MAKBUL AMAN M
Pendahuluan Diabetes melitus akan meningkatkan resiko dari penyakit penyakit tertentu yang mempunyai kecenderungan memerlukan perawatan inap dirumah sakit seperti: penyakit jantung koroner akut, stroke, penyakit vaskuler perifer, gagal ginjal, infeksi dan amputasi tungkai bawah. Prevalensi penderita diabetes melitus ( DM) yang dirawat di rumah sakit mencapai 12 26 % dari seluruh pasien rawat inap.1,2 . Laporan lain menyebutkan bahwa satu diantara tiga
penderita DM akan menjalani perawatan inap dirumah sakit sebanyak dua kali dalam setahun. Hiperglikemia sendiri pada pasien yang dirawat dirumah sakit merupakan keadaan yang sering ditemukan dan dapat menimbulkan komplikasi berat. Sekitar 38 % dari seluruh pasien yang dirawat inap akan mengalami hiperglikemia, 26 % diantaranya sudah diketahui mempunyai riwayat diabetes sebelum dirawat di rumah sakit dan 12 % lainnya tidak mempunyai riwayat diabetes. Keadaan hiperglikemia pada pasien yang dirawat dirumah sakit dapat menimbulkan komplikasi serius dengan konsekwensi medik yang berat, lama perawatan menjadi berkepanjangan dan menyebabkan biaya perawatan tinggi.3 Tingkat kematian pada penderita rawat inap yang mengalami hiperglikemia jauh lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang normoglikemia. Angka kematian mencapai 16% pada penderita rawat inap yang mengalami hiperglikemia tanpa ada riwayat diabetes sebelumnya, 3 % pada penderita rawat inap yang sudah mempunyai riwayat diabetes sebelumnya dan 1,7 % pada penderita rawat inap yang mempunyai kadar glukosa darah normal ( normoglikemia ). Oleh karena itu keadaan hiperglikemia yang dialami oleh pasien rawat inap harus ditangani dengan cepat dan akurat, tanpa memperdulikan apakah penderita tersebut sudah mempunyai riwayat diabetes sebelumnya atau tidak.2 Pada umumnya penanganan penderita yang dirawat dirumah sakit difokuskan penyakit yang menyebabkan penderita memerlukan rawat inap, sementara penanganan diabetes mendapat perhatian sekunder dari para dokter. Namun terdapat bukti- bukti baru yang menunjukkan bahwa keadaan hiperglikemia pada penderita penyakit akut ataupun yang memerlukan
pembedahan darurat, bukanlah suatu keadaan yang fisiologis dan kondisi yang ringan, namun lebih menunjukkan suatu petanda mortalitas yang tinggi dan outcome klinik yang buruk. 2,4,5,6 Pada makalah ini akan dibahas peranan insulin pada penderita penderita rawat inap, dengan pengertian bahwa insulin baik yang diberikan secara intra vena ( continious infusion drips ), maupun yang diberikan secara subkutan, merupakan modalitas yang paling efektif dalam mengontrol kadar glukosa darah secara cepat di rumah sakit. Hubungan Antara Hiperglikemia dengan Outcomes Penderita Rawat Inap Laporan dari berbagai penelitian observasional menunjukkan bahwa terjadinya hiperglikemia pada pasien pasien kritis berkaitan erat dengan peningkatan resiko komplikasi dan
mortalitas, lama perawatan dan tingginya jumlah pasien yang memerlukan perawatan di ruang perawatan intensif (ICU).1-4,6. Sebaliknya penelitian penelitian yang dilakukan secara
