Anda di halaman 1dari 40

BAB I PENDAHULUAN A.

Profil Proses Pembelajaran di Kelas Model pembelajaran matematika yang terdapat dalam buku pelajaran matematika perlu diperkaya dengan model-model lain yang memberi nuansa baru sehingga meningkatkan kompetensi komunikasi siswa. Selama ini model pembelajaran kurang menantang siswa, terutama gaya belajar yang monoton sehingga tidak memancing kreativitas siwa, masalah yang paling menonjol dikalangan siswa khususnya pelajaran matematika, yang terasa

sulit untuk dimengerti yakni menyangkut penguasaan materi matematika tentang konsepkonsep terdapat di dalam ilmu matematika. Kenyataan ini menunjukkan adanya suatu komponen belajar mengajar yang belum mampu memberikan hasil yang memuaskan

sesuai dengan pencapaian susunan itu sendiri. Kenyataan di atas mengharuskan pembelajaran matematika diakukan secara intensif. Namun ada kesan yang berkembang di masyarakat bahwa mata pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang sangat susah dan ditakuti oleh siswa sehingga hasil belajar siswa terhadap pelajaran matematika tergolong rendah. Dalam hal ini

dibutuhkan pembenahan serius dalam pembelajaran matematika. Pengajaran matematika di sekolah baik tingkat dasar, tingkat menengah, maupun siswa mengenai

tingkat lanjutan merupakan sarana utama pengembangan kecerdasan

konsep-konsep yang terkandung dalam pelajaran matematika, sehingga pemahaman siswa terhadap pelajaran matematika tidak mengalami hambatan terhadap pemahaman siswa.

Oleh karena itu pengajaran matematika mengarahkan pola berfikir ketelitian dan kecermatan yang mempunyai peranan yang penting dalam pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, terhadap sisiwa yang memiliki kecakapan dalam pelajaran matematika yang cenderung dipahami memberi konsep-konsep yang terkandung di dalam pelajaran matematika tidak dipahami disebabkan siswa belajar dengan cara menghafal. Berdasarkan pengamatan, data yang didapat dari guru kelas bahwa kurang lebih 75% siswa kelas X SMA Negeri 1 Mangarabombang tidak dapat aktif dalam peroses belajar mengajar khususnya pada pelajaran matematika, dan salah satu faktor penyebabnya ialah karena kurangnya pemahaman siswa mengenai konsep-konsep yang terkandung dalam pelajaran matematika. Dalam kaitan inilah peneliti melakukan penelitian tentang cara meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran matematika khususnya trigonometri pembelajaran kooperatif tipe NHT. melalui model

B. Profil Hasil Belajar Berdasarkan bagan hasil belajar setelah diberi tindakan maka hasil yang diperoleh melebihi dari 75,adanya peningkatan jika dibandingkan dengan data yang diperoleh dari guru kelas dimana kurang lebih 75% siswa kelas X SMA Negeri 1 Mangarabombang tidak dapat aktif dalam peroses belajar mengajar khususnya pada pelajaran matematika, dan salah satu faktor penyebabnya ialah model pembelajaran yang tidak sesuai dengan karateristik pada siswa SMA Negeri 1 Mangarabombang khususnya kelas X3.

C. Rumusan Masalah Berdasarkan Profil Proses Pembelajaran dan Hasil Belajar Berdasarkan profil proses pembelajaran dan hasil belajar, maka yang menjadi focus perhatian pada penelitian ini adalah :apakah hasil belajar matematika pokok bahasan trigonometri pada sisiwa kelas X SMA Negeri 1 Mangarabombang dapat ditingkatkan melalui model pembelajran kooperatif tipe NHT?.

D. Bentuk Tindakan Untuk Memecahkan Masalah sesuai dengan Masalah Berdasarkan rumusan masalah di atas maka bentuk tindakan untuk memecahkan masalah adalah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

E. Ada Argumentasi Logis Pilihan Tindakan Menurut Slavin (dalam Nurhadi 2004: 64) prosedur pelaksanaan metode pembelajaran kooperatif tersebut mengindikasikan bahwa metode pembelajaran kooperatif model Numbered Head Together(NHT) dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan semua tingkatan; serta merupakan model yang paling sederhana dan mudah dilaksanakan. Siswa dalam tim belajar beranggotakan empat atau lima orang itu merupakan campuran tingkat kinerja, jenis kelamin, dan suku. Mereka bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Berdasarkan uraian di atas, beberapa peneliti terdahulu telah meneliti tentang masalah menulis melalui strategi NHT yakni. Asrori (1998) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu inovasi pendidikan yang banyak digunakan secara meluas dalam kurun waktu dua puluh lima tahun terakhir. Sehubungan dengan itu, Slavin (1995: 4) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif telah digunakan secara intensif dalam setiap

subjek pendidikan dan dalam semua jenjang pendidikan dari taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Selain itu, Pemyataan tersebut cukup beralasan karena pembelajaran kooperatif lebih unggul dalam meningkatkan hasil belajar bila dibandingkan dengan belajar kompetitif dan individualistis. Pengalaman membuktikan bahwa keberhasilan pembelajaran ditentukan pula oleh banyak faktor, yakni faktor guru, pembelajar, strategi, metode, media, bahan pembelajaran, dan lingkungan belajar. Selain itu, keberhasilan pembelajaran bergantung pula pada interaksi fungsional antarsubsistem secara keseluruhan. Strategi sebagai salah satu unsur pembelajaran memegang peranan yang sangat penting. Oleh sebab itu, diperlukan penerapan strategi yang tepat dalam melaksanakan pembelajaran. Salah satu strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan pembelajaran matematika khususnya trigonometri adalah strategi Numbered Head Together(NHT). Hal itu sesuai dengan karakteristik Numbered Head Together(NHT), yakni menuntut aktivitas siswa yang bermakna dengan bekerja sama dalam kelompok yang terdiri atas empat -lima orang, dan saling membantu satu sama lain dalam pembelajaran matemaitka.

F. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas X SMA Negeri 1 Mangarabombang melalui model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri orang yang belajar. Proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar seperti yang dikemukakan oleh (Muhibbin Syah 2004 : 63) bahwa: Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam menyelenggarakan setiap jenis dan jenjang pendidikan untuk memperoleh perubahan secara keseluruhan. Selanjutnya, pengertian belajar yang dikemukakan oleh Sumadi Suryabrata (1984:253) bahwa dalam belajar terdapat tiga komponen pokok yaitu : 1. Bahwa belajar itu membawa perubahan 2. Bahwa belajar itu pada hakekatnya adalah didapatkannya kecakapan 3. Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha yang dilakukan atau disengaja.

Dan selanjutnya, menurut Witherintong pengertian belajar meliputi perubahan keterampilan, kebiasaan, kecakapan sikap, pengetahuan, pemahaman dan aspirasi (Nana Sudjana, 1989:3-4). Sedangkan yang dimaksud dengan pengalaman dalam proses belajar adalah antara individu yang belajar dengan lingkungannya.

B.

