Anda di halaman 1dari 26

Penyakit Ginjal Kronik dengan DM dan Hipertensi Erzamtya O.M.Z 10.2009.

253 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat esse_itgirl@yahoo.com

PENDAHULUAN
Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat kurang lebih 125 g, terletak pada posisi disebelah lateral vertebra torakalis bawah. Ginjal dengan efisien dapat membersihkan bahan limbah dari dalam darah, dan fungsi ini bisa dilaksanakannya karena aliran darah yang melalui ginjal jumlahnya sangat besar 25 % dari curah jantung. Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga mengeluarkan sampah metabolisme (seperti urea, kreatinin, asam urat) dan zat kimia asing. Selain fungsi regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin (penting untuk mengatur tekanan darah), juga bentuk aktif vitamin D (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoetin (penting untuk sintesis darah). Kegagalan ginjal dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital ini menimbulkan keadaan yang disebut uremia atau penyakit ginjal stadium terminal. Perkembangan yang terus berlanjut sejak tahun 1960 dari teknik dialisis dan transplantasi ginjal sebagai pengobatan penyakit ginjal stadium terminal merupakan alternatif dari resiko kematian yang hampir pasti.Jadi, fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam batas-batas normal. Tentu saja ini dapat terlaksana dengan mengubah ekskresi air dan solut dimana kecepatan filtrasi yang tinggi memungkinkan pelaksanaan fungsi ini dengan ketepatan yang tinggi. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus. Fungsi ginjal yang lainnya antara lain mengekskresikan bahan-bahan kimia tertentu (obat-obatan dan sebagainya), hormon-hormon dan metabolit lain.

PEMBAHASAN
1. Anamnesis

Apakah pasien mengalami gejala gagal ginjal (misalnya mual, muntah, sesak napas [akibat asidosis atau edema paru], atau edeme perifer) ? Adakah rasa gatal, cegukan, neuropati perifer, lelah, malaise, keluaran urin berkurang, poliuria, atau hematuria nokturia ? Adakah gejala penyerta : hemoptisis, ruam, nyeri punggung, demam dan penurunan berat badan akibat neuropati ? Apakah pasien sedang menjalani pengobatan untuk gagal ginjal (misalnya hemodialisis, dialisi peritoneal, transplantasi ginjal) ? Riwayat Penyakit Dahulu Apakah pernah didiagnosis penyakit ginjal sebelumnya? Pernah ada hipertensi atau protenuria? Adakah penyakit komplikasi ginjal : hipertensi, penyakit tulang ginjal, atau penyakit jantung? Adakah prosedur untuk memungkinkan dialisis (misalnya terbentuk fistel arteriovena, kateter dialisis peritoneal [Tenckhoff]) ? Obat-obatan Tanyakan mengenai : Obat apapun yang bisa menyebabkan gagal ginjal (misalnya OAINS, inhibitor angiotensin converting enzyme atau antibiotic) ? Setiap terapi tertentu untuk gagal ginjal (misalnya eritropoietin) ? Setiap obat yang bisa terakumulasi dan menyebabkan toksisitas pada gagal ginjal (misalnya digoksin) ? Riwayat Keluarga
2

Adakah riwayat penyakit ginjal dalam keluarga (misalnya penyakit ginjal polikistik, nefropati refluks) ? Riwayat Sosial Adakah gejala atau terapi seperti dialisis yang mengganggu kehidupan ?1

2.

Pemeriksaan

a. Pemeriksaan Fisik

a) Inspeksi

Keadaan umum

Meliputi tingkat kesadaran, ada tidaknya defisit konsentrasi, tingkat kelemahan (keadaan penyakit) dan ada tidaknya perubahan berat badan. Tanda vital dapat meningkat menyertai nyeri, suhu dan nadi meningkat mungkin karena infeksi serta tekanan darah dapat turun apabila nyeri sampai mengakibatkan shock. b) Palpasi Sukar dipalpasi Pria lebih terfiksir drpd wanita (otot perut pria lebih keras) Pada yg kurus lebih mudah Massa di abdominal atas, massa keras dan padat (keganasan/infeksi perinefritis).

