Anda di halaman 1dari 33

BAB I PENDAHULUAN Otak berada didalam rongga tengkorak, yang dilindungi oleh selaput durameter.

Struktur tulang tengkorak yang kaku dan keras serta selaput durameter yang tidak elastis mengurangi kemungkinan pengembangan jaringan otak dalam keadaan tertentu. Di dalam rongga tengkorak yang kaku terdapat jaringan otak,darah dan pembuluh darah serta cairan serebrospinalis. Tekanan intrakranial merupakan jumlah total dari tekanan yang mewakili volume jaringan otak, volume darah intrakranial dan cairan serebrospinalis. Apabila volume dari salah satu faktor tadi meningkat dan tidak dapat dikompensasi oleh kedua faktor yang lain, maka terjadilah tekanan tinggi intrakranial.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. Definisi Otak merupakan jaringan tubuh yang mempunyai tingkat metabolisme tinggi, hanya dengan berat kurang dari 2% dari berat badan memerlukan 15% kardiak output, menyita 20% oksigen yang beredar di tubuh, serta membutuhkan 25% dari seluruh glukosa dalam tubuh1,2. Pada keadaan emergensi dan kritis akan terjadi peningkatan kebutuhan bahan-bahan metabolisme tersebut. Dengan demikian apabila suplai bahan-bahan untuk metabolisme otak terganggu tentunya akan menyebabkan terjadinya kerusakan jaringan otak yang dapat berakibat kematian dan kerusakan permanen1,2 Dua hal yang berperan dalam metabolisme otak agar tetap berjalan normal adalah kecukupan oksigen dan kecukupan sumber energi yaitu glukosa. Oleh karena otak tidak dapat menyimpan cadangan energi maka metabolisme otak tergantung pada aliran darah yang optimal. Dalam keadaan emergensi dan kritis akan terjadi kegagalan sistem autoregulasi pembuluh darah serebral. Karena aliran darah otak (CBF) merupakan hasil pembagian tekanan perfusi ke otak (CPP) dengan tahanan pembuluh darah serebral (CVR), maka pada kegagalan sistem autoregulasi sangat tergantung pada CPP.1 Pada keadaan normal, aliran darah otak (CBF) adalah 50 cc/100 gr jaringan otak tiap menitnya. Pada keadaan sehat dimana mekanisme autoregulasi bagus, CBF 50 cc/100 gr jaringan otak/menit tersebut dapat dipenuhi dengan rentang CPP 40-140 mmHg. Kerusakan jaringan otak akan irreversibel terjadi jika CBF kurang dari 18 cc/100 gr jaringan otak/menit. Pada keadaan emergensi neurologi seperti infeksi atau trauma kapitis akan terjadi peningkatan tekanan intrakranial (TIK) akibat adanya edema otak. Tekanan intrakranial normal adalah < 10 mmHg atau 15 cmH2O (rasio 3:4 untuk mmHg ke cmH2O). Dianggap meningkat bila > 20-25 mmHg. Oleh karena CPP merupakan selisih dari mean arterial pressure (MAP) dengan TIK, maka adalah sangat penting menjaga

tekanan darah optimal dan mengendalikan atau menurunkan tekanan intrakranial25

. TIK ini dapat dipantau dengan menggunakan alat monitor TIK yang biasanya

tersedia di ICU sehingga dapat dilakukan tindakan dan terapi dengan cepat dan tepat.2 Tekanan intrakranial (TIK) biasanya diukur sebagai tekanan dalam ventrikel lateral otak (Joanna Beeckler, 2006). Menurut Morton, et.al tahun 2005, tekanan intrakranial normal adalah 0-15 mmHg. Nilai diatas 15 mmHg dipertimbangkan sebagai hipertensi intrakranial atau peningkatan tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu otak (sekitar 80% dari volume total), cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan darah (sekitar 10%). MonroKellie doktrin menjelaskan tentang kemampuan regulasi otak yang berdasarkan volume yang tetap. Selama total volume intrakranial sama, maka TIK akan konstan. Peningkatan volume salah satu faktor harus diikuti kompensasi dengan penurunan faktor lainnya supaya volume tetap konstan. Perubahan salah satu volume tanpa diikuti respon kompensasi dari faktor yang lain akan menimbulkan perubahan TIK. Beberapa mekanisme kompensasi yang mungkin antara lain cairan serebrospinal diabsorpsi dengan lebih cepat atau arteri serebral berkonstriksi menurunkan aliran darah otak.2 Salah satu hal yang penting dalam TIK adalah tekanan perfusi serebral/cerebral perfusion pressure (CPP). CPP adalah jumlah aliran darah dari sirkulasi sistemik yang diperlukan untuk memberi oksigen dan glukosa yang adekuat untuk metabolisme otak. CPP dihasilkan dari tekanan arteri sistemik ratarata dikurangi tekanan intrakranial, dengan rumus CPP = MAP ICP. CPP normal berada pada rentang 60-100 mmHg. MAP adalah rata-rata tekanan selama siklus kardiak. MAP = Tekanan Sistolik + 2X tekanan diastolik dibagi 3. Jika CPP diatas 100 mmHg, maka potensial terjadi peningkatan TIK. Jika kurang dari 60 mmHg, aliran darah ke otak tidak adekuat sehingga hipoksia dan kematian sel otak dapat terjadi. Jika MAP dan ICP sama, berarti tidak ada CPP dan perfusi serebral berhenti, sehingga penting untuk mempertahankan kontrol ICP dan MAP.