Proses Belajar Matematika Hakekat belajar matematika adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan postif pada individu. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat di lihat dari berbagai bentuk, slameto (1995:2) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu perubahan tingkah laku, baik yang menyangkut ilmu pengetahuan keterampilan maupun sikap bahkan meliputi segenap aspek pribadi yang melakukan proses belajar matematika. Dengan demikian diketahui bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku pada setiap individu yang belajar untuk mencapai suatu tujuan perubahan tingkah laku, dengan demikian maka kami dapat menguraikan cirri-ciri belajar yaitu: a. Perubahan akibat belajar adalah suatu yang disadari bahwa individu yang belajar menyadari terjaidnya perubahan atau merasakan adanya perubahan didalam dirinya. b. Perubahan yang bersifat kontinyu dan fungsional adalah perubahan yan terjadi pada individu berlangsung secara terus menerus, dinamis dan berguna bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya. c. Perubahan bersifat addalah perubahan hasil belajar senantiasa menjadi lebih baik dari sebelumnya. Perubahan yang diharapkan dari belajar untuk ada perubahan tingkah laku dan pengetahuan tentang konsep-konsepp abstrak matematika. Perubahan tingkah laku yang dimaksud adalah adanya keaktifan siswa untuk memperhatikan dan kemudian memotivasi untuk melakukan sesuatu yang dapat menjadikan mengerti tentang konsepp matematika. Sedangkan perubahan pengetahuan yang di maksud adanya tingkat kemampuan menerapkan konsep-konsep matematika yang di ttandai ddengan kemampuan siswa mengerjakan soalsoal matematika dalam proses belajar.
6

Perubahan demikian akan di alami siswa dalam beberapa tahapan, yaitu tahap pengertian, tahap penerimaan, tahap reproduksi. Dari tahapan tersebut dapat diartikan bahwa proses belajar matematika merupakan merupakan suatu kegiiatan yang sengaja di lakukan dalam mempelajari matematika dengan proses ini dimulai dengan adanya rangsangan mampu memproduksi

pengetahuan terhadap siswa yang kemudian siswa tersebut pengetahuan yang diperolehnya. C. Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar yang dicapai oleh siswa dapat diketahui setelah mengikuti proses belajar. Hasil belajar dicapai seseorang dapat menjadi indikator tentang batas kemampuan, kesanggupan, pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau nilai yang dimiliki oleh guru itu dalam suatu pekerjaan. Soedjiarto (Mirnawati, 2002: 10) mengemukakan bahwa: Hasil belajar adalah tingkah penguasa yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan. Hasil belajar dalam hal ini meliputi wawasan kognitif, efektif, dan kemampuan atau kecakapan seseorang pelajar. Sedangkan pengertian tentang hasil belajar yang dikemukakan oleh Djamarah (Irma: 2004) bahwa: Hasil belajar adalah penilaian pendidikan tentang kemajuan dalam segala hal yang menyangkut pengetahuan atau kecakapan/keberhasilan yang dinyatakan sesuai dengan hasil penilaiannya. Dari pendapat di atas dapat dikatakan bahwa hasil belajar matematika adalah tingkat penguasaan yang dicapai murid dalam proses belajar mengajar matematika sesuai dengan

tujuan yang diterapkan hasil yang dicapai oleh siswa merupakan gambaran keberhasilan proses belajar mengajar. Meningkatkan hasil belajar matematika seseorang siswa juga ditentukan oleh minat dan kemauan. Jika minat dan kemauan tersebut kurang, maka akan memberikan hasil belajar matematika yang kurang. Demikian juga sebaliknya, jika minat dan kemauan siswa untuk belajar matematika tinggi akan membuat hasil belajar siswa tersebut juga tinggi. Dengan demikian, maka tujuan pengajaran dapat dikatakan tercapai.

D. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran koopratif merupakan ide lama, Jonshon- jonshon (dalam Kristoforus D.J, 2006: 14) Talmud, seorang filosof, berpendapat bahwa untuk dapat belajar seseoran harus memiliki teman. Pada awal abad pertama, Quintillion berargumentasi bahwa siswa mendapatkan manfaat dari saling mengajar satu sama lain. Seorang filosof Romawi, Seneca, Menatakan bahwa When youy teach, you learn twice. Dari sinilah ide pembelajaran kooperatif dikembangkan. (Ibrahim, dkk, 2000: 12) ide tentang pembelajaran kooperatif dapat ditelusuri kembali dari zaman Yunani kuno. Namun demikian, perkembangannya pada masa kini dapat dilacak dari karya para ahli psikologi pendidikan dan teori belajar pada awal ke-20. Para ahli tersebut diantanya adalah John Dewey dan Herbert Thelan. John Dewey dan Herbert Thelan (dalam Arends, 1997: 114) berpendapat bahwa pendidikan dalam masyarakat yang demokratis seyogyanya mengajarkan proses demokrasi secara langsung. Kelas sharusnya dipandang sebagai cermin masyarakat yang lebih besar. Tingkah laku koperatif dipandang oleh Dewey dan Thelan sebagai dasar demokrasi, dan sekolah dipandang sebagai laboratorium untuk mengembangkan demokrasi.
8

Sekarang., pembelajaran terus dikembangkan. Jacobs dan Hannah (2004) mendefenisikan Coopertive learning, also known as collaborative learning, is a body of consepts and techniques for helping to maximize the benefits of cooperation among students ( Pembelajaran kooperatif, yang juga dikenal sebagai pembelajaran kolaboratif, adalah sebuah konsep dan teknik untuk membentu memaksimalkan manfaat dari kerja sama antar siswa). Menurut Kaucak dan Eggen (Ratumanan. 2004: 129), belajar kooperatif merupakan suatu kumpulan strategi mengajar yang digunakan untuk membantu satu sama lain dalam mempelajari sesuatu. Cooper, dkk (2002) mengatakan Cooperative learning is a structured, systematic instructional strategy in which small groups of students work together toward a common goal( Pembelajaran kooperatif adalah sebuah strategi pembelajran yang sistematik dan terstruktur simana siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk mencapai tujuan bersama). Hal serupa diungkapkan Thompson dan Smith (Ratumanan, 2004: 130), bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja sama dalam kelompok- kelompok kecil untuk mempelajari materi akademik dan keterampilan antar pribadi. Anggota- anggota kelompok bertanggung jawab atas ketuntasan tugas- tugas kelompok dan untuk mempelajari materi itu sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Artzt & Newman (1990: 448) yaqng menyatakan bahwa dalam belajar kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas- tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Jadi setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Belajar kooperatif mempunyai ide bahwa setiap siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggung jawab pada kemajuanbelajar temannya dan menekankan pada tujuan atau penguasaan materi. Dengan
9

kerja sama tersebut dapat mempererat hubungan antara siswa dari berbagai latar belakang etnik dan kemampuan. Arends (1997:111) mengemukakan beberapa karakteristik pembelajaran koopreatif, yaitu: a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya b. Kelompok dibentuk dari siswa dengan kemampuan tinggi rendah c. Jika mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda. d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu. Berdasarkan pendapat- pendapat diatas, yang dimaksud pembelajaran kooperatif dalam makalah ini adalah model pembelajaran yang menekankan pada aspek social dalam pembelajaran. Siswa dibagi dalam kelompok- kelompok kecil dengan anggota yang heterogen, khususnya dalam kemampuan akademik. Dalam kelompoknya, siswa bkerja sebgai sebuah tim untuk menguasai materi atau menyelesaikan tugas- tugas yang diberikan. Dalam pembelajaran kooperatif ada enam fase atau langkah utama. Pembelajaran

diawali dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran disertai dengan memotivasi siswa untuk belajar dengan sungguh- sungguh. Fase ini diikuti dengan penyampaian informasi dengan lisan atau dalam bentuk bacaan. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam kelompok- kelompok belajarnya. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas secara berkelompok. Tahap terakhir pembelajran kooperatif meliputi persentase hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi yang telah dipelajari dan memberikan penghargaan terhadap usaha- usaha kelompok maupun individu.