Metode: supinasi, satu tangan mengangkat CVA dan tangan yg lain menekan/mempalpasi.

Temuan: nyeri tekan, teraba massa hipertropi kompensasi,tumor, dll

c) Perkusi : dengan memberikan ketokan pada sudut kostavertebra, adanya pembesaran

ginjal karena hidronefrosis atau tumor ginjal akan terasa nyeri ketok. Pada buli-buli diketahui adanya distensi karena retensi urine dan terdengar redup, dapat diketahui batas atas buli-buli serta adanya tumor/massa.
d) Auscultasi : dengan menggunakan belt dari stetoskop di atas aorta atau arteri renal untuk

memeriksa adanya bruit. Adanya bruit di atas arteri renal dapat disebabkan oleh gangguan aliran pada pembuluh darah seperti stenosis atau aneurisma arteri renal.

Pemeriksaan vesica urinaria Sukar diraba, kecuali distensi Distensi akut bisa diatas umbilikus dan nyeri,Kronis lebih lunak, sukar dipalpasi Palpasi abdominorektal vesikal tumor, sebaiknya dalam anestesi.1,2

b. pemeriksaan penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan immunoglobulin) Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT 2.Pemeriksaan EKG

Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia) 3. USG Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostate 4. Pemeriksaan Radiologi Pemeriksaan ini ditujukan untuk menilai keadaan ginjal dan derajat komplikasi gagal ginjal kronik 5. Foto polos abdomen Pemeriksaan foto polos abdomen ini sebaiknya dilakukan tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal. Menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai tomogram memberikan keterangan yang lebih baik. 6. Pielografi intra vena (PIV) Dapat dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, menilai sistem pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadan tertentu, misalnya pada: usia lanjut, diabetes melitus dan nefropati asam urat.2-4

3.Working diagnosis Gagal ginjal kronik/ CKD derajat 5 Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umunya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible, diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ akibat penurunan fungsi ginjal paa penyakit ginjal kronik.
5

Kriteria penyakit ginjal kronik 1) Kerusakan ginjal selama 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan : - Kelainan patologik - terdapat tanda kerusakan ginjal seperti kelainan pada komposisi darah atau urine atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan 2) Laju filtrasi glomerulus < 60 mL/min/1,73 m selama > 3 bulan , dengan atau tanpa kerusakan ginjal. Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan dan LFG sama atau labih dari 60ml/menit/1,73m2 , tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik. Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar etiologi. Derajat (stage) yaitu berdasarkan LFG dengan rumus Kockroft Gault.

* Dikalikan dengan 0.85 untuk wanita Derajat (stage) yaitu berdasarkan LFG dengan rumus Kockroft Gault Derajat Penjelasan 1 Kerusakan ginjal dgn LFG normal atau 2 Kerusakan ginjal dgn LFG ringan 3 Kerusakan ginjal dgn LFG sedang 4 Kerusakan ginjal dgn LFG berat 5 Gagal ginjal Tabel 1. Klasifikasi CKD atas dasar derajat penyakit2
6

LFG (ml/mn/1.73m2) 90 60 89 30 59 15 29 < 15 atau dialisis

2)

Berdasarkan diagnosa kausa/etiologi

Penyakit Tipe mayor Penyakit ginjal diabetes Diabetes tipe 1 dan 2 Penyakit ginjal non diabetes Penyakit glomerular (penyakit otoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasia), Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati), Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu, obstruksi, keracunan obat), Penyakit pada transplantasi Penyakt kistik (ginjal polikstik) Rejeksi kronik, Keracunan obat (siklosporin/takrolimus),

