Anda di halaman 1dari 10

Farmakoterapi Penyakit pada Sistem Saraf Pusat Fungsi utama sistem saraf adalah untuk mendeteksi, menganalisa, dan

menghantarkan informasi. Sistem syaraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis. Otak dapat dikatakan memiliki fungsi menerima input sensorik dari medulla spinalis maupun dari syarafnya sendiri, memproses berbagai input sensorik, menginisiasi dan mengkoordinasi output motorik. Sedangkan medulla spinalis bertugas untuk mengatur informasi sensorik dari system syaraf perifer ke otak, mengatur informasi motorik dari otak ke berbagai sel efektor, dan berfungsi sebagai minor reflex center. Neurotransmitter adalah suatu senyawa yang digunakan sel syaraf untuk saling berkomunikasi. Contoh neurotransmitter yaitu asetilkolin, dopamine, norepinefrin, epinefrin, serotonin, GABA, glutamate, glisin, adenosine, ATP, vasopressin, insulin, ACTH, dan lainnya. Berdasarkan tempat aksinya, aksi obat pada susunan syaraf pusat terbagi 3 katagori yaitu pada presinaptik, pada celah sinaptik, dan pasca sinaptik. Teori tentang Apakah fungsi utama dari sistem syaraf pusat ? Dalam bukunya Palupi Widyastuti, SKM berpendapat bahwa

Fungsi utama system syaraf pusat adalah mengolah informasi sensorik yang masuk sedemikian rupa menghasilkan respon motorik yang tepat. Setelah informasi sensorik penting dipilih, informasi tersebut disambungkan ke bagian yang tepat dari sistem syaraf pusat untuk mendapatkan respon yang diinginkan1.

Palupi Widyastuti, SKM,Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan Lingkungan (Jakarta:

Buku Kedokteran, 2002), hlm.71

Teori tentang Apakah yang dimaksud dengan nyeri ? Beberapa pendapat para ahli diantaranya :

Menurut Mc. Coffery (1979) nyeri merupakan suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang, yang keberadaan nyeri dapat diketahui hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya.Menurut Wolf Weifsel Feurst (1974) nyeri merupakan suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang menimbulkan ketegangan. Menurut Artur C. Curton (1983) menyatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme bagi tubuh, timbuk ketika jaringan sedang rusak sehingga individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri2.

Nyeri (pain) berasal dari kata peone (Bahasa Latin) dan poine (Bahasa Yunani) yang berarti pinalti atau hukuman. Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional ang tidak menyenangkan yang berhubungan dengan adanya kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau keadaan yang menggambarkan kerusakan tersebut3. Berdasarkan asalnya nyeri terbagi menjadi nyeri nosiseptif dan nyeri neuropati. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh stimulasi langsung pada reseptor nyeri, baik secara mekanis maupun melalui rangsang kimia atau panas. Nyeri neuropatik mengimplikasikan adanya cedera pada struktur syaraf yang menyebabkan fungsi yang menyimpang pada sistem syaraf, baik pusat maupun perifer. Tatalaksana terapi nyeri dapat berupa terapi non farmakologik ataupun terapi farmakologik. Untuk terapi non farmakologik yang dapat dilakukan meliputi istirahat, olahraga tertentu, dan mengurangi stress atau relaksasi. Sedangkan terapi farmakologik dapat digunakan obat golongan anti inflamasi non-steroid (NSAID), golongan opiat, dan relaksan otot. Sakit kepala dapat diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer dan sakit kepala sekunder. Sakit kepala primer yaitu sakit kepala yang merupakan penyakit utamanya seperti migrain, sakit kepala ketegangan, dan sakit kepala cluster. Sakit kepala sekunder adalah sakit kepala yang merupakan gejala penyakit lain. Migrain adalah sakit kepala primer, bersifat
2

Musrifatul Uliyah, A. Aziz Alimul Hidayat, Keterampilan Dasar Praktek Klinik Kebidanan Edisi 2

