Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN Kortikosteroid (glukokortikoid dan mineralokortikoid ) mempunyai struktur karbon 21 yang disintesa oleh hormon adrenal (ACTH)

yang mengontrol pertukaran kortisol di kortek adrenal. Kortikosteroid dapat dirubah dari kortisol, kortison, kortikosteron atau aldosteron. Kortikosteroid biasanya juga ada dalam bentuk sintesis seperti prednison, metil prednisolon, deksametason, triamsinolon, betametason, medrison, fluorometalon, dan lain lain. 1.2 Pada tahun 1930 Swingle, Pfifner, Hartman dan Coworkers menyiapkan ekstrak kortek adrenal. Pada tahun 1935, Edward Kendall mengisolasi dan membuat karakteristik kortison di laboratorium. Pada tahun 1942 Reichstein dan Shoppe mengidentifikasikan struktur kimia dan kristalin dari steroid. Keuntungan klinis pertama dari kortikosteroid dilaporkan oleh Hench dan Coworkers pada tahun 1949. Mereka mengobservasi pada terapi rheumatoid arthritis. 1.2.3 Pada tahun 1954, Stone dan Hechter memperkirakan dimana ACTH secara nyata mengontrol perubahan enzim dari kolesterol kepada kortikosteroid di kortek adrenal melalui perubahan bagian cincin dari kolesterol. Later, Haynes melanjutkan usaha ini dengan mendemonstrasikan bahwa perubahan ini dimediasikan oleh adenosine 3,5 siklik monophospate (cAMP). Kortikosteroid dan ACTH untuk terapi mata pertama kali diperkenalkan oleh Gordon dan Mc Lean pada tahun 1950. Selanjutnya pada tahun 1951, diperkenalkan pemakaian topikal dan sistemik dari kortison dimana kortison asetat disediakan dalam bentuk tetes, salaf, subkonjungtiva, retrobulbar dan formulasi injeksi pada kamera okuli anterior. Pada tahun 1956 hal ini menjadi jelas bahwa inflamasi pada struktur mata luar terbaik diterapi dengan steroid tetes dan uveitis posterior dengan pemberian kortikosteroid oral. Meskipun steroid banyak bermanfaat untuk mengatasi keadaan inflamasi, tetapi efek samping okuler dan sistemiknya perlu dipertimbangkan sebelum menentukan jenis, dosis dan cara pemberiannya. Timbulnya katarak subkapsular posterior, terganggunya penyembuhan epitel kornea, steroid induce glaucoma dan penurunan respon imun merupakan sebagian efek samping steroid pada mata. 4 efek dramatis dari kortison dan ACTH

BAB II PENGGUNAAN KORTIKOSTEROID TOPIKAL PADA MATA 2.1. Struktur kimia dan metabolisme Glukokortikoid utama pada manusia adalah kortisol, warnanya agak pucat, steroid kristalin dengan berat molekul 362,5, dan titik leleh 217 220 . Ini sedikit larut dalam air ( 0, 28 mg/dl). Zat ini disintesa dari kolesterol dengan sel dari zona fasikulata dan zona retikularis dan dilepaskan ke sirkulasi dibawah pengaruh ACTH. Pada manusia dewasa normal, kira kira 20 mg kortisol disekresikan perhari dengan pengaruh stress. Irama dari sekresi berubah dalam bentuk irama sikardian. Pada plasma, kortisol berikatan dengan plasma protein. Kortikosrteroid binding globulin, alpha, sintesa globulin dari hati.

Gambar.1. Sintesa kolesterol menjadi bentuk lain dari kortikosteroid.

