Anda di halaman 1dari 7

Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu Paling Luwes

Page 1 of 7

Kompasiana

Kompas.com

Cetak

ePaper

Kompas TV

Bola

Entertainment

Tekno

Otomotif

Female

Health

Properti

Urbanesia

Images

More

Berita

Politik

Humaniora

Ekonomi

Hiburan

Olahraga

Lifestyle

Wisata

Kesehatan

Tekno

Media

Muda

Green

Lipsus

Fiksiana

Freez

New

Jelajahi Kompasiana.com Bersama Teman-Teman Facebook Anda

Home

Humaniora

Bahasa

Artikel

REGISTRASI | MASUK

Submit Query

Jadikan Teman | Kirim Pesan

Nasin, S.Pd., M.Pd. instruktur pada PPPPTK BMTI Bandung, dilahirkan di Dukuh Mlaka, sebuah kampung terpencil di lereng Bukit Mlaka, pada tanggal 9 April 1969, dari pasangan Bapak Suwardi dan Ibu Nadem. Masa kecilnya dilaluinya di kampung terpencil di lereng bukit. Ia meng-habiskan hari-harinya dengan bermain, menggembala kambing atau sapi, merumput dan juga belajar di bangku sekolah dasar, sejauh tiga KM yang ditempuhnya dengan berjalan tanpa alas kaki. Ayahnya bersemangat menyekolahkannya, setelah dirinya menjadi satu-satunya anak yang mendapat beasiswa Supersemar di sekolahnya...

Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu Paling Luwes


OPINI | 22 September 2012 | 00:01 Dibaca: 216 Komentar: 5 Nihil

By Nasin, M.Pd. Mantan Guru anak TKI Sabah Pengantar Banyak pendapat tentang perkembangan bahasa Indonesia saat ini. Sebagian menyebutkan bahasa Indonesia sudah tidak dibanggakan oleh pemilik dan penggunaanya, karena mereka lebih bangga jika berbicara menggunakan bahasa asing, seperti Inggris, atau setidaknya lebih banyak menggunakan istilah dalam bahasa Inggris. Bahkan, sepertinya lambat laun istilah asing akan menggeser istilah dalam bahasa asli (Melayu) dengan menyerap bahasa asing tersebut. Dikatakan pula, bahwa ada banyak istilah dalam bahasa Melayu yang sudah lama diganti dengan bahasa asing lainnya. Sementara di sisi lain, untuk dapat melanjutkan belajar di luar negeri, mereka dituntut untuk dapat berkomunikasi dalam bahasa asing, seperti Inggris, Jepang, Mandarin atau lainnya. Hal itu tentu menjadi dilema bagi sebagian mereka yang banyak bersinggungan dengan bahasa asing. Namun, hal itu juga tidak dapat disimpulkan bahwa mereka kemudian tidak bangga dengan bahasa Indonesia. Kita sepakat bahwa bahasa Melayu, yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia, selain berkembang di wilayah Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Brunai Darussalam, ternyata penggunaannya menyebar ke beberapa negara lain, seperti Thailand (di wilayah Patani dan sekitarnya), Philipina (perbatasan Philipina-Sabah), Timor Leste, Suriname, dan sebagainya. Hal itu merupakan fakta bahwa bahasa Melayu telah dipergunakan sebagai bahasa pergaulan di berbagai wilayah. Di empat negara, bahasa Melayu menjadi bahasa nasional, di Indonesia disebut bahasa Indonesia, di Malaysia disebut bahasa Malaysia, di Singapura disebut bahasa Nasional, dan di Brunei disebut bahasa Melayu Baku. Di luar wilayah empat negara tersebut, bahasa Melayu menjadi lingua franca atau bahasa pergaulan. Dibandingkan bahasa Melayu yang berkembang di ketiga negara tetangga, bahasa Melayu yang berkembang di Indonesia, selain jumlah kata serapan yang masuk lebih banyak, juga perkembangan yang jauh lebih pesat. Dalam pergaulan di Malaysia, kalau kita FEATURED ARTICLE
Kelemahan Timnas Indonesia Piala AFF 2010
Hazmi Srondol

