Anda di halaman 1dari 12

STRATEGI PENANGANAN DAN LANGKAH-LANGKAH PASCA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI RUMAH PENDUDUK DAN INFRASTRUKTUR

DAFTAR
1.

ISI
PENDAHULUAN

1. 2. 3. II.

Latar Belakang Aspek-aspek dalam Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pedoman & Acuan Pelaksanaan

REHABILITASI DAN REKONSTRUKS! RUMAH PENDUDUK


1. 2. 3. 4. 5. 6.

Permasalahan Tujuan Pendekatan Mekanisme Pelaksanaan Upaya Menjamin Keberhasilan Bantuan Penjaminan Mutu dan Pengendalian Mutu

III REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI INFRASTUKSTUR . 1. Permasalahan


2. 3. 4. IV .

Tujuan Pendekatan Mekanisme Pelaksanaan

LANGKAH - LANGKAH PASCA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI


1. 2. 3.

Pengembangan Rumah dan Lingkungan Aman Gempa Peningkatan Peran Pos Pelayanan Teknis (Posyanis) Pembangunan dan Pemeliharaan Fasum/Fasos dan

V.

PENUTUP

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Gempa bumi yang melanda Propinsi Dl Yogyakarta dan sebagian wilayah Propinsi Jawa Tengah sebesar 5,6 SR pada tanggal 27 Mei 2006, mengakibatkan korban jiwa dan harta benda yang mengganggu kehidupan masyarakat, menjadikan beban sosial, ekonomi, kesehatan dan psikologis yang memerlukan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi secara berkesinambungan untuk memulihkan kehidupan sosial ekonomi mereka. Di Propinsi Dl Yogyakarta tercatat 4.677 orang meninggal dunia, 19.897 orang luka berat ringan 96.730 rumah roboh, 117.075 rusak berat, 156.971 rusak ringan. Dibidang infrastruktur 10 Daerah irigasi dan 16 tanggul sungai, 4,95 km jalan nasional, 2.262 m jembatan nasional, 17,02 km jalan propinsi, 1.163,3 m jembatan propinsi 67,24 km jalan kabupaten, 631,3 m jembatan kabupaten, 1873 bangunan tempat ibadah, 250 puskesmas 21 pasar, 1900 bangunan sekolah dan 475 bangunan pemerintahan mengalami rusak berat, sedang dan ringan. Di Propinsi Jawa Tengah tercatat 1.063 orang meninggal dunia, 18.526 luka berat, 31.149 luka ringan, 65.317 rumah roboh, 65.317 rusak berat dan 103.248 rusak ringan. Dibidang infrastruktur tercatat 108 gedung sekolah pemerintahan mengalami rusak berat, sedang dan ringan. dan 1000 bangunan

Dari data-data tersebut jelas upaya rehabilitasi dan rekonstruksi rumah penduduk dan infrastruktur memerlukan penanganan yang tepat dan terpadu, serta upaya-upaya pengembangan rumah dan lingkungan yang akan dilaksanakan secara swadaya maupun kesiapsiagaan masyarakat sebagai penduduk yang tinggal di wilayah bencana khususnya gempa bumi. 2. Aspek-aspek Dalam Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pengertian Rehabilitasi sesuai Undang-undang No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana adalah : Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi dan berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana. Sedang Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana kelembagaan pada wiayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan masyarakat pada wilayah bencana. Dari pengertian tersebut di atas upaya rehabilitasi bertitik berat pada aspek kehidupan masyarakat, maka dalam konteks ini pembangunan kembali rumah penduduk yang roboh/rusak berat serta perbaikan-perbaikan yang rusak ringan merupakan salah satu pilar bagi pemulihan kehidupan mereka.