10

Keenam langkah pembelajaran kooperatif (Ibrahim, 2000:10) disajikan dalam bentuk table berikut ini. Tabel 1. Langkah- langkah Pembelajaran Kooperatif Fase Fase- I Kegiatan guru Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin

Menyampaikan tujuan dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar dan memotivasi siswa

Fase-II Menyajikan inforamasi

Guru menyajiakn informasi kepada siswa baik dengan demonstrasi atau lewat bahan bacaan

Fase-III Mengorganisasikan

Guru

menjelaskan

kepada

siswa

bagaimana

caranya

membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok

siswa dalam bentuk agar melakukan transisi secara efisien kelompok-kelompok

Fase-IV Membimbing

Guru membimbing kelompok- kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas

kelompok bekerja dan Guru memberikan tugas pada awal fase IV (LKS) belajar

11

Fase-V Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing- masing kelompok mempersentasekan hasil kerjanya

Fase- VI Memberikan penghargaan

Guru mencari cara- cara untuk menghargai upaya maupuan hasil belajar individu maupun kelompok

1. Unsur- Unsur Pembelajaran Kooperatif Menurut Jhonson dan Jhonson (dalam Alfiah:200r4:7), terdapat lima unsure penting dalam belajar kooperatif, yaitu seperti berikut: a. Saling ketergantungan secara positif (positive interdependence) Dalam pembelajaran koopratif siswa merasa bahwa mereka sedang bekerja sama untuk mencapai satu tujuan dan terikat satu sama lain. Seorang siswa tidak akan sukses kecuali semua anggota kelompoknya juga sukses. Siswa akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian dari kelompok yang juga mempunyai andil terhadap sukssnya kelompok. b. Interaksi antar siswa yang semakin meningkat (face to face promotive interaction) Belajar kooperatif akan meningkatkan interaksi antar siswa. Hal ini, terjadi dalam hal seorang siswa akan membantu siswa lain untuk sukses sebagai anggota kelompok. Saling memberikan bantuan ini akan berlangsung secara alamiah karena kegagalan seseorang dalam kelompok mempengaruhi suksesnya kelompok. Untuk mengatasi masalah ini, siswa yang membutuhkan bantuan akan mendapatkan dari teman sekelompoknya. Interaksi yang terjadi
12

dalam belajar kooperatif adalah dalam hal tukar menukar ide mengenai masalah yang sedang dipelajari bersama. c. Tanggung jawab individual ( individual accountability/ personal responsibility) Tanggung jawab individual dalam belajar kelompok dapat berupa tanggung jawab siswa dalam hal: (1) membantu siswa yang membutuhkan bantuan dan, (2) siswa tidak dapat hanya sekedar membonceng pada hasil kerja teman sekelomponya. d. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil (interpersonal and small group skills) Dalam belajar kooperatif, selain dituntut untuk mempelajari materi yang diberikan seorang siswa dituntut untuk belajar bagaimana berinteraksi dengan siswa lain dalam kelompoknya. Bagaimana siswa bersikap sebagai anggota kelompok dan menyampaikan ide dalam kelompok akan menuntut keterampilan khusus. e. Proses kelompok (group processing) Belajar kooperatif tidak akan berlangsung tanpa proses kelompok. Proses kelompok terjadi jika anggota kelompok mendiskuskan bagaimana mereka akan mencapai tujuan dengan baik dan membuat hubungan kerja yang baik. Lima unsur dasar di atas harus dipenuhi dalam pembelajaran kooperatif untuk mencapai hasil maksimal. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya kelima unsure itu harus dapat dilaksanakan dengan baik. Selain itu, kelima unsure di atas sekaligus menjadi pembeda pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran konvensional. 2. Tujuan Pembelajaran Kooperatif

13

Arends( 1997:111) menyatakan bahwa the cooperative learning model was developed to achieve at least three important instructional goals: academic achievement, acceptance of diversity, and social skill development, yang maksudnya adalah bahwa model pembelajran kooperatif dikembangkan untuk mencapai sekurang- kurangnya tiga tujuan pembelajaran

penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keterampilan social. a. Hasil Belajar Akademik Pembelajaran kooperatif memberikan keuntungan baik pada siswa kelompok atas maupun kelompok bawah yang bekerja bersama menyelesaikan tugas- tugas akademik. Siswa kelompok atasa akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah. Jadi, siswa kelompok bawah memperoleh bantuan dari teman sebaya yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Siswa kelompok atasa akan meningkat kemampuan akademiknya, karena pelayanan sebagi tutor membutuhkan pemikiran yang mendalam tentang hubungan ide- ide yang terdapat pada materi tertentu. b. Penerimaan terhadap perbedaan Individu Pembelajaran kooperatif menyajikan peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi, untuk bekerja dan saling bergantung satu sama lain atas tugas- tugas bersama. c. Pengembangan Keterampilan Sosial Pembelajaran kooperatif mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini sangat penting umtuk dimiliki di dalam masyarakat.

14

Keterampilan

keterampilan

khusus

dalam pembelajaran kooperatif, disebut

keterampilan kooperatif dan berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Lundgren (Ratumanan: 2004, 133) merinci keterampilan- keterampilan kooperatif tersebut sebagai berikut: a. Keterampilan kooperatif tingkat awal antara lain: Menggunakan kesepakatan, yakni menyamakan pendapat (opini) Menghargai konstribusi, yakni memperhatikan apa yang dikatakan atau dikerjakan oleh anggota lain dalam kelompok. Menggunakan suara pelan, yakni menggunakan six-inch voices( suara pelan) yang tidak dapat didengar oleh meja lain (kelompok lain) Mengambil giliran dan berbagi tugas, yakni menggantikan teman dengan tugas tertentu dan mengambil tanggung jawab tertentu dalam kelompok. Berada dalam kelompok, yakni tetap dalam kelompok kerja selama kegiatan berlangsung. Berada dalam tugas, yakni tetap melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya Mendorong partisipasi, yakni memotivasi semua anggota kelompok untuk memberikan konstribusi Mengundang orang lain bicara, yakni meminta orang lain untuk berbicara dan berpartisipasi dalam tugas. Menyelesaikan tugas tepat pada waktunya, yakni menyelesailan tugas dngan waktu yang direncanakan