Bentuk lain dari perubahan kortisol, menyebabkan potensi anti inflamasi yang berbeda dan proses lamanya aksi yang juga berbeda. Modifikasi dan perubahan disimpulkan dalam urutan berikut ini :3.5.6 1.Prednison dan prednisolon Terjadi penambahan dalam nucleus inti, 1,2 ikatan ganda pada cincin A. Modifikasi ini meningkatkan potensi regulasi dari karbohidrat dan memperpanjang metabolismenya dibandingkan kortisol 2. Metilasi dari carbon 6 pada cincin B prednison. 3. Fluorination pada posisi 9 alpha di cincin B, seperti fluorokortison ( 9 alpha fluorokortisol). 4. 11. Desoxy cortisol mempunyai fungsi oksigen pada C 11 dari cincin C. Memperbesar efek anti inflamasi. 5. Metilation atau hidroksilasi pada sisi 16 cincin D. Mengeliminasi sodium efek pertahanan dan memperbesar potensi anti inflamasi. 6. Pada cincin D, 17 alpha hidroksilasi memperlihatkan efek anti inflamasi yang terbesar. 7. D. 2.2. Farmakologi Mekanisme kortikosteroid dipercayai untuk aktivitas terjauh memerlukan kontrol dari sintesa protein, baik tingkat sel maupun tingkat molekul. Setelah memasuki target sel secara pasif , molekul glukokortikoid secara cepat berikatan dengan protein reseptor sitoplasmik steroid spesifik. Reseptor sitoplasmik Paling banyak dari aktivitas persamaan sintetis dan semua kortikosteroid menjadi 6 alpha metil prednisolon.

Komposisi ini mempunyai efek anti inflamasi yang lebih besar dibandingkan

alami mempunyai kelompok hidroksi yang menempel pada karbon 21 di cincin

komplek kemudian diaktifkan, dan mengalami perubahan dan membolehkan komplek ini untuk menyeberang ke membran nukleus dan berikatan dengan DNA secara langsung, pada bagian yang dikenal dengan glukokortikoid respon elemen (GREs). Ikatan GRE mengontrol transkripsi dari gen spesifik, dimana meningkatkan atau menghambat produksi dari mRNAs spesifik. Sebagai akibatnya, angka dari translasi dan produksi dari hasil protein spesifik kembali mengkode mRNAs yang dirubah, hal ini terjadi karena ini adanya perantaraan dari respon sel partikular ke kortikosteroid. Kortikosteroid reseptor diidentifikasikan di iris, korpus siliare dan perbatasan jaringan korneosklera. 2.3. Farmakokinetik Empat faktor mengenai dipertimbangkan : 1. Penetrasi steroid melalui mata penggunaan kortikosteroid pada mata perlu dapat
2.6.

2. Potensi anti inflamasi, secara topikal dan di akuos humor.


3. Durasi dan aksi 4. Efek samping Jalur yang berbeda digunakan dalam mengantarkan steroid sampai ke mata termasuk topikal, periokular, oral, parenteral dan intra vitreal. Sediaan topikal bisa dalam bentuk salaf, tetes dan solusio. Preparat pospat merupakan solusio karena mereka mempunyai daya larut yang tinggi pada zat pembawa air. Alkohol dan asetat (suspensi) mempunyai kelarutan yang biphasik. Jadi, suspensi dapat melewati kornea yang sehat dengan epitel yang masih utuh. Kortikosteroid dapat dilepaskan dari tempat depo obat di permukaan mata dengan ionthophoresis. Seperti, depot obat pada cotton pledges dan pertahanan kolagen. Salah satu keuntungan dari depot obat ini adalah selalu tersedia, menopang, dan lepas secara lambat dari kortikosteroid yang melewati permukaan mata. Deksametason phospate melewati mata kornea dan akuos humor dengan waktu 10 menit. Mencapai puncak dengan waktu 30 sampai dengan 60 menit, dan bersisa dimata dalam waktu beberapa jam sampai dengan 24 jam. Konsentrasi pada jaringan kornea dari deksametason alkohol tritiated penggunaan. Kemudian mengalami penurunan pada 1, 86 ug/g selama 4 jam. . mencapai puncaknya pada konsentrasi 14,79 ug/g dari kornea setelah 75 menit