( Jakarta: Salemba Medica, 2008), hlm. 121-122

Bauman TJ, Strickland. J, Pharmacotherapy a Pathophysiological approach ( New York: McGraw Hill, 2008), hlm.248

berat dan kambuh, yang kadang dapat mempengaruhi fungsi normal tubuh. Faktor pemicu migrain dapt berasal dari makanan, lingkungan dan fisiologis. Tujuan terapi migran adalah mengatasi serangan secara cepat dan konsisten, dan mencegah terulangnya serangan, mengembalikan fungsi normal pasien, meminimalkan penggunaan obat-obat, dan menekan sesedikit mungkin efek samping obat4. Terapi farmakologi untuk migrain ringan dapat diberikan aspirin, ibuprofen dan parasetamol. Sakit kepala ketegangan disebabkan oleh kontraksi otot di kepala, leher, punggung atas sebagai respon terhadap factor fisik, kimia, atau emosi. Nyerinya bias terjadi di kedua belah sisi kepala serta di daerah frontal (dahi) dan temporal (pelipis). Terapi farmakologik untuk sakit kepala ketegangan dapat diberikan NSAID dosis tinggi dan kombinasi aspirin tau asetaminofen dengan butalbital atau kodein merupakan pilihan yang efektif. Sakit kepala cluster merupakan sakit kepala primer vaskuler yang paling parah. Nyeri kepalanya bersifat periodic, satu sisi kepala, dan dalam satu periode biasanya terjadi antara 15 menit 3 jam. Verapamil adalah obat pilihan pertama untuk sakit kepala cluster. Teori tentang Bagaimana klasifikasi sakit kepala ?

Menurut The International Headache Society, sakit kepala diklasifikasikan menjadi sakit kepala primer dan sakit kepala sekunder. Sakit kepala primer yaitu sakit kepala yang merupkan penyakit mumnya. Termasuk sakit kepala primer adalah migrain, sakit kepala ketegangan, dan sakit kepala cluster. Sedangkan sakit kepala sekunder adalah sakit kepala yang merupakan gejala penyakit lain5. Dalam bukunya Musrifatul Uliyah dan A. Aziz Alimul Hidayat berpendapat bahwa: Klasifikasi nyeri secara umum dibagi mnejadi 2 yaitu nyeri akut dan kronis. Nyeri akut adalah nyeri yang timbul secara mendadak dan hilang dan cepat menghilang, tidak melebihi enam bulan, serta ditandai dengan adanya ketegangan otot. Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan, biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama, yaitu lebih dari 6 bulan6.
4

Landy S, Smith T, Treatment of primary headache: acute migraine treatment, In: Standards of care

for headache diagnosis and treatment (Chicago: National Headache Foundation, 2004 ), hlm.27-39
5

HIS, The International Classification of Headache Disorders,2 nd Edition (Oxford: Blackwell Ibid 2 ., hlm.121-122

Publishing, 2005), hlm.24


6

Epilepsi ditandai dengan kejang berulang yang disebabkan oleh pelepasan sinkron berulang, abnormal, dan berlebihan dari neuron otak. Epilepsi didefinisikan sebagai kondisi neurologis yang dikarakterisir dengan kekambuhan kejang tidak beralasan yang dapat dipacu oleh berbagai penyebab tertentu. Tujuan terapi dari epilepsi adalah untuk mengontrol atau mengurangi frekuensi kejang dan memastikan kepatuhan pasien terhadap pengobatan dan memungkinkan pasien dapat hidup dengan normal. Terapi non-farmakologi untuk epilepsi meliputi pembedahan, diet ketogenik (diet tinggi lemak), dan stimulasi nerves vagus. Sedangkan untuk terapi farmakologinya dapat dibagi menjadi 3 kategori berdasarkan mekanisme aksinya. Pertama obat yang bekerja dengan meningkatkan inaktivasi kanal Na+, seperti fenitoin, karbamazepin, asam valproat, lamotrigin. Kedua obat yang bekerja dengan meningkatkan transmisi inhibitor GABAergik, seperti benzodiazepine, barbiturate,

vigabatrin, gabapentin. Dan kategori yang ketiga obat yang menurunkan nilai ambang arus ion Ca+, contohnya etosuksimid. Teori tentang Bagaimana strategi terapi pada penderita epilepsi ?