15

Menyebut nama dan memandang pembicara. Anggota kelompok merasa telah memberikan konstribusi penting ketika disebut atau kontak mata terjadi

Mengatasi gangguan, yakni menghindari masalah diversi atau kurang perhatian terhadap tugas

yang dihasilkan dari adanya

Menolong tanpa memberikan jawaban, yakni memberikan sejumlah bantuan tanpa menunjukkan penyelesaian

Menghormati perbedaan individu, yakni menghormati keunikan, pengalaman hidup, etnis dari semua siswa

b. Keterampilan- keterampilan kooperatif tingkat menengah antara lain: Menunjukkan penghargaan dan simpati, yakni menunjukkan rasa hormat, pengertian dan sesitivitas tarhadap opni (pendapat) yang berbeda Menggunakan pesan saya, yakni menyatakan perasaan dengan menggunakan pesan saya ketika berbicara. Sebagai contoh, kataka saya tidak berpikir seperti itu daripada mengatakan kamu salah Mengungkapkan ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima, yakni menyatakan opini atau jawaban yang berbeda dengan cara sopan dan sikap yang baik Mendengarkan dengan aktif, yakni menggunakan pesan fisik pembicara mengetahui bahwa secara energik menyerap informasi. Bertanya, yakni meminta atau menanyakan suatu informasi atau klarifikasi lebih lanjut Membuat ringkasan, yakni mereview informasi Menafsirkan, yakni menyampaikan kembali informasi dengan kalimat yang berbeda dan verbal agar

16

Mengatur dan mengorganisir, yakni merencanakan dan menyusun pekerjaan sehingga dapat diselesaikan secara efektif dan efisien

Memeriksa ketepatan, yakni membandingkan jawaban, memastikan bahwa jawaban itu benar

Menerima tanggung jawab, yakni bersedia menuntaskan tugas- tugas dan kewajiban untuk diri sendiri dan kelompok

Menggunakan kesabaran, yakni sikap toleransi, tetap pada pekerjaan, dan bukan pada kesulitan- kesulitan, tidak membuat keputusan yang tergesa- gesa

Tetap tenang/mengurangi ketegangan, yakni menciptakan suasana damai dalam kelompok.

c. Keterampilan- keterampilan tingkat mahir antara lain: Mengolaborasi, yakni memperluas konsep, membuat kesimpulan, dan

menghubungkan pendapat- pendapat dengan topic tertentu Memeriksa dengan cermat. Yakni menanyakan scara mendalam tentang suatu pokok pembicaraan untuk mendapatkan jawaban yang benar, misalkan dengan kata mengapa? dan dapatkah kamu berikan suatu contoh? Menanyakan untuk justifikasi, yakni menunjukkan bahwajawaban benar atau memberikan alasan pada jawaban Menganjurkan suatu posisi, yakni mengambil posisi dalam suatu masalah atau isu Menetapkan tujuan, yakni menentukan proritas- prioritas Berkompromi, yakni menentukan isu- isu (pokok permasalahan) dengan persetujuan bersama. Kompromi membangun rasa hormat kepada orang lain dan mengurangi konflik antar personal
17

Menghadapi masalah- masalah khusus, yakni menunjukkan masalah dengan memakai pesan saya, tidak menuduh, memanggil nama atau tidak menggunakan sindiran, menunjukkan bahwa hanya perilaku yang dapat diubah bukan kegagalan atau ketidakmampuan pribadi, bertujuan untuk menyelesaikan masalah bukan

memenangkan masalah. Semua keterampilan kooperatif tersebut, tidak berlangsung keseluruhan dilatihkan guru dalam kegiatan pembelajaran, tetapi dapat dipilih sedikit demi sedikit yang dianggap ssuai dengan kepentingan hingga mencapai harapan dan seluruh keterampilam kooperatif. E. Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Salah satu hal yang menandai profesionalisme guru adalah komitmennya untuk selalu memperbaharui dan meningkatkan kemampuannya dalam suatu proses bertindak dan berefleksi. Jelas, guru harus bertindak dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari. Namun, sebagai seorang profesional tindakan guru ini harus didasari oleh pemikiran-pemikiran reflektif yang menghubungkan tindakan-tindakannya dengan siswa, sesama rekan guru, dan atasan dengan pengetahuan mengenai teori dan penelitian yang berhubungan dengan pengajaran dibidangnya. Telah dikembangkan dan diteliti berbagai macam metode pembelajaran kooperatif yang amat berbeda satu dengan yang lain. Ada empat macam pendekatan yang sering digunakan yaitu STAD, Jigsaw, Investigasi Kelompok (IK), dan Pendekatan Struktur. STAD merupakan model yang dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Inti dari STAD ini adalah guru menyampaikan suatu materi, kemudian para siswa bergabung dalam kelompoknya yang terdiri atas 4 sampai 5 orang, untuk

18

menyelesaikan soal-soal yang diberikan guru. Setelah selesai siswa menyerahkan pekerjaannya secara tunggal untuk setiap kelompok kepada guru. Lain halnya dengan Jigsaw, model ini di kembangkan dan diujicobakan oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di Universitas John Hopkins. Inti dari metode Jigsaw adalah setiap anggota kelompok diberi tugas mempelajari topik tertentu yang berbeda. Para siswa bertemu dengan anggota-anggota dari kelompok lain yang mempelajari topik yang sama untuk saling bertukar pendapat dan informasi. Setelah itu mereka kembali kekelompoknya semula untuk menyampaikan apa yang didapatkannya kepada teman-teman sekelompoknya. Kemudian para siswa diberi kuis/tes secara individu oleh guru dan skor hasil tes tersebut digunakan untuk menentukan skor individu sekaligus skor kelompok. Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling kompleks. Berbeda dengan STAD dan Jigsaw, karena pendekatan ini mengutamakan mengajar siswa keterampilan komunikasi dan proses kelompok yang baik. Pengelompokkan siswa dalam model ini didasarkan pada keakraban persahabatan atau minat yang sama dalam topik tertentu. Kemudian siswa memilih topik untuk diselidiki secara mendalam dan hasilnya dipresentasikan ke seluruh kelas. Pendekatan yang terakhir dalam pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh Spencer Kagen, dkk (Kagen dalam Ibrahim Muslimin, 2000:25) . Meskipun memiliki banyak persamaan dengan pendekatan lain, namun pendekatan ini memberi penekanan pada penggunaan struktur tertentu yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur yang dikembangkan Kagen ini menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil

19

dan lebih dicirikan oleh penghargaan kooperatif, daripada penghargaan individual. Yang digunakan guru untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu adalah think-pair-share dan numbered-head-together. Numbered Head Together (NHT) adalah salah satu pendekatan struktural, untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pembelajaran dan mengecek pemahaman siswa terhadap isi materi pembelajaran tersebut. Menurut Muslimin, dkk (2000: 28), mengemukakan ada 4 langkah dalam pendekatan struktural Numbered Heads Together (NHT), yaitu: a). Langkah-1 Numbering (pelabelan). Guru membagi siswa ke dalam kelompok-kelompok yang heterogen, setiap kelompok berangotakan 4-6 siswa. Untuk kelancaran kegiatan pembelajaran, maka pelabelan (penomoran) anggota dalam kelompok tidak diurut sesuai kemampuan akademiknya tetapi diacak. b). Langkah-2 Questioning (mengajukan pertanyaan). Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat Tanya. c). Langkah-3 Heads together (berpikir bersama). Masing-masing siswa berpikir dalam kelompoknya dan memadukan pendapatnya tentang jawaban pertanyaan serta meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban itu. Biasanya guru memberi waktu sekitar 10 menit untuk berpikir bersama (alokasi waktu untuk item soal yang lain menyesuaikan). d). Langkah-4 Answering (menjawab).