prospektif menunjukkan bahwa dengan kontrol glikemik yang agresif, akan menurunkan angka mortalitas, lama perawatan, resiko komplikasi, kegagalan multi organ , infeksi sistemik dan tingkat perawatan ICU serta biaya perawatan.5,7,8 Mekanisme terjadinya hiperglikemia yang menimbulkan berbagai efek berbahaya pada berbagai organ tubuh adalah akibat perubahan metabolik dan hormonal secara akut sebagai respon tubuh terhadap terjadinya stres dan injury. Pelepasan hormon yang bersifat counterregulator terhadap insulin akan menyebabkan perubahan metabolisme karbohidrat, peningkatan insulin resisten, peningkatan produksi glukosa hati dan defisiensi insulin relatif. 9,10 Hiperglikemia akan menginduksi faktor transkripsi dari mediator mediator pro-inflamasi, seperti nuclear factor appa B (NFB) dan activator protein-1B. Peningkatan faktor transkripsi tersebut akan menyebabkan peningkatan ekspresi gen yang akan mengkode berbagai protein yang dapat memediasi terjadinya inflamasi, agregasi trombosit, apoptosis dan disfungsi endotel. 11 Hiperglikemia juga akan menyebabkan peningkatan reactive oxygen species ( ROS ), perubahan aldose reductase, advance glycosilation end product ( AGE) pathway dan protein kinase C (PKC) Perubahan perubahan tersebut diduga berperanan dalam gangguan fungsi imun. 1,12,13 Konsekwensi dari hiperglikemia pada pasien rawat inap diantaranya : gangguan fungsi leukosit ( kemotaksis, fagositosis, kemampuan membunuh bakteri ), peningkatan resiko infeksi,
gangguan penyembuhan luka, gangguan elektrolit, penurunan volume sirkulasi, iskemia, dan peningkatan resistensi insulin. Gambar 1 menunjukkan hubungan antara hiperglikemia dengan peningkatan resiko komplikasi, lamanya perawatan dan peningkatan mortalitas pada penderita yang dirawat inap .
Dikutip dari : Clement et. al. Diabetes Care 27: 2004, 553 Target Glikemik pasien Rawat Inap Tujuan terapi hiperglikemia pada penderita rawat inap adalah : Penurunan kadar glukosa darah dan osmolaritas plasma, memperbaiki volume sirkulasi dan perfusi jaringan, mencegah terjadinya ketoasidosis, koreksi gangguan elektrolit dan identifikasi serta penanganan terhadap faktor yang mencetuskan terjadinya hiperglikemia.14 Target glikemik pada pasien yang dirawat dirumah sakit, tergantung pada indikasi rawat inap dan keadaan penderita. Bila penderita dalam keadaan kritis dan memerlukan perawatan intensif ( intensive care unit ), maka target glukosa darah adalah adalah 140 180 mg/dl, kadar glukosa darah yang sedikit lebih rendah mungkin bermanfaat pada pasien tertentu, misalnya pada psien kritis bedah, maka glokusa darah sebaiknya dipertahankan pada kadar 80 110 mg/dl. Sedangkan bila penderita tidak kritis dan hanya memerlukan perawatan biasa atau penderita dalam persiapan bedah elektif, maka target glukosa darah puasa adalah kurang dari 110 mg/dl dan 2 jam setelah makan maksimal 180 mg/dl.5,15,16. Pada penderita rawat inap yang dalam keadaan hamil, maka target glukosa yang diinginkan adalah 70 100 mg/dl.17
Peranan Insulin Dalam Mengontrol Glukosa Darah Pada pasien rawat inap yang menglami hiperglikemia, baik akibat stres dan injuri maupun yang mempunyai riwayat diabetes sebelumnya, maka dibutuhkan kontrol glikemik yang cepat dan agresif guna mencegah terjadinya perubahan pada sistim immun, pelepasan mediator inflamasi ,perubahan pada respon vaskuler dan pelepasan asam lemak bebas kedalam sirkulasi yang pada akhirnya akan meningkatkan resiko komplikasi, memperburuk prognosis dan meningkatkan angka mortalitas. Van Den Berghe (5), melaporkan bahwa dengan mempertahankan kontrol glikemik antara 80110 mg/dl pada pasien yang dirawat di ICU akan menyebabkan pernurunan angka mortalitas sebesar 34 %, resiko sepsis 46%, gagal ginjal 41 %, tranfusi darah 41 % dan polineuropati 44% Insulin berperan sebagai counteracts terhadap proses kerusakan yang diakibatkan oleh
