Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang National Cancer Institute di Amerika Serikat, melaporkan bahwa pada tahun 1991 terdapat 6 juta penderita tumor ganas, dengan jumlah penderita tumor ganas kepala dan leher sebanyak 78.000 orang.1 Penelitian lain yang dilakukan tahun 1992 sampai 2001 menyebutkan bahwa angka kejadian keganasan mulut dan faring merupakan keganasan ketujuh yang paling sering terjadi dengan insidensi 16,7 dari 100.000 penduduk di Amerika, dengan tingkat kematian nomor empat dari semua keganasan dan nomor sepuluh dari semua penyebab kematian di Afrika-Amerika.2 Bopp FP dan Kuruvilla A, 1989 menyebutkan bahwa karsinoma tonsil merupakan keganasan kedua yang paling sering terjadi pada saluran pernafasan bagian atas, dengan pemakaian tembakau dan alkohol menjadi faktor resikonya.3 Hubungan antara human papillomavirus (HPV) dengan keganasan dan infeksi pada tonsil telah banyak dikaitkan dalam berbagai penelitian.4 Dalam penelitian lain juga dilaporkan adanya hubungan antara karsinoma tonsil dan Epstein-Barr virus (EBV) serta cytomegalovirus (CMV) selain human papillomavirus (HPV) tipe 6, 11, and 16.3

B. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan Referat ini adalah dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik bagian THT di RSUD Zainoel Abidin Banda Aceh. Serta mengetahui lebih dalam lagi mengenai karsinoma tonsil.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriologi dan Anatomi Tonsil 2.1.1. Embriologi5 Pada permulaan pertumbuhan tonsil, terjadi invaginasi kantong brakial ke II ke dinding faring akibat pertumbuhan faring ke lateral. Selanjutnya terbentuk fosa tonsil pada bagian dorsal kantong tersebut, yang kemudian ditutupi epitel. Bagian yang mengalami invaginasi akan membagi lagi dalam beberapa bagian, sehingga terjadi kripta. Kripta tumbuh pada bulan ke 3 hingga ke 6 kehidupan janin, berasal dari epitel permukaan. Pada bulan ke 3 tumbuh limfosit di dekat epitel tersebut dan terjadi nodul pada bulan ke 6, yang akhirnya terbentuk jaringan ikat limfoid. Kapsul dan jaringan ikat lain tumbuh pada bulan ke 5 dan berasal dari mesenkim, dengan demikian terbentuklah massa jaringan tonsil. 2.1.2. Anatomi 5 Cincin waldeyer merupakan jaringan limfoid yang mengelilingi faring. Bagian terpentingnya adalah tonsil palatina dan tonsil faringeal (adenoid). Unsur yang lain adalah tonsil lingual, gugus limfoid lateral faring dan kelenjar-kelenjar limfoid yang tersebar dalam fosa Rosenmuller, di bawah mukosa dinding posterior faring dan dekat orifisium tuba eustachius. a. Tonsil Palatina Tonsil palatina adalah suatu massa jaringan limfoid yang terletak di dalam fosa tonsil pada kedua sudut orofaring, dan dibatasi oleh pilar anterior (otot palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Tonsil berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm, masing-masing tonsil mempunyai 10-30 kriptus yang meluas ke dalam jaringan tonsil. Tonsil tidak selalu mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fosa supratonsilar. Tonsil terletak di lateral orofaring. Dibatasi oleh: m. konstriktor faring superior m. palatoglosus m. palatofaringeus palatum mole