TRENDING ARTICLES
Jenderal Satu Koper
Eko Prasetyo

Sindrom Pencitraan di Dunia Maya


Samandayu

Haddeuhh, Aib Rumah Tangga Dipajang di


Adjat R. Sudradjat

Wacana Pelibatan Tokoh Nasional untuk


Nugroho Widiyanto

Timnas Berjubel-jubel Naik Kereta di


Bubup Prameshwara

http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/22/bahasa-indonesia-bahasa-melayu-paling-lu... 24/11/2012

Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu Paling Luwes

Page 2 of 7

mendengarkan percakapan mereka, kita merasa seperti mendengar bahasa Indonesia yang tidak baku atau struktur lama bahasa Melayu. Hal ini yang mungkin menyebabkan sebagian berpendapat bahwa bahasa Malaysia dipelihara oleh bangsa Malaysia, dengan cara mengekalkan istilah-istilah tetap dalam bahasa Melayu. Kesan lain, yang paling mendalam ketika penulis membandingkan bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia, adalah kesan lebih halus ketika kita menggunakan bahasa Indonesia. Hal itu juga diakui oleh seorang staf perkebunan berkebangsaan Cina, Mister David Lao yang menyebutkan, bahwa bahasa Malaysia cenderung lebih kasar. Ada juga kebanggaan ketika mendengar ucapan orang bukan Melayu ini, ternyata bahasa negara kami, dinilai lebih halus bila dibandingkan dengan bahasa Malaysia, yang sama-sama berasal dari Bahasa Melayu. Tentu saja, bagi masyarakat Malaysia mungkin tidak merasa bahwa kata yang digunakan dalam percakapan itu terasa kasar, karena mereka memang sudah terbiasa menggunakan istilah tersebut dalam pergaulan mereka sehari-hari. Pertanyaannya, di manakah letak bahwa bahasa Indonesia lebih halus, bila dibandingkan dengan bahasa Malaysia? Untuk menjawab pertanyaan itu, penulis kemudian menghimpun beberapa kata yang sering didengar dalam percakapan dengan pengguna bahasa Malaysia, di wilayah Sabah, Malaysia Timur.
Subscribe and Follow Kompasiana: TERAKTUAL INSPIRATIF Misteri Kata Kunci Kehidupan Candi Boko, Candi yang Penuh Kedamaian Mengejar Si Buta Setetes Madu Karya Seni, Kreativitas dan Kritikus Seni BERMANFAAT MENARIK
INFO & PENGUMUMAN KONTAK KOMPASIANA INDEX

Yuk, Download Aplikasi K-Report dan Inilah Peraih Sepeda Motor dan Hadiah Jalan-Jalan ke Thailand dengan Biokos