Terapi epilepsi umumnya memiliki 3 tujuan yaitu untuk mengeliminasi serangan atau mengurangi frekuensi serangan dengan taraf semaksimal mungkin, untuk menghindari efek samping yang berkaitan dengan terapi jangka panjang, dan untuk membantu ibu hamil dalam mencapai penyesuaian psikososiak dan vokasional7.

Sue Jordan, Pharmacology for midwives, diterjemahkan oleh Andry Hartono dengan judul

Famakologi Kebidanan (Jakarta: EGC, 2003), hlm.402

Penyakit Parkinson (Parkinson Disease) adalah penyakit gangguan syaraf kronis dan progresif yang ditandai gemetar, kekakuan, berkurangnya kecepatan gerakan, dan ekspresi wajah kosong. Penyakit Parkinson didefinisikan sebagai suatu kondisi neurodegenerative yang progresif akibat kematian sel-sel dopaminergik pada substantia nigra. Tanda utama pada pasien PD yaitu tremor, kekakuan, dan kelemahan gerakan. Faktor resiko PD antara lain yaitu usia sekitar 55 tahun, jenis kelamin pria, riwayat keluarga, etnik, peningkatan berat badan usi pertengahan, paparan toksin, dan genetik. Terapi non-farmakologi pada pasien PD adalah edukasi, terapi fisik, olahraga, pembedahan. Sedangkan pada terapi farmakologi digunakan obat yang bekerja pada sistem dopamin seperti levodopa, karbidopa, benserazid, agonis dopamine, inhibitor MAO-B (selegilin), dan inhibitor COMT (entacapone dan tolcapone). Penyakit Alzheimer dideskripsikan pertama kali oleh Alois Alzheimer pada tahun 1907, yaitu suatu sindrom demensia yang ditandai dengan penurunan ingatan dan kemampuan kognitif pasien secara progresif. Faktor resiko penyakit Alzheimer antara lain yaitu terjadi pada lansia yang berusia 65 tahun atau lebih, riwayat keluarga, faktor genetic pada gen APOE-e4, penyakit kardiovaskular, penyakit diabetes tipe II, wanita, downs syndrome dan adanya luka di kepala. Pasien penyakit Alzheimer umumnya mengalami atrofi kortikal dan berkurangnya syaraf secara signifikan, terutama saraf kolinergik. Tujuan terapi penyakit Alzheimer yaitu memelihara fungsi pasien yang masih tersisa, mengobati kesulitan kognitif pasien, mengobati sisa gejala psikiatrik dan perilaku yang terjadi akibat penyakit Alzheimer. Terapi non-farmakologi pada pasien Alzheimer melibatkan keluarga, atau pengasuh khusus untuk mendukung, menghadapi, dan memahami kondisi pasien. Terapi farmakologi yang dapat dilakukan antara lain terapi inhibitor kolinesterase, contoh obatnya takrin, donepezil, rivastigmin, dan galantamin. Terapi kedua yang dapat dilakukan yaitu terapi antioksidan seperti vitamin E. Terapi yang ketiga yaitu terapi antiglutamat dan terapi alternative yang dapat dilakukan yaitu dengan pemberian ekstrak gingko biloba. Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang terjadi secara tiba-tiba dan menyebabkan kerusakan neurologis. Tujuan terapi pasien stroke yaitu mengurangi kerusakan neurologi dan mengurangi mortalitas dan disabilitas jangka panjang, mencegah komplikasi sekunder immobilitas dan disfungsi neurologi serta mencegah kekambuhan stroke. Berdasarkan klasifikasi American Heart Association, terdapat 2 macam tipe stroke8. Tipe stroke yang pertama yaitu tipe oklusif disebut juga stroke iskemik adalah stroke yang
Fagan SC, Hess DC, Pharmacotherapy: A Pathofisiology Approach, 7th Edition ( New York: Mc Graw Hill, 2008 ), hlm.254
8