tonsil lingual Secara mikroskopik tonsil terdiri atas 3 komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan interfolikel (terdiri dari jaringan linfoid). Fosa Tonsil Fosa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot konstriktor faring superior. Pilar anterior mempunyai bentuk seperti kipas pada rongga mulut, mulai dari palatum mole dan berakhir di sisi lateral lidah. Pilar posterior adalah otot vertikal yang ke atas mencapai palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak dan ke arah bawah meluas hingga dinding lateral esofagus, sehingga pada tonsilektomi harus hati-hati agar pilar posterior tidak terluka. Pilar anterior dan pilar posterior bersatu di bagian atas pada palatum mole, ke arah bawah terpisah dan masuk ke jaringan di pangkal lidah dan dinding lateral faring. Kapsul Tonsil Bagian permukaan lateral tonsil ditutupi oleh suatu membran jaringan ikat, yang disebut kapsul. Walaupun para pakar anatomi menyangkal adanya kapsul ini, tetapi para klinisi menyatakan bahwa kapsul adalah jaringan ikat putih yang menutupi 4/5 bagian tonsil. Plika Triangularis Diantara pangkal lidah dan bagian anterior kutub bawah tonsil terdapat plika triangularis yang merupakan suatu struktur normal yang telah ada sejak masa embrio. Serabut ini dapat menjadi penyebab kesukaran saat pengangkatan tonsil dengan jerat. Komplikasi yang sering terjadi adalah terdapatnya sisa tonsil atau terpotongnya pangkal lidah. Pendarahan Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang A. karotis eksterna, yaitu 1) A. maksilaris eksterna (A. fasialis) dengan cabangnya A. tonsilaris dan A. palatina asenden; 2) A. maksilaris interna dengan cabangnya A. palatina desenden; 3) A. lingualis dengan cabangnya A. lingualis dorsal;

4) A. faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh A. lingualis dorsal dan bagian posterior oleh A. palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut diperdarahi oleh A. tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh A. faringeal asenden dan A. palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringeal.

Gambar 1. Pendarahan Tonsil

Aliran getah bening Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah M. Sternokleidomastoideus, selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus torasikus. Tonsil hanya mempunyai pembuluh getah bening eferan sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada.

Gambar 2. Aliran getah bening Tonsil

Persarafan Tonsil bagian atas mendapat sensasi dari serabut saraf ke V melalui ganglion sfenopalatina dan bagian bawah dari saraf glosofaringeus.

Gambar 3. Persarafan Tonsil

b. Tonsil Faringeal (Adenoid) Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid tidak mempunyai kriptus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7 tahun kemudian akan mengalami regresi.5 c. Tonsil lingual Tonsil lingual terletak didasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentm m.glosoepiglotika. Digaris tengah, disebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang kadang menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.5

2.2. Fisiologi Tonsil Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit, 0,1-0,2% dari keseluruhan limfosit tubuh pada orang dewasa. Proporsi limfosit B dan T pada tonsil adalah 50%: 50%, sedangkan di darah 55-75%:15-30%. Pada tonsil terdapat sistim imun kompleks yang terdiri atas sel M (sel membran), makrofag, sel dendrit dan APCs (antigen presenting cells) yang berperan dalam proses transportasi antigen ke sel limfosit sehingga terjadi sintesis imunoglobulin spesifik. Juga terdapat sel limfosit B, limfosit T, sel plasma dan sel pembawa IgG. Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi.5 Sel-sel epitel yang melapisi kripta tonsil merupakan kompartemen khusus, penting dalam fungsi imunologi dari tonsil secara keseluruhan, berikut fungsinya:

1.

merupakan

lingkunganyang menguntugkan untuk kontak antara sel-sel

efektor respon imun, 2. 3. untuk memfasilitasi transportasi langsung dari antigen, untuk mensintesis komponen sekretori, dan

4. merupakan tempat imunoglobulin6


2.3. Karsinoma tonsil

Karsinoma sel skuamosa tonsil menunjukkan pembesaran dan ulserasi dari tonsil, tapi bisa juga tidak selalu disertai dengan ulserasi. Sekitar 90% kanker tonsil adalah karsinoma sel skuamosa. 4

Gambar 4. Karsinoma Sel Skuamosa

2.3. 1. Epidemiologi Bopp FP dan Kuruvilla A, 1989 menyebutkan bahwa karsinoma tonsil merupakan keganasan kedua yang paling sering terjadi pada saluran pernafasan bagian atas. 3 Data tahun 1985 sampai 2006 di Inggris, insidensi karsinoma tonsil paling banyak terjadi pada usia 40-69 tahun, serta kejadian pada pria lebih banyak dari wanita.7

2.3. 2. Etiologi Penelitian di Inggris tahun 2004 meneybutkan bahwa rokok dan konsumsi alcohol merupakan faktor resiko dari karsinoma tonsil.7 Hubungan antara human papillomavirus (HPV) dengan keganasan dan infeksi pada tonsil telah banyak dikaitkan dalam berbagai penelitian.4 Dalam

penelitian lain juga dilaporkan adanya hubungan antara karsinoma tonsil dan Epstein-Barr virus (EBV) serta cytomegalovirus (CMV) selain human papillomavirus (HPV) tipe 6, 11, and 16.3 Ringstrom et al. menunjukkan adanya DNA HPV-16 dalam 64% tumor tonsil. Kasus tumor tonsil dengan HPV-16 terjadi pada pasein yang lebih muda, memiliki riwayat merokok lebih pendek, serta konsumsi alkohol yang rendah. HPV adalah virus DNA rantai ganda yang menginfeksi sel-sel basal epitel.7