Satu persen prednisolon phospat ( infamasi ) mempunyai persenyawaan dengan kelarutan yang tinggi dengan kelarutan lemak yang terbatas. Jadi, secara tradisional hal ini dapat dipikirkan bahwa persenyawaan ini mempunyai kelarutan yang terbatas pada kornea yang utuh. Meskipun pada tingkat kornea, mencapai puncak pada 10 ug/g dan pada konsentrasi di akuos humor 0,5 ug/g, 30 menit setelah penggunaan. Ketika epitel kornea berpindah konsentrasi pada kornea pada puncaknya 235 ug/g dan pada akuos humor 17 ug/g. Ini dapat dilihat pada 1,1 persen deksametason phosphate yang digunakan pada mata kelinci dengan puncaknya pada akuous humor. Hasil metabolisme utama pada akuos humor adalah 9 alpha - 11 beta hidroksi - 16 alpha metil 1,4 androstadine , 3, 17 dion. Penetrasi dari kortikosteroid lebih baik dengan cara injeksi subkonjungtiva dibandingkan dengan pemakaian langsung. Hidrokortison banyak ditemukan pada kamera okuli anterior setelah injeksi subkonjungtiva. Derajad penetrasi tidak mempunyai hubungan dengan faktor tear film. Ini biasanya eksternal seperti gerakan kelopak mata atau jumlah maksimal. 1.3.6.7 2.4. Sediaan Kortikosteroid Topikal Berbagai variasi sediaan kortikosteroid tersedia untuk penggunaan topikal pada terapi penyakit inflamasi okular. Diantaranya yaitu :

diinjeksikan dekat sisi infamasi untuk mendapatkan efek anti inflamasi yang

1. Deksametason .
Deksametason diformulasi dalam bentuk suspensi 0,1 % alkohol, solusi sodium phospat dan salaf 0,05 %. Ini merupakan topikal steroid yang paling poten. Yang mempunyai posisi yang bersamaan dalam meningkatkan resiko efek yang merugikan dari kondisi mata yang tidak menguntungkan. 2. Prednisolon Prednisolon tersedia dalam bentuk 0,12 % atau suspensi asetat 1 %, 0,12 %, 0,5 % atau solusi sodium phospat 1 % dan salaf phospat 25 %. Meskipun sediaan phospate penetrasi terbaik dengan daya larut bifasik , mempunyai kedalam kornea yang intak ( dengan menggunakan Derajat penetrasinya

kendaraan phospat ) yang larut dalam air . Perbedaan ini tidak cukup bermakna ketika terjadi inflamasi intra okuler.

tergantung kepada sejumlah konsentrasi dan frekuensi. Lebih lanjut suspensi memerlukan dengan seksama percampuran untuk menjamin konsentrasi steroid maksimal, yang masing masing dihantarkan, memperkenalkan masalah potensial, yang membuat solusi lebih baik pada praktisi klinis. Bioavaibilitas dan potensi dari prednisolon tidak hanya membuatnya sebagai zat anti inflamasi yang mujarab, tetapi juga meningkatkan dosis keteragantungan dan toksisitas okular. 3. Fluorometholon dan medrison Fluorometholon (FML) (0,1 % atau 0,25 % ) dan medrison (HMS) (1,0 % ) (FML) tersedia dalam bentuk sediaan suspensi mata. Fluorometholon Obat ini juga tersedia dalam bentuk sediaan salaf 0,1 % .

mempunyai efek anti inflamasi yang kuat dan mempunyai pengaruh yang sedikit terhadap kerusakan mata yang berhubungan dengan pemakaian kortikosteroid ( katarak dan glaukoma ). 4. Medoxyprogesteron Medoxyprogesteron tidak tersedia dalam bentuk sediaan obat mata, tetapi tersedia untuk obat obatan rumah sakit dalam bentuk parenteral. ( 0,1 % ). Secara nyata obat ini berguna untuk terapi ulkus perifer, inflamasi, penyakit mata luar, karena obat ini tidak hanya menurunkan infamasi, tetapi juga menurunkan produksi dari kolagenase, dan mempunyai pengaruh yang sedikit dalam mengurangi produksi kolagenase dibandingkan steroid lain. Obat ini mempunyai potensi yang kurang dibandingkan 0,12 % prednisolon.4.8.9.10

Beberapa sediaan steroid topikal yang digunakan untuk terapi alergi dan inflamasi dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel.1. Sediaan steroid topikal (solusio dan suspensi ) 7

2.5. Efek anti inflamasi steroid Steroid berperan sebagai suatu bahan anti inflamasi dengan dua mekanisme : 1. Efek pada sistem imun : Menghambat migrasi netrofil, sel darah putih memfagositosis targetnya ke dalam ruang ekstrasel. Menghambat penempelan netrofil ke endotel vaskuler, yang merupakan langkah pertama migrasi netrofil. yang akan

Menghambat rekrutmen makrofag, sel yang berperan sebagai pertahanan baris kedua, ke area inflamasi. Ikut dalam aktivitas limfosit pada respon sistem imun yang mengurangi inflamasi khronis dan menginduksi limfositopeni.