20

Guru memanggil siswa dengan label/nomor tertentu dari suatu kelompok, kemudian siswa yang label dan kelompoknya terpanggil mengacungkan tangan dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas. Sedang siswa lain yang berlabel sama dengan label siswa yang terpanggil bersiap-siap untuk memberi tanggapan. Dalam penelitian ini yang menjadi perhatian khusus adalah pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural berjenis Numbered Heads Together (NHT). Penerapan pembelajaran ini dapat digunakan sebagai alternatif dalam mengajarkan materi bilangan bulat, yang meliputi: penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Selanjutnya untuk mengecek pemahaman siswa dengan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural berjenis Numbered Heads Together (NHT), tidak perlu menunjuk seluruh siswa karena salah satu siswa dengan label tertentu yang ditunjuk sudah mewakili beberapa siswa dalam kelompoknya. Pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural Numbered Heads Together (NHT) lebih efisien daripada pendekatan TPS, karena tidak terlalu banyak kelompok. Keheterogenan anggota kelompok dalam pendekatan struktural Numbered Heads Together (NHT) lebih besar dibandingkan pendekatan TPS. Berdasarkan empat langkah pembelajaran dengan pendekatan struktural Numbered Heads Together (NHT) tersebut, maka peneliti memodifikasi langkah-langkah kegiatan pembelajaran dengan pendekatan struktural Numbered Heads Together (NHT) menjadi tiga bagian, yaitu: pendahuluan, kegiatan inti, dan diakhiri dengan penutup. Modifikasi tersebut disesuaikan dengan langkah-langkah pada pembelajaran kooperatif (langkah-1 sampai dengan langkah-6 pada Tabel 2.1). Pada pendahuluan mencakup langkah-1 (pelabelan) yang terdiri dari (a) pembagian kelompok dan pelabelan/penomoran, (b) penjelasan tentang materi prasyarat dan pendekatan pembelajaran, (c) penyampaian tujuan pembelajaran dan motivasi. Kegiatan inti meliputi

21

langkah-2 (mengajukan pertanyaan), langkah-3 (berpikir bersama), dan langkah-4 (menjawab), yang terdiri dari (a) penjelasan materi, (b) pengajuan pertanyaan, (c) mengerjakan tugas dan diskusi siswa dalam kelompok, (d) menjawab pertanyaan dan diskusi, (e) memberi pujian. Penutup terdiri dari (a) umpan balik, (b) kesimpulan dan pemberian PR (Pekerjaan Rumah), kuis, (c) memberi penghargaan Berikut ini (Tabel 2.2) adalah langkah-langkah kegiatan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan struktural Numbered Heads Together (NHT) yang telah dimodifikasi. Tabel 2.2 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif dengan Pendekatan Struktural Numbered Heads Together (NHT)

Kegiatan Pembelajaran

Langkah NHT

Pendahuluan
a. Diawali dengan membagi siswa dalam kelompok-kelompok yang Langkah-1 (Pelabelan)

beranggotakan 4-5 siswa. Setiap siswa dalam kelompok diberi label 1 sampai dengan 5. Pembagian kelompok dan pelabelan anggota dilakukan oleh guru. Urutan pelabelan/penomoran siswa tidak berdasarkan kemampuan akademik tetapi diacak (pada label 1 ada siswa yang pandai, sedang, rendah, begitu juga dengan label 2 dan seterusnya. Kemudian dilanjutkan dengan membagikan LKS untuk setiap siswa dalam kelompoknya. b. Menginformasikan materi yang akan dibahas dan menghubungkan dengan materi yang lalu. c. Menjelaskan pendekatan pembelajaran yang akan diterapkan dalam

mempelajari materi tersebut dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai setelah pembelajaran.

22

d.

Memotivasi siswa agar timbul rasa ingin tahu tentang materi yang akan dibahas. (urutan a, b,c, dan d boleh dibalik)

Kegiatan Inti
a. Menjelaskan materi yang ada di buku siswa (BS) secara singkat sebagai pengantar. b. Dilanjutkan dengan memberi pertanyaan. Langkah-2 (Mengajukan pertanyaan)

c.

Guru meminta siswa untuk mengerjakan LKS secara kelompok dan masingmasing siswa memikirkan pertanyaan yang diberikan. Langkah-3 (Berpikir bersama)

d.

Siswa berdiskusi dalam kelompoknya untuk menyatukan jawaban dari pertanyaan yang diajukan guru, dengan cara mengerjakan tugas. Setiap anggota dalam suatu kelompok harus dipastikan mengetahui jawabannya. Guru memberi waktu sekitar 10 menit untuk berpikir bersama (alokasi waktu untuk item soal yang lain menyesuaikan).

e. f.

Guru memanggil salah satu siswa yang berlabel tertentu secara acak. Siswa yang terpanggil mengacungkan tangan dan menjawab pertanyaan yang diajukan guru dan ditanggapi oleh siswa pada kelompok lain dengan label yang sama.

g. h.

Guru memimpin diskusi, mengarahkan jawaban dari diskusi kelas tersebut. Guru memberikan pujian kepada siswa/kelompok yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar.

Langkah-4

(Menjawab)

i.

Memberi kesempatan kepada siswa untuk mencatat jawaban yang benar.

Penutup
a. b. Guru memberikan umpan balik. Guru memberikan bimbingan untuk menyimpulkan materi.

23

c.

Guru memberikan Pekerjaan Rumah (PR) dan kuis yang dikerjakan secara individu.

d.

Guru memberikan penghargaan*).

*) Penghargaan diberikan di luar jam pelajaran


Sumber : Murni Sulistyaningsih (2006:39)

Dalam pemberian penghargaan, pendekatan struktural Numbered Heads Together (NHT) mengacu seperti pada prosedur STAD. Penghargaan kelompok dilakukan dalam dua tahap perhitungan, yaitu: a. Penghargaan Individu. Terdapat tiga langkah dalam menentukan penghargaan individu, meliputi : Langkah (1): menetapkan skor dasar. Setiap siswa diberikan skor berdasarkan skor-skor yang lalu. Langkah (2): menghitung skor kuis terkini. Siswa memperoleh poin untuk kuis yang berkaitan dengan pelajaran terkini. Langkah (3): menghitung skor perkembangan. Siswa mendapat poin perkembangan yang besarnya ditentukan apakah skor kuis terkini mereka menyamai atau melampaui skor dasar mereka. Perhitungan dengan menggunakan skala pada tabel di bawah ini. Tabel 2.3 Skor Tes pada Pembelajaran Kooperatif Skor Tes
Lebih dari 10 poin di bawah skor dasar.