keadaan hiperglikemia, oleh kerena itu terapi dengan insulin pada pasien yang menjalani rawat inap merupakan pilihan logis dalam mencegah komplikasi akibat keadaan hiperglikemia tersebut.3 Efek yang diharapkan dengan pemberian insulin adalah kontrol glikemik yang baik. Disamping efek kendali glikemik, insulin juga mempunyai efek pleotropik yang menguntungkan seperti:
18,19,20
Anti inflamasi : penurunan CRP, penurunan pembentukan ROS, penurunan monocyte chemoattractant protein-1 (MCP-1), penurunan aktivasi NFB, mengiduksi eNOS dan meningkatkan NO, penghambatan growth response gene1 (Egr-1) Anti-fibrinolitik : Penurunan kadar PAI-1 dan penurunan kadar fibrinogen Peningkatan jumlah neutropil dan aktifitas fagosit dari leukosit Perbaikan fungsi endotel pembuluh darah Vasodilatasi arteri,termasuk peningkatan aliran darah ke otot jantung Penurunan kadar asam lemak bebas ( free fatty acids) Penurunan katabolisme otot pada keadaan hipermetabolik Proteksi terhadap kerusakan otak akibat iskemik
Oleh karena itu mengotrol kadar glukosa dalam batas batas yang normal dengan terapi insulin intensif, diharapkan akan mencegah kerusakan endotel dan pada akhirnya akan mencegah terjadinya kegagalan fungsi dari berbagai organ tubuh dan kematian jaringan.21
Terapi Insulin pada Pasien Rawat Inap Insulin merupakan obat yang paling kuat dalam mengontrol kadar glukosa darah secara cepat, pengaturan dan penyesuaian dosis yang fleksibel menyebabkan insulin merupakan pilihan utama pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Akhir akhir ini, pengunaan insulin sebagai terapi pada pasien diabetes dan non-diabetes yang mengalami stres akut dan memerlukan perawatan di rumah sakit mendapat perhatian yang cukup besar. Oleh karena itu pemahaman yang baik tentang fungsi insulin dan farmakokinetik dari insulin eksogen sangat penting dalam rangka pemberian insulin yang tepat dan efektif pada pasien pasien rawat inap. Tidak ada kontra indikasi medik dalam pemberian insulin, namun dapat menyebabkan efek samping berupa hipoglikemia dan penambahan berat badan 22 Preparat insulin tersedia dalam bentuk kerja cepat (rapid acting), kerja singkat (short acting),kerja menengah (intermediate acting ) dan kerja panjang (long acting). Berdasarkan masa kerjanya, maka metode injeksi insulin dikelompokkan dalam dua kategori yaitu : insulin basal dan insulin bolus. Basal insulin adalah insulin kerja menengah ( Insulatard, humulin N ) dan insulin kerja panjang ( glargine, detemir,ultra lente), sedangkan insulin bolus atau dikenal dengan nama lain insulin prandial adalah insulin kerja singkat ( insulin regular = actrapid, humulin R ) dan insulin kerja cepat ( aspart, lispro dan glulisine ) (tabel 1 ) Metode Pemberian Insulin a. Metode Sliding Scale Pasien yang menjalani rawat inap dan membutuhkan kontrol glukosa darah dengan cepat, sering mendapat suntikan insulin secara subkutan dengan metode sliding scale. Metode ini dulu sangat populer karena telah menjadi standar baku di banyak rumah sakit serta mudah dilaksanakan di ruang rawat inap. Namun bukti bukti menunjukkan bahwa metode sliding scale sangat jarang mencapai kontrol glikemik yang diinginkan. Penentuan dosis insulin hanya berdasarkan kadar glukosa darah saat itu dan tidak memperhatikan berat badan, status nutrisi,beratnya penyakit serta fungsi ginjal. Terapi insulin dengan metode sliding scale lebih ditujukan pada keadaan hiperglikemia yang sudah terjadi dan tidak ditujukan pada pencegahan terjadinya hiperglikemia. Metode penanganan yang bersifat reaktif tersebut justru dapat