Upaya rekonstruksi bertitik berat pada upaya pembangunan kembali serta perbaikanperbaikan sarana dan prasarana untuk memulihkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat, dengan demikian suatu upaya agar fasilitas sosial, fasilitas umum serta infrastruktur dapat berfungsi 3. Pedoman dan Acuan Pelaksanaan Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi terutama untuk rumah penduduk korban gempa berpedoman pada ketentuan-ketentuan /perundang-undangan di bidang bangunan gedung yakni: a. Undang-undang No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, khususnya Pasal 18 mengenai persyaratan-persyaratan teknis konstruksi bangunan pada wilayah rawan gempa. b. Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2005 yang merupakan Peraturan-peraturan Pelaksanaan Undang-undang No. 28/2002 tentang Bangunan Gedung. c. Keputusan Menteri Pekerjaan Umum No. 441/KPTS/1998, tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung, khususnya angka IV 1 tentang Persyaratan Teknis Bangunan Gedung. d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 19/PRT/M/2006 selaku Sekretaris Tim Pengarah Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Gempa Provinsi DIY dan Jawa Tengah, tentang Pedoman Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Gempa Bumi di Provinsi DIY dan Jawa Tengah. Sedang Pelaksanaan Teknisnya mengacu pada : a. Keputusan Direktur Jenderal Cipta Karya No. 111/KPTS/CK/1993 : tentang Pedoman Pembangunan Bangunan Tahan Gempa. b. Standar-standar Nasional antara lain : Indonesia tentang Standar-standar Bangunan Tahan Gempa

SNI No. 03-1726.2002 tentang Perencanaan Tahan Gempa untuk Bangunan. SNI No. 1972 tentang Perencanaan Tahan Gempa untuk Rumah dan Gedung. c. Pedoman Teknis Rumah dan Bangunan Gedung Tahan Gempa, yang disampaikan kepada Tim Teknis Nasional (TTN) Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Gempa Provinsi DIY dan Jawa Tengah dari Direktur Jenderal Cipta Karya Departemen PU No. IP.07.07-C/2006 tanggal 21 Mei 2006.

II REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI RUMAH PENDUDUK

1. Permasalahan a. Kerusakan rumah penduduk akibat gempa bumi, baik roboh, rusak berat-ringan, meliputi jumlah yang besar serta wilayah secara luas dan tersebar, mengakibatkan sebagian besar penduduk tinggal di rumah saudara dilain tempat, tinggal di tenda-tenda darurat dengan kondisi yang tidak memenuhi syarat kesehatan, kemanusiaan. Di lain pihak diperkirakan pada bulan Nopember telah mulai musim hujan yang menambah penderitaan mereka. Pada daerah-daerah tertentu (Kabupaten Bantul) infrastruktur pemerintahan dan pelayanan masyarakat di tingkat kecamatan, desa dan dusun bisa dikatakan mendekati lumpuh, tidak berfungsi secara maksimal. Dengan demikian diperlukan penanganan rehabilitasi rumah penduduk yang tepat, cepat dan melibatkan masyarakat sendiri dengan bantuan, bimbingan dan pengawasan pemerintah baik pusat maupun daerah. b. Akibat gempa yang menimbulkan korban dan dampak besar, membuat "suasana batin" masyarakat sedemikian traumatis, sehingga tampak di permukaan, baik sisisisi negatif maupun sisi-sisi positif. Sisi-sisi negatif, antara lain : Sensitifitas masyarakat terhadap sesama dan lingkungan, yang dimanifestasikan dalam sifat-sifat antara lain : mudah marah, kecewa terhadap kondisi-kondisi, kebijakan-kebijakan, dll. Traumatis, tampak dengan mudah terkejut, kaget, dll. Rasa keputusasaan. Sisi-sisi positif, antara lain : Meningkatkan rasa solidaritas, ditunjukkan dengan kegiatan gotong-royong, membersihkan puing-puing, lingkungan, tolong menolong korban meninggal, luka, dan kebersamaan dalam menjalani hari-hari pasca kejadian. Meningkatkan rasa tawakal, sujud kepada Sang Chalik, ditunjukkan dengan doa bersama, dll. Dari permasalahan di atas, rehabilitasi dan rekonstruksi rumah penduduk pada dasarnya adalah masalah sosial dan masalah-masalah teknis. Dengan demikian dicarikan upaya penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi yang merupakan keterpaduan mengatasi 2 sisi permasalahan tersebut di atas, dan berdasarkan : Asas Kepercayaan Terkandung pengertian mempercayai masyarakat untuk membangun rumah mereka dan bertumpu pada kearifan lokal dengan mengembangkan nilai-nilai positif yang terkandung dalam masyakarat. Asas Pendampingan Terkandung pergantian memberikan bimbingan, arahan dan bantuan dari sisi teknis