disebabkan karena adanya penyumbatan pembuluh darah. Terapi non farmakologi pada stroke iskemik akut yaitu pembedahan, intervensi endovascular. Dan untuk terapi farmakologi stroke iskemik akut dapat dilakukan terapi suportif dan terapi komplikasi akut, terapi trombolitik, terapi antiplatelet, dan terapi antikoagulan. Tipe yang kedua adalah tipe hemoragik atau perdarahan yaitu stroke yang disebabkan karena perdarahan intracranial. Untuk terapi non farmakologi stroke hemoragik dapat dilakukan pembedahan. Sedangkan terapi farmakologinya dapat dilakukan dengan terapi suportif dan infus manitol, pemberian vitamin K, pemberian protamin, dan pemberian asam traneksamat. 1. Rumusan masalah Ada berapa macam tipe stroke ? Bagaimana terapi non farmakologi yang digunakan pada pesien stroke iskemik ? Secara patologi ada 2 macam stroke yaitu stroke sumbatan (stroke iskemik) dan stroke perdarahan (Michel, 2003). Stroke sumbatan terjadi ketika pembuluh darah ke otak mengalami sumbatan. Stroke perdarahan terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang menuju ke otak. Baik stroke perdarahan maupun stroke sumbatan akan menyebabkan berkurangnya pasokan darah ke bagian ujung sumbatan/perdarahan 9. Hal ini menyebabkan otak kekurangan oksigen dan zat makanan, sehingga dapat mematikan jaringan saraf. Terapi non farmakologi pada stroke iskemik dapat dilakukan dengan modifikasi pola hidup dengan cara menghindari konsumsi alkohol dan rokok, konsumsi makanan sehat dan seimbang, mengurangi berat badan bila kegemukan, sikap hidup rileks dan menghindari stress10. Depresi adalah suatu gangguan mood yang bersifat searah yaitu berupa suatu emosi yang eresap dan menetap berupa perasaan tertekan yang dalam kondisi ekstrim sangat mempengaruhi persepsi seseorang tehadap dunia. Pasien depresi menunjukkan adanya perubahan neurotransmitter otak antara lain norepinefrin, 5-HT, dan dopamin.

Ketidakseimbangan

neurotransmitter

dapat

disebabkan

karena

keturunan/genetik,

kepribadian, situasi/lingkungan, kondisi medik, penggunaan obat, dan penyalahgunaan obat. Rasa tertekan atau sedih karena kehilangan atau kematian orang yang dicintai pada orang
9

dr. Rizaldy Piazon, M.Kes, AWAS STROKE ! Pengertian, Gejala, Tindakan,Perawatan, dan

Tindakan ( Jogjakarta: Andi Offset, 2010), hlm.2-3 I.Junaidi, Panduan Praktis Pencegahan dan Pengobatan Stroke, ( Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia, 2004), hlm.64
10