Bahasa Indonesia yang Santun dan Luwes Bahasa Indonesia seperti halnya bahasa Melayu yang berkembang baik di Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam telah mengalami perkembangan yang pesat. Dibandingkan dengan bahasa Melayu yang berkembang di Malaysia, Singapura, dan Burunai, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang jauh lebih pesat. Untuk membandingkan dengan perkembangan jumlah kata, misalnya, bisa dilihat dari ketebalan Kamus Besar bahasa Indonesia dibandingkan dengan Kamus Fajar Bahasa Malaysia. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sangat tebal, bila dibandingkan dengan Kamus Fajar Bahasa Malaysia, yang menandakan bahwa jumlah kata istilah dalam bahasa Indonesia jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kata istilah bahasa Malaysia. Hal itu dapat dipahami, karena bahasa Indonesia didukung oleh bahasa-bahasa daerah dari seluruh wilayah Indonesia yang sangat luas. Dalam kesempatan ini, kita tidak akan membahas tentang jumlah kata yang lebih banyak, karena dukungan kata serapan dari bahasa daerah, melainkan tentang keluwesan bahasa Indonesia. Luwes dalam pengertian terasa lebih santun dan lebih tepat, karena mengenal penempatan kata sesuai dengan penggunaannya. Penulis menemukan keluwesan Bahasa Indonesia, ketika penulis mendapatkan tugas dari Kemdikbud untuk mengajar di wilayah Sabah Malaysia. Jadi, penulis akan membandingkan keluwesan bahasa Melayu yang berkembang menjadi bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu yang berkembang menjadi bahasa Malaysia. Untuk memberikan penjelasan, maka penulis akan membahas mengenai penggunaan beberapa kata, yang penulis sering jumpai dalam percakapan di tengah kehidupan bersama masyarakat Malaysia. 1. Kata Kamu Kata kamu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan [pronoun jamak] mempunyai arti yang diajak bicara; yang disapa (dalam ragam akrab atau kasar). Kata kamu biasa digunakan untuk percakapan oleh orang yang sepadan atau untuk menyapa orang yang lebih muda. Seorang sahabat atau kawan akrab akan menggunakan kata kamu untuk memanggil sahabatnya, misalnya Kamu mau pergi ke mana? Demikian halnya, seorang kakak atau seorang ayah dan ibu, akan memanggil anaknya dengan kata kamu. Berbeda dengan penggunaan kata kamu di Indonesia, maka di Malaysia, kata kamu ini biasa digunakan untuk menyebut orang yang lebih tua, bahkan boleh dikata untuk menyebut orang yang terhormat. Berikut merupakan pengalaman penulis ketika berada di negeri Sabah, Malaysia Timur. a. Di sebuah kedai malam di Kota Lahat Datu, kami para guru Indonesia biasa menikmati makan malam. Di situ disajikan berbagai jenis makanan, termasuk beragam ikan bakar yang cukup menggoda untuk mencobanya. Ketika kami sedang menunggu hidangan disajikan, maka muncul tiga orang anak yang berjualan rokok. Rokok yang dijual termasuk rokok merk Dji sam soe. Tampaknya, anak-anak itu tahu kami orang Indonesia. Salah seorang anak pun menawarkan rokok.

http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/22/bahasa-indonesia-bahasa-melayu-paling-lu... 24/11/2012

Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu Paling Luwes

Page 3 of 7

Cikgu, kamu mau beli rokok Indon? tanya seorang anak. Mendengar ucapan anak yang menyebut kata kamu, dua kawan penulis, Pak Sani dan Pak Aris Munandar menjadi sangat marah. Hei, yang sopan kalau ngomong! Masa, memanggil orang tua dengan kata kamu! kata Pak Aris Munandar. Anak-anak itu hanya diam. Pak Sani yang sudah terlanjur marah, meski sebenarnya membutuhkan rokok, langsung menyuruh anak itu pergi. Penulis mencoba menengahi dengan mengatakan, Mungkin kata kamu di sini sudah biasa digunakan untuk menyebut nama orang lain. Ah, tidak, mereka bilang kamu karena mereka tahu kita orang Indonesia! jawab Pak Sani. b. Pada keesokan harinya, kami para guru Indonesia di antar ke perkebunan sesuai dengan tempat yang sudah ditentukan. Kami diantar oleh koordinator wilayah, yang disebut sebagai Cikgu Besar atau kepala sekolah, namanya Mr. Pepe V. Rates. Dalam perjalanan itu, dia berkata kepada penulis. Cikgu, nanti kamu mengajar di Seri Peri. Ya, Mister. Di situ aku menemukan fakta, bahwa kata kamu digunakan untuk menyebut orang yang sepadan, tetapi orang terhormat dan bukan kawan akrab. c. Di gerbang perkebunan tepatnya di Kongsi Mancon A, penulis bertemu dengan seorang anak kecil, namanya Adam. Adam sebenarnya keturunan Suku Suluk Philina, tetapi lahir dan dibesarkan di Sabah, sehingga pandai berucap dalam bahasa Melayu. Pada saat melihat penulis, dia berkata, Kamu yang menjadi cikgu si Idris ya? (Kamu yang menjadi guru si Idris ya?) Pertanyaan itu membuat penulis agak mendongkol. Di Indonesia mana ada orang tua yang dikamu-kamu oleh anak kecil. Namun, aku diam saja, karena mulai beranggapan bahwa kata kamu memang biasa digunakan untuk memanggil siapa saja, baik orang yang lebih tua maupun orang yang lebih muda. d. Di Pasar Sandakan, penulis menyaksikan percakapan sopir payrate (mobil omprengan) dengan seorang tua. Sopir berkata, Haji, kamu kemana saja, saya lama tidak melihat? Mendengar sirinya dikamu-kamu si Haji tidak marah dan menjawab seperti biasa, Saya ada ke Tawi-Tawi kasih kawin kemenakan. O pantas, kamu jarang naik kereta (mobil) saya. Dari percakapan, baik yang saya alami maupun saya dengarkan, jelaslah bahwa kata kamu bisa digunakan untuk memanggil siapa saja, baik orang tua, orang terhormat, atau siapa saja. Penggunaan kata kamu memang terasa kasar ketika menyebut orang yang lebih tua. Berbeda dengan penduduk Malaysia, maka orang-orang Bugis yang bekerja di perkebunan tidak berani menyebut kata kamu kepada penulis, melainkan memanggil dengan sebutan Cikgu atau Pak Guru. Kita tentu masih ingat, ketika para Anggota Dewan Rakyat (DPR) kita pergi ke Malaysia, kemudian mereka bertemu dengan para mahasiswa Indonesia yang belajar di sana. Perwakilan dari mahasiswa menyebut kata kalian kepada para anggota DPR, bukan menggunakan kata Bapak-bapak atau Ibu-ibu, sehingga situasi pertemuan langsung menjadi kaku, karena para anggota DPR merasa para mahasiswa itu menggunakan kata yang tidak halus (kasar), yakni kata kalian. 2. Kata Tuan