konstruksi tahan gempa maupun pengembangan nilai-nilai positif dan menghilangkan nilai-nilai negatif. Asas Pengawasan dan Pemantauan Walau memantau baik segi keuangan, teknis konstruksi maupun dinamika masyarakat.

2. Tujuan Tujuan upaya rehabilitasi dan rekonstruksi rumah penduduk adalah : a. Mengurangi tekanan ekonomi, social dan psikologis guna menumbuhkan kepercayaan diri, harkat dan martabat masyarakat melalui pendekatan kearifan lokal. b. Membantu merehabilitasi dan merekonstruksi rumah korban gempa yang memenuhi standar teknis rumah tahan gempa dan ber IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) c. Memberikan bantuan korban gempa yang rumah mereka rusak ringan.

3. Pendekatan Pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah penduduk menggunakan pendekatan Pembangunan Berbasis Komunitas/Masyarakat ("Community Based Development", CBD). Pendekatan ini berbasis pada Pemberdayaan Masyarakat melali pengembangan potensi "Kearifan lokal" (gotong royong, sambatan tepo seliro, guyub, dan Iain-Iain) yang dituangkan dalam : a. Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat Perumahan (KSM-P) b. Pengambilan keputusan diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat para anggota KSM-P. c. Filosopi penanganannya dilakukan dengan jiwa gotong royong Pemerintah Daerah sebagai Penanggung jawab dan koordinator dan "Pamong", dalam memfasilitasi pelaksanaan rehabilitasi dan rekonstruksi. 4. Mekanisme Pelaksanaan a. Pemerintah Daerah dalam hal ini Pemerintah Propinsi sebagai koordinator dan fasiitator pelaksanaan, dan Pemerintah abupaten/Kota sebagai pelaksana koordinasi dan fasiiitasi terhadap masyarakat (KSM-P) melalui kecamatan/desa. b Pelaksanaannya terdiri dari 6 (enam) tahap : 1) Tahap Persiapan Pembentukan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM-P) yang terdiri dari 8 s/d 15 rumah korban gempa, pembentukannya difasilitasi Pemerintah Desa dan Kecamatan. Camat atas nama Bupati mengesahkan KSM-P sebagai lembaga yang secara sah dapat menerima penyaluran dana melalui APBN. Kelompok Masyarakat dibentuk berdasar pertimbangan lokasi.

2) Tahap Perencanaan dan Perancangan

KSM-P melakukan rembug kelompok untuk pengangkatan pimpinan kelompok dan pengurus kelompok lain yang diperlukan, dan menetapkan program pelaksanaan (Bagidil, Bagito, dan Iain-Iain diserahkan pada kebijakan masingmasing KSM-P). KSM-P menyusun rencana Pelaksanaan baik prioritas rumah yang dibangun, rencana teknis. Dalam tahap ini mulai dibantu fasilitator kelompok, yang terdiri dari fasilitator teknis dan fasiitator sosial yang direkrut oleh Konsultan Manajemen Propinsi dan dibantu Konsultan Manajemen Kabupaten Membuka rekening Kelompok 3) Tahap Pelaksanaan

Mulai melaksanakan pembangunan rumah oleh KSM-P dengan bimbingan dan arahan fasilitator kelompok (faskel), setelah melakukan Pencairan Bantuan Dana Tahap I (60%). Setelah melakukan pertanggungan jawab pemanfaatan bantuan Tahap I, diajukan pencairan dana tahap II Proses pencairan dibantu fasilitator sosial-keuangan. 4) Tahap Pemanfaatan