normal akan sembuh dengan sendirinya, sedangkan jika gejala tetap bertahan sampai 2 bulan dan diikuti keinginan bunuh diri, kemunduran psikomotor, kegagalan fungsional, perasaan tidak berguna dan gejala psikotik, maka kemungkinan ia mengalami penyakit depresi. Salah satu bentuk terapi non-farmakologi untuk depresi adalah psikoterapi dan terapi elektrokonvulsif. Bipolar merupakan salah satu penyakit mental yang paling umum, parah, dan persisten. Gangguan bipolar ditandai oleh masa-masa depresi berat, berkepanjangan dan mendalam, yang bergantian dengan periode senang yang berlebihan yang dikenal sebagai mania. Gangguan bipolar dipengaruhi oleh sejumlah faktor, diantaranya adalah faktor genetik, biokimia genetik psikodinamik, dan elemen lingkungan. Seperti pada pengatasan depresi, terapi non-farmakologi pada bipolar meliputi psikoterapi dan elektro-konvulsif terapi. Terapi farmakologi untuk bipolar dibagi menjadi 2 yaitu fase akut dan terapi pemeliharaan. Untuk fase akut pada lini pertama pengobatan dapat diberikan litium ditambah antipsikotik atau valproat plus antipsikotik. Litium adalah pengobatan yang sudah lama digunakan untuk gangguan bipolar yang efektif dalam pengobatan, baik dari manik dan fase depresi. Litium merupakan terapi lini pertama untuk pasien dengan gangguan bipolar, dengan tingkat respon mencapai 79%. Obat ini memberikan aktivitanya dalam pengobatan bipolar dengan menstabilkan aktivitas neuron, mendukung plastisitas syaraf, dan memberikan efek neuroproteksi. Skizofrenia adalah penyakit gangguan otak parah dimana orang menginterpretasikan realitas secara abnormal. Skizofrenia merupakan gangguan pikiran berupa kombinasi dari halusinasi, delusi dan berpikir teratur dan perilaku. Penyebab skizofrenia sendiri belum diketahui pasti. Teori neurokimia tentang skizofrenia berkembang dengan menganalisis efek antipsikotik dan propsikotik obat pada manusia dan hewan percobaan. Teori ini terutama berpusat pada peran dopamin dan glutamate pada patofisiologi skizofrenia. Terapi non farmakologi pada skizofrenia dapat dilakikan dengan pendekatan psikososial dan ECT. Sedangkan obat antipsikotik telah menjadi terapi farmakologi untuk skizofrenia sejak 1950an. Salah satu contoh obat antipsikoti adalah klorpromazin. Gangguan kecemasan atau ansietas adalah kondisi emosional yang biasanya disebabkan oleh persepsi nyata atau penerimaan terhadap hal-hal yang berbahaya yang dapat mengancam keselamatan individu. Kondisi ini menyebabkan seseorang lebih bersikap reaktif terhadap perubahan lingkungan. Secara garis besar ansietas dapat disebabkan oleh faktor

penyakit atau gangguan medik dan obat-obatan dan faktor kejiwaan. Gangguan ansietas berhubungan dengan adanya abnormalitas beberapa bagian di otak dan gangguan fungsi beberapa neurotransmitter seperti norepinefrin, GABA, dan serotonin. Terapi non farmakologi dapat dilakukan dalam bentuk terapi psikologis dan pengobatan ansietas pada umumnya aman dan efektif dan dapat digunakan dalam bentuk kombinasi terapi.

DAFTAR PUSTAKA

Komalasari, Renata & Alfrina Hany, S.Kp. 2001. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Buku Kedokteran Stringer, Janet L. 2004. Konsep Dasar Farmakologi, Edisi 3. Jakarta: Buku Kedokteran C.P, Chaplin. 1989. Kamus Lengkap Psikologi Terj. Kartini Kartono. Jakarta: Rajawali Pers Tjay, Tan Hoan & Drs. Kirana Raharja. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya, Edisi keenam. Jakarta: Elex Media Komputindo Simanjuntak, Julianto. 2008. Konseling Gangguan Jiwa & Okultisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama IHS. 2005. The International Classification of Headache Disorders,2nd Edition. Oxford: Blackwell Publishing Jordan, Sue . 2003. Pharmacology for midwives, diterjemahkan oleh Andry Hartono dengan judul Famakologi Kebidanan. Jakarta: EGC Uliyah, Musrifatul & A. Aziz Alimul Hidayat. 2008. Keterampilan Dasar Praktek Klinik Kebidanan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medica B, Katzung. 2007. Basic and Clinical Pharmacology. New York: Mc Graw Hill SC, Fagan & Hess DC. 2008. Pharmacotherapy: A Pathofisiology Approach, 7th Edition. New York: Mc Graw Hill G, Stuart & Laraia M. 2005. Principles and practice of psychiatric nursing. St. Louis: Mosby APA. 2000. Diagnosic and statistical manual of mentaldisorders. Washington DC: America Psychiatric Association S, Landy & Smith T. 2004. Treatment of primary headache: acute migraine treatment, In: Standards of care for headache diagnosis and treatment. Chicago: National Headache Foundation

TUGAS BAHASA INDONESIA KESEHATAN SEJATI MENJADI DAMBAAN SETIAP MANUSIA

Disusun Oleh : Panji Anugerah (1004015240) Kelas 2B

Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Tahun 2012

Anda mungkin juga menyukai