Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuji ilmu dan orang berilmu, serta
menganjurkan hamba-hamba-Nya untuk membekali diri mereka dengan ilmu. Bahkan
setiap muslim telah diwajibkan oleh Allah untuk mempelajari ilmu. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wassallam berkata:
“Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim”. (Shahihul Jami’ 3913)
Menuntut ilmu adalah amalan shalih yang paling afdhal dan termasuk amalan
jihad fisabilillah karena tegaknya agama Allah adalah dengan dua perkara:
1. Ilmu
2. Senjata dan peperangan
Dua perkara ini haruslah ada, tidak mungkin agama Allah akan menang kecuali
dengan dua perkara ini.
ILMU APAKAH YANG TELAH DIPUJI OLEH ALLAH DAN RASULNYA DAN
WAJIB KITA PELAJARI
Berkata Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin, “Ilmu yang dipuji adalah
ilmu wahyu, ilmu yang Allah turunkan saja, Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
“Para Nabi tidaklah mewariskan emas ataupun dirham, akan tetapi mewariskan
ilmu, barang siapa yang mengambilnya telah mengambil bagian yang banyak”
Sudah maklum bahwa ilmu yang diwariskan para Nabi adalah ilmu syariat
bukanlah ilmu yang lainnya.
ADAB-ADAB PENUNTUT ILMU
Untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan meraih keutamaannya, seorang
yang menuntut ilmu hendaknya memperhatikan adab-adab berikut:
1. Ikhlas
Ilmu adalah ibadah dan ibadah haruslah didasari dua perkara, ikhlas dan
mutaba’ah (Sesuai tuntunan Rasulullah).
Lalu bagaimana terwujud ke ikhlasan dalam menuntut ilmu ? Ikhlas dalam
menuntut ilmu terwujud dengan beberapa perkara:
- Niatkanlah belajar untuk menjalankan perintah Allah
- Niatkan untuk menghilangkan kebodohan pada diri sendiri dan orang
lain.
- Niatkan dalam rangka mengikuti syariat Muhammad Shallallahu
‘alaihi wassalam
- Niatkan dalam rangka menjaga dan membela syariat Allah.
(Syarah Hilyah Al Utsaimin 25-28)
Tanya
Apakah dalam belajar kita hanya mencukupkan diri dengan mempelajari ilmu
syar’I (ilmu agama), tidak belajar ilmu dunia ?
Jawab
Asy-Syaikhul Muhaddits Muqbil bin Hadi Al-Wadi’I rahimahullahu menjawab:
“Ilmu yang wajib untuk kita pelajari dan kita dahulukan adalah ilmu syar’i. Ilmu
inilah yang Allah Subhanahu Wa ta’ala wajibkan atas anda. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
“Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim”
Bila anda ingin mengerjakan shalat sebagaimana shalat Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa
sallam, maka pelajari ilmunya sebelum anda mempelajari kimia, fisika, matematika, dan
selainnya. Bila ingin berhaji, anda harus mengetahui bagaimana manasik haji yang
ditunaikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Demikian pula dalam masalah
aqidah dan pembayaran zakat. Bila ingin melakukan transaksi jual beli, semestinya anda
pelajari hukum jual beli sebelum anda mempelajari ilmu fisika, kimia dan selainnya.
Setelah anda pelajari perkara yang memberikan manfaat kepada anda dan anda mengenal
aqidah yang benar, tidak apa-apa bagi anda mempelajari ilmu yang mubah anda inginkan.
Akan tetapi bila anda diberi taufiq, dikokohkan oleh Allah Subhanahu Wa ta’ala
dan dijadikan anda cinta terhadap ilmu yang bermanfaat, ilmu Al-Qur’an dan As-Sunnah,
maka teruslah mempelajarinya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Siapa yang Allah inginkan kebaikan baginya maka Allah faqihkan (pahamkan)
dia dalam agama.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Berpalinglah engkau dari orang yang enggan berzikir kepada Kami dan ia tidak
menginginkan kecuali kehidupan dunia. Yang demikian itu merupakan kadar ilmu yang
mereka capai.” (An-Najm:29-30)
Bila seseorang telah mempelajari ilmu yang wajib baginya, kemudia setelah itu ia
ingin belajar kedokteran, teknik, atau ilmu lainnya maka tidak mengapa. Kita sedikitpun
tidak mengharamkan atas manusia apa yang Allah Subhanahu Wa ta’ala halalkan untuk
mereka. Akan tetapi sepantasnya ia mengetahui bahwa kaum muslimin lebih butuh
kepada orang yang dapat mengajari mereka agama yang murni sebagaimana yang dibawa
oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka lebih butuh kepada orang yang
alim daripada kebutuhan mereka terhadap ahli teknik, dokter, pilot, dan sebagainya.
Dengan keberadaan ulama, kaum muslimin diajari tentang syariat Allah Subhanahu Wa
ta’ala, tentang apa yang sepantasnya dilakukan oleh seorang dokter dan seterusnya.
Sebaliknya jika tidak ada yang mengajarkan kebenaran (agama) kepada kaum muslimin,
mereka tidak dapat membedakan mana orang yang alim dan mana ahli nujum. Mereka
tidak tahu apa yang sepantasnya dilakukan oleh ahli teknik. Mereka tidak dapat
membedakan antara komunis dengan seorang muslim. Dengan demikian, wahai
saudaraku, rakyat yang bodoh ini butuh kepada ulama untuk menerangkan syariat Allah
Subhanahu Wa ta’ala mereka kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam.” (Ijabatus Sa’il ‘ala Ahammil Masa’il, hal 300-301)