2. Efek anti inflamasi lainnya Menghambat sintesa histamin, suatu bahan yang sangat penting sebagai mediator inflamasi. Menghambat pelepasan arachidonic acid dengan cara menghambat phospholipase, enzim yang mengontrol konversi phospolipid menjadi arachidonic acid. Bahan ini merupakan prekursor prostaglandin, thromboxan dan leukotrien , yang pada awalnya dikenal sebagai anaphylaxis . Pengurangan pembentukan kapiler dan fibroblast sehingga mengurangi fibrosis dan memperlambat penyembuhan. the slow reacting substance of

Pengurangan jumlah deposit kolagen, sehingga mengurangi sikatrik. 7.8.9.10.11.12

Pada mata dan bagian tubuh lainnya, inflamasi diperantarai oleh molekul kimia yang dilepaskan dari berbagai sel. Mediator inflamasi ini meliputi metabolit arachidonic acid, prostaglandins (khususnya PG D2 ), dan leukotrien. Bahan ini dilepaskan oleh makrofag, monosit dan limfosit. Prostaglandin dan leukotrien berperanan dalam proses inflamasi dengan cara menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler.

Jalur proses inflamasi dan penghambatannya oleh steroid ( dan non steroid) terlihat pada skema berikut : Stimuli mekanik atau kimia

Membran Lipid Fosfolipid

Glukokortikoid/ steroid

PhospholipaseA NSAID Arachidonic Acid Bebas


PGHSynthase Lipoxygenase

Cyclooxygenase
Prostaglandin Thromboxan leukotrien

Bagan.1. Jalur penghambatan proses inflamasi oleh steroid dan NSAID.7

Stimuli mekanik atau kimia

Citokokin seperti interleukin dan faktor nekrosis tumor juga dilepaskan dari sel endotel pembuluh darah dan dari makrofag, monosit dan limfosit. Seperti halnya prostaglandin dan leukotrien, mereka juga menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Steroid menekan pembentukan prostaglandin dan leukotrien dengan cara menghambat enzim phospolipase A yang berfungsi merubah phospolipid menjadi arachidonic acid. Sel endotel pembuluh darah menghasilkan beberapa molekul adhesi selama inflamasi dan terjadi migrasi leukosit dari dalam darah ke jaringan. Steroid juga memblok aksi molekul ini dan menekan mekanisme inflamasi ini, sehingga proses kerusakan jaringan permanen seperti terbentuknya sikatrik dapat dicegah.

2.6. Indikasi dan kontra indikasi pemberian steroid topikal Indikasi dari pemberian steroid topikal :

Tabel.2. Indikasi pemakaian kortikosteroid topikal.8

Kontra Indikasi pemberian kortikosteroid topikal 8

1. Glaukoma 2. Katarak

3. Keratitis herpes simplek akuta.


4. Defek pada epitel kornea 5. Infeksi virus pada konjungtiva dan kornea 6. Infeksi mikobakterium pada mata.

2.7. Pemberian steroid topikal Cara pemberian kortikosteroid tergantung lokasi dan bagian mata yang menderita penyakit. Penggunaan topikal sangat penting untuk segmen anterior mata, terutama kornea, konjungtiva, sklera, kamera okuli anterior, lensa dan

10

uvea. Konsentrasi obat yang efektif di lokasi tersebut akan lebih tinggi daripada melalui sistemik, dengan komplikasi lebih jarang dan tanpa efek samping seperti neuritis optik, sistemik. Tetapi pada kelainan segmen posterior