2.3. 3. Patofisiologi Onkogen E6 dan E7 pada HPV diketahui mengganggu p53 dan retinoblastoma (Rb) yang merupakan bagian dari tumor supresan yang berperan penting dalam menekan perkembangan sel-sel tumor.7 Karsinoma sel skuamosa timbul sebagai lesi ulseratif dengan ujung yang nekrotik, biasanya dikelilingi oleh reaksi radang. Jika tumor tetap sebagai lesi ulseratif, sering kali dikelilingi oleh daerah leukoplakia jenis pra-maligna. Pada awalnya tumor menyebar sepanjang permukaan mukosa, kemudian meluas kedalam jaringan lunak dibawahnya.8

2.3. 4. Manifestasi klinis Pasien dengan karsinoma tonsil mungkin tampak dengan massa pada leher. Hal ini karena karsinoma muncul jauh di dalam kriptus. Sebuah karsinoma sel skuamosa mungkin berasal dari 1 atau lebih lokasi dari tonsil itu sendiri. Selain itu tonsil juga dapat membesar dan menonjol ke dalam rongga mulut yang menjadikan tanda pada penderita. Tonsil kaya akan kelenjar limfoid berlimpah yang membantu akses neoplasma dan bermetastase ke kelenjar leher. Semua faktor itu menjelaskan mengapa pasien datang dengan massa leher. Sakit tenggorokan, sakit telinga, sensasi benda asing di tenggorokan dan perdarahan semuanya mungkin terjadi. Tanda dan gejala berupa penurunan berat badan dan kelelahan bukan merupakan hal yang umum pada tumor ini.4

2.3. 5. Pemeriksaan penunjang. a) Laboratorium Tes fungsi hati, diperlukan pengetahuan tentang fungsi hati karena untuk mengetahui riwayat diet pasien dan penyalahgunaan etanol yang sering menyebabkan fungsi hati. Selain itu untuk mengetahui metabolisme hepar terhadap pemakaian agen kemoterapi atau obat lain sebelumnya dan terakhir metastase ke hati yang selalu mungkin terjadi. Tes fungsi paru diperlukan pada setiap bedah kepala dan leher yang dapat membawa resiko tambahan komplikasi pernapasan perioperatif dan pasca operatif. Tes fungsi ginjal ketika akan memulai kemoterapi, tes fungsi ginjal diperlukan untuk memastikan apakah pasien dapat menghilangkan agen yang ditangani oleh ginjal. Pembekuan dan koagulasi (termasuk jumlah trombosit dan lain-lain). Kepala dan leher adalah salah satu daerah yang paling kaya akan vaskularisasi dalam tubuh manusia. Perdarahan adalah salah satu masalah besar dalam operasi tonsil.9

b) Radiologi CT scan leher dengan atau tanpa kontras diperlukan untuk mengevaluasi metastasis dan untuk menilai sejauh mana perkembangan tumor. Hal ini penting dalam staging tumor tonsil.10 MRI juga sangat berguna untuk menilai ukuran tumor dan invasi jaringan lunak. CT scan dada adalah yang paling sensitif untuk mengungkapkan metastasi ke paru-paru dan karenanya harus menjadi modalitas pilihan, setidaknya pada pasien berisiko tinggi (stadium 4, T4, N2 atau N3 ataupun tumor yang timbul dari orofaring, laring, hipofaring, atau supraglotis).11

Gambar 5. Computed tomography. a Tumor of the left palatine tonsil with ulceration (arrows). b Swelling of the left cervical lymph nodes (arrows).

c) Histopatologi Histopatologi dari karsinoma sel skuamosa merupakan bentuk sel-sel kecil yang berbentuk oval dengan kromatin padat, tidak adanya nukleolus, dan sitoplasma yang mencolok. Imunohistokimia pewarnaan untuk penanda neuroendokrin, termasuk chromogranin A,synaptophysin, dan CD56, biasanya positif.11

Gambar 6. Histologic appearance of the tumor. a The tumor was arranged in nests and grew in the subepithelial tissue. b The tumor had scant cytoplasm, and mitotic figures were frequently seen.

