Anda di halaman 1dari 9

Isu Gender Dalam Fasilitas Publik

Oleh: Halim Perdana Kusuma (10/299671/SP/24189)

1. Pendahuluan
Fasilitas publik merupakan sarana yang harus diberikan negara kepada warga negara untuk menunjang aktivitas sehari-hari dan sebagai wadah interaksi sosial bagi warga negara. Fasilitas publik adalah hak warga negara. Indonesia yang memiliki luas wilayah kurang lebih 1.904.569 km2 dan berdasarkan data resmi sensus penduduk tahun 2010 yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) adalah sebanyak 237.641.326 jiwa dengan rincian penduduk laki-laki di Indonesia lebih banyak dari penduduk perempuan yaitu 119.630.913 jiwa sedangkan perempuan sebanyak 118.010.413 jiwa. Kini jumlah penduduk Indonesia 2012 diperkirakan sekitar 257.516.167 jiwa. Dengan jumlah penduduk yang sekian banyak, maka suatu pekerjaan rumah yang sangat besar bagi pemerintah untuk menyediakan fasilitas publik yang sesuai dan memadai bagi penduduknya. Namun dalam realitanya, pemerintah masih belum bisa memberikan pelayanan yang baik dalam menyediakan faislitas publik karena belum meratanya fasilitas publik hingga keseluruh pelosok wilayah Indonesia. Tak hanya itu, masih banyak problematika yang muncul tentang fasilitas publik. Salah satu masalah yang muncul dan berkembang akhir-akhir ini adalah berkaitan tentang isu gender dalam ranah fasilitas publik. Laki-laki dan perempuan dalalam fasilitas publik mempunyai tempat dan fungsinya masing-masing. Karena satu sama lain mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, sehingga muncul fasilitas publik yang mengkhususkan dan diperuntukan bagi kaum tertentu yaitu laki-laki dan perempuan oleh pemerintah. Di satu sisi, fenomena ini membuat kenyamanan dan untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan bagi kaum perempuan maupun laki-laki. Tetapi di sisi lain, fenomena ini memunculkan wacana isu gender yang sangat kuat, karena adanya eksklusifitas dalam ranah fasilitas publik untuk laki-laki dan perempuan. Berangkat dari masalah yang sudah dijabarkan tersebut, maka tujuan paper ini dibuat untuk mengulas lebih mendalam tentang isu gender dalam fasilitas publik.

2. Pembahasan
Diciptakan alam pria dan perempuan dua makhluk dalam asuhan dewata Ditakdirkan bahwa pria berkuasa adapun perempuan lemah lembut manja Perempuan dijajah pria sejak dulu dijadikan perhiasan sangkar madu namun ada kala pria tak berdaya tekuk lutut di kerling perempuan

Lirik di atas merupakan lirik dari sebuah lagu berjudul Sabda Alam karya Ismail Marzuki. Di dalam lagu tersebut tersirat akan persoalan gender yang sudah lama terjadi di negara Indonesia. Dalam konteks gender istilah yang digunakan lebih tepatnya adalah laki-laki dan perempuan (bukan perempuan seperti lirik di atas). Dari lirik tersebut terlihat kaum laki-laki lebih superior dibandingkan dengan kaum perempuan yang bersifat inferior. Permasalahan gender adalah permasalahan yang sangat kompleks dan seakan tak ada habisnya di Indonesia ini maupun di dunia. Gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Pada dasarnya semua orang sepakat bahwa perempuan dan laki-laki berbeda. Namun, gender bukanlah jenis kelamin laki-laki dan perempuan sebagai pemberian Tuhan. Gender lebih ditekankan pada perbedaan peranan dan fungsi yang ada dan dibuat oleh masyarakat. Oleh karena itu, gender penting di pahami dan dianalisa untuk melihat apakah perbedaan tersebut menimbulkan diskriminasi dalam artian perbedaan yang membawa kerugian dan penderitaan terhadap pihak perempuan ataupun laki-laki. Gender dalam pengertian ini adalah suatu bentuk rekayasa masyarakat (konstruksi sosial), bukannya sesuatu yang bersifat kodrati. Berlakunya gender sesuai dengan waktu (trend) dan budaya masyarakat setempat. Studi gender lebih menekankan pada aspek maskulinitas (masculinity) atau feminitas (femininity) seseorang . Berbicara soal masalah gender adalah tentang relasi antara laki-laki dan perempuan, persoalan gender yang utama adalah soal ketidakadilan sosial. Yang kemudian