Korban gempa menempati rumahnya kembali Dilakukan evaluasi baik segi-segi kualitas/standar-standar teknis Rumah Tahan Gempa (Quality Assurance dan Quality Control) Evaluasi dari segi sosial menyangkut Dinamika Kelompok dan pengembangan kearifan lokal. 5) Upaya Menjamin Keberhasilan Bantuan Dengan telah dipahami bahwa rehabilitasi dan rekonstruksi merupakan upaya mengatasi 2 (dua) sisi permasalahan, yakni permasalahan sosial dan permasalahan teknis, maka : upayaupaya yang dilakukan untuk menjamin keberhasilan atas tuntutan yang diberikan maka perlu dilakukan pengendalian-yang menyangkut pengendalian aspek sosial dan aspek teknis. Pengendalian aspek sosial meliputi: a. Pembentukan Kelompok Swadaya masyarakat yang difasilitasi aparat desa/kecamatan sekaligus sebagai Pembimbing serta Pengesahan sebagai Badan Hukum yang bisa menerima bantuan anggaran sesuai ketentuan perundang-undangan. b. Pendampingan Fasiiitator Sosial dan Ekonomi sebagai katalisator pembangkitan kearifan lokal dan dinamika kelompok. c. Penyaluran bantuan dalam 2 tahap, dimana tahap II disalurkan apabila tahap I telah digunakan sesuai ketentuan yang berlaku. Pengendalian aspek teknis konstruksi meliputi:

a. Pemberian Pedoman Teknis, Panduan teknis, tentang rumah tahan gempa, kualitas bahan, dll. b. Pendampingan fasiiitator teknis yang membimbing, member nasehat/ pertimbangan tentang bangunan rumah tahan gempa, IMB, dll. c. Melakukan Program Penjaminan Mutu dan Pengendalian Mutu (Quality Assurance dan Quality Control). 6) Penjaminan Mutu dan Pengendalian Mutu a. Maksud upaya ini untuk mengetahui seberapa pemenuhan terhadap tingkat ketahanan terhadap gempa, menyangkut kepatuhan terhadap normanorma, standar-standar konstruksi rumah tahan gempa. b. Tujuan : Memberikan/merekomendasikan model perlakuan terhadap berbagai rumah yang kurang/tidak memenuhi persyaratan rumah tahan gempa ber-IMB. Sebagai evaluasi dan masukan kebijakan ke depan kepada pengambil kebijakan dan pihak-pihak yang terkait. Sasarannya terhadap rumah roboh dan rusak berat yang mendapat bantuan ehabilitasi rekonstruksi dari Pemerintah Pusat/Daerah baik yang sudah dibangun, akan dibangun atau sedang dibangun, yang mendapat hubungan fasilitator, belum sempat mendapat bimbingan fasilitator (telah dibangun sendiri) yang nantinya mendapat bantuan Pemerintah. Metodologi yang digunakan, melalui survey secara acak (sampling) yang dapat mewakili berbagai tipe/kondisi, melakukan pengujian setempat, wawancara, test fisik, cek mutu bahan dan uji ulang.

c.

d.

III.

REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI INFRASTRUKTUR

1. Permasalahan Rehabilitasi dan rekonstruksi bidang ini meliputi fasilitas umum dan fasilitas sosial, antara lain fasilitas pemerintahan, pendidikan, industri dan perdagangan, kesehatan, sosial, agama, perhubungan, serta infrastruktur pekerjaan umum meliputi sumber daya air, jalan jembatan, perumahan permukiman dan infrastruktur energi (tenaga listrik). Rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur dilaksanakan oleh berbagai pihak secara sektoral, oleh penanggung jawab sektor masing-masing. Pembeayaan baik melalui anggaran Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota. Disamping itu beberapa fasilitas umum dan fasilitas sosial dibeayai melalui bantuan lembaga donor, swasta serta bantuan khusus Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (Bakornas PB) seperti masjid-masjid dan Iain-Iain. Kondisi ini menjadikan berbagai skema penanganan yang berjalan sendiri-sendiri yang berakibat: a) Waktu pelaksanaan yang berbeda-beda. b) Terjadi tumpang tindih, beberapa fasilitas mendapat bantuan berlebih dan dipihak lain beberapa fasilitas umum/sosial belum ditangani (a.c. Taman Kanak-kanak, Madrasah, dan Iain-Iain) c) Berbagai sumber dana menjadikan penanganan yang bervariasi dari sisi pelaksanaan, besar kecilnya bantuan. d) Standar teknis tahan gempa yang dipersyaratkan bisa berbeda untuk masing-masing penanggung jawab maupun asal sumber dana.