Otak yang normal memiliki kemampuan autoregulasi, yaitu kemampuan organ mempertahankan aliran darah meskipun terjadi perubahan sirkulasi arteri dan tekanan perfusi. Autoregulasi menjamin aliran darah yang konstan melalui pembuluh darah serebral diatas rentang tekanan perfusi dengan mengubah diameter pembuluh darah dalam merespon perubahan tekanan arteri. Pada klien dengan gangguan autoregulasi, beberapa aktivitas yang dapat meningkatkan tekanan darah seperti batuk, suctioning, dapat meningkatkan aliran darah otak sehingga juga meningkatkan tekanan TIK.1,2 II. ANATOMI SUSUNAN SARAF PUSAT Susunan saraf pusat terdiri dari: 2 Otak (otak besar dan otak kecil) Batang otak (terdiri atas mesensefalon, pons dan medula oblongata) Medula spinalis

Otak dan batang otak keduanya terletak didalam rongga tengkorak, sedngkan medula spinalis terletak di dalam kanalis vertebralis.

Otak besar (serebrum), terdiri atas: Korteks serebri, adalah substansia grisea yang terletak pada permukaan hemisfer serebri. Tiap hemisfer serebri terdiri atas lobus frontalis, lobus parietalis, lobus temporalis dan lobus oksipitalis Medula serbri, adalah bagian sentral dari hemisfer serebri yang letaknya dibawah korteks serebri. Medula serebri terdiri atas substansia alba, ventrikulus lateralis, dan kelompok nuklei Otak kecil (serebelum), terdiri atas Vermis, terletak disebelah medial dari serebelum dan merupakan bagian yang kecil dari serebelum Hemisfer serebeli, terletak disebelah lateral serebelum dan merupakan bagian yang besar. Batang otak, terdiri atas mesensefalon, pons dan medula oblongata. Pada batang otak terdapat inti saraf otak. Peredaran darah otak. Otak mendapat darah dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna. Arteri vertebralis adalah cabang dari arteri subklavia yang masuk rongga tengkorak melalui foremen oksipitale magnum. Kedua arteri vertebralis kanan dan kiri berjalan di permukaan ventral medula oblongata dan pada batas kaudal pons kedua arteri bersatu membentuk arteri basilaris. Arteri karotis interna setelah masuk rongga tengkorak akan memberi cabang yaitu arteri serebri anterior, arteri serebri media, arteri komunikans posterior, arteri khoroidea, arteri hipofise superior dan arteri hipofise inferior.

Peredaran darah vena. Sistim vena sentral terdiri atas: Aliran vena serebral eksternal atau superfisial Aliran vena serebral internal atau profunda Kedua sistim vena ini mengalirkan darah kedalam sinus venosus. Anastomose banyak terjadi antara dua kelompok ini melalui anyaman pembuluh didalam substansi otak. Dari sinus venosus melalui vena emisries darah balik ini diteruskan ke vena ekstrakranial.

III. FISIOLOGI SUSUNAN SARAF PUSAT Sirkulasi cairan serebrospinalis : Sebagian besar cairan serebrospinalis dibentuk oleh ventrikel lateral otak dengan kecepatan 0,3 0,4 meningococcus/menit atau 500 meningococcus/hari. Dalam keadaan normal jumlah cairan serebrospinalis adalah 100 - 150 meningococcus. Cairan kebanyakan keluar dari setiap ventrikel lateral, melalui foramen Monro menuju ventrikel III, melalui akuaduktus Sylvi masuk ke ventrikel IV dan mengalir ke ruang subrakhnoid melalui foramen Luschka dan Magendi. Ruang subarakhnoid mengelilingi otak dan medula spinalis, dan cairan serebrospinalis bersirkulasi diseluruh ruang tersebut. Kebanyakan absorpsi cairan serebrospinalis terjadi pada villi arakhnoid. Mekanisme yang pasti kenapa terutama mengambil tempat tersebut tidak diketahui, tetapi perbedaan diantara tekanan hidrostatik cairan serebrospinalis dan sinus-sinus venosus adalah sangat penting. Kapasitas absopsi adalah 2-4 kali lebih besar dari kecepatan normal sirkulasi cairan serebrospinal.

Otak dan cairan serebrospinalis bersama-sama dengan pembuluh darah otak diliputi oleh tulang yang kaku. Rongga kranium normal mengandung berat otak 1400 gram, 75 ml darah dan 75 ml cairan serebrospinalis. Otak, volume darah dan cairan serebrospinalis didalam kranium pada setiap saat harus relatif konstan (hipotesa Monro-Kellie). Yang lebih penting adalah penekanan pada pembuluh darah otak bila terjadi peninggian tekanan intrakranial. IV. Patofisiologi Tekanan Intrakranial (TIK) Ruang intrakranial merupakan volume yang tetap terdiri atas parenkim otak (80% atau sekitar 1200 ml), darah (10% atau 150 ml), dan cairan serebrospinal (10% atau 150 ml yang diproduksi rata-rata 20 ml/jam atau 500 ml/hari). Kombinasi tekanan yang dihasilkan oleh ketiga komponen tersebut merupakan tekanan intrakranial (TIK) Karena volume ruang intrakranial tetap, tekanan intrakranial yang meningkat ketika adanya volume tambahan yang melebihi kapasitas/muatan, maka konstanta akan dicapai dengan menggeser cairan serebrospinal dan darah ke ekstrakranial (gambar 1 dan 2). kepala terdiri dari otak (sekitar 80% dari volume total), cairan serebrospinal (sekitar 10%) dan darah (sekitar 10%) 8