Penyakit recurrent (glomerular), Transplant glomerulopathy Tabel 2. Klasifikasi CKD berdasarkan diagnosa kausa/etiologi Pembahasan kasus : Berikut ini tabel yang menyajikan tentang pemeriksaan fisik dan laboratorium pasien : Variabel Tekanan darah Nilai Normal Normal < 120/80 mmHg, prehipertensi 120-139/80-89 mmHg, hipertensi >139/89 mmHg Frekuensi nadi Frekuensi napas Suhu Hemoglobin Leukosit 60-100 /menit 16-20 /menit 36,5-37,5 C Laki-laki 13-18 g/dl 4500-11000 /uL
7

Hasil Pemeriksaan 150/90 mmHg

Interpretasi Hipertensi

90x/menit 24 /menit 37,2 C 8 g/dl 7900/uL

Normal Takipneu Normal Anemia Normal

Trombosit Ureum Kreatinin

150.000-350.000/uL Laki-laki 10-38 mg/dl Laki-laki 0,6-1,3 mg/dl

334.000/uL 150 mg/dl 4,6 mg/dl

Normal Uremia Meningkat

GDS

<140 mg/dl

>200 mg/dl

Tinggi

Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami uremia, peningkatan kreatinin plasma, , takipneu, hipertensi, dan anemia. Hasil ini menunjukan telah terjadi kelainan fungsi ginjal atau gagal ginjal stadium uremia (akhir). Perhitungan LFG : (140-umur) x BB (kg) 72 x kreatinin palsma (mg/dl) : (140-60)x 60kg 72 x 4,6 mg/dl : 14,49 ml/mn/1.73m2 < 15 ml (gagal ginjal kronik )

Pada gagal ginjal, gangguan kemampuan ginjal mengekskresi ion H dan mereabsorbsi bikarbonat, mengakibatkan peningkatan jumlah ion H dalam tubuh dan penurunan bikarbonat. Keadaan ini menyebabkan asidosis metabolik. Agaknya gejala anoreksia, mual, dan lemas yang ditemukan pada pasien uremia, sebagian disebabkan oleh asidosis. Salah satu gejala yang sudah jelas akibat asidosis adalah takipneu atau pernapasan kussmaul. Pernapasan kussmaul adalah pernapasan yang dalam dan berat dalam rangka kompensasi tubuh terhadap asidosis dengan membuang CO2. 2,5,7 Anemia

Anemia normositik dan normokromik yang khas selalu terjadi pada sindrom uremik. Hal ini diakibatkan defisiensi produksi eritropoietin pada nefron yang mengalami kerusakan. Sedangkan anoreksia dan mual bisa pula disebabkan oleh keracunan ureum yang tingi dalam tubuh. Hipokalemia akan muncul pada gagal ginjal kronik dini yang menyertai poliuria, sedangkan pada gagal ginjal kronik tahap akhir, oligouria menyebabkan hiperkalemia.3,5 Diabetes Melitus Definisi : suatu penyakit atau gangguan kesehatan yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula dalam darah. Tingginya kadar gula karena kurang maksimalnya pemanfaatan gula oleh tubuh sebagai sumber energi karena kurangnya hormon insulin yang diproduksi oleh pankreas atau tidak berfungsinya hormon insulin dalam menyerap gula secara maksimal oleh sebab itu penyakit ini juga biasa disebut atau didefinisikan sebagai penyakit gula darah. Klasifikasi Pada diabetes tipe I atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) terdapat defisiensi insulin absolut yang disebabkan oleh autoimun atau idiopatik. Sedangkan diabetes tipe II atau Non Insulin Dependent Diabetes melitus (NIDDM), defisiensi insulin bersifat relatif dengan kadar insulin serum kadang biasanya normal atau mungkin bahkan meningkat, yang disebabkan kelainan dalam pengikatan insulin pada reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah reseptor atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Selain tipe I dan tipe II, masih ada lagi jenis lain dari diabetes seperti MODY, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat, infeksi, antibodi insulin, gestasional Dm. Mekanisme DM menjadi penyebab gagal ginjal Telah diperkirakan bahwa 35-40% pasien DM tipe 1 akan berkembang menjadi gagal ginjal kronik dalam waktu 15-25 tahun setelah awitan diabetes. Sedang DM tipe 2 lebih sedikit. DM menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk dan dapat dibagi menjadi 5 stadium. Stadium 1, bila kadar gula tidak terkontrol, maka glukosa akan dikeluarkan lewat ginjal secara berlebihan. Keadaan ini membuat ginjal hipertrofi dan hiperfiltrasi.