menimbulkan efek yang merugikan berupa ekserbasi hiperglikemia dan hipoglikemia yang berulang ulang serta dapat menimbulkan ketoasidosis diabetes secara iaterogenik. 1,24,25
Tabel 1 Pharmacokinetic and Time-Action Profiles of Subcutaneous Insulins Insulin Type Onset Peak (hrs) Duration of Action (hrs) Rapid-acting Lispro, aspart, glulisine 515 min Short-acting Regular human Intermediate-acting Human NPH Long-acting (basal) Insulin glargine Insulin detemir 12 hrs 12 hrs No pronounced peak Less pronounced peak (6) 24 1824 24 hrs 410 1016 3060 min 23 36 0.51.5 24
b. Metode Basal Bolus Insulin Terapi insulin dengan metode basal bolus diindikasikan pada pasien yang membutuhkan kontrol glikemik yang intensif. Pemberian insulin dengan metode basal-bolus ternyata lebih efektif dalam pencapaian target glikemik bila dibandingkan dengan metode sliding scale dan efek samping hipoglikemia yang timbul juga tidak lebih tinggi.26 Pemberian insulin basal dimaksudkan untuk mencegah terjadinya glukoneogenesis dan ketogenesis, sedangkan insulin bolus atau insulin prandial ditujukan untuk mengatasi keadaan hiperglikemia akibat pemberian infus dextrose, nutrisi parenteral total, makanan personde, dan pemberian makanan tambahan. Pada pasien yang dirawat dirumah sakit sering membutuhkan insulin dosis tinggi untuk mencapai target glukosa yang diinginkan, oleh karena terjadinya peningkatan rersistensi insulin, oleh karena itu sering dibutuhkan insulin suplemental atau insulin koreksi sebagai tambahan dari dosis yang diberikan secara basal dan prandial ( bolus ).3 Dengan demikian kebutuhan insulin insulin untuk pasien rawat inap terbagi atas : insulin basal, insulin prandial ( bolus ) dan insulin koreksi (suplemen) .3,23 Insulin kerja menengah dan insulin kerja panjang diberikan untuk memenuhi kebutuhan insulin basal, sedangkan insulin kerja cepat dan insulin kerja singkat yang diberikan sebelum makan
dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan insulin prandial ( basal). Insulin kerja cepat dan insulin kerja singkat juga diberikan sebagai insulin koreksi bila target glukosa darah yang diinginkan tidak tercapai. 16,22 Idealnya, pemberian insulin secara subkutan diharapkan dapat memenuhi pola fisiologis insulin dalam memenuhi kebutuhan basal dan kebutuhan prandial.15 Tabel 2 : Salah satu contoh algoritme pemberian insulin pada pasien rawat inap:
Dikutip dari 3 c. Pemberian Insulin Intravena Terapi insulin intravena diindikasikan pada keadaan akut dan kritis atau penderita tidak mampu untuk makan atau bila dibutuhkan kontrol glikemik yang cepat ( tabel 2 ). Continuous insulin infusion (CII) merupakan metode pemberian insulin terbaik untuk penderita yang