chorioretinitis dan skleritis posterior, pemberian topikal kurang efektif . Pada beberapa kasus, pemberian intramuskular, intra vena ataupun oral lebih disukai. Biasanya tidak diperlukan untuk mengurangi dosis bertahap setelah terapi topikal kecuali lama pemberian lebih dari 2 sampai 3 minggu atau inflamasinya berat. Pada keadaan ini dianjurkan menggunakan periode tapering pendek yaitu 4 kali sehari selama 4 hari, 3 kali sehari selama 3 hari dan seterusnya. Jika penggunaan terlalu lama atau dengan penyakit rekuren, perlu dilakukan tappering perlahan lahan dengan hanya penurunan 1 tetes perminggu. 7.8.13.14 Pada pemberian topikal, selain prednisolon, cortison dan hidrokortison 0,5 % cukup adekuat. Tapi untuk penanganan kasus yang lebih berat memerlukan larutan 2,5 %. Efek yang lebih baik dapat dicapai dengan peningkatan frekuensi daripada peningkatan frekuensi obat. Obat tetes mata yang mengandung steroid mempunyai kemampuan yang bervariasi untuk penetrasi bersifat hidrofobik melalui kornea. Kornea mempunyai epitel yang Agar mudah dan endotel serta stroma yang hidrofilik.

penetrasi melalui kornea, idealnya sediaan steroid tetes mata harus mempunyai polaritas yang bifasik. Maka kemampuan kortikosteroid untuk penetrasi kedalam mata melalui pemberian topikal, tergantung tidak hanya pada potensi steroid, konsentrasi dan lamanya kontak dengan kornea, tapi juga karakteristik larutan derivat steroid tersebut. Keefektifan beberapa sediaan steroid pada inflamasi kornea dengan pemberian steroid topikal terlihat dalam skema berikut : Steroid dan derivative Prednisolone acetat 1 % Deksametason Alkohol 0,1 % Fluorometholone 0,1 % Prednisolone phosphate 1 % Deksametason Phosphate o,1 % Decrease in Corneal Inflammation 51 % 40 % 31 % 28 % 19 %

Tabel.3. Keefektifan steroid topikal pada proses inflamasi kornea. 7 Terlihat bahwa steroid dan kombinasi derivatnya ( seperti asetat, fosfat atau alkohol ) sangat penting diperhatikan penggunaannya untuk penanganan

11

inflamasi kornea, karena terdapat perbedaan kemampuan obat untuk penetrasi kedalam kornea. Derivat asetat dari prednisolon dan derivat alkohol dari deksametason penetrasi kedalam epitel kornea lebih efektif karena mereka bersifat bifasik dan dapat larut dalam air maupun lemak. Sebaliknya derivat phospat lebih larut dalam air dan buruk larut dalam lemak yang berarti bahwa mereka tidak dapat dengan mudah berpenetrasi dalam epitel kornea seperti kasus trauma, derivat sodium phospat dari prednisolon penetrasi kedalam kornea dalam jumlah yang lebih besar daripada asetat yang lipofilik. Prednisolone acetat 1 % mempunyai efek anti Sebaliknya prednisolon phospat tidak inflamasi paling baik asetat dan paling sebagi steroid topikal, yang berarti pilihan terbaik untuk inflamasi okuler berat. seefektif sediaan sesuai untuk penggunaan pada inflamasi sedang. Preparat deksametason tidak merupakan pilihan yang baik untuk
7.8.14.15.16

phospat merupakan bahan yang kuat untuk inflamasi permukaan, tetapi tidak penetrasi dengan baik sehingga penanganan inflamasi intra okuler.

2.8. Efek Samping Kortikosteroid Topikal Penggunaan dari kortikosteroid topikal sering dihubungkan dengan

terjadinya katarak, peningkatan tekanan intra okular, peningkatan kerentanan terhadap infeksi mikroba, kemunduran dari penyembuhan kornea dan terjadinya uveitis kortikosteroid. 4.7.8.17.18 1. Terjadinya Katarak Steroid topikal, seperti perjalanannya dengan kematangan katarak secara umum. 2. Peningkatan Tekanan Intra Okular. Gambaran klinis dari glaukoma sudut terbuka dapat disebabkan dari pemakaian topikal steroid. Respon tekanan dapat kembali dan muncul pada kedua mata normal dan mata yang glaukoma. Efek samping biasanya berkembang setelah dimulainya terapi selama dua atau delapan minggu, dan tekanan intra okular kembali normal satu sampai tiga pada rute yang lain bisa menimbulkan terjadinya katarak subkapsular yang tidak bisa dibedakan

12

minggu dengan

setelah

terapi

dihentikan.