Nilai Perkembangan
0

24

Di bawah skor dasar sampai 10 poin. Skor dasar sampai 10 poin di atas skor dasar.

10

20 30

Lebih dari 10 poin di atas skor dasar. Pekerjaan sempurna (tanpa

memperhatikan skor dasar)

30

Sumber : Muslimin Ibrahim dkk (2000: 57).

b. Penghargaan Kelompok. Penghargaan terhadap prestasi kelompok dikategorikan dalam empat tingkatan : 1). Kelompok biasa, jika kriteria skor rata-rata kelompok 0-5 2). Kelompok baik, jika kriteria skor rata-rata kelompok 6-14. 3). Kelompok hebat, jika kriteria skor rata-rata kelompok 15-24. 4). Kelompok super, jika kriteria skor rata-rata kelompok 25-30.

Kooperatif, dari pada penghargaan individual. Yang digunakan guru untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa terhadap isi tertentu adalah think-pairshare dan numbered-head-together.

25

BAB III PROSEDUR PELAKSANAAN A.Jenis Penelitian Pelaksanaan P2K ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang bebasis kelas.Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Mangarabombang pada semester genap tahun pelajaran 2010/2011 selama dua bulan, dimulai pada bulan April sampai bulan Juni 2011. Sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Mangarabombang yang terdaftar pada tahun pelajaran 2009/2010 sebanyak 34 orang yang terdiri atas 16 siswa Laki-laki dan 18 siswa perempuan. B.Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah: 1. Lembar observasi: digunakan untuk mengetahui data tentang kehadiran siswa, keaktifan siswa, dan perhatian siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. 2. Tes hasil belajar: digunakan untuk memperoleh informasi tentang penguasaan siswa setelah diterapkan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT). 3. Angket: digunakan untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT). C.Langkah-langkah pembuatan perangkat pembelajaran inovatif Penelitian tindakan ini dilaksanakan di dalam kelas. Desain ini dipilih karena masalah utama muncul dari praktik pembelajaran di kelas sebaagai upaya peningkatan pembelajaran membaca kritis melalui metode Numbered Head Together(NHT) prosedur penelitian tindakan ini tampak pada alur pelaksanaan tindakan berikut:
26

Studi Pendahuluan Mencermati Pelaksanaan Pembelajaran dan Wawancara Dengan Siswa dan Guru matematika

Rencana Tindakan Siklus 1

Rencana Tindakan Siklus 2

Refleksi

Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan

Pelaksanaan Tindakan dan Pengamatan

Refleksi

Simpulan

a. Studi Pendahuluan Kegiatan yang dilakukan selama studi pendahuluan ialah melakukan wawancara denga siswa dan guru mata pelajaran matematika. Selain itu, pada saat studi pendahuluan juga dilaksanakan pengamatan langsung terhadap situasi pembelajaran yang terjadi di dalam kelas, terutama pada siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Mangarabombang. Hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh siswa dan guru dalam kaitannya dengan pembelajaran matematika khususnya pokok bahasan trigonometri.

27

Data yang diperoleh selama studi pendahuluan dugunakan sebagai dasar dalam mengembangkan persiapan pelaksanaan tindakan pembelajaran pada awal pelaksanaan penelitian atau siklus 1. Bagian dari pengembangan persiapan siklus 1 yang memerlukan informasi melalui studi pendahuluan antara lain adalah menyusun rencana tindakan dan menyususn rubrik penilaian. b. Rencana tindakan Rencana tindakan dilakukan secara kolaboratif antara peneliti dan teman sejawat. Pada tahap ini dilakukan sebagai berikut: 1. Menyusun rancangan tindakan pembelajaran dalam bentuk satuan pelajaran, meliputi: a. Merumuskan pembelajaran, b. Memilih dan menetapkan materi, c. Merencanakan dan menetapkan kbm, d. Memilih dan menetapkan media/ sumber belajar, dan e. Merencanakan evaluasi. D.Implementasi RPP dan Evaluasi di kelas Setelah menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), maka proses belajar mengajar pun dapat dimulai. Implementasi dari RPP meliputi pembukaan, penjelasan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar, pemaparan tujuan pembelajaran, penyampaian materi, penyampaian metode pembelajaran yang dilaksanakan, pembentukan kelompok, mengarahkan siswa dalam kelompoknya, membuat kesimpulan dan penutup. Evaluasi di kelas dilaksanakan dalam bentuk kuis, tugas individu, LKS dan uji kompetensi. Selanjutnya dapat dilihat pada lampiran mengenai RPP dan alat evaluasi.
28

E.Prosedur Penelitian Secara garis besar pelaksanaan tindakan ini dibagi dalam dua siklus, dan setiap siklus meliputi empat tahapan yaitu: (a) perencanaan, (b) pelaksanaan tindakan, (c) observasi dan evaluasi, serta (d) analisis dan refleksi.Setiap akhir siklus diberikan tes hasil belajar untuk mengetahui hasil belajar yang telah dicapai siswa. F.Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini adalah: 1. Data mengenai hasil belajar siswa diperoleh dengan memberikan tes setiap akhir siklus. 2. Data mengenai aktifitas siswa selama proses belajar mengajar dikumpulkan dengan menggunakan lembar observasi. 3. Membagikan angket kepada siswa untuk mengetahui respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT). G.Teknik Analisis Data dan Kriteria Keberhasilan Terdapat dua jenis data dalam penelitian ini yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa hasil belajar siswa dan data kualitatif berupa hasil observasi aktifitas siswa selama proses belajar mengajar, kemudian akan dianalisis secara deskriptif. Untuk data kuantitatif dianalisis skor rata-rata yang diperoleh pada setiap siklus. Kemudian dikategorikan dalam klasifikasi sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.