diperjuangkan para aktivis gender adalah kesetaraan gender di segala aspek kehidupan. Kembali pada fokus pembahasan masalah ini yaitu isu gender dalam fasilitas publik. Menurut Kamus Besar Bahas Indonesia (KBBI), fasilitas adalah sarana untuk melancarkan pelaksanaan fungsi; kemudahan. Dengan begitu fasilitas publik adalah sarana untuk melancarkan fungsi dan memberi kemudahan serta dapet diakses oleh publik (masyarakat) tanpa terkecuali dan merupakan suatu hak yang dimiliki oleh semua orang tanpa pandang bulu. Isu tentang gender telah menjadi bahasan analisis sosial, menjadi pokok bahasan dalam wacana perdebatan mengenai perubahan sosial dan juga menjadi topik utama dalam perbincangan mengenai pembangunan dan perubahan sosial. Gender dipersoalkan karena secara sosial telah melahirkan perbedaan peran, tanggung jawab, hak dan fungsi serta ruang aktivitas laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Perbedaan tersebut akhirnya membuat masyarakat cenderung diskriminatif dan pilih-pilih perlakuan akan akses, partisipasi, serta kontrol dalam hasil pembangunan laki-laki dan perempuan. Pemerintah menyediakan fasilitas publik bagi warga negara untuk memenuhi hak warga negara. Fasilitas publik yang diberikan berupa sarana kesehatan, pendidikan, transportasi, ibadah, dan sarana umum lainnya yang bisa diakses oleh semua pihak. Di kota besar telah tersedia semua fasilitas publik yang ramah perempuan. Mulai dari kendaraan umum khusus perempuan, pemisahan toilet dan tempat wudhu antara laki-laki dan perempuan, nursing room dan tempat penitipan bayi balita di tempat kerja. Dibalik itu semua dalam fasilitas publik itu tersirat isu gender yang kuat. Isu gender itu muncul karena adanya permasalahan berkaitan dengan ketidaknyamanan kaum perempuan atas hak mereka pada fasilitas publik. Dan juga bagi kaum minoritas seperti waria, terlihat susah dalam mengakses fasilitas publik yang ada di tempat-tempat tertentu. Untuk lebih spesifik maka yang akan dibahas fasilitas publik seperti trasportasi umum dan toilet yang memiliki segala permasalahan yang berkaitan dengan gender.

A. Isu Gender dalam Fasilitas Publik (Transportasi Umum)


Transportasi umum adalah fasilitas publik yang paling vital dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Trasportasi umum mempunyai peranan

sebagai sarana mobilisasi masyarakat baik itu di daerah perkotaan maupun perdesaan. Fungsinya mengantarkan orang dari satu tempat ke tempat lain yang menjadi tujuan orang tersebut. Di kota megapolitan seperti di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, beragam transportasi umum terdapat disana mulai dari ojek sepeda, ojek motor, angkot (angkutan kota), taksi, bajaj, bus kota, busway (Transjakarta), kereta api, hingga yang terbaru akan dibangun MRT (Mono Rapid Transit). Adanya beragam transportasi di Jakarta tersebut tak lepas dari campur tangan kebijakan gubernur Jakarta dan lembaga yang terkait yang mengurusi transportasi seperti PT. KAI (Kereta Api Indonesia) dan lain sebagainya. Adanya moda transportasi-transportasi umum tersebut, menjadi suatu usaha dari pemda DKI Jakarta melayani para kaum commuter (penglaju) dari daerah kota-kota satelit yang ada di sekirtar Jakarta atau yang biasa disebut Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) yang mengadu nasib mencari nafkah di Jakarta. Dan juga sebagai suatu langkah pemda DKI Jakarta untuk mengurangi volume kendaraan yang menyebabkan kemacetan dan polusi udara yang luar biasa terutama saat pagi dan sore hari. Para kaum penglaju itu rata-rata kebanyakan adalah kaum perempuan, mereka pada umumnya tidak berani membawa kendaraan pribadi sendiri terlebih lagi di Jakarta yang kemacetannya sungguh tiada tara. Serta untuk menyingkat waktu agar sampai tujuan tepat waktu. Dari segi biaya, transportasi umum di Jakarta masih bisa dijangkau tarifnya. Tetapi ada pula kaum laki-laki yang menggunakan moda transportasi umum, dengan alasan yang sama tetapi jumlahnya tak sebanyak kaum perempuan. Beragam transportasi umum di Jakarta, beragam pula masalah yang muncul di dalamnya. Permasalahan tersebut seperti keterlambatan jadwal