Armaly

menemukan

bahwa steroid

peningkatan tekanan intra okular meningkat responders .

pada beberapa individu

faktor resiko genetik, pasien ini disebut dengan

Steroid topikal tidak punya kecendrungan yang sama untuk peningkatan tekanan intra okular. Fairban and Thorson membandingkan tekananan dari reaksi steroid non glaukomatous peningkatan tekanan intra okular yang diberi betametasone, flurometholone 0,1 % dan fluorometholon 0,25 %. Dimana rata rata pada pasien yang meneriman fluorometholon 0,1 % tidak berubah, dan pasien yang menerima 0,25 % meningkatkan tekanan sejumlah 1,7 mmhg dan pasien yang menerima betametasone 7,5 mmhg. Pengarang menyimpulkan dimana fluromethalone tidak mempunyai kemampuan dalam meningkatkan tekanan intra okular. Tidak sebanyak dan seperti peningkatan tekanan intra okular oleh prednisolon deksametason atau betametason.

3. Meningkatkan kerentanan terhadap infeksi mikroba.


Indikasi terapi dari kortikosteroid topikal dapat disimpulkan dari beberapa karakter produk, termasuk terapi yang digunakan untuk non inflamasi. Eklusi dari kondisi infeksi disebabkan karena steroid menurunkan pertahanan terhadap berbagai tipe dari infeksi kuman. Steroid topikal digunakan oleh ahli mata untuk terapi dari infeksi mikroba yang sesuai dengan diagnosis, kombinasi antibiotik yang cocok. steroid topikal diberikan dengan Lavin, dan Rose dan Claoue dan

Stevenson menggambarkan insiden yang tinggi dari penggunaan yang tidak rasional dari obat obat tersebut oleh sejumlah dokter umum. Tim pengarang tersebut menyarankan kepada sejawat dokter umum untuk memberikan steroid topikal dengan melihatkan pasien kepada ahli mata. kondisi klinis pertama

4. Penghambatan penyembuhan kornea


Penghambatan aktivitas fibroblastik mempengaruhi oleh kortikosteroid bermakna penyembuhan luka kornea. Jumlah dari kornea yang

dihambat dipengaruhi oleh dosis. Meskipun dosis kecil mempengaruhi penyembuhan kornea, stuktur akhir dari luka tertutup secara adekuat. Proses penyembuhan luka kornea secara normal :

13

1. Hari pertama, luka diliputi oleh fibrous koagulum, sel epitel beregenerasi dengan cepat. 2. Hari kedua, diperkirakan adanya infiltrasi dari sel PMN dan makrofag ke tepi luka.

3. Hari ketiga, terjadi konversi dari keratosit menjadi fibroblast. 4. Hari kelima, aktivitas fibroblast nampak secara jelas, nampakl
proliferasi dari endotel.

5. Hari ketujuh, fibroblastik menutupi setengah


dengan menggantikan sel epitel sebelumnya.

luar

lapisan luka,

6. Hari kedelapan, lapisan kornea diperbaiki dengan adanya jembatan fibroblast. Terapi dengan kortison, meskipun dalam jumlah yang kecil, menghambat semua tingkat aktivitas penyembuhan kornea.

Gambar.2. Perbandingan kerusakan epitel kornea karena steroid topikal. Ket. Gambar :

A. Penyembuhan kornea normal setelah 10 hari paska insisi bedah kornea


mata kelinci (kontrol ). Penyembuhan epitel kornea sempurna, dengan ketebalan kornea kembali sempurna. Luka fibrosit. kornea dijembatani oleh

14

B. Penyembuhan kornea setelah 10 hari paska insisi bedah kornea pada


mata kelinci yang mendapat 15 mg cortison subkonjungtiva perhari, dimulai 2 hari paska operasi. Tampak kegagalan dari sel epitel dan endotel untuk beregenerasi.

5. Terjadinya uveitis kortikosteroid


Penggunaan kortikosteroid topikal seperti deksametason dan prednisolon dapat menyebabkan proses inflamasi akut bagian mata depan. Insidennya lebih tinggi pada populasi yang berkulit gelap ( 5,4 % ) dibandingkan dengan yang berkulit putih (0,5 %). Merubah komposisi dari formula obat dengan asumsi bahwa uveitis mempunyai hubungan dengan zat pembawa tidak menolong dalam tatalaksana terapi, karena uveitis bisa dengan zat pembawa phospat dan alkohol dari deksametason. 9.16.18

BAB III KESIMPULAN

15

1. Kortikosteroid topikal digunakan untuk terapi inflamasi pada struktur mata


luar.