Pasien akan mengalami poliuria. Perubahan ini diyakini dapat menyebabkan glomerulusklerosis fokal, terdiri dari penebalan difus matriks mesangeal dengan bahan eosinofilik disertai penebalan membran basalin kapiler. Bila penebalan semaklin meningkat dan GFR juga semakin meningkat, maka masuk ke stadium 2. Pada stadium 3, glomerulus dan tubulus sudah mengalami beberapa kerusakan. Tanda khas stadium ini adalah mikroalbuminuria yang menetap, dan terjadi hipertensi. Stadium 4, ditandai dengan proteinuria dan penurunan GFR. Retinopati dan hipertensi hampir selalu ditemui. Stadium 5, adalah stadium akhir, ditandai dengan peningkatan BUN dan kreatinin plasma disebabkan oleh penurunan GFR yang cepat.3,4 Hipertensi Definisi :Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg. Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg. Hipertensi merupakan produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak output . Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu : a. Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup + 90% dari kasus hipertensi (Wibowo, 1999). b. Hipertensi sekunder Adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut + 10% dari kasus-kasus hipertensi. Berdasarkan bentuk hipertensi,yaitu hipertensi diastolic,campuran,dan sistolik. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda.Hipertensi
10

campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik. Umumnya ditemukan pada usia lanjut. Mekanisme hipertensi menjadi penyebab gagal ginjal Hipertensi dan gagal ginjal membentuk suatu lingkaran setan. Hipertensi dapat menyebabkan gagal ginjal, sebaliknya gagal ginjal kronik dapat menimbulkan hipertensi. Karena alasan inilah, terkadang seorang ahli nefrologi kadang mengalami kesulitan dalam menentukan mana yang primer. Hipertensi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan struktur pada arteriol di seluruh tubuh, ditandai dengan fibrosis dan hialinisasi dinding pembuluh darah. Organ sasaran utama adalah jantung, otak, ginjal, dan mata. Pada ginjal, arteriosklerosis akibat hipertensi lama menyebabkan nefrosklerosis. Gangguan ini merupakan akibat langsung iskemia karena penyempitan lumen pembuluh darah intrarenal. Penyumbatan arteri dan arteriol akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan atrofi tubulus, sehingga seluruh nefron rusak. Terjadilah gagal ginjal kronik. Gagal ginjal kronik sendiri sering menimbulkan hipertensi. Sekitar 90% hipertensi bergantung pada volume dan berkaitan dengan retensi air dan natrium, sementara < 10% bergantung pada renin. Tekanan darah adalah hasil perkalian dari curah jantung dengan tahanan perifer. Pada gagal ginjal, volum cairan tubuh meningkat sehingga meningkatkan curah jantung. Keadaan ini meningkatkan tekanan darah. Selain itu, kerusakan nefron akan memacu sekresi renin yang akan mempengaruhi tahanan perifer sehingga semakin meningkat.3-6 4. Differential diagnose Gagal ginjal akut Adalah suatu keadaan kegagalan fungsi ginjal secara tiba-tiba atau mendadak sehingga ginjal kehilangan kemampuannya untuk membuang hasil metabolisme tubuh melalui urin tanpa kehilangan elektrolit.
11