Gambar 1. Kompensasi tekanan intrakranial (TIK). Kondisi normal ruang intracranial meliputi parenkim otak, darah arteri dan vena, LCS. Jika terdapat massa, terjadi pendorongan keluar darah vena dan LCS untuk mencapai kompensasi TIK. Jika massa cukup besar terjadi peningkatan TIK.(Sumber : Decision Making in Neurocritical Care)

Gambar 2. Doktrin Monroe-Kellie (Sumber : Decision Making in Neurocritical Care)

Tekanan dan volume berhubungan dengan compliance ( volume/ tekanan). Pada sistem noncompliance, perubahan volume yang kecil akan menyebabkan perubahan tekanan yang ekponensial. Cedera neuronal terjadi disebabkan karena turunnya CBF dan menyebabkan iskemia selama CPP menurun atau karena kompresi langsung terhadap jaringan ketika otak bergeser sepanjang tingginya tekanan dan terjadi herniasi diantara kompartemen yang tetap CBF = CPP/CVR CPP = MAP-TIK CBF = Cerebral Blood Flow CPP = Cerebral Perfusion Pressure CVR = Cerebral Vascular Resistance MAP = Mean Arterial Pressure TIK = Tekanan Intrakranial Nilai normal CPP adalah > 50 mmHg. Autoregulasi otak merupakan suatu mekanisme dimana dengan range yang besar, perubahan tekanan darah sistemik yang besar hanya sedikit mempengaruhi perubahan CBF. Karena adanya autoregulasi, CPP harus turun dibawah 40 pada otak normal sebelum CBF terganggu.

10

Nilai normal TIK bervariasi mengikuti umur. Pada dewasa dan remaja nilai normal TIK adalah < 10-15 mmHg. Nilai normal untuk anak-anak adalah 3-7 mmHg, dan pada infan adalah 1,5-6 mmHg. V. Etiologi Tekanan Tinggi Intrakranial 1. Volume intrakranial yang meninggi Volume intrakranial yang meninggi dapat disebabkan oleh: Tumor serebri Tumor serebri yaitu lesi intra kranial yang menempati ruang dalam tulang tengkorak. Peningkatan tekanan intra kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor: bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena tumor akan mengambil ruang yang relatif dan ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan oedema dalam jaringan otak. Mekanisme belum seluruhnyanya dipahami, namun diduga disebabkan selisih osmotik yang menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial. Observasi sirkulasi cairan serebrospinal dariventrikel laseral ke ruang sub arakhnoid menimbulkan hidrocepalus. Trauma kepala Trauma kepala yaitu deformasi berupa penyimpangan bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan (accelerasi) dan perlambatan (decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan faktor dan penurunan kecepatan, serta rotasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan (Doenges, 1989). Cedera kepala menurut Suriadi & Rita (2001) adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. Sedangkan menurut Satya (1998), cedera kepala adalah keadaan 11

dimana struktur lapisan otak dan lapisan kulit kepala tulang tengkorak, durameter, pembuluh darah serta otaknya mengalami cidera baik yang trauma tumpul maupun trauma tembus. menurut Markum (1999). trauma pada kepala menyebabkan tengkorak beserta isiria bergetar, kerusakan yang terjadi tergantung pada besarnya getaran ma kin besar getaran makin besar kerusakan yang timbul, geta ran dan benturan akan diteruskan menuju Galia aponeurotika sehingga banyak energi yang diserap oleh perlindungan otak, hal itu menyebabkan pembuluh darah robek sehingga akan menyebabkan haematoma epidural, subdural, maupun intracranial, perdarahan tersebut juga akan mempengaruhi pada sirkulasi darah ke otak menurun sehingga suplay oksigen berkurang dan terjadi hipoksia janingan akan menyebabkan odema cerebral. Akibat dan haematoma diatas akan menyebabkan distorsi pada otak, karena isi otak terdorong ke arah yang berlawanan yang berakibat pada kenaikan T.I.K (Tekanan Intra Kranial) merangsang kelenjar pituitari dan steroid adrenal sehingga sekresi asam lambung meningkat akibatnya timbul rasa mual dan muntah dan anaroksia sehingga masukan nutnisi kurang. Abses Abses adalah peradangan purulenta yang juga melebur ke dalam suatu rongga (rongga Abses) yang sebelumnya tidak ada, berbatas tegas. Menurut Smeltzer, S. Cetal ( 2001: 496) Abses adalah infeksi bakteri setem pat yang ditandai dengan pengumpulan pus (bakteri, jaringan nekrotik dan SDP). Sedangkan menurut EGC (1995: 5) Abses adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang terbentuk akibat kerusakan jaringan. Perdarahan lntra kranial a. Epidural haematoma

12

adalah terjadinya perdarahan antara tengkorak dan durameter akibat robeknya arteri meningen media atau cabang-cabangnya. Epiduralis haematoma dapat juga terjadi di tempat lain, seperti pada frontal, parietal, occipital dan fossa posterior. b. Sub dural haematoma Subduralis haematoma adalah kejadian haematoma di antara durameter dan corteks, dimana pembun darah kecil vena pecah atau terjadi perdarahan. Kejadiannya keras dan cepat, karena tekanan jaringan otak ke arteri meninggia sehingga darah cepat tertuangkan dan memenuhi rongga antara durameter dan corteks. Kejadian dengan cepat memberi tanda-tanda meningginya tekanan dalam jaringan otak (TIK= Tekanan Intra Kranial). c. Sub arachnoidal Haematoma Kejadiannya karena perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu perdarahan pada permukaan dalam duramater. Bentuk paling sering dan berarti pada praktik sehari-hari adalah perdarahan pada permukaan dasar jaringan otak, karena bawaan lahir aneurysna (pelebaran pembuluh darah). Ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak. d. Intracerebral Haematoma Terjadi karena pukulan benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri pada jaringan otak. Paling sering terjadi dalam subkorteks. Selaput otak menjadi pecah juga karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar sehingga terjadilah subduralis haematoma. 2. faktor pembuluh darah