10

2.3. 6. Staging Klasifikasi tumor ganas leher dan kepala pertama kali disampaikan oleh pierre denoy dari prancis tahun 1953, terdapat kesepakatan pertama kalinya pada Internatinal Congress of Radiology tetang perluasan tumor, dalam sistim TNM dan disetujui sebagai sistim dari Union International Centre le Cancer (UICC). Sehingga pada tahun 1954, terbentuklah TNM Commite untuk pertama kalinya. Disamping itu di Amerika sendiri diterima suatu sistim TNM lain yangdisebut The Amarican Joint Committee On Cancer (AJCC) yang dikeluarkan pertama kali tahun1959.1 Sistem TNM ini digunakan untuk menentukan stadium tumor ganas sebelum dilakukan terapi. Sistim TNM ini ditujukan untuk mengetahui perluasan tumor secara anatomi dengan pengertian: T : Perluasan untuk tumor primer N : Status terdapatnya kelenjar limfe regional M : Ada atau tidak adanya metastasis jauh Klasifikasi UICC dan AJCC ini pada umumnya bersifat sama untuk seluruh keganasan, kecuali untuk tumor ganas kelenjar liur dan tiroid. Klasifikasi stadium terdapat sedikit kelemahan bagi tumor ganas asalnya, misalnya perluasan tumor ganas dari rongga mulut keorofaring atau sebaliknya, juga tumor ganas laring yang meluas ke hipofaring atau sebaliknya.1 Tabel 1. Klasifikasi klinis TNM (1992)1

T (tumor primer) Tx To Tis T1,T2,T3,T4 N (kelenjar limfa regional) Nx No N1,N2,N3 Tidak menemukan kelenjar limfe regional Tidak ada metastasis kelenjar limfe regional Besarnya kelenjarlimfe regional Tumor primer tidak dapat ditemukan Tidak ada tumor primer Karsinoma in situ Besarnya tumor primer

11

M (metastasi jauh) Mx Mo M1 Tidak ditemukan metastasis jauh Tidak ada metastasis jauh Terdapat metastasis jauh

5. Klasifikasi kelenjar limfe regional (UICC)1

Nx N0 N1 N2

Kelenjar limfe regional tidak ditemukan Tidak ada metastasis Kelenjar limfe regional Metastasis pada satu sisi, tunggal, ukuran < 3 cm Metastasis pada satu sisi, tunggal, ukran >3cm - < 6cm, multipel, pada satu sisi dan tidak >6cm atau bilateral kontralateral jugatidak lebih dari

N2a N2b N2c

6cm Metastasis pada satu sisi, tunggal, > 3cm - < 6cm Metastasis pada satu sisi, multipel tidak lebih dari 6 cm Metastasis bilateral/kontralateral, tidak lebih dari 6cm

N3

Metastasis ukuran lebih dari 6 cm

Tabel 3. Stadium tumor ganas leher dan kepala (UICC & AJCC) kecuali tumor kelenjar liur dan tiroid1

Stadium I Stadium II Stadium III

T1 N0 M0 T2 N0 M0 T3 N0 M0 T1 atau T2 atau T3 N1 M0

Stadium IV

T4 N0 atau N1 M0 Tiap T N2 atau N3 M0 Tiap T tiap N M1

12

2.3.7. Terapi Karsinoma biasanya mengenai daerah tonsil. Daerah ini meluas dari trigonum retromolar termasuk arkus tonsila posterior dan anterior demikian juga dengan fosa tonsilanya sendiri. Tumor yang meluas ke daerah inferior ke dasar lidah dan ke superior pada palatum mole. Jika tumor kecil (T1,T2,N0) mungkin diatasi dengan penyinaran, sedangkan tumor yang besar (T3T4) memerlukan reseksi pembedahan, seringkali disertai terapi radiasi sebelum dan pasca operasi. Lesi-lesi yang kecil dengan metastasis yang dapat dipalpasi biasanya diatasi dengan reseksi pembedahan dan penutupan primer. Reseksi ini dianggap sebagai tindakan gabungan. Flap lidah lateral, dahi, otot kulit, atau servikal dapat menutup cacat yang besar.8