http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/22/bahasa-indonesia-bahasa-melayu-paling-lu... 24/11/2012

Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu Paling Luwes

Page 4 of 7

Penggunaan kata tuan tidak bermakna kasar, melainkan menjauhkan hubungan antarsesama manusia. Kata tuan berlawanan dengan kata budak. Kalau kita menyebut kata tuan kepada seseorang, sepertinya orang itu adalah Big-Boss, dan yang menyebutnya adalah seeorang jongos yang mengabdi kepada si tuan. Di kita, kata tuan jarang digunakan, sebab kata tuan ini berarti majikan, orang yang sangat terhormat bagi para pembantunya. Sering dipakai di zaman kolonial Belanda, saat kita memanggil Tuan-tuan Menir. Namun, di Malaysia kata Tuan masih digunakan menjadi pasangan kata Puan (Nyonya), menjadi Tuan dan Puan. Ada hal yang menggelitik, ketika penulis berteduh di pos pintu masuk perkebunan yang disebut gate, Haji Lamba, seorang kenalan menyetop sebuah kendaraan yang dikemudikan oleh seorang berkebangsaan China. Kemudian terjadilah pembicaraan. Tuan, mohon Cikgu menumpang sampai Sekolah Humana, kata Haji Lamba. Penulis memang agak tergelitik saat mendengar Haji Lamba memanggil Tuan kepada orang China, namanya Pak Mejohn, tetapi dipanggil Tuan Mejohn. Perkataan Tuan seakan membuat jurang yang amat jauh antara Haji Lamba dengan atasannya, yang juga pegawai di perkebunan. Beruntung Tuan Mejohn ini baik hati, karena istrinya dari suku Bugis. Penulis pun diajak untuk menumpang pada kendaraannya. Di perkebunan, ternyata kata tuan dijadikan sebutan untuk mereka yang menduduki jabatan tinggi, seperti wakil direktur. Direktur perkebunan, wakil direktur, dan beberapa pembantu utama direktur dipanggil Tuan. Tuan-tuan ini memiliki pembantu yang diberi panggilan Mister. Mister ini dibantu oleh Mandor, dan seterusnya. 3. Kata Pembangkang Kita akan sering mendengar kata pembangkang ketika menonton berita di tiga televisi Malaysia. Kata pembangkang sering dikaitkan dengan dua kata ketua party pembangkang. Jadi, ketua partai yang menjadi oposisi, tidak menang dalam Pemilu disebut sebagai partai pembangkang. Sebutan ketua partai pembangkang menjadi terasa kasar, dalam telinga kita. Namun, di Malaysia hari-hari dalam berita kita mendengarkan hal itu. Nama yang sering disebut sebagai ketua partai pembangkang seperti Anwar Ibrahim, dan Nik Aziz. Di negara kita, partai oposisi masih dihormati, dan duduk bersama di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan mereka tidak disebut sebagai anggota Dewan Pembangkang. Kalau di sana, terus terjadi sudut-menyudutkan, pemerintah menggunakan media Televisi yang menjadi corong pemerintah, dan pihak-pihak partai opisisi (pembangkang) menggunakan media surat kabar (intern), yang biasanya diterbitkan untuk kalangan sendiri, tetapi dijual di tempat-tempat umum. Selain ketika kata yang sering penulis jumpai digunakan dalam percakapan dalam kehidupan masyarakat di wilayah Sabah, mungkin masih banyak lagi kata yang bernilai kasar dalam telinga kita selaku penggunan bahasa Indonesia, namun tidak sempat penulis amati. Penggunaan ketiga kata itu mungkin mewakili. Bangga dengan Bahasa Indonesia Dalam kehidupan kaum intelektual saat ini, orang akan merasa bangga bila berbicara menggunakan bahasa Inggris atau diselipkan kata-kata dalam bahasa Inggris. Presiden kita pun acapkali menyelipkan kata-kata dalam bahasa Inggris, meski pernah memeroleh kritik karena kurang tepat dalam pelafalannya. Artinya, kita bangga jika menjadi bagian dari orang yang sering menggunakan kata asing, yang bukan dari bahasa Melayu, seperti bahasa Inggris. Seorang jurnalis asal Makasar membandingkan bahwa bahasa Malaysia jauh lebih kaya dengan bahasa sendiri, sehingga tidak menggunakan bahasa asing untuk menggantikan istilah yang di negara kita tidak ada. Dia juga mencontohkan, beberapa istilah asing yang lebih populer daripada istilah dalam Bahasa Indonesia, seperti delete untuk kata hapus, copy untuk kata salin, paste untuk kata tempel, cancel untuk kata batal. Kemudian sang jurnalis membandingkan kesetiaan bahasa Malaysia terhadap bahasa asli (Melayu), dan ketidaksetiaan bahasa Indonesia, karena memilih dengan menggunakan kata dari bahasa asing. Berikut merupakan daftar kata yang diperbandingkan.
No. Bahasa Indonesia Bahasa Malaysia Komentar