Etiologi Penyebab gagal ginjal dapat dikelompokkan kedalam: 1. 2. 3. Faktor prarenal, seperti hipovolemi, hipotensi, dan hipoksia. Faktor renal, seperti glomeruloneritis akut, koagulasi intravaskular terlokalisasi, nekrosis Faktor postrenal, seperti obstruktif saluran kemih akibat nefrolitiasis, tumor, keracunan

tubulus akut, nefritis interstitial akut, tumor, kelainan perkembangan, dan nefritis herediter. jengkol, dll. Manifestasi utama : - GRF turun mendadak - urin kurang dari 400cc/24 jam - hiperkalemia -asidosis metabolic Gejala klinis akan meliputi produksi urin yang berkurang, edema kaki dan pergelangan kaki, akumulasi cairan di dalam tubuh, berkurangnya kepekaan sensorik di tangan dan kaki, gangguan mental, mual, muntah, dan tekanan darah tinggi. Seperti namanya, ARF terjadi secara tiba-tiba sementara CRF terjadi dalam durasi atau jangka waktu lama. Selain itu yang membedakan keduanya adalah pada gagal ginjal kronik terjadi anemia dan ukuran ginjal yang mengecil.2,6,7 5. Etiologi a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik, glomerulonefritis b. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis c. Gangguan jaringan penyambung misalnya lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif d. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal e. Penyakit metabolik misalnya DM, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli neoplasma, fibrosis
12

netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah: hipertropi prostat, striktur uretra, abnormali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra. h. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis Penyebab Glomerulonefritis Diabetes mellitus Obstruksi dan infeksi Hipertensi Sebab lain Tabel 4. Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisa4 Insiden 46,39 % 18,65 % 12,85 % 8,46 % 13,65 %

6. Faktor resiko Faktor risiko CKD meliputi hipertensi, diabetes mellitus, penyakit autoimun, infeksi sistemik, neoplasma, usia lanjut, keturunan afrika, riwayat keluarga dengan penyakit ginjal, riwayat gagal ginjal akut, penggunaan obat-obatan jangka panjang, berat badan lahir rendah, dan adanya proteinuria, kelainan sedimen urin, infeksi saluran kemih, batu ginjal, batu saluran kemih atau kelainan struktural saluran kemih. Keadaan status sosioekonomi dan tingkat pendidikan yang rendah juga merupakan faktor yang dapat meningkatkan risiko CKD.3,8 7. Epidemiologi Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara-negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk pertahun.2 8. Patofisiologi

13

Patogenesis penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Patofisiologi penyakit ginjal kronik melibatkan 2 mekanisme kerusakan: (1) merupakan mekanisme pencetus yang spesifik sebagai penyakit yang mendasari kerusakan selanjutnya seperti kompleks imun dan mediator inflamasi pada glomerulonephritis, atau pajanan zat toksin pada penyakit tubulus ginjal dan interstitium; (2) merupakan mekanisme kerusakan progresif, ditandai adanya hiperfiltrasi dan hipertrofi nephron yang tersisa.3 Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron secara struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi kompensatori ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor . Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.3-5 Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau bahkan meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi
14

gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal.2 Patofisiologi dan biokimia uremia Uremia adalah salah satu sindroma klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ yang diakibatkan oleh hilangnya fungsi ginjal yang sangat besar karena adanya gangguan pada ginjal yang kronik. Gangguan ini meliputi fungsi metabolik dan endokrin, gagal jantung, dan malnutrisi. Patofisiologi sindrom uremia dapat dibagi menjadi 2 mekanisme: (1) akibat akumulasi produk metabolism protein; hasil metabolism protein dan asam amino sebagian besar bergantung pada ginjal untuk diekskresi. Urea mewakili kira-kira 80 % nitrogen atau lebih dari seluruh nitrogen yang diekskresikan ke dalam urin. Gejala uremik itu ditandai dengan peningkatan urea di dalam darah yang menyebabkan manifestasi klinis seperti anoreksia, malaise, mula, muntah, sakit kepala, dll; (2) akibat kehilangan fungsi ginjal yang lain, seperti gangguan hemostasis cairan dan elektrolit dan abnormalitas hormonal. Pada gagal ginjal, kadar hormone di dalam plasma seperti hormone paratiroid (PTH), insulin, glucagon, LTH, dan prolaktin meningkat. Hal ini selain disebabkan kegagalan katabolisme ginjal tetapi juga karena sekresi hormone tersebut meningkat, yang merupakan konsekuensi sekunder dari disfungsi renal. Ginjal juga memproduksi erythropoietin (EPO) dan 1,23-dihidroxychlorocalsiferol yang pada penyakit ginjal kronik kadarnya menurun.2,3 9. Manifestasi klinis 1. Gangguan pada system gastrointestinal a. Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat

15

metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metal gaunidin, serta sembabnya mukosa b. Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga nafas berbau ammonia. Akibat yang lain adalah timbulnya stomatitis dan parotitis c. Gastritis erosive, ulkus peptic, dan colitis uremik 2. Sistem hematologi a. Anemia, dapat disebabkan berbagai faktor antara lain : i. ii. iii. iv. v. vi. Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada sumsum tulang menurun Hemolisis, akibat berkurangnya massa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang berkurang Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia, mengakibatkan perdarahan b. Gangguan fungsi leukosit

Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit menurun sehingga imunitas juga menurun 3. Sistem integument a. Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom. Gatal-gatal dengan eksoriasi akibat toksin uremik dan pengendapan kalsium dipori-pori kulit b. Ekimosis akibat gangguan hematologis c. Bekas-bekas garukan karena gatal-gatal
16

4. System saraf dan otot


a. Restless leg syndrome : Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu

digerakkan
b. Burning feet syndrome : Rasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak

kaki
c. Ensefalopati metabolic : Lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, bingung,

tremor, mioklonusm, kejang


d. Miopati : Kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas

proximal 5. Sistem kardiovaskular a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau peningkatan aktivitas system rennin-angiotensin-aldosteron b. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan c. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit, dan klasifikasi metastatic d. Edema akibat penimbunan cairan 6. Sistem endokrin a. Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin b. Gangguan metabolism lemak c. Gangguan metabolism vitamin D d. Gangguan seksual

7. Gangguan sistem lainnya a. Tulang : osteodistrofi renal yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteoskelrosis, dan klasifikasi metastatic
17

b. Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai hasil metabolism


c. Elektrolit : hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia4,8

10. Penatalaksanaan Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama terdiri dari terapi konservatif yang ditujukan untuk meredakan atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif, kemudian tahap kedua dimulai saat tindakan konservatif tidak lagi efektif. Pada keadaan ini terjadi gagal ginjal terminal dan satu-satunya pengobatan yang efektif adalah dyalisis dan transplantasi ginjal. Penatalaksanaan konservatif terdiri dari
a) Mengoptimalisasikan dan mempertahankan keseimbangan cairan dan garam

Biasanya diusahakan hingga tekanan vena jugularis sedikit meningkat dan terdapat edema betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1.000 mg/hari) atau diuretic loop (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah kelebihan cairan,sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan, urin, dan pencatatan keseimbangan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500 ml) b) Diet tinggi kalori dan rendah protein, Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala. Hindari masukan berlebihan dari kalium dan garam. c) Kontrol hipertensi Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal jantung kiri. Pada pasien hipertensi dengan penyakir ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa tergantung tekanan darah. Sering diperlukan diuretic loop, selain obat antihipertensi.
d) Kontrol ketidakseimbangan elektrolit

18

Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari), diuretic hemat kalium, obat-obat yang berhubungan dengan ekskresi kalium(misalnya, pengahmbat ACE dan obat antiinflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dari sel dan ikut dalam kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG. Biasa terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki secara spontan dengan dehidrasi. Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya. e) Mencegah penyakit tulang Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti aluminium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000 mg) pada setiap makan. Namun hati-hati dengan toksisitas obat tersebut. Diberikan suplemen vitamin D dan dilakukan paratiroidektomi atas indikasi. f) Deteksi dini dan terapi infeksi Pasien uremia harus diterapi sebagai paien imunosupresif dan diterapi lebih ketat.
g) Deteksi terapi komplikasi.

