ujung tiang paling atas dan semakin menurun ke bawah. Tegangan tarik pada beton maksimum terjadi pada elevasi di mana mulai terjadinya perlawanan dari tanah. Sedangkan tegangan tekan pada tiang pancang beton dan baja terjadi pada elevasi mendekati dan di ujung pile yang masuk ke dalam tanah. Perubahan tipe hammer tidak mengakibatkan perubahan daya dukung pondasi. Pada tiang pancang baja dalam kondisi terbuka akan menyebabkan kenaikan tegangan compresi dan menurunkan tegangan tarik.

-7-

4.2 Kondisi 2: Kondisi tanah cohesive dan tiang masuk ke tanah keras. Pada kondisi tiang pancang tertutup didapatkan bahwa pada tiang pancang baja tegangan tarik maksimum terjadi pada ujung tiang paling atas dan semakin menurun ke bawah. Tegangan tarik pada beton maksimum terjadi pada elevasi di mana mulai terjadinya perlawanan dari tanah. Sedangkan tegangan tekan pada tiang pancang beton dan baja terjadi pada elevasi mendekati dan di ujung pile yang masuk ke dalam tanah. Perubahan tipe hammer tidak mengakibatkan perubahan daya dukung pondasi. Fenomena yang menjadi masalah dalam hal ini adalah pada saat kondisi tanah keras jumlah blow count sangat besar pada elevasi kedalaman 16 m(tidak dapat disajikan pada perhitungan) jika memakai hammer ringan yang menyebabkan tegangan kompresi paling besar pada elevasi tersebut. 4.3 Kondisi 3 : Kondisi tanah cohessionless dan tiang masuk ke dalam tanah keras. Pada kondisi tiang pancang tertutup didapatkan bahwa pada tiang pancang baja tegangan tarik maksimum terjadi pada ujung tiang paling atas dan semakin menurun ke bawah. Tegangan tarik pada beton maksimum terjadi pada elevasi pada awal pemancangan dan semakin menurun. Sedangkan tegangan tekan pada tiang pancang beton dan baja terjadi pada elevasi mendekati dan di ujung pile yang masuk ke dalam tanah. Perubahan tipe hammer tidak mengakibatkan perubahan daya dukung pondasi. Fenomena yang menjadi masalah dalam hal ini adalah pada saat kondisi tanah keras jumlah blow count sangat besar pada elevasi kedalaman 16 m(tidak dapat disajikan pada perhitungan) jika memakai hammer ringan yang menyebabkan tegangan kompresi paling besar pada elevasi tersebut. Secara umum dari analisa dengan menggunakan dengan teori gelombang pada saat pemancangan terakhir tiang didapatkan bahwa: a. Pada kondisi tanah lunak dan cohesif tegangan izin tekan baja yang terjadi melebihi batasan ijin yaitu 216 Mpa. Dengan kondisi ini sebaiknya tiang pancang tersebut memakai hammer dengan berat yang lebih rendah atau dengan memakai peredam pada kepala tiang bagian atas. Sedangkan pada tiang pancang beton tegangan izin tekan dan tarik melebihi batasan ijin tiang pancang beton. b. Pada kondisi tanah cohesif dan tiang masuk ke dalam tanah keras didapatkan bahwa tegangan tekan pada tiang pancang baja hampir tidak berubah dibandingkan dengan tanah lunak sedangkan tegangan tarik baja jauh lebih kecil. Pada kondisi ini juga terjadi pada tiang pancang beton.

-8-

c. Pada tanah cohesionless dan tiang pancang masuk ke dalam tanah keras didapatkan bahwa tegangan tekan tiang pancang baja dan beton melebihi ijin pada dengan menggunakan hammer yang sama dan tegangan tarik beton melebihi ijinnya. Karakteristik tegangan yang terjadi di atas adalah karakteristik pada saat pemancangan terakhir. Secara global didapatkan bahwa tegangan tekan berbanding terbalik dengan tegangan ijin. Tegangan tekan akan besar jika menemukan tanah-tanah keras sedangkan tegangan tarik akan besar jika menemukan pada tanah-tanah yang lunak. Tegangan yang terjadi melebihi ijin. Permasalahan utama adalah bahwa pada tiang pancang baja tegangan tekan melebihi dan pada tiang pancang beton tegangan tarik yang melebihi. Untuk mengurangi besarnya impact yang terjadi pada tiang dilakukan simulasi balik menggunakan cushion untuk meredam energi pada tiang dengan properties material cushion adalah sebagai berikut: Material : Kayu plywood

Modulus Elastisitas : 210 MPa Koefisen restitusi Diameter Tebal ` : 0.5 : 0.6 m(sama dengan diameter tiang) : 0.1m