13

Meningginya tekanan vena karena kegagalan jantung atau karena obstruksi mediastinal superior, tidak hanya terjadi peninggian volume darah vena di piameter dan sinus duramater, juga terjadi gangguan absorpsi cairan serebrospinalis. 3. Obstruksi pada aliran dan pada absorpsi dari cairan serebrospinalis, maka dapat terjadi hidrosefalus VI. Gejala Klinik Tekanan Tinggi Intrakranial Nyeri Kepala (Gilroy J, Youman JR) Nyeri kepala pada tumor otak terutama ditemukan pada orang dewasa dan kurang sering pada anak-anak. Nyeri kepala terutama terjadi pada waktu bangun tidur, karena selama tidur PCO2 arteril serebral meningkat sehingga mengakibatkan peningkatan dari serebral blood flow dan dengan demikian mempertinggi lagi tekanan intrakranium. Juga lonjakan tekanan intrakranium sejenak karena batuk, mengejan atau berbangkis akan memperberat nyeri kepala. Pada anak kurang dari 10-12 tahun, nyeri kepala dapat hilang sementara dan biasanya nyeri kepala terasa didaerah bifrontal serta jarang didaerah yang sesuai dengan lokasi tumor. Pada tumor didaerah fossa posterior, nyeri kepala terasa dibagian belakang dan leher. Muntah Muntah dijumpai pada 1/3 penderita dengan gejala tumor otak dan biasanya disertai dengan nyeri kepala. Muntah tersering adalah akibat tumor di fossa posterior. Muntah tersebut dapat bersifat proyektil atau tidak dan sering tidak disertai dengan perasaan mual serta dapat hilang untuk sementara waktu. Kejang Kejang umum/fokal dapat terjadi pada 20-50% kasus tumor otak, dan merupakan gejala permulaan pada lesi supratentorial pada anak sebanyak 15%. Frekwensi kejang akan meningkat sesuai dengan pertumbuhan

14

tumor. Pada tumor di fossa posterior kejang hanya terlihat pada stadium yang lebih lanjut. Schmidt dan Wilder (1968) mengemukakan bahwa gejala kejang lebih sering pada tumor yang letaknya dekat korteks serebri dan jarang ditemukan bila tumor terletak dibagian yang lebih dalam dari himisfer, batang otak dan difossa posterior. Papil edema Papil edem juga merupakan salah satu gejala dari tekanan tinggi intrakranial. Karena tekanan tinggi intrakranial akan menyebabkan oklusi vena sentralis retina, sehingga terjadilah edem papil. Barley dan kawankawan, mengemukakan bahwa papil edem ditemukan pada 80% anak dengan tumor otak. Gejala lain yang ditemukan: o False localizing sign: yaitu parese N.VI bilateral/unilateral, respons ekstensor o tumor. Pemeriksaan neurologis lengkap harus dilakukan pada semua pasien. Pada pemeriksaan neurologis yang diperhatikan adalah : 1. Perubahan mental status penderita dapat mulai dari kurang perhatian (inattention) hingga koma. 2. Pemeriksaan nervus kranialis : gambaran pupil menetukan lokasi. Kelumpuhan nervus tiga (menunjukkan herniasi unkal, ruptur aneurisma arteri komunikan anterior), kelumpuhan nervus enam, dan papil edema. 3. Pemeriksaan motorik : posturing dekortikasi atau flexor posturing disebabkan gangguan pada traktus motorik. Deserebrasi atau extensor posturing disebabkan kerusakan berat pada mesensefalon dan batang otak. Namun, posturing ini tidak selalu berlaku. 4. Fenomena Kernohans notch (kelemahan pada sisi ipsilateral lesi karena adanya herniasi dan kompresi pedunkulus serebri kontralateral). yang ilateral, kelainann mental dan gangguan endokrin Gejala neurologis fokal, dapat ditemukan sesuai dengan lokalisasi

15

VII. Evaluasi Diagnostic 1. Monitor tekanan intrakranial Monitoring TIK merupakan rangkaian tatalaksana cedera otak traumatik dalam menurunkan mortalitas. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk mendiagnosis peningkatan intrakranial adalah dengan mengukurnya secara langsung. Hal ini dapat dikerjakan dengan melakukan punksi lumbal, tetapi tidak dibenarkan untuk monitoring TIK kontinu. Selain itu, harus dipertimbangkan juga, punksi lumbal tidak bisa dilakukan pada pasien dengan lesi massa di fossa posterior, pasien dengan midline shift yang signifikan, atau pada pasien dengan perdarahan ventrikel. 2. Pencitraan (imaging) CT scan kepala tanpa kontras dapat menunjukkan efek massa dengan melihat adanya : sulci dan gyri yang menghilang, ventrikel otak menyempit atau menghilang, sisterna basalis yang menghilang, penggeseran garis tengah (midline shift), edema fokal atau global, perdarahan atau kontusio, dan/atau infark.