Awasi dengan ketat kemungkinan ensefalopati uremia, perikarditis, neuropati perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelabihan cairan yangh meningkat, infeksi yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialysis. h) Persiapkan dialysis dan program tranplantasi Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi dilakukan dialysis biasanya adalah gagal ginjal dengan gejala klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi konservatif atau telah terjadi komplikasi.5 Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.

19

1) Hemodialisis Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif.Beberapa yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat. Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan.Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14 tahun.Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006). 2) Dialisis peritoneal (DP) Akhir-akhir ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di daerah yang jauh dari pusat ginjal (Sukandar, 2006). 3) Transplantasi ginjal Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

20

a) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah b)Kualitas hidup normal kembali c) Masa hidup (survival rate) lebih lama d) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan e) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi6,7 11. Komplikasi Stadium Laju filtrasi glomerulus Komplikasi

(ml/menit/1,73m2 ) Stadium 1 > 90 (ada kerusakan ginjal, proteinuria menetap, kelainan sedimen urin, kelainan kimia darah dan urin, kelainan pada Stadium 2 Stadium 3 pemeriksaan radiologi) 60-89 30-59 Tekanan darah mulai Stadium 4 15-29 Hiperfosfatemia Hipokalsemia Anemia Hiperparatiroid Hipertensi Malnutrisi Asidosis metabolic Hiperkalemia

21

Stadium 5 < 15 Tabel 5. Komplikasi penyakit ginjal kronik2

Dislipidemia Gagal jantung uremia

1.Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme, dan masukan diet berlebih. 2.Perikarditis Perikarditis merupakan komplikasi yang sering terjadi pada GGK, terutama timbul pada pasien dengan uremia berat yang tidak dilakukan dialisis. Eksudat pada perikarditis uremik biasanya sedikit dan bersifat fibrinosa atau serofibrinosa. Kadang pada pasien yang mendapat dialisis yang adekuat juga timbul perikarditis dan efusi yang hemoragis. Pasien yang mendapat terapi dialisis peritoneal dilaporkan lebih jarang menderita perikarditis. Patogenesis perikarditis ini masih belum diketahui dengan pasti. Walaupun toksin uremik yang tinggi pada keadaan dialisis sering dijadikan kambing hitam, tetapi ada dugaan bahwa kelebihan cairan berperan dalam menimbulkan perikarditis. Walaupun pasien perikarditis uremik sering mengalami infeksi terutama oleh virus, tetapi pada cairan perikardial sulit ditemukan penyebab infeksi, sedangkan cairan perikardial yang hemoragis sering dihubungkan dengan pemakaian antikoagulan pada dialisis. Manifestasi klinis perikarditis uremik dapat berupa nyeri dada, demam, dan efusi perikardial. Setelah penumpukan cairan perikardial cukup banyak, pericardial rub akan menghilang, dan bunyi jantung menjadi redup. Juga dapat terjadi tamponade jantung, terutama pada efusi perikardial yang hemoragis. Perikarditis dan efusi perikardial uremik yang lama. 3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-angiotensinaldosteron. 4.Anemia Anemia normositer, normokromik merupakan komplikasi GGK yang biasa ditemukan dan berhubungan dengan derajat GGK. Penyebab utama anemia pada GGK adalah berkurangnya
22