membutuhkan penurunan kadar glukosa pada keadaan kritis, kadar glukosa yang tidak stabil, penderita yang memerlukan nutrisi parenteral untuk jangka panjang atau penderita yang menjalani operasi . 27 Tabel 3 Indication for intravenous insulin infusion among nonpregnant adults with established diabetes or hyperglycemia Indication Diabetic ketoacidosis and nonketotic hyperosmolar state General preoperative, intraoperative, and postoperative care Postoperative period following heart surgery Organ transplantation MI or cardiogenic shock Stroke Exacerbated hyperglycemia during high-dose glucocorticoid therapy NPO status in type 1 diabetes Critically ill surgical patient requiring mechanical ventilation Dose-finding strategy, anticipatory to initiation or reinitiating of subcutaneous insulin therapy in type 1 or type 2 diabetes Dikutip dari 1 Pemberian infus insulin mempunyai beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan metode pemberian subkutan: dosis insulin lebih akurat, jumlah suntikan yang lebih kurang, dan respon penurunan glukosa darah lebih cepat tercapai. 27 Beberapa protokol pemberian insulin intra vena telah digunakan secara luas.Tidak ada protokol yang baku dan bervariasi sesuai dengan institusi yang mengeluarkan protokol tersebut .Namun pada dasarnya ditujukan untuk efektifitas pencapaian kontrol glukosa darah yang cepat dengan resiko hipoglikemia yang minimal, mengikuti pola perubahan kebutuhan insulin pasien, dapat diimplementasikan secara langsung dan mudah dilaksanakan. Strength of Evidence A C B E A E E E A C
Dikutip dari 25
d. Transisi Insulin Infus ( Intravena ) ke Insulin Subkutan Setelah keadaan kritis teratasi dan pasien sudah stabil, maka dapat dilakukan perubahan metode pemberian insulin dari intravena ke pemberian subkutan. Konversi dari insulin intravena ke subkutan hanya dapat dilakukan setelah resusitasi cairan dan alat- alat bantu lain sudah dapat dihentikan atau penderita sudah dapat makan. Pengaturan pemberian insulin subkutan harus memperhitungkan kebutuhan insulin basal dan kebutuhan insulin prandial (insulin nutritional ) dan juga kebutuhan insulin koreksi (suplemental). Pemberian insulin subkutan sebaiknya baru dimulai bila kadar glukosa darah telah stabil paling tidak 6 tanpa perubahan dosis insulin infus.
Dikutip dari 3 Bode dkk (17) mengemukakan protokol lain yang nampaknya lebih praktis dan mudah dilaksanakan yaitu : dosis konversi adalah 80 % dari dosis total harian ( total daily dose = TDD) dan untuk insulin koreksi menggunakan rumus :
GD aktual dikurangi dengan GD yang diinginkan dan dibagi dengan faktor koreksi (GD aktual - GD target : Faktor koreksi )
Faktor koreksi adalah: 1700 : Dosis total total. Contoh kasus : Pasien dengan terapi infus insulin 3 u/jam, kadar glukosa darah telah stabil 6 jam terakhir ( GDS sekitar 200 mg/dl ) dan penderita sudah dapat makan, oleh karena itu direncanakan untuk pemberian insulin subkutan,maka dosis yang direkomendasikan adalah : ( bila kadar glukosa yang diinginkan / target 100 mg/dl) Dosis total harian (TDD) adalah : 80 % x ( 3 U/jam x 24 jam) = 58 Unit. 1. Dosis insulin basal: 50 % x TDD = 50 % x 58 unit = 29 Unit Diberikan 29 unit insulin kerja panjang ( detemir/glargine ) sebagai insulin basal 2. Dosis insulin prandial/ nutritional : 50 % x TDD = 50 % 58 unit = 29 unit
Diberikan 29 unit insulin kerja cepat ( aspart/lyspro/glulisine) yang bagi tiga sesuai dengan jadwal makan atau masing-masing 10 unit setiap kali makan. 3. Dosis insulin koreksi adalah : 200 100 : 29 = 3,4 unit . Catatan : faktor koreksi pada pasien ini adalah 1700 : 58 : sekitar 29 mg/dl Diberikan 3,4 unit insulin kerja cepat yang ditambahkan ke insulin prandial setiap kali makan. Selanjutnya dosis insulin koreksi dapat berubah-ubah sesuai dengan kadar glukosa darah sebelum makan sampai glukosadarah stabil.