Gratis

Percuma

http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/22/bahasa-indonesia-bahasa-melayu-paling-lu... 24/11/2012

Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu Paling Luwes

Page 5 of 7

Kata percuma dikatakan lebih mendekati, karena menjadi Cuma-Cuma, gratis dari bahasa Belanda diambil dari bahasa Latin, gratein. 2 Kementrian Agama Kementrian Berdosa Tak Kata Kemenrtian Tak Berdosa disebutkan lebih mendekati visi dan misi, sementara kata agama berasal dari bahasa Sansekerta, yang berarti pakaian atau tidak rusak. Laskar/askar lebih dekat karena lebih mendekati pengertian pasukan bersenjata Kata angin lebih baik dari udara, karena angin merupakan udara bergerak sesuai gerak kendaraan udara Pasukan cerai-berai dikatakan lebih baik karena menekan-kan pengertian berpisah individu dari kelompok Kata bersetubuh dengan bumi dikatakn lebih baik, tanpa alasan, dan disebutkan bahasa Indonesia telah menggunakan kata bersetubuh untuk hubungan kelamin Kata Hospital Korban Lelaki dianggap lebih baik, karena memiliki makna lebih cocok, kalau yang melahirkan itu ibu-ibu atau gadis yang hamil akibat diperkosa, sedangkan Rumah Sakit Bersalin dianggap tidak sesuai karena tidak ada rumah sakit yang melahirkan, dan kata bersalin itu sendiri artinya difotocopy.

Angkatan Darat

Laskar Hentakhentak Bumi Laskar angin Angin-

Angkatan Udara

Pasukan, jalan

bubar

Pasukan berai

cerai-

Merayap

Bersetubuh dengan bumi

Rumah Bersalin

Sakit

Hospital Lelaki

Korban

Departemen Pertanian

Departemen Cucuk Tanam

Kata Departemen Cucuk Tanam memang lebih terasa melayu (indonesianya, cocok Tanam) jika dibandingkan Departemen Pertanian, Karena kata Pertanian asal katanya dari Hutani (membuka hutan yang dilakukan oleh pembuka ladang untuk bercocok tanam, para pekerja ladang kemudian disebut petani/perhutani) jadi kalau mau konsisten Indonesia harus menggunakan Departemen Perhutani, bukan pertanian.