produksi eritropoietin, suatu hormon glikoprotein yang diproduksi ginjal (90%) dan sisanya diproduksi di luar ginjal (hati dan sebagainya). Kadar eritropoietin serum nyata menurun pada pasien GGK berat, tetapi korelasi ini tidak jelas pada LFG >20ml/menit/1,73m 2. Anemia pada pasien dapat dikoreksi dengan pemberian eritropoietin rekombinan dan responsnya tergantung dari dosis yang diberikan. Dengan terapi ini terlihat perbaikan pada toleransi latihan, fungsi kognitif dan kualitas hidup keseluruhan. Mekanisme lain terjadinya anemia pada GGK adalah pemendekan umur eritrosit menjadi 2/3 umur normal, toksisitas aluminium karena pemakaian obat-obat pengikat fosfat yang mengandung aluminium, iatrogenik karena kehilangan darah sewaktu dialisis dan pengambilan contoh darah, serta terjadinya defisiensi asam folat pada pasien yang sedang menjalani dialisis. Anemia yang terjadi karena toksisitas aluminium mempunyai gambaran mikrositik, hipokromik yang mirip dengan defisiensi zat besi, tetapi kemampuan mengikat besi dan kadar feritin serumnya normal. 5.Penyakit tulang serta klasifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar alumunium. 12. Pencegahan Upaya pencegahan terhadap penyakit ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah penyakit ginjal dan kardiovaskular adalah: a. pengobatan hipertensi yaitu makin rendah tekanan darah makin kecil risiko penurunan fungsi ginjal b. pengendalian gula darah, lemak darah, dan anemia c. penghentian merokok d. peningkatan aktivitas fisik e. pengendalian berat badan f. obat penghambat sistem renin angiotensin seperti penghambat ACE (angiotensin converting enzyme) dan penyekat reseptor angiotensin telah terbukti dapat mencegah dan menghambat proteinuria dan penurunan fungsi ginjal.7,9
23

13. Prognosis Prognosis gagal ginjal kronis kurang baik, akibat terjadi komplikasi penyakit.10

PENUTUP
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umunya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible, diikuti penimbunan sisa metabolisme protein dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ akibat penurunan fungsi ginjal paa penyakit ginjal kronik. Gagal ginjal kronik terjadi setelah sejumlah keadaan yang menghancurkan masa nefron ginjal. Keadaan ini mencakup penyakit parenkim ginjal difus bilateral, juga lesi obstruksi pada traktus urinarius. Dengan memberatnya kelainan ginjal, disertai dengan penurunan fungsi ginjal, prognosis terbukti semakin buruk, menuju gagal ginjal yang memerlukan dialisis, komplikasi organ target yang mengurangi kualitas hidup dan meningkatkan angka kematian. Penatalaksanaan gagal ginjal kronis Pada tahapan gagal ginjal kronik gangguannya tergantung dari kerusakannya, antara lain dengan memperhatikan faal ginjal yang masih tersisa. Bila faal ginjal yang masih tersisa sudah sangat sedikit, usaha- usaha pengobatan biasa yang berupa diet, pembatasan minum, dan obat-obatan tidak berhasil maka akan memerlukan terapi khusus yaitu hemodialisis.

24

Daftar Pustaka

1.

Gleadle J. At a Glance : Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit

Erlangga. 2005. h. 146-7. 2. Sudowo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II.

Edisi V. Jakarta: Penerbit interna publishing; 2009.h. 1035-40. 3. Mitchel, et al. Buku saku dasar patologis penyakit Robbins & Cotrans. Ahli

bahasa, Andry Hartono. Edisi 7. Jakarta: EGC. 2008. h. 553-4. 4. Behrman, Kliegman, Arvin. Nelson textbook of pediatrics. Ahli bahasa, A. Samik

Wahab. Ed. 15. Volume III.Jakarta : EGC. p.1851-56. 5. Mansjoer A. Kapita selekta kedokteran. Jilid I. Edisi III. Jakarta:

FKUI;2001.h.437-41. 6. Skorecki K, Green J, Brenner B M. Chronic kidney disease in Harrisons

principles of internal medicine 17th ed. USA: McGraw-Hill. 2007. p. 1858-69. 7. Corwin EZ. Buku saku patofisiologi. Dalam system pernafasan. Editor: Brahm U.

Pendit, Endah Pakaryaningsih. Jakarta: EGC. 2004.h. 729-30 8. Brenner BM, Lazarus JM. Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3 Edisi

13. Jakarta: EGC, 2000.1435-1443. 9. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed:

Ke-6. Jakarta: EGC. 10. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation,
25

Classification, and Stratification. Individuals at increased risk of chronic kidney disease.

Diunduh dari http://www.kidney.org/professionals/KDOQI/guidelines_ckd/p4_class_g3.htm.

26

Anda mungkin juga menyukai