e. Terapi insulin pada pasien Ketoasidosis Diabetes (KAD) dan Status hiperosmoler hiperglikemia (SHH ) Ketoasidosis Diabetes (KAD ) dan SHH, merupakan komplikasi metabolik yang berat dari diabetes. Pada KAD, terjadi defisiensi isulin yang berat ( absolute ) yang menyebabkan hadar glukosa darah yang sangat tinggi, dihidrasi, asidosis dan terbentuknya benda benda keton dalam tubuh, oleh karena proses metabolism dan pembentukan energi terjadi secara anaerob. Sedangkan pada SHH, terjadi defisiensi insulin secara relatif ( tubuh masih mampu memproduksi insulin dalam jumlah yang sangat terbatas), sehingga masih mampu memenuhi kebutuhan insulin basal, namun manakala terjadi sesuatu yang memicu peningkatan kebutuhan insulin secara mendadak ( stres akut, demam, infeksi ) maka akan terjadi peningkatan kadar glukosa darah yang sangat tinggi ( bahkan lebih tinggi dari keadaan KAD), dehidrasi dan hiperosmolaritas darah. Terapi KAD dan SHH ditujukan pada penanganan gangguan patofisilogis yang mendasari yaitu hiperglikemia, dehidrasi, gangguan keseimbangan ekerolit dan asam basa serta penanganan terhadap faktor pencetusnya. Oleh karena itu prinsip dasar penanganan KAD dan SHH adalah koreksi kekurangan cairan ( Nacl 0,9 % ), pemberian insulin, serta koreksi kalium dan bikarbonat. Pemberian infus insulin dosis rendah berkelanjutan sendiri baru boleh dilakukan setelah dehidrasi taratasi dengan larutan fisiologis ( biasanya diberikan infus Na Cl 0,9 secara cepat, sekitar 1 2 liter dalam 1- 2 jam pertama ) Berikut dipaparkan cara pemberian insulin pada pasien KAD dan SHH ( PERKENI 2011)
Penutup Hiperglikemia berkaitan erat dengan morbiditas dan mortalitas pada penderita yang dirawat inap di rumah sakit. Terapi insulin untuk mengontrol kadar glukosa darah menunjukkan perbaikan outcome dan penurunan tingkat kematian. Metode pemberian insulin untuk mengontrol kadar glukosa darah yang ketat adalah metode basal-bolus sub kutan dan pemberian infus insulin intra vena. Metode sliding scale sebaiknya dihindari oleh karena dapat menyebabkan peningkatan insiden hiperglikemia sekaligus hipoglikemia.
Daftar Pustaka : 1. Clement S, Braithwaith SS, Magee FM, Ahmann A, Smith PE, Schafer GR, Hirsh BI : Management of diabetes and hyperglycemia in hospital. Diabetes Care 27: 553-580, 2004. 2. Umpierrez GE, Isaacs SD, Bahargan N, You X, Kitabchi AE: Hyperglycemia: an independent marker of in-hospital mortality in patients withundiagnosed diabetes. J.Clin Endocrinol Metab 87: 978-982, 2002 3. Langsang CM, Umpierrez GE : Management of inpatient hyperglycemia in noncritical ill patients.Diabetes Spectrum 21(4): 248 255,2008. 4. Wahab NN, Cowden EA,Pearce NJ, Gardner MJ,Merry H, Cox JL : Is blood glucose an independent predictor of mortality in acut myocardial infraction in the thrombolytic era?. J Am Coll Cardiol 40 : 1748-1754, 2001. 5. Van den Berghe G, Wouters P, Weekers F, VerWaest C, Bruyninckx F, Schetz M, Vlasserlaers D, Ferdinande P, Lauwers P, Buillon R: Intensive insulin therapy in critical ill patients.N Engl J Med 345 : 1359 1367, 2001. 