29

BAB IV HASIL PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pelaksanaan Pada bab ini akan dibahas hasil penelitian yang menunjukkan peningkatan hasil belajar matematika siswa melalui model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dengan menganalisis data hasil belajar yakni berupa nilai tes akhir Siklus I dan nilai tes akhir Siklus II serta data perubahan sikap siswa secara umum yang diambil dari lembar observasi. dengan menggunakan statistik deskriptif serta data-data keaktifan dan motivasi siswa yang diperoleh dari hasil observasi maupun secara umum dianalisis secara kualitatif. 1. Analisis Kuantitatif a. Analisis Deskriptif Hasil Tes Akhir Siklus I Pada Siklus I ini dilaksanakan tes hasil belajar yang berbentuk ulangan harian setelah selesai penyajian materi untuk Siklus I. Adapun analisis deskriptif skor perolehan siswa setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1 Statistik Skor Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X3 SMA Negeri 1 Mangarabombang pada siklus I Statistik Subyek Skor ideal Skor tertinggi Skor terendah Rentang skor Rata-rata Standar deviasi Variansi
30

Nilai Statistik 34 100 92 30 62 49 19,87 394,909

Sumber: Hasil Penelitian Apabila skor hasil belajar matematika siswa tersebut dikelompokkan ke dalam lima kategori, maka diperoleh distribusi berikut: Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X3 SMA Negeri 1 Mangarabombang pada Siklus I Persentase (%) 44 15 26 12 3 100 frekuensi nilai seperti yang disajikan pada tabel 4.2

Skor 0 39 30 54 55 74 75 89 90 100

Kategori

Frekuensi 15 5 9 4 1 34

Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Jumlah Sumber: Hasil Penelitian

Pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa siswa yang berada pada kategori sangat rendah sebesar 44%, pada kategori rendah sebesar 15%, pada kategori sedang sebesar 26%, pada kategori tinggi sebesar 12%, dan pada kategori sangat tinggi sebesar 3%. Apabila hasil belajar siswa pada siklus I dianalisis, maka persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3 Deskripsi Ketuntasan Belajar Matematika Siswa Kelas X3 SMA Negeri 1 Mangarabombang pada Siklus I Skor 0 69 70 -100 Sumber: Hasil Penelitian Kategori Tidak Tuntas Tuntas Jumlah Frekuensi 29 5 34 Persentase (%) 85,29 14,71 100

31

Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa persentase ketuntasan kelas sebesar 14,71% yaitu 5 siswa dari 34 termasuk dalam kategori tuntas, dan 85,29% atau 29 siswa dari 34 termasuk dalam kategori tidak tuntas. Ini berarti terdapat 29 siswa yang perlu perbaikan karena belum mencapai kriteria ketuntasan individual. b. Analisis Deskriptif Hasil Tes Akhir Siklus II Sama halnya pada siklus I, tes hasil belajar pada siklus II ini dengan pokok bahasan Trigonometri dilaksanakan dengan bentuk ulangan tes. Hasil analisis deskriptifnya menunjukkan bahwa skor rata-rata yang dicapai oleh siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Mangarabombang yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Head Together (NHT) pada siklus II disajikan dalam Tabel 4.4 berikut ini : Tabel 4.5 Statistik Skor Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X3 SMA Negeri 1 Mangarabombang pada siklus II Statistik Subyek Skor ideal Skor tertinggi Skor terendah Rentang skor Rata-rata Standar deviasi Variansi Sumber: Hasil Penelitian Nilai Statistik 34 100 100 50 50 72,64 33,90 1149,572

Apabila skor hasil belajar matematika siswa tersebut dikelompokkan ke dalam lima kategori, maka diperoleh distribusi berikut: Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi dan Persentase Skor Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas X3 SMA Negeri 1 Mangarabombang pada Siklus II frekuensi nilai seperti yang disajikan pada tabel 4.5

32

Skor 0 29 30 49 50 69 70 89 90 100

Kategori Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Jumlah

Frekuensi 0 0 15 14 5 34

Persentase (%) 0 0 44,12 41,17 14,71 100

Sumber: Hasil Penelitian

Pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa siswa yang berada pada kategori sangat rendah sebesar 0%, pada kategori rendah sebesar 0%, pada kategori sedang sebesar 44,12%, pada kategori tinggi sebesar 41,17%, dan pada kategori sangat tinggi sebesar 14,71%. Maka skor rata-rata hasil belajar siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Mangarabombang setelah diberi tindakan pada siklus II berada pada kategori tinggi. Apabila hasil belajar siswa pada siklus II dianalisis, maka persentase ketuntasan belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut: Tabel 4.7 Deskripsi Ketuntasan Belajar Matematika Siswa Kelas X3 SMA Negeri 1 Mangarabombang pada Siklus II Skor 0 69 70 100 Sumber: Hasil Penelitian Dari tabel 4.7 menunjukkan bahwa persentase ketuntasan kelas sebesar 55,88% yaitu 19 siswa dari 34 termasuk dalam kategori tuntas dan 44,12% atau 15 siswa dari 34 termasuk dalam kategori tidak tuntas. Ini berarti jika dibandingkan dengan ketuntasan pada Siklus I maka dapat dikatakan meningkat. 2. Hasil Analisis Kualitatif a. Hasil observasi siklus 1
33

Kategori Tidak Tuntas Tuntas Jumlah

Frekuensi 15 19 34

Persentase (%) 44,12 55,88 92,5

Pada siklus I tercatat sikap yang terjadi pada setiap siswa terhadap pelajaran matematika. Sikap siswa tersebut diperoleh dari lembar observasi pada setiap pertemuan yang dicatat pada setiap siklus. Lembar observasi tersebut untuk mengetahui perubahan sikap siswa selama proses belajar mengajar berlangsung di kelas pada setiap pertemuan. Adapun deskripsi aktifitas siswa pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut: Tabel 4.4 Hasil Observasi Guru Selama Mengikuti Pembelajaran Siklus I
Pertemuan No Komponen yang diamati I 1 Jumlah siswa yang hadir pada saat kegiatan pembelajaran Siswa yang memperhatikan pada saat proses pembelajaran Siswa yang melakukan aktifitas negatif selama proses pembelajaran (main-main, ribut, dll) Siswa yang aktif dalam 4 mengerjakan soal pada saat pembahasan tugas Siswa yang mampu mengerjakan soal dengan benar di papan tulis Siswa yang masih perlu bimbingan dalam mengerjakan soal. Siswa yang kurang percaya diri dalam mengerjakan PR (tidak mengerjakan, menyontek,dll) Siswa yang melakukan aktifitas negatif pada saat pemberian tugas (sering keluar kelas, mengganggu, ribut, dll 32 II 30 III 27 IV 34 Persentase (%) 90,44

RataRata

30,75

29

29

20

30

27

79,41

11,76

6,5

19,12

23,52

10

10

20,58

17,70

3,5

10,29

34

Sumber: Hasil Penelitian Berdasarkan Tabel 4.4 di atas diperoleh bahwa dari 34 orang siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Mangarabombang, kehadiran siswa rata-rata mencapai 90,44%. Siswa yang memperhatikan pada saat proses pembelajaran 79,41%, Siswa yang melakukan aktivitas negatif selama proses pembelajaran 11,76%, Siswa yang aktif dalam mengerjakan soal pada saat pembahasan tugas 19,12%, Siswa yang mampu mengerjakan soal dengan benar di papan tulis 25,52%, Siswa yang masih perlu bimbingan dalam mengerjakan soal 20,58%, Siswa yang kurang percaya diri dalam mengerjakan PR(tidak mengerjakan,menyontek,dll) 17,70%, Siswa yang melakukan aktivitas negatif pada saat pemberian tugas (sering keluar kelas,mengganggu,rebut,dll) 10,29%. B. Hasil observasi siklus II Selama penelitian, selain terjadi peningkatan hasil belajar matematika pada siklus I dan siklus II tercatat sejumlah perubahan yang terjadi pada setiap siswa terhadap pelajaran matematika. Perubahan tersebut diperoleh dari lembar observasi pada setiap pertemuan yang dicatat pada setiap siklus. Lembar observasi tersebut untuk mengetahui perubahan sikap siswa selama proses belajar mengajar berlangsung di kelas. Adapun deskripsi aktifitas siswa pada siklus II dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut: Tabel 4.8 Hasil Observasi Guru Selama Mengikuti Pembelajaran Siklus II
Pertemuan No Komponen yang diamati I 1 Jumlah siswa yang hadir pada saat kegiatan pembelajaran 32 II 31 III 31 IV 34 RataRata Persentase (%) 94,12