CT scan kepala itu sendiri tidak begitu dapat diandalkan dalam menentukan peningkatan TIK. Sepuluh hingga lima belas persen pasien dengan trauma kepala yang koma mengalami peningkatan TIK namun dari pemeriksaan CT scan kepala normal. 3. Pengukuran non-invasif Peningkatan indeks pulsatility (tekanan sistol-diastol/tekanan rata-rata) yang diukur dengan alat transkranial Doppler dapat menjadi suatu penanda/marker peningkatan TIK, walaupun sensitivitas dan spesifisitas indeks pulsatility suboptimal. 4. Monitoring lanjutan Teknologi mikrodialisis, menggunakan tampilan kromatografi cairan untuk mengukur level laktat, piruvat, dan glukosa dalam jaringan. Monitoring oksigen jaringan otak menunjukkan ukuran rata-rata dari tekanan oksigen kapiler

16

dan interstisial otak. Hal ini penting untuk memahami keterbatasan otak tersebut dengan monitoring. PbO2 tidak ekuivalen dengan fraksi ekstraksi oksigen atau oksigen yang sampai ke jaringan otak, tetapi cukup mewakili tekanan parsial oksigen otak, atau oksigen yang terkandung di otak. Nilai PbO2 lebih mewakili oksigen difusi daripada oksigen delivery atau metabolisme oksigen. Kombinasi pemakaian teknologi mikrodialisis dengan sensor oksigen jaringan otak, TIK, dan monitoring CBF, terkadang dikombinasi dengan elektroensefalogram (EEG) kontinus, dikenal sebagai monitoring multimodalitas. VIII. Pemantauan peningkatan TIK Monitor tekanan intrakranial digunakan untuk mencegah terjadinya fase kompensasi ke fase dekompensasi. Secara objektif, pemantauan TIK adalah untuk mengikuti kecenderungan TIK tersebut, karena nilai tekanan menentukan tindakan yang perlu dilakukan agar terhindar dari cedera otak selanjutnya, dimana dapat bersifat irreversible. Dengan pemantauan TIK juga kita dapat mengetahui nilai CPP, yang sangat penting, dimana menunjukkan tercapai atau tidaknya perfusi otak begitu juga dengan oksigenasi otak. VIII. Beberapa tipe monitor TIK Ada beberapa tipe monitor yaitu monitor intraventrikular, intraparenkimal, subarakhnoid/subdural, dan epidural. Tipe intraventrikular merupakan gold standard dan dapat mengukur peningkatan tekanan intrakranial global.

17

Gambar 4. Tipe monitor TIK (Sumber : Decision Making in Neurocritical Care) Tabel 2. Monitor tekanan intrakranial Tipe Monitor Intraventrikular Keuntungan Gold digunakan diagnosis dan terapi Intraparenkimal Angka infeksi dan perdarahan rendah (1%), penempatan mudah Mengukur TIK regional, tidak dapat dikalibrasi ulang setelah ditempatkan, penyimpangan (3 Subarakhnoid/subdural Angka infeksi dan perdarahan rendah mmHg) Pengukuran tidak dapat percaya, jarang digunakan 18 Kerugian standard, Angka infeksi tinggi (5untuk 2%

pengukuran TIK global, 20%), resiko perdarahan

Epidural

Resiko perdarahan lebih rendah jika dibandingkan dengan monitor intraventrikular dan intraparenkimal, kadang dipakai pada pasien

Pengukuran tidak dapat dipercaya

dengan koagulopati pemasangan monitor intraventrikular dimulai dengan teknik insersi dengan menempatkan kateter pada frontal horn ventrikel lateral dengan memperkirakan titik Kocher, dan disambungkan ke monitor TIK. Indikasi, kontraindikasi dan komplikasi pemasangan monitoring TIK Indikasi pemasangan monitoring TIK : a. Kriteria neurologis : cedera kepala berat (GCS 8 setelah resusitasi kardiopulmoner) dengan : Abnormal CT scan kepala saat masuk atau Normal CT scan kepala tetapi dengan 2 faktor resiko berikut : a) umur > 40 tahun, b) tekanan darah sistol < 90 mmHg, c) deserebrasi atau dekortikasi. b. Perdarahan intrakranial c. Edema serebri d. Post kraniotomi e. Space Occupying Lessions seperti perdarahan epidural atau subdural, tumor, abses, atau aneurisma yang menutup jalan aliran cairan serebrospinal. f. Ensefalopati misal karena hipertensi krisis. yang mengakibatkan malabsorpsi cairan serebrospinal Kontraindikasi (relatif) : g. Meningitis/ensefalitis

19

a. Pasien sadar : monitor biasanya tidak diperlukan karena dapat mengevaluasi neurologisnya. b. c. d. e. Koagulopati atau terapi antikoagulan Infeksi sistem saraf pusat Infeksi SCALP Edema serebri yang mengakibatkan kolaps ventrikel

Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah : a. b. c. d. e. f. g. Infeksi intrakranial Perdarahan intraserebral Kebocoran udara masuk ke ventrikel atau ruang subarakhnoid Kebocoran cairan serebrospinal Overdrainage CSF menyebabkan ventrikel kolaps dan herniasi Hilang pemantauan atau kemampuan drainase karena oklusi kateter dengan jaringan otak atau darah Terapi yang tidak tepat karena kesalahan dalam pembacaan TIK disebabkan bentuk gelombang yang kecil, kegagalan elektromekanis, atau kesalahan operator. Interpretasi gelombang pada monitor TIK Selain nilai absolut TIK, gelombang TIK dapat memberikan informasi tentang compliance. Bentuk gelombang TIK digolongkan menjadi komponen P1, P2, P3, dengan tiap elemen gelombang lebih kecil dari sebelumnya. Gelombang P1 menunjukkan gelombang arterial, P2 menunjukkan rebound, dan P3 menunjukkan outflow vena. Peningkatan gelombang P2 merupakan tanda compliance yang jelek. Compliance dapat diukur dengan pengaturan drainase volume CSF dan memeriksa perubahan pada tekanan yang ditimbulkan (volume/tekanan). Jika compliance TIK yang rendah dan kritis, disertai dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat, dapat mengakibatkan gelombang Lundberg (gambar 8).