Gambar 7. Lokasi radioterapi

Karsinoma tonsil seringkali bermetastasis ke segitiga digastrik atau kelenjar getah bening jugular bagian atas yang dikenal sebagai kelenjar getah bening tonsil. Karena metastasis dini dari lesi yang berukuran sedang, pembedahan leher biasanya termasuk dalam tindakan bedah.8

13

Gambar 8. Penatalaksanaan

2.3. 8. Prognosis Stage I 80%, stage II 70%, stage III 40%, dan stage IV 30%. Kelangsungan hidup darikarsinoma tonsil secara historis dianggap buruk, terutama untuk stage III dan IV. Namun, literatur yang lebih baru telah menunjukkan hasil yang menjanjikan dengan terapi bedah karsinoma tonsil bahkan untuk stadium yang lanjut. Moore dkk, melaporkan sebanyak 94% bertahan hidup pada stadium III dan IV karsinoma tonsil yang diobati dengan reseksi transoral. dan terapi adjuvan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pasien yang diobati dengan tepat dapat memiliki kelangsungan hidup yang baik, meskipun secara historis hasilnya buruk.12

14

BAB III KESIMPULAN

Karsinoma tonsil merupakan keganasan kedua yang paling sering terjadi pada saluran pernafasan bagian atas, dengan pemakaian tembakau dan alkohol menjadi faktor resikonya. Hubungan antara human papillomavirus (HPV) dengan keganasan dan infeksi pada tonsil telah banyak dikaitkan dalam berbagai penelitian. Sekitar 90% karsinoma tonsil adalah karsinoma sel skuamosa. Gejalagejala dari kanker tonsil bervariasi seperti sakit tenggorokan persisten, kesulitan menelan, atau benjolan di tenggorokan atau leher. Pemeriksaan yang digunakan untuk diagnostik meliputi tes laboratorium, radiologi (CTscan atau MRI) dan biopsi. Penatalaksaana karsinoma tonsil dilakukan dengan operasi bila jinak tapi bila termasuk ganas tergantung dari stadium tumor tersebut, mulai dari penyinaran/radiasi, pembedahan ataupun dengan sitostatika.

15

DAFTAR PUSTAKA

1.

Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi 6.2007. FKUI

2.

Jemal A, Clegg L, Ward E, et al. Annual report to the nation on the status of cancer, 1975-2001, with a special feature regarding survival. Cancer. 2004;101:327.

3.

G Niedobitek, S Pitteroff, H Herbst, P Shepherd, T Finn, I Anagnostopoulos, H Stein. Detection of human papillomavirus type 16 DNA in carcinomas of the palatine tonsil. J Clin Pathol 1990;43:918-921

4.

David S and David G Head and Neck Cancer: An Overview. Seminars in plastic surgery/volume 24, number 2 2010.

5.

Zuniar. Kumpulan karya ilmiah: Gambaran mikrobiologi pada tonsilitis kronis dari hasil usapan tenggorok dan bagian dalam tonsil. FKUI-PPDS bidang studi ilmu THT 2001.

6.

Marta e. The specialised structure of crypt epithelium in the human palatine tonsil and its functional significance.Division of Anatomy and Cell Biology, United Medical and Dental Schools, Guy's Campus, London, U.K. J. Anat. (1994) 185, pp. 111-127

7.

VM Reddy, D Cundall-Curry, MWM Bridger. Trends in the incidence rates of tonsil and base of tongue cancer in England, 19852006. Department of Otolaryngology, Derriford Hospital, Plymouth Hospitals NHS Trust, Plymouth, UK. Ann R Coll Surg Engl 2010; 92: 655659

8.

Adams L George, boies L, dkk. Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta .1997

9.

Chung TS, Stefani S. Distant metastases of carcinoma of tonsillar region: a study of 475 patients. J Surg Oncol. 1980;14(1):5-9.

10. Loh KS, Brown DH, Baker JT, Gilbert RW, Gullane PJ, Irish JC. A rational approach to pulmonary screening in newly diagnosed head and neck. 11. Yuichi S. et al. Small Cell Carcinoma of the Tonsil Treated with Irinotecan and Cisplatin: A Case Report and Literature Review. aDepartment of Otorhinolaryngology, Graduate Japan.2011

16

12. Moore EJ, Henstrom DK, Olsen KD, Kasperbauer JL, McGree ME. Transoral resectionof tonsillar squamous cell carcinoma. Laryngoscope. Mar 2009;119(3):508-15

17

Anda mungkin juga menyukai