Dan sebagainya

Penulis artikel itu bermaksud mengatakan, bahwa masih banyak kata-kata bahasa Indonesia kemudian dilupakan dalam bahasa percakapan dan bahasa tulis, dan diganti dengan istilah asing yang katanya kedengaran lebih modern dan keren. Kita orang Indonesia memang sering merasa rendah diri bila berhadapan dengan bangsa lain, baik dalam hal pergaulan maupun dalam hal berbahasa dan gaya (life stile) juga dalam hal tradisi dan budaya, apalagi budaya dan bahasa daera yang terancam punah. Begitu, pendapat si penulis artikel yang dimuat di Kompasaiana,com, sebagai suatu bentuk tulisan yang dianggap inspiratif. Bagi penulis (Nasin) bahasa Indonesia adalah bahasa yang penuh dengan berkah. Sebagai pegawai negeri sipil yang berprofesi tambahan sebagai penulis, merasa sangat berhutang budi dengan bahasa Indonesia, sebab dengan mengutakatik bahasa Indonesia, baik untuk dijadikana rtikel maupun buku, telah memberikan imbalan fisik dan psikis yang luar biasa. Imbalan fisik tentu berupa royalti atau uang hasil penjualan naskah, dan imbalan psikis adalah kebanggaan ketika naskah diterbitkan menjadi sebuah buku. Adapun mengenai beberapa istilah yang sudah jarang digunakan dan digantai dengan bahasa lain, termasuk istilah asing, memang benar terjadi. Namun hal itu, juga bukan berarti kita tidak bangga dengan bahasa Indonesia. Istilah-istilah asing itu memang menjadi sangat familiar dengan kita, karena setiap hari di depan mata kita terjadi kata delete, enter, cancel, copy, paste, dan lain-lainnya yang ada di keyboard komputer kita, sehingga sering kita ucapkan. Namun, kata-kata itu memang tidak baku, dalam penulisan resmi, tentu tetap ditandai, misalnya dengan huruf miring maupun tanda kutip. Pertanyaan berikutnya, apakah bangsa Malaysia itu sendiri mengadopsi istilah asing atau tidak dalam kamus bahasa mereka, atau mereka sama sekali tidak menggunakan istilah asing dalam percakapan mereka? Sebagai seorang guru yang

http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/22/bahasa-indonesia-bahasa-melayu-paling-lu... 24/11/2012

Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu Paling Luwes

Page 6 of 7

Laporkan Tanggapi

TANGGAL

http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/22/bahasa-indonesia-bahasa-melayu-paling-lu... 24/11/2012

Bahasa Indonesia, Bahasa Melayu Paling Luwes

Page 7 of 7

22 September 2012 22:34:17

Pak Nasin.. Ada beberapa hal yang perlu saya jelaskan agar pembaca tidak terkeliru.
Bart Mohamad