kedatangan maupun keberangkatan trasportasi kereta api listrik dan bus transjakarta. Keluhan para penumpang transportasi umum itu pun beragam tetapi secara keseluruhan mengeluhkan kenyamanan yang diberikan tidak sesuai harapan mereka walaupun tarif yang harus dibayar cukuplah mahal. Di sisi lain isu gender yang muncul sangat kaut adalah soal pelecehan seksual yang dialami para kaum perempuan di atas transportasi umum tersebut. Mulai dari pelecehan seksual, meraba bagian kewanitaan secara disengaja hingga pada pemerkosaan

dan perampasan harta benda perempuan. Kejadian-kejadian tersebut terjadi di atas kereta api listrik, bus transjakarta, bahkan di angkot. Berimpitan, sesak napas, bau keringat badan. Itulah gambaran dan pemandangan yang sering dialami warga Kota Jakarta dan sekitarnya, khususnya pengguna jasa angkutan kereta api listrik (KRL) . Tidak ada pengecualian, laki-laki atau perempuan, anak-anak atau dewasa, semua sama, terutama pada jam-jam sibuk pagi atau sore. Sejak tiga tahun lalu, 2009, PT KAI membuat terobosan, menyediakan gerbong khusus penumpang perempuan. PT KAI berharap upaya penyediaan Kereta Khusus Perempuan (KKW) ini

mampu mengangkat harkat dan martabat perempuan serta melindungi perempuan dari pelecehan seksual di kereta api, khususnya di KRL. Hal yang sama sudah dilakukan pemda DKI Jakarta pada antrian bus Transjakarta. Sejak tahun 2010 lalu sudah diterapkan pemisahan antrian penumpang busway yang bertujuan menghindari kasus-kasus yang merugikan kaum perempuan dan menyediakan tempat khusus perempuan di dalam busway. Namun satu atau dua gerbong tidak memadai. Dalam kesempitan demikian, terjadi perbuatan tindak pidana maupun asusila dialami kaum Hawa, misalnya pencopetan, dan pelecehan seksual di mana lelaki nakal sengaja menempel bagian belakang penumpang perempuan untuk melampiaskan birahinya. Kekhawatiran kaum perempuan penumpang kereta api, semakin mendapat perlakuan lebih baik lagi, PT KAI Commuter Jabodetabek (KJC) mengoperasikan kereta khusus perempuan, semua gerbong khusus mengangkut perempuan, tidak untuk laki-laki. Semua gerbong dicat pink, warna khas feminin dan kemudian ditulisi, 'Khusus Perempuan'. Commuterline khusus perempuan ini, setiap gerbongnya terdapat satu sampai dua petugas keamanan, perempuan maupun laki-laki. Mereka berjaga-jaga menghalau penumpang laki-laki yang masuk. Apakah itu semua menunjukkan bahwa perempuan sudah mendapatkan kesetaraan dengan laki-laki? Apa itu semua berarti bahwa hak-hak perempuan sudah dipenuhi? Tentu saja harus diakui bahwa perempuan sudah mulai diperhitungkan keberadaannya dan diperhatikan kepentingannya. Namun nampaknya itu semua belum cukup. Marilah kita lihat fakta yang lain. Lebih mendasar dari itu masyarakat membutuhkan keseriusan pemerintah untuk