20

Gambar 6 .Bentuk gelombang TIK .7. Gelombang TIK patologik (Sumber : Guide to the Care of the Patient with Intracranial Pressure Monitoring) Gelombang Lundberg A (gelombang plateau) menunjukkan peningkatan TIK tiba-tiba dari 20 ke 100 mmHg yang bertahan dari menit ke jam, menyebabkan penurunan CBF/CPP dan iskemik otak. Gelombang Lundberg B sedikit meningkat, biasanya 5-20 mmHg, bertahan 1-5 menit, berhubungan dengan variasi respirasi, dan digolongkan dengan ketajaman gelombang. Gelombang Lundberg ini merupakan penanda untuk compliance intrakranial rendah kritis dan mungkin mengakibatkan hipoperfusi jaringan, pembesaran arteriolar yang progresif, dan peningkatan CBV. Gelombang Lundberg A harus diterapi dengan agresif dengan meningkatkan CPP menggunakan vasopressor, dan menurunkan TIK dengan terapi osmotik dan hiperventilasi. Penting untuk dicatat bahwa pasien dapat terjadi herniasi dengan nilai TIK normal. Pasien asimptomatik dengan kurva compliance normal, TIK dapat tibatiba naik (seperti saat batuk, atau membalik badan). IX. Manajemen terapi peningkatan TIK Tujuan terapi peningkatan TIK ini adalah menjaga agar TIK < 20 mmHg dan menjaga agar CPP > 60 - 70 mmHg

21

IX. Tatalaksana I. Umum Tujuannya adalah menghindari hipoksia (pO2 < 60 mmHg) dan menghindari hipotensi (tekanan darah sistol 90 mmHg). Beberapa hal yang berperan besar dalam menjaga agar TIK tidak meninggi antara lain adalah : 1. Mengatur posisi kepala lebih tinggi sekitar 30-45, dengan tujuan memperbaiki venous return 2. Mengusahakan tekanan darah yang optimal

22

Tekanan darah yang sangat tinggi dapat menyebabkan edema serebral, sebaliknya tekanan darah terlalu rendah akan mengakibatkan iskemia otak dan akhirnya juga akan menyebabkan edema dan peningkatan TIK. 3. 4. 5. Mencegah dan mengatasi kejang Menghilangkan rasa cemas, agitasi dan nyeri Menjaga suhu tubuh normal < 37,5C Kejang, gelisah, nyeri dan demam akan menyebabkan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan akan substrat metabolisme. Di satu sisi terjadi peningkatan metabolisme serebral, di lain pihak suplai oksigen dan glukosa berkurang, sehingga akan terjadi kerusakan jaringan otak dan edema. Hal ini pada akhirnya akan mengakibatkan peninggian TIK. 6. Koreksi kelainan metabolik dan elektrolit Hiponatremia akan menyebabkan penurunan osmolalitas plasma sehingga akan terjadi edema sitotoksik, sedangkan hipernatremia akan menyebabkan lisisnya sel-sel neuron. 7. Hindari kondisi hiperglikemia 8. Pasang kateter vena sentral untuk memasukkan terapi hiperosmolar atau vasoaktif jika diperlukan. MAP < 65 mmHg harus segera dikoreksi. 9. Atasi hipoksia Kekurangan oksigen akan menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob, sehingga akan terjadi metabolisme tidak lengkap yang akan menghasilkan asam laktat sebagai sisa metabolisme. Peninggian asam laktat di otak akan menyebabkan terjadinya asidosis laktat, selanjutnya akan terjadi edema otak dan peningkatan TIK. 10. Pertahankan kondisi normokarbia (PaCO2 35 - 40 mmHg) 11. Hindari beberapa hal yang menyebabkan peninggian tekanan abdominal seperti batuk, mengedan dan penyedotan lendir pernafasan yang berlebihan II. khusus 1. Mengurangi efek massa

23

Pada kasus tertentu seperti hematom epidural, subdural maupun perdarahan intraserebral spontan maupun traumatik serta tumor maupun abses intrakranial tentunya akan menyebabkan peninggian TIK dengan segala konsekuensinya. Sebagian dari kondisi tersebut memerlukan tindakan pembedahan untuk mengurangi efek massa. Kraniektomi dekompresi dapat dilakukan untuk peningkatan yang refrakter terhadap terapi konservatif dan menunjukkan penurunan TIK mencapai 70%. 2. Sedasi dan/atau paralisis bila diperlukan misalnya pada pasien agitasi, atau terjadinya peningkatan TIK karena manuver tertentu seperti memindahkan pasien ke meja CT scan. Paralitik dapat digunakan untuk menurunkan TIK refrakter, tetapi beresiko terjadinya myopati/neuropati dan dapat mengaburkan kejang. 3. Mengurangi volume cairan serebrospinal Mengurangi cairan serebrospinal biasanya dilakukan apabila didapatkan hidrosefalus sebagai penyebab peningkatan TIK seperti halnya pada infeksi meningitis atau kriptokokkus. Ada tiga cara yang dapat dilakukan dalam hal ini yaitu : memasang kateter intraventrikel, lumbal punksi, atau memasang kateter lumbal. Pemilihan metode yang dipakai tergantung dari penyebab hidrosefalus atau ada/tidaknya massa intrakranial. Pengaliran cairan serebrospinal dengan kateter lumbal dapat dikerjakan apabila diyakini pada pemeriksaan imaging tidak didapatkan massa intrakranial atau hidrosefalus obstruktif. Biasanya dipakai kateter silastik 16 G pada intradura daerah lumbal. Dengan kateter ini disamping dapat mengeluarkan cairan serebrospinal, dapat juga dipakai untuk mengukur TIK. Keuntungan lainnya adalah teknik ini tidak terlalu sulit dan perawatan dapat dilakukan di luar ICU. 4. Mengoptimalkan CPP dengan menambahkan vasopressor dan /atau cairan isotonik jika CPP < 60 mmHg. (CPP = MAP-TIK). 5. Mengurangi volume darah intravaskular Hiperventilasi akan menyebabkan alkalosis respiratorik akut, dan perubahan pH sekitar pembuluh darah ini akan menyebabkan vasokonstriksi dan tentunya akan mengurangi CBV sehingga akan menurunkan TIK. Efek