1. Kamus Fajar yang disamakan dengan Kamus KBBI adalah tidak tepat. Di Malaysia kamus yang diiktiraf sebagai kamus rasmi Bahasa Malaysia ialah Kamus Dewan terbitan Dewan Bahasa dan Pustaka, Malaysia. 2. Penggunaan kata kamu di Sabah memang benar berlaku tetapi tidak bagi penutur Bahasa Melayu di Semenanjung Malaysia. Ini kerana orang-orang Sabah bukan orang Melayu. Mereka ialah penduduk peribumi seperti Kadazan, Dusun dan Murut yang mempunyai bahasa daerah sendiri. Orang-orang Melayu di Semenanjung tidak akan menggunakan kata kamu kepada orang yang lebih tua. 3. Pengalaman Pak Nasin yang hanya di Sabah tidak boleh digeneralisasi untuk seluruh negara Malaysia. 4. Saya setuju dengan Pak Hartono kerana beberapa bahagian tulisan ini mengutip dari sumber yang tidak tepat. 5. Dalam membuat penilaian kita harus membedakan antara bahasa tulisan dan bahasa lisan. Sememangnya penutur bahasa Melayu dipengaruhi oleh kata-kata bahasa Inggris ketika bertutur (lisan) tetapi kata itu tidak boleh digunakan dalam bahasa tulisan. Contoh yang diberikan oleh Pak Nasin seperti somel, plywood, karang? (mungkin karen , dan heksaw? (saya tidak pernah dengar perkataan ini) tidak digunakan dalam bahasa tulisan kerana ia tidak wujud dalam Kamus Dewan. Ada istilah yang sesuai dalam bahasa Malaysia untuk kata sawmill (kilang papan), plywood (papan lapis), curren (aliran elektrik). 6. Kata Pembangkang adalah terjemahan dari bahasa Inggris Opposition. Sama ada menggunakan kata Oposisi atau Pembangkang, ia membawa maksud yang sama. Oleh itu Bahasa Malaysia mengekalkan kata Pembangkang kerana kata Oposisi adalah saduran dari bahasa Inggris. 7. Kata Tuan juga tidak biasa digunakan seperti yang ditulis oleh Pak Nasin di Malaysia. Ia mungkin kes terpencil (isolated case) yang hanya berlaku di beberapa bagian di Malaysia. 6. Secara umumnya bahasa Malaysia sama seperti Bahasa Indonesia baku kerana apabila saya membaca Kompas hampir semua maksudnya saya fahami. Hanya beberapa kata yang diserap dari bahasa Inggris yang berbeda apabila ditulis. Sebagai contoh dalam Bahasa Malaysia menyebut kreativiti tetapi dalam Bahasa indonesia disebut kreativitas. Dua puluh tahun lepas Bahasa Indonesia amat kurang menggunakan kata serapan kerana mengekalkan keaslian Bahasa Melayu. Ketika itu banyak buku-buku di Malaysia diimport dari Indonesia untuk bacaan. Malah novel Keluarga Gerilya pernah dijadikan teks sekolah-sekolah di Malaysia. Tulisan Buya Hamka masih boleh dibaca oleh orang-orang Malaysia hingga hari ini kerana cara penulisan dan lenggok bahasa yang digunakan masih kental Bahasa Melayu. Maaf keomentar yang panjang dan harap dapat memberi perspektif baru dalam membandingkan Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia. Salam kenal.
Laporkan Komentar 0 Balas

23 September 2012 17:02:28 Nasin S.pd.mpd.

Terima kasih atas koreksinya, sy memang ditugaskan di daerah terpencil, jalan kaki 10 km dari jalan Simpang Beluran, sehingga sy kurang begitu mengenal luas komunitas orang Sabah, hanya sesekali pergi ke bandar, dan maaf yang sy temui memang hanya Kamus Fajar saja di toko buku yang ada di Sabah.kalau antum tinggal di Semenanjung, mungkin tahu info Bila PM Malaysia menyelenggarakan sayembara penulisan novel antarbangsa? Kalau jd, sy mau ikutan.Trims, salam dari Saudara antum di Bandung.
Laporkan Komentar 0 Balas

23 September 2012 17:08:21 Nasin S.pd.mpd.

Ya, tambahan, kata-kata seperti playwood sy temukan di buku pelajaran terbitan Malaysia, kata sawmill atau somel sy dengar dari percakapan orang Sabah, mungkin jg dia orang Bugis, kata karang ya dari curren sy dengar dari percakapan orang-orang, kalau mati listrik mereka menyebut mati karang, mungkin dia jg orang Bugis dan satu lg orang Kedazan-dusun, kalau orang China memang menyebut karans yang asalnya dari curent, sekali lg trims, sy juga sedang menyush novel, hampir terbit, Ada Cinta di Malaysia.
Laporkan Komentar 0 Balas

Tulis Tanggapan Anda

Submit

Cancel

2008-2011

About Kompasiana | Terms & Conditions | Tutorial | FAQ | Contact Us | Kompasiana Toolbar

http://bahasa.kompasiana.com/2012/09/22/bahasa-indonesia-bahasa-melayu-paling-lu... 24/11/2012

Anda mungkin juga menyukai