menyediakan sarana transportasi umum yang aman, nyaman dan terjangkau bagi semua. Bagi perempuan dan anak-anak, bagi manula dan penyandang cacat (difabel), juga memperhatikan remaja, dewasa baik laki-laki maupun perempuan. Kalau kebijakannya hanya menyediakan KKW dalam jumlah yang sangat terbatas dan hanya bagi kaum kelas menengah, padahal yang lebih rentan pelecehan adalah penumpang KRL ekonomi yang notabennya adalah kaum kelas bawah, jelas ini tidak akan banyak menyelesaikan masalah. Kaum perempuan bekerja di sektor publik yang sebagian besar adalah membantu perekonomian keluarga, juga menjadi akar permasalahan ini. Pemiskinan struktural akibat penerapan ekonomi kapitalisme adalah penyebab utamanya. Banyak kepala rumah tangga yang tidak mampu mencukupi kebutuhan pokok keluarga. Lapangan kerja yang tersedia bagi perempuan lebih banyak di luar rumah (sektor publik), maka terpaksa sebagian perempuan meninggalkan fungsi ke-ibuannya demi kelangsungan ekonomi keluarga. Mereka bekerja di sektor industri dan manufaktur, di pabrik-pabrik, mulai pagi hingga petang, tanpa jam istirahat yang cukup. Menyangkut persoalan gaji/upah perempuan biasanya sangat kecil dibandingkan dengan gaji para laki-laki. Sebenarnya ini sudah tidak manusiawi bagi perempuan, sebagian lainnya memang bekerja demi aktualisasi diri dan prestise. Ini juga tidak lepas dari sistem nilai yang salah, perempuan dianggap lebih terhormat jika memiliki pendidikan tinggi, karir dan pekerjaan bagus dan seterusnya. Fenomena ini adalah ciri khas kapitalisme, negara dunia ketiga seperti Indonesia adalah lahan yang subur bagi perkembangan paham seperti ini. Kebaikan dan kebahagiaan diukur dengan materi dan kenikmatan fisik. Masyarakat membutuhkan sistem nilai dan aturan yang baru sesuai dengan fitrah laki-laki dan perempuan untuk mencapai tujuan kehidupan yang hakiki. Jadi kebijakan seperti Kereta Khusus Wanita ini, hanyalah kebijakan yang tak sepenuhnya mampu mengurangi tindakan kekerasan terhadap perempuan walaupun sangat terbatas dan tidak terlalu besar pengaruhnya namun ini suatu terobosan baru yang baik untuk kebaikan kaum perempuan di Indonesia.

B. Isu Gender dalam Fasilitas Publik (Toilet Umum)


Hampir di seluruh sudut tempat-tempat umum seperti pusat perbelanjaan, tempat wisata, tempat ibadah, terminal, bandara, dan perkantoran menyediakan fasilitas toilet yang dapat digunakan oleh umum. Fungsi dari toilet ini adalah sebagai tempat untuk pembuangan kotoran manusia , yaitu air seni dan feses. Biasanya toilet umum itu terdiri atas kamar-kamar toilet dengan fasilitas cuci tangan di tempat terpisah atau yang lebih akrab dikenal sebagai westafel. Toilet umum biasanya dipisahkan yaitu berbeda ruangan sesuai jenis kelamin penggunanya, yaitu toilet laki-laki dan toilet perempuan. Dan ada juga tempattempat yang menyediakan toilet bagi para penyandang cacat (difabel), toilet ini biasanya lebih lebar dikarenakan disesuaikan kebutuhan untuk orangorang difabel. Tempat cuci tangan dapat pula tersedia bagi kedua jenis kelamin tersebut. Toilet umum kaum laki-laki biasanya memiliki tempat buang air kecil terpisah, sedangkan wanita tidak. Isu gender yang ingin diangkat oleh penulis, adalah tentang tidak adanya fasilitas publik untuk kaum transgender atau waria. Mereka di dalam masyarakat memliki stereotype sebagai pekerja seks komersial (PSK) dan pembuat onar di masyarakat. Tidak hanya sampai di situ, masyarakat yang bekerja di sektor publik seringkali bingung untuk menempatkan waria. Hal ini diperparah dengan fasilitas-fasilitas publik yang tidak pro terhadap kaum waria. Sebagai contoh waria tidak boleh memakai toilet perempuan, tetapi saat mereka memakai toilet laki-laki dengan dandanan layaknya perempuan mereka malah mendapat cemoohan bahkan perlakuan tidak baik oleh orang di sekitarnya. Dan pada fasilitas publik lainnya, saat kaum waria ingin menggunakan gerbong kereta khusus perempuan tetapi tidak diperbolehkan oleh petugas keamanan kereta api. Sebuah keadaan yang ironi melihat fenomena ini, kaum waria yang minoritas menjadi kaum yang tersisih dari tatanan kehidupan sosial masyarakat. Hak-hak dan tempat mereka dirampas oleh pihak-pihak yang mempunyai kekuasaan lebih atau kaum mayoritas. Semoga pemerintah, memperhatikan hak-hak kaum waria di dalam menggunakan fasilitas publik seperti toilet. Karena kebutuhan kaum waria dengan kaum perempuan dan laki-laki akan fasilitas ini adalah sama. Toh