32

35

Siswa yang memperhatikan pada saat proses pembelajaran Siswa yang melakukan aktifitas negatif selama proses pembelajaran (main-main, ribut, dll) Siswa yang aktif dalam 4 mengerjakan soal pada saat pembahasan tugas Siswa yang mampu mengerjakan soal dengan benar di papan tulis Siswa yang masih perlu bimbingan dalam mengerjakan soal. Siswa yang kurang percaya diri dalam mengerjakan PR (tidak mengerjakan, menyontek,dll) Siswa yang melakukan aktifitas negatif pada saat pemberian tugas (sering keluar kelas, mengganggu, ribut, dll

27

29

29

27

28

82,35

11,76

10

12

9,5

27,94

10

11

10

10

29,41

17,64

11,76

8,82

Sumber: Hasil Penelitian Berdasarkan Tabel 4.8 di atas diperoleh bahwa dari 34 orang siswa kelas X3 Negeri 1 Mangarabombang, kehadiran siswa rata-rata mencapai 94,12% Siswa yang

memperhatidll)kan pada saat proses pembelajaran 82,35%, Siswa yang melakukan aktivitas negatif selama proses pembelajaran (main-main,ribut dll) 11,76 %, Siswa yang aktif dalam mengerjakan soal pada saat pembahasan tugas 27,94%, Siswa yang mampu mengerjakan soal dengan benar di papan tulis 29,41%, Siswa yang masih perlu bimbingan dalam mengerjakan soal 17,64%, Siswa yang kurang percaya diri dalam mengerjakan PR(tidak mengerjakan,menyontek dll) 11,76y%, Siswa yang melakukan aktivitas negatif pada saat pemberian tugas(sering keluar kelas,mengganggu,rebut dll) 8,82%.

36

B. Pembahasan Dari hasil observasi di atas menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar matematika siswa kelas X3 SMA Negeri 1 Mangarabombang setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT. Hal ini terlihat dari jumlah siswa yang hasil belajarnya berada pada kategori rendah (tuntas) berjumlah 5 orang atau 14,71% pada siklus I meningkat menjadi 19 orang atau 55,88% pada siklus II, yang berarti telah tercapainya indikator keberhasilan yaitu tuntas klasikal 50% dari seluruh jumlah siswa. Disamping terjadinya peningkatan hasil belajar matematika selama berlangsungnya penelitian dari siklus I sampai siklus II, tercatat sejumlah perubahan yang terjadi pada sikap siswa. Perubahan tersebut merupakan data kualitatif yang diperoleh dari lembar observasi pada setiap pertemuan yang dicatat oleh observer selama penelitian. Perubahan-perubahan yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Meningkatnya persentase kehadiran siswa dari siklus I ke siklus II. Ini menandakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan motivasi siswa untuk mengikuti pelajaran dan semakin berkurangnya siswa yang tidak senang belajar matematika b. Meningkatnya persentase siswa yang menanyakan materi pelajaran yang belum dimengerti. Hal ini disebabkan karena para siswa sudah tidak malu lagi menanyakan materi pelajaran dan keingintahuan terhadap materi yang diajarkan. c. Meningkatnya persentase siswa yang mengerjakan soal di papan tulis untuk menjawab pertanyaan ketika nomornya dipanggil dari siklus I ke siklus II. Hal ini disebabkan para siswa sudah memiliki keberanian serta motivasi dalam mengerjakan soal.
37

d. Persentase siswa yang menanggapi jawaban dari temannya dari siklus I ke siklus II meningkat. e. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) menuntut siswa untuk berinteraksi dengan teman kelompoknya baik dalam memahami materi maupun kerjasama menyelesaikan tugas. Bentuk interaksi sesama anggota kelompok ditunjukkan adanya siswa yang bertanya atau meminta bimbingan pada teman kelompoknya dan siswa yang memberi bimbingan pada teman kelompoknya. Semakin tingginya keaktifan siswa dalam bekerjasama antar anggota kelompok terlihat dari persentase siswa yang aktif pada saat kerja kelompok dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan. f. Persentase siswa yang mengumpulkan pekerjaan rumah (PR) juga meningkat dari siklus I ke siklus II. g. Persentase siswa yang mengacungkan tangan untuk menyimpulkan materi pelajaran dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan. h. Persentase siswa yang melakukan kegiatan lain mengalami penurunan dari siklus I ke siklus II.

38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa melalui penelitian tindakan kelas ini menunjukkan bahwa setelah menggunakann pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together(NHT), maka terjadi perubahan positif dan signifikan khususnya dalam meningkatkan motivasi siswa dalam mempelajari matematika. Hal ini dapat dilihat adanya peningkatan yang signifikan dari partisipasi siswa dalam merespon setiap pertanyaan maupun menjawab soal yang diberikan oleh guru/peneliti. Selain itu, peningkatan keterlibatan siswa dalam mengikuti pelajaran matematika semakin tinggi. B. Saran - saran Berdasarkan pengalaman selama pelaksanaan penelitian, peneliti menyarankan hal hal sebagai berikut: Setiap guru hendaknya selalu mencoba untuk berinovasi, berimprovisasi dan berkreasi dalam rangka peningkatan kualitas belajar mengajar.
-

Guru sebaiknya mengelola kelas sedemikian rupa sehingga siswa dapat mengikuti kegiatan pembelajaran dengan senang dan gembira sehingga tidak muncul rasa ketegangan sama siswa.

39

DAFTAR PUSTAKA

Depdikbud. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta. Suherman, Erman. 1993. Evaluasi Proses dan Hasil Belajar Matematika. Jakarta. Universitas Terbuka. Djamarah, Syaiful Bahri. 1996. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta. Gunawan. 2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Terbit Terang. Surabaya. Haling,Abdul. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Makassar : Badan Penerbit UNM. Hudoyo, Herman. 1990. Strategi Mengajar Matematika. Malang. IKIP Malang. Slameto. 2003. Belajar dan faktor faktor yang Mempengaruhi. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Sudjana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung : Rosda karya. Asdar, M. 2004. Efektifitas Pembelajaran Matematika Pokok Bahasan Statistik dan Statistika dengan Menggunakan Reciprocal Teaching pada siswa kelas II MAN Model Makassar. Skripsi. FMIPA UNM Haerani. 2004. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Melalui Pembelajaran dengan Tutor Sebaya (skripsi). UMM. Djaali. 1987. Desain Eksperimen dan Analisisnya dan Analisis Data Penelitian. Ujung Pandang. Kemampuan Materi perkuliahan Metode Penelitian. FMIPA

40

Anda mungkin juga menyukai