24

hiperventilasi akan terjadi sangat cepat dalam beberapa menit. Tindakan hiperventilasi merupakan tindakan yang efektif dalam menangani krisis peningkatan TIK namun akan menyebabkan iskemik serebral. Sehingga hal ini hanya dilakukan dalam keadaan emergensi saja. Hiperventilasi dilakukan dalam jangka pendek hingga mencapai PaCO2 25-30 mmHg. Penurunan PaCO2 1 mmHg akan menurunkan CBF 3%. Efek hiperventilasi dapat menyebabkan vasokonstriksi dan peningkatan resiko iskemik jaringan sehingga tindakan ini hanya dilakukan untuk waktu yang singkat. Indikasi hiperventilasi 1. Untuk periode singkat (beberapa menit) pada waktu berikut : Sebelum insersi monitor TIK : jika ada tanda klinis hipertensi intrakranial. Setelah insersi monitor : jika ada peningkatan TIK tiba-tiba dan/atau akut kemunduran neurologis. 2. Untuk periode yang lebih panjang jika hipertensi intrakranial tidak responsif terhadap sedasi, paralitik, drainase CSF dan diuretik osmotik. Hindari ventilasi bila : 1. Jangan digunakan untuk profilaksis 2. Hindari hiperventilasi yang panjang Jika hiperventilasi diperpanjang pada pCO2=25-30 mmHg dianggap perlu, pertimbangkan untuk monitor SjvO2, AVdO2, atau CBF untuk menghindari iskemik serebri 3. Hipertensi intrakranial yang tidak responsif dengan terapi lain, lakukan hiperventilasi jika pCO2 =30-35 mmHg 4. Jangan pernah turunkan pCO2 < 25 mmHg Hemodilusi dan anemia mempunyai efek yang menguntungkan terhadap CBF dan penyampaian oksigen serebral. Hematokrit sekitar 30% (viskositas darah yang rendah) akan lebih berefek terhadap diameter vaskuler dibanding terhadap kapasitas oksigen, sehingga akan terjadi vasokonstriksi dan akan mengurangi CBV dan TIK. Namun, bila hematokrit turun dibawah 30% akan berakibat

25

menurunnya kapasitas oksigen. Hal ini justru akan mengakibatkan vasodilatasi sehingga TIK akan meningkat. Dengan demikian strategi yang sangat penting dalam menjaga TIK adalah mencegah hematokrit jangan sampai turun dibawah 30%. 6. Terapi osmotik Terapi osmotik menarik air ke ruang intravaskuler. Baik mannitol maupun salin hipertonik memiliki manfaat rheologik tambahan dalam menurunkan viskositas darah dan menurunkan volume dan rigiditas sel darah merah. a. Salin hipertonik : loading dose 30 ml salin 23% diberikan dalam 10-20 menit melalui CVC, dosis pemeliharaan adalah salin 3% 1 mg/kg/jam dengan kadar Na serum 150-155 mEq/jam. Na harus diperiksa tiap 6 jam. Pemasukan salin hipertonik ini berkaitan dengan edema. Salin hipertonik dihentikan setelah 72 jam untuk mencegah terjadinya edema rebound. b. Mannitol 20% (dosis 0,25-1 gr/kg)2,3,4 : Loading dose 1gr/kg BB, diikuti dengan dosis pemeliharaan 0,5 gr/kg BB tiap 4-6 jam dengan kadar osmolaritas serum 300-320 mOsm. Osmolalitas serum diperiksa tiap 6 jam. Waktu paruh mannitol adalah 0,16 jam. Efikasi terlihat dalam 15-30 menit, dan durasi efek adalah 90 menit hingga 6 jam. Mekanisme mannitol memberikan efek yang menguntungkan dalam terapi ini masih kontroversial, tetapi mungkin meliputi kombinasi berikut: 1. Menurunkan TIK : a. Ekspansi plasma segera : menurunkan hematokrit dan viskositas darah dimana akan meningkatkan CBF dan O2 delivery. Ini akan menurunkan TIK dalam beberapa menit. b. Efek osmotik : meningkatkan tonisitas serum menggambarkan edema cairan dari parenkim otak. 2. Mendukung mikrosirkulasi dengan memperbaiki reologi darah. Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemakaian mannitol yaitu sebagai berikut : Mannitol membuka sawar darah otak, dan mannitol yang melintasi sawar darah otak ke sistem saraf pusat dapat memperburuk edema otak. 26