Dari simulasi yang dilakukan digrafikkan sebagai berikut:

-9-

A. Kondisi 1.
Daya Dukung VS Berat Hammer
1800 1600

Daya dukung (kN)

1400 1200 1000 800 600 400 200 0 0 10 20 30 Berat Ham m er (kN) 40 Beton dgn cushion Beton no cushion 50

Baja dgn cushion Baja no cushion

Final Settlement VS Berat Hammer


40 35 30

Seetlemen (mm)

25 20 15 10 5 0 0 10 20 30 Berat Ham m er (kN) 40 50

Baja dgn cushion Baja no cushion

Beton dgn cushion Beton no cushion

- 10 -

Tegangan Tarik VS Berat Hammer


0 0 -20 10 20 30 40 50

Tegangan Tarik (Mpa)

-40 -60 -80 -100 -120 Berat Ham m er (kN) Teg. tarik baja dgn cushion Teg. tarik baja no cushion Teg. tarik beton dgn cushion Teg. tarik beton no cushion

Tegangan Tekan VS Berat Hammer


300 250
Tegangan Tekan (Mpa)

200 150 100 50 0 0 10 20 30 Berat Ham m er (kN) 40 Beton dgn cushion Beton no cushion 50

Baja dgn cushion Baja no cushion

- 11 -

B. Kondisi 2.
Daya Dukung VS Berat Hammer
6000 5000

Daya dukung (kN)

4000 3000 2000 1000 0 0 10 20 30 Berat Ham m er (kN) 40 50

Baja dgn cushion Baja no cushion

Beton dgn cushion Beton no cushion

Final Settlement VS Berat Hammer


7 6

Seetlemen (mm)

5 4 3 2 1 0 0 10 20 30 Berat Ham m er (kN) 40 Beton dgn cushion Beton no cushion 50

Baja dgn cushion Baja no cushion

- 12 -

Tegangan Tarik VS Berat Hammer


10 0 -10

Tegangan Tarik (Mpa)

10

20

30

40

50

-20 -30 -40 -50 -60 -70 -80 -90 -100 Berat Ham m er (kN) Baja dgn cushion Baja no cushion Beton dgn cushion Beton no cushion

Tegangan TekanVS Berat Hammer


300 250 200 150 100 50 0 0 10 Baja dgn cushion Baja no cushion 20 30 Berat Ham m er (kN) 40 Beton dgn cushion Beton no cushion 50

Tegangan Tekan (Mpa)

- 13 -

C. Kondisi 3
Daya Dukung VS Berat Hammer
8000 7000

Daya dukung (kN)

6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 0 10 20 30 Berat Ham m er (kN) 40 Beton dgn cushion Beton no cushion 50

Baja dgn cushion Baja no cushion

Final Settlement VS Berat Hammer


1.8 1.6 1.4
Seetlemen (mm)

1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0 10 Baja dgn cushion Baja no cushion 20 30 Berat Ham m er (kN) 40 Beton dgn cushion Beton no cushion 50

- 14 -

Tegangan Tarik VS Berat Hammer


0 0 -10 10 20 30 40 50

Tegangan Tarik (Mpa)

-20 -30 -40 -50 -60 -70 Berat Ham m er (kN) Baja dgn cushion Baja no cushion Beton dgn cushion Beton no cushion

Tegangan Tekan VS Berat Hammer


300

Tegangan Tekan (Mpa)

250 200 150 100 50 0 0 10 20 30 Berat Ham m er (kN) 40 50

Baja dgn cushion Baja no cushion

Beton dgn cushion Beton no cushion

- 15 -

5. Kesimpulan 1. Pemilihan pondasi didasarkan pada aspek teknis yaitu mampu mensupport struktur atas dan aksi-aksi yang diberikan dan aspek biaya yaitu ekonomis secara pembiayaan. 2. Kondisi tiang pancang sangat dipengaruhi oleh tahapan pemancangan. Daya dukung pondasi tidak dipengaruhi oleh berat hammer yang digunakan, tetapi dipengaruhi oleh jenis tanah dan tipe dari ujung pile (tertutup/terbuka). 3. Tegangan tekan dan tarik akan semakin meningkat jika menggunakan hammer yang lebih berat. Untuk mengurangi kelebihan tegangan tersebut, maka menggunakan hammer yang lebih ringan dan menggunakan peredam pada kepala tiang. 4. Secara umum, untuk mendapatkan keyakinan hasil pemancangan, maka perlu dilakukan pre-driving analysis agar didapatkan kondisi daya dukung yang sesuai dengan perencanaan teknis dan pada saat pemancangan tidak terjadi kerusakankerusakan akibat overstress pada saat pemancangan.

- 16 -

Anda mungkin juga menyukai