Anda di halaman 1dari 9

BRIKET KULIT DURIAN SEBAGAI ENERGI ALTERNATIF

Briket pada kulit durian tidak berbeda dengan briket arang atau briket tempurung kelapa dan briket arang kayu. Ketinganya sama-sama tidak berasap, sehingga briket ini juga tidak menimbulkan polutan (zat tercemar) udara. Selainitu, ketiga jenis briket ini juga gampang digunakan. Inilah yang membedakan dari briket batubara, yang penggunaannya kurang praktis dan pembakarannya menimbulkan poutan yang membahayakan kesehatan manusia. Pada briket kulit durian memiliki beberapa keunggulan dari briket arang kayu dan arang tempurung kelapa, apalagi jika dibandingkan dengan briket batubara briket kulit durian ini memiliki banyak keunggulan. Selain dapat memecahkan masalah dalam masalah penanganan limbah durian karena ketersedian kulit durian yang melimpah di Indonesia. Briket ini mengeluarkan bau harum ketika digunakan, sehingga cocok digunakan untuk industry makanan, baik skala rumah tangga atau besar. Karena keunggulan itulan briket kulit durian memiliki potensi pasar terbuka luas, baik pasaran local, domestic, dan ekspor. Berdasarkan penelitian, briket arang merupakan arang yang diubah bentuk, ukuran, dan kerapatannya, sehingga menjadi produk yang lebih praktis digunakan sebgai bahan bakar. Sedangkan briket kulit durian adalah residu, yangsebagian besar komponennya adalah karbon. Ia terjadi karena penguraian kulit durian, akibat perlakuan panas. Peristiwa ini dapat terjadi pada pemanasan langsung atau tidak langsung dalam timbunan. Penggunaan bahan bakar berbentuk briket memang lebih efektif dan efisien. Sebab bentuk dan ukurannya dapat disesuaikan dengan keperluan. Pembuatan briket kulit durian ini memberikan banyak keuntungan dibandingkan dengan pembuatan briket dengan bahan baku batubara atau kayu. Selan itu, arang dapat ditingkatkan kerapatannya, bentuk dan ukurannya dapat disesuaikan dengan kebutuhan, tidak kotor, mudah transportasinya, dan praktis untuk digunakan sebagai bahan bakar untuk kebutuhan rumah tangga.

Proses Pembuatan Tak sulit untuk membuat briket kulit durian. Pertama, kulit durian dicacah, baik secara manual maupun menggunakan pencacah. kebolehannya dengan menyuguhkan alat pencacah kulit durian berkapasitas 500-1.000 kg/jam. Dengan tenaga diesel 7 HP, diperoleh hasil cacahan dengan dimensi yang bisa diatur. Pengaturan mata pisau pun bisa diatur secara fleksibel. Hasil cacahan dijemur, kemudian dioven dalam suhu 100 derajt Celcius selama 30 menit. Setelahkering dimasukkan ke furnace sampai arang granular (pembakaran tidak sempurna). Dalam proses pembuatan arang granular akan dihasilkan arang berukuran besar (kasar) dan halus

(powder). Arang besar bisa digunakan sebagai bahan baku karbon aktif, sedangkan arang halus digunakan sebagai bahan baku briket. Namun demikian, arang graular berukuran besar pun dapat digunakan sebagai bahan bakar pemmbuatan briket kulit, tapi harus melalui proses penghalusan. Setalah dihaluska (biasanya dengan mesin crusher), arang yang dihasilkan dihancurkan dan ditambah dengan larutan kaji 10%, tanah hat 10%, dan larutan NaOH 1%. Selanjutnya dicetak menjadi briket. Tahap berikutnya adalah mengeringkan briket pada suhu tertentu (menggunakan oven), sehingga dihasilkan briket kulit durian dengan kadar air tertentu. Briket yang dihasilkan dioven lagi hingga kering. Tanda sudah kering, jika diletakkan di tangan terasa ringan. Selain itu, tak ada serbuk yang menempel di tangan. Beberapa keunggulan briket kulit durian adalah nilai kalorinya relatif tinggi, tak berbau, tidak bersifat polutan, tidak menghasilkan gas SO, dan bisa langsung menyala (tak perlu minyak tanah untuk memancing seperti pada briket batubara). Pemakaiannya relatif lama, sekitar 2 jam 20 menit. Bentuk dan ukurannya juga disesuaikan dengan kebutuhan. Hasil penelitian menunjukkan, penggunaan 1 kg briket kulit durian dengan harga Rp 1.500/kg mampu menghasilkan kalori 5.010 Kkal. Sementara penggunaan 1 liter minyak tanah (harga Rp 2.500/liter) hanya mampu menghasilkan 4.400 kkal. Jadi penggunaan briket kulit durian jauh lebih murah sekitar 409 ketimbang menggunakan minyak tanah. Sayang jika kulit durian di Jawa Tengah hanya dibuang ke tong sampah tanpa menghasilkan nilai tambah. Inilah peluang inovator, inventor, dan lembaga penghasil teknologi untuk terus berkreasi dan berinovasi. Penghematan Biaya melalui Briket Durian
Pengguna Rumah tangga (3 liter/hari) Warung makan (10 liter/hari) Industri kecil (25 liter/hari) Industri menengah (1.000 liter/hari) Minyak Tanah Rp9.000,Rp30.000,Rp75.000,Rp3.000.000,Briket Durian Rp4.500,Rp15.000,Rp37.500,Rp1.500.000,Penghematan Rp4.500,Rp15.000,Rp37.500,Rp1.500.000,-

(Sumber : Harian Suara Merdeka 3/5/2007)

PEMBANDING Pemanfaatan Sampah Organik menjadi Briket Penggunaan sampah sebagai bahan untuk membuat briket berangkat dari keprihatinan bahwa, semakin hari jumlah produksi sampah semakin banyak serta ternyata di kota besar malah menimbulkan permasalahan yang berat dan berkepanjangan, dan tentunya semua kota yang berkembang akan menghadapi permasalahan ini. Memang upaya penggunaan sampah sebagai briket tidak akan dapat menyelesaikan permasalahan sampah secara keseluruhan yang memang permasalahan sampah harus diselesaikan secara integralistik dari beberapa faktor, namun upaya ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi produksi sampah. Penggunaan bahan bakar minyak yang semakin meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan industri, hal ini menuntut suatu pemikiran dan gagasan untuk menggali serta mengembangkan potensi sumber-sumber energi alternatif, terlebih dengan semakin menipisnya cadangan minyak dunia / bahan bakar fosil yang terbatas cadangannya, maka perlu untuk merintis penggunaan energi alternatif / terbarukan. Yang dimaksud dengan energi terbarukan adalah energi yang didapat dari sumber-sumber atau bahan-bahan yang siklus pengadaan/ peremajaan atau pembaharuannya tidak memerlukan waktu yang terlalu lama. Sedangkan energy yang tak terbarukan adalah energi yang didapat dari sumber-sumber yang dapat mengalami kelangkaan/ habis, dan tidak dapat diperbaharui. Penggunaan bahan pengawet makanan yang berbahaya sangatlah memprihatinkan dan ini menjadi perhatian yang serius dari pemerintah sehingga upaya untuk