Jadi penggunaan mannitol harus diturunkan perlahan (tapering) untuk mencegah rebound TIK. Pemberian bolus yang berlebihan dapat menyebabkan hipertensi dan jika autoregulasi terganggu maka akan meningkatkan CBF dimana dapat mencetuskan herniasi daripada mencegahnya. Mannitol dosis tinggi beresiko untuk terjadinya gagal ginjal akut khususnya pada osmolaritas serum > 320 mOsm/L, penggunaan obatobatan nefrotoksik lainnya, sepsis, adanya penyakit ginjal sebelumnya. Pemberian Efek samping Digunakan Dapat diberikan dg Overload volume, meningkatkan infus berlanjut, edem ekstrim, pulmonal, volume atau memperbaiki CPP rebound memperbaiki CPP, hipernatremia meningkatkan volume, dlm yg efektif edema serebri saat

Salin hipertonik

menurunkan tapering, refrakter dg CPM pontine myenolysis) (central

TIK pada pasien insufisiensi renal, mannitol

Mannitol

Dapat melalui

digunakan Deplesi output salin, pada SAH, rebound serebral,

volume, untuk diuresis dengan khususnya TBI dan edema hipotensi,

jalur harus penuh urine

perifer, bolus

hipernatremia, insufisiensi renal

27

28

Terapi First-tier mencakup dibawah ini : Drainase LCS secara inkremental melalui kateter intraventrikuler. Diuresis dengan mannitol 0,25 1,5 mg/kg bolus intravena dalam 10 menit; data penelitian merekomendasikan dosis maksimal. Mannitol menurunkan TIK dengan mekanisme mengurangi edema otak dan memperbaiki aliran darah otak (CBF). Pada tahap awal resusitasi dapat menyebabkan hipotensi. Status cairan (euvolemia atau sedikit hipervolemia) harus terjamin dan terpelihara selama terapi mannitol, osmolaritas serum juga selalu dimonitor pada nilai > 320 mOsm/L. Moderate hyperventilation (untuk mencapai Paco2 35 40 mm Hg) juga dapat menurunkan TIK dengan mengurangi CBF. Hiperventilasi sebaiknya dipakai bila penurunan status neurologik akut atau peningkatan TIK refrakter terhadap drainage LCS dan terapi mannitol. Terapi second-tier meliputi : Aggressive hyperventilation dengan target Paco2 < 30 mm Hg mungkin diperlukan untuk peningkatan TIK yang refrakter terhadap terapi first-tier. 29

Pemantauan saturasi oksigen vena jugularis (Sjo2) atau oksigenasi otak direkomendasikan selama hiperventilasi agresif karena beresiko gangguan metabolisme oksigen karena penurunan CBF. Persentase perubahan Sjo2 : < 40% ~ CBF pada level iskemik. 40% - 60% ~ hipoperfusi. 60% - 75% dalam batas normal. 75% - 90% ~ hiperperfusi. > 90% merupakan tanda terhentinya CBF dan brain death. Tabel 4. Langkah untuk terapi krisis peningkatan TIK akut Langkah Rasional

Periksa jalan nafas, posisi dll (lihat langkah tatalaksana umum) Pastikan pasien disedasi dan paralisis Menurunkan peningkatan tensing abdominal musculature Drainase 3-5 ml cairan serebrospinal Menurunkan volume intrakranial jika ada IVC (intraventricular catheter)

respon

simpatis dan hipertensi karena gerakan,

Mannitol* 1 gr/kg iv bolus atau 10-20 volumeplasma CBF TIK, ml salin 23% osmolalitas serum air di otak

Hiperventilasi dengan ambu bag (jaga Menurunkan pCO2 CBF TIK pCO2 > 25 mmHg) Penobarbital 100 mg iv pelan atau Sedatif, TIK, terapi kejang,

tiopental 2,5 mg/kg iv 10 menit kemungkinan neuroprotektif *lewati langkah ini dan langsung ke hiperventilasi jika hipotensi, deplesi volume, atau jika osmolalitas serum > 320 mOsm/L. X. Prognosis

30

Prognosis pasien dengan peningkatan TIK sangat berhubungan dengan tingkat keparahan dari patofisologi yang mendasari, efikasi manajemen, dan umur dan komorbiditas pasien. Gambaran sindroma herniasi tidak selalu menunjukkan suatu kondisi irreversibel.

31

32

DAFTAR PUSTAKA

1. Suarez J I, Eccer M, Cerebral Oedem and Intracranial Dynamics : Monitoring and management of intracranial pressure, In : Critical Care Neurology and Neurosurgery, ed. Suarez J I, New Jersey : 2004, 100-47 2. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, europhysiology & Anesthesia, 2006 , 3. Anne J. Moore, David Intensive W. Newell. Neuroanesthesia In : Neurosurgery and Neurosurgical 4. Care, in Clinical Anesthesiologi. 4th ed. USA :

Principles and Practise. London : Springer 2005. p 104 71. Harahap S, Barbiturates and Neuromuscular Blocking Agent ; Still Valueble to Treat Intracranial Hypertension, In : Proceeding Book 9th National USU Press Medan : 2010, 57-46 5. Seubert C N, Mahla M E, Neurologic Monitoring, In : Millers Anesthesia Seventh Edition, ed. Ronald D M, Elsevier : 2010, Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, Anesthesia for Neurosurgery, in Clinical Anesthesiologi. 4th ed. USA : 2006 , 7. Steiner LA, Andrews PJ. Monitoring the injured brain: ICP and CBF. British Journal of Anaesthesia 97 (1): 2638 (2006) Congress of Indonesian Society of Anesthesiology, ed. Nasution A H, Solihat Y,

6.

33

Anda mungkin juga menyukai