kaum waria juga merupakan warga negara Indonesia, jadi mengapa perlakuan terhadap mereka berbeda dengan lainnya? Semoga kelak, masyarakat Indonesia bisa menghilangkan stereotype tentang waria dan menjalani hidup bersama dan menghormati hak kaum minoritas seperti ini dalam ranah fasilitas publik.

3. Kesimpulan
Fasilitas publik adalah hak warga negara. Semua orang baik itu laki-laki, perempuan, maupun waria sekalipun berhak mengakses fasilitas publik. Tapi dalam pelaksanaanya kita juga harus bersikap arif dan bijak dalam menggunakan fasilitas publik. Karena di dalam fasilitas publik tersebut terdapat juga berbagai kepentingan dan kebutuhan yang ingin diakses oleh orang lain. Pemerintah dengan berbagai kebijakan-kebijakan di dalam pelayanan fasilitas publik sudah mencoba melakukan langkah yang terbaik. Dengan membuat kebijakan fasilitas publik khusus untuk kaum perempuan. Perlu diawasi dan ditinjau ulang dalam pelaksanaan dan implementasinya agar sesuai dengan tujuan yang ingin dituju, dan bukan malah menimbulkan konflik dan isu gender. Semoga kelak, masyarakat Indonesia bisa menghilangkan berbagai stereotype yang sudah

terlanjur melekat berbau gender dan menjalani hidup bersama dan menghormati hak-hak tanpa memandang kaum minoritas maupun mayoritas seperti ini dalam ranah fasilitas publik. Dan semoga tercipta kesetaraan gender dalam fasilitas publik.

Daftar Refrensi: Badan Pusat Statistik, Hasil Sensus Penduduk Indonesia Tahun 2010,
Badan Pusat Statistik (online), http://www.bps.go.id/ , diakses 29 Desember 2012. Fakih, Mansour. 1996. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. Yahoo Indonesia, KRL Khusus Wanita, Pupus Trauma Kaum Hawa, Yahoo Indonesia News (online), 2 Oktober 2012,

http://id.berita.yahoo.com/krl-khusus-wanita-pupus-trauma-kaumhawa-213621342.html , diakses 29 Desember 2012. Iwan, Dapatkah Harkat dan Martabat Wanita Terangkat dengan Kereta Khusus Wanita (KKW)?, Hizbut Tahrir Indonesia (online), 23 Agustus 2010, http://m.hizbut-tahrir.or.id/2010/08/23/dapatkah-

harkat-dan-martabat-wanita-terangkat-dengan-kereta-khusus-wanitakkw/ , diakses 30 Desember 2012. M.Mirza, Fasilitas Umum pun Tidak Pro-Waria, Merdeka (online), 11 April 2012, http://m.merdeka.com/peristiwa/fasilitas-umum-pun-

tidak-pro-waria.html , diakses 30 Desember 2012.

Anda mungkin juga menyukai