6. E H Baker, et al. Hyperglycaemia is associated with poor outcomes in patients admitted to hospital with acute exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease. Thorax, 61(4): 284 289, 2006 7. Van den Berghe G, Wilmer A,Hermans G,Meerssman W, Wouters PJ,Milliant I,Van Wijngaerden E, Bobbaers H, Bouillon R: Intensive insulin therapy in the medical ICU. N Engl J Med 354: 449-461, 2006 8. Funary AP,Gao G, Grunkemeier GL,Wu Y, Zeer KJ,Booking SO, Flooten HS, Star A : Continuous insulin infusion reduce mortality in patients with diabetes undergoing coronary artery bypass grafting. J Thorac Cardiovasc Surg 125:1007-1021, 2003 9. Umpierrez GA, Kitabchi AE :ICU care for patients with diabetes. Curr Opin Endocrinol 11: 75-81,2004 10. Mizock BA: Blood glucose management during critical illness. Rev Endocr Metab Disord 4: 187 194, 2003 11. Stegenga ME, van der Crabben SN, DressingMC, Pater JM,van den Pangaart PS, de Vos AF,TankMW, Roos D, Sauerwein HP, van der Poll T: Effect of acute hyperglycemia and/or hyperinsulinemia on proinflammatory gene expression, cytokine production and neutrophil function in humans. Diabet med 25 : 157 164, 2008. 12. Mohanty P, Hamouda W, Garg R, Aljada A, Ghanim H, Dandona P: Glucose challenge stimulate reactive oxygen species ( ROS ) generation by leucocytes.J Clin Endocrinol Metab 85: 2970 2973. 13. Sheetz M,King G : Molecular understanding of hyperglycemias adverse effects for diabetic complications. JAMA 288: 2579-2588, 2002. 14. Kitabchi EA, Umpierrez EG, Murphy BM,Kreisberg AR, Malone IJ,WallMB : Management of hyperglycemic crises in patients with diabetes. Diabetes Care 24: 131-148, 2001. 15. American Diabetes Association, American College of Endocrinology and American Diabetes Association Consensus Statement on Inpatient Diabetes and Glycemic Control, Diabetes Care, 29:1955-1962, 2006.
16. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes-2010. Diabetes Care, 33: S11-S61, 2010 17. Bode BW, Braithwaith SS, Steed RD,Davidson PC : Intravenous insulin infusion therapy: indications, methods, and transition to subcutaneous insulin therapy. Endocr Pract 10(2): 71-80,2004. 18. Melidonis A, Stefanidis A, Tournis S, Manoussakis S, Handanis S, Zairis M, Dadiotis L, Foussas S : The role of strict metabolic control by insulin infusion on fibrinolytic profile during an acut coronary event in diabetic patientsl. Clinical Cardiology 23:160-164, 2000 19. Rask-Madsen C, Ihlemann N, Krarup T, Kober L, Nevril CK, Torp-Pedersen C: Insulin therapy improve insulin stimulated endothelial function in patients with type 2 diabetes and ischemic heart disease.Diabetes 50:2611-2618, 2001 20. Dandona P, Alijada A, Mohanty P : The anti-inflammatory and potential effect of insulin: a new paradigm. Diabetologia 45: 924-930,2002 21. Langouche L, et al. J Clin Invest. 2005;115:2277-2286 22. Mayfield AJ : Insulin therapy for type 2 diabetes : rescue, augmentation, and replacement of beta-cell function. Am Fam Physicians 70 : 489-500,2004 23. Magee MF, Clement S : Subcutaneous insulin therapy in the hospital setting : issues,concern and implementation. Endocr Pract 10(2) : 82-88,2004. 24. Browning LA, Dumo P : Sliding-scale insulin : an antiquated approach to glycemic control in hospitalized patients. Am J Health Syst Pharm 61 : 1611-1614,2004 25. Hirsch BI, Braithwaite SS : Sliding-scale insulin therapy : an ineffective option for inpatient glycemic control. Resident & Staff Physician 53 (2) :1-9, 2007 26. Umpierrez EG, Smiley G, Zisman A,Prietto ML,Palacio A,Cedon M,Mejia R : Randomized study of basal bolus insulin therapyin the inpatientmanagement of patients with tyep 2 diabetes ( RABBIT 2 TRIAL). Diabates Care 30 : 2181-2186, 2007. 27. Dhondt JN : Continous intravenous insulin : ready for prime time. Diabetes Spectrum 21(4) : 255 261, 2008 28. Adam JMF, Sanusi H, Sambo AP, Sampelan MA, Aman AM : Penatalaksanaan endokrin darurat. PERKENI Makassar,2002. 29. Perkumpulan Endokrinologi Indonesia ( PERKENI). Petunjuk praktis terapi insulin pada pasien diabetes melitus, 2011.