2. Proses kortikosteroid dalam menekan inflamasi adalah


phospolipase A2.

menghambat

pembentukan prostaglandin dan leukotrien dengan menghambat kerja 3. Kemampuan kortikosetroid untuk penetrasi kedalam mata melalui topikal tergantung pada potensi steroid, konsentrasi, lamanya kontak dengan kornea dan karakteristik larutan derivat steroid tersebut.

4. Penggunaan
peningkatan

kortikosteroid kerentanan

topikal

yang infeksi

tidak

rasional

dapat

menyebabkan terjadinya katarak, peningkatan tekanan intra okuler, terhadap mikroba, menghambat penyembuhan epitel kornea dan uveitis kortikosteroid

Daftar Kepustakaan

16

1. Abelson M, Butrus S, Corticostroids in Ophthalmic Practice in Principles


and Practice Of Ophthalmology, Chapter 82, WB Saunders Company, USA, 1994, p.1014 1039. 2. Meyers F, Jawetz E, Goldfien A, Review of Medical Pharmacology 6 th edition, Lange Medical Publication, Canada, 1978, p. 3. Foster CS, Vitale AT, Diagnosis and Treatmen of Uveitis, WB Saunders Company, USA, 2001, p. 143 157. 4. Klein EA, Ocular Pharmacology, Mosby Company, USA, 1983, p. 433 499. 5. Zimmerman, T J, Text Book Of Ocular Pharmacology, Lippincot Raven, Kentucky, USA, 1996. p. 61 73. 6. Katzung BG, Basic and Clinical Phamacology, Apleton and Lange, USA, 1994. p. 616 630.

7. Yudcovitch LB, The Role Of Steroid ini Optometric Practice, Diakses dari
www.opt.pacificu. Edu/ce/ catalog/ 10700 PH/ orals Yudcovitch. Html tangggal 20 mei 2008.

8. Yolton, DP, Use Of Topical Steroids For the Treatment Of Anterior


Segmen Ocular Desease, Diakses dari www. Pacific Optometry html tanggal 20 mei 2008.

9. Titcomb LC, Mydriatic ciclopegic drugs and corticosteroids in The


Pharmaceutical Journal Vol 263 no 7074 p.900 905, December 4 1999 Contuining Education, diakses dari http.www. Pharmaceutical tanggal 20 mei 2008

10. Opremcak, E.M, Intraocular Inflammation and Uveitis in American


Academy Of Ophthalmology, America, p.127 152. 11. Cibis GW, Fundamentals and Principles Of Ophthalmology in American Academy Of Opthalmology, America, p. 377 422. 12. Riordan P. Vaughan & Asburys. General Opthalmology. McGraw Hill Companies, Inc. 2004. p.20 - 30.

13. Bottos J M, Pharmacology, Clinical Efficacy and safety of nepafenac


ophthalmic suspension in Expert Review of Ophthalmology, America, p.128 135. 14. Ball DC, Glaukoma Associated with Uveitis In Clinical Guide To Glaukoma Management, Butterworth Heinemann, USA, 2004, p. 215 230.

17

15. Nordlund ML, Herpes Simplex Virus Keratitis in Cataract & Refractive
Surgery Today, April 2007, diakses dari http.www.crstoday.com tanggal 20 mei 2008.

16. Trattler W, Topical NSAIDs For Pain and Inflammation in Review Of


Ophthalmology, diakses dari http.www. review of tanggal 20 mei 2008. ophthalmology.com

17. Sheppard JD, Steroid Therapy for Allergic Ocular Desease In Step by
Step Clinical Diagnosis and Management Of Ocular Allergy, Jaypee Brothers, New Delhi, 2007, p.125 140. 18. Barlett JD, Ophthalmic Drugs Facts, Wolters Kluwer Health, Missouri, USA, 2007, p. 87 104.

18

Anda mungkin juga menyukai