2. Tujuan
a) Fasilitas umum/sosial serta infrastruktur dapat berfungsi kembali sehingga mendukung pemulihan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. b) Semua infrastruktur yang rusak berat/ringan dapat memperoleh bantuan dana sesuai dengan kerusakan yang ada. c) Rehabilitasi dan rekonstruksi memenuhi persyaratan teknis yang ditentukan. 3. Pendekatan Upaya yang dilakukan pendekatan "Koordinasi dan Percepatan" pembangunan infrastruktur agar semua kerusakan fasilitas umum/sosial, infrastruktur pekerjaan umum dan energi segera dapat berfungsi kembali, sehingga secepatnya dapat mendukung pemulihan kehidupan sosial dan ekonomi korban gempa. Koordinasi baik antar sektor, antar hierarki pemerintah serta swasta/masyarakat. 4. Mekanisme Pelaksanaan

a) Melalui pertemuan Konsultasi ditingkat nasional dengan Departemen/Lembaga di tingkat pusat, sebagai penanggung jawab pembangunan dan pengembangan fasilitas umum/sosial dan infrastruktur sesuai sektornya masing-masing. b) Melakukan Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) secara berkala, guna memperoleh informasi dan ikut mendorong dan mempercepat, memberikan saran-saran kepada Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota dalam inventarisasi kerusakan, upaya perbaikan, pendanaan serta peran lembaga-lembaga/Donor/Swasta dan masyarakat. c) Melakukan observasi lapangan secara acak (sampling) sebagai "check and recheck" dalam upaya rehabilitasi dan rekonstruksi fasilitas sosial dan infrastruktur.

IV. LANGKAH-LANGKAH PASCA REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

1. Pengembangan Rumah dan Lingkungan Aman Gempa Rehabilitasi dan rekonstruksi rumah melalui pemberdayaan masyarakat (Community Based Development) terkandung asas "kepercayaan" kepada masyarakat untuk membangun rumahnya sendiri, meskipun dengan pendampingan fasilitatorteknis. Pendekatan ini perlu disertai upaya-upaya pemantauan dan terhadap kualitas bangunan fisik rumah terhadap standar-standar teknis teknologis tahan gempa, baik menyangkut struktur utama maupun bahan bangunan (diameter tulangan, kepadatan beton, dan Iain-Iain) Rehabilitasi dan rekonstruksi dalam tahap awal, menerima bantuan Pemerintah Pusat/Daerah yang berupa stimulan, bantuan terbatas, yang selanjutnya masyarakat akan membangun rumah dan lingkungannya sendiri secara swadaya maupun bantuan-bantuan pihak lain secara terbatas. Pengembangan rumah dan lingkungan pada daerah rawan bencana khususnya gempa bumi, menuntut persyaratan-persyaratan teknis konstruksi dan lingkungan yang aman terhadap gempa. Dalam tahap ini diperlukan bimbingan dan pengawasan Pemerintah Daerah (Kabupaten/Kota) dalam memantau, membimbing dan mengarahkan masyarakat melalui : a. Penyiapan ketentuan-ketentuan teknis dan lingkungan b. Sosialisasi dan bimbingan c. Beberapa percontohan Dari beberapa uraian di atas yang perlu dilakukan adalah : a. Melakukan pemantauan kualitas rumah dan lingkungan (Quality Assurance, Quality Control) terhadap rehabilitasi dan rekonstruksi untuk dapat:

Memberikan saran-saran perlakuan terhadap berbagai kondisi/tipe pembangunan rumah yang kurang/tidak memenuhi persyaratan teknis tahan gempa. Merumuskan masukan-masukan kebijakan kepada Pemerintah Pusat/Daerah dalam upaya penanganan ke depan. b. Pemerintah Daerah terutama Kabupaten/Kota agar:

Menyiapkan perangkat peraturan-peraturan, ketentuan- ketentuan pengembangan rumah dan lingkungan yang aman gempa yang tentunya sesuai dengan kondisi daerah setempat. Melakukan sosialisasi, bimbingan dan pengawasan pengembangan rumah dan lingkungan secara mandiri yang memenuhi persyaratan rumah tahan gempa, serta lingkungan aman gempa.

2. Peningkatan Peran Pos Pelayanan Teknis (Posyanis) Masyarakat Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebagian Propinsi Jawa Tengah sebagai wilayah yang rawan bencana khususnya gempa bumi, hendaknya disiapkan agar siap mengantisipasi bencana yang sewaktu-waktu bisa melanda mereka. Dalam siklus Manajemen Bencana (Disaster Management) terutama periode Mitigasi (minimalisasi akibat) serta kesiapsiagaan perlu dipahami oleh masyarakat. Pemerintah Daerah (Propinsi/Kabupaten/Kota) perlu menyiapkan unit yang secara langsung dan terus menerus menyiapkan masyarakat yang "sadar bencana. Dalam hal ini pembentukan Pos Pelayanan Teknis disetiap Kabupaten/Kota, Kecamatan sampai dengan Dusun menjadi perlu. Posyanis sebagai ujung tombak penyiapan masyarakat untuk sadar bencana dan siap menghadapai bencana khususnya gempa bumi melalui : a. Pelatihan-pelatihan bagi anggota-anggota Posyanis, tokoh-tokoh/pemuka masyarakat mengenai pokok-pokok "Manajemen Bencana" terutama dalam tahap: Mitigasi dan Kesiapsiagaan, khususnya dibidang pengembangan rumah dan lingkungan. b. c. Melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat yang tinggal di daerah bencana. Pemantapan kelembagaan Posyanis sendiri secara menyeluruh (Capacity Building) baik manyangkut sumber daya manusia/ petugas/pejabat, peralatan, kelembagaan dan Iain-Iain.

3. Pembangunan dan Pemeliharaan Infrastruktur Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur perlu dilanjutkan dalam upaya pemuiihan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Upaya-upaya yang harus dilakukan ke depan adalah : a. Pemahaman lembaga-lembaga Pemerintah/swasta dalam penyediaan fasilitas sosial/umum serta infrastruktur hendaknya memenuhi persyaratan-persyaratan teknis konstruksi yang lebih Pemahaman prinsip-prinsip "Manajemen Bencana" oleh aparatur dan lembaga masyarakat/swasta serta masyarakat sendiri. b. Meningkatkan koordinasi antar sektor di daerah menyangkut:

Pembangunan infrastruktur tahan gempa Melakukan pelatihan-pelatihan dibidang kebencanaan.

V.

PENUTUP

Demikianlah laporan ini kiranya dapat sebagai penjelasan perihal : 1. Gambaran kondisi serta langkah-langkah penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi, untuk Bidang Perumahan dan Infrastruktur, pada pihak-pihak yang berkepentingan serta masyarakat luas, yang tentunya masih banyak kelemahankelemahan dan hal-hal yang harus ditingkatkan. 2. Sebagai saran-saran ke depan yang perlu dilakukan baik oleh Pemerintah Propinsi/Kabupaten/Kota serta lembaga-lembaga masyarakat serta masyarakatnya sendiri dalam upaya antisipasi terhadap bencana khususnya gempa bumi yang sewaktu-waktu dapat kembali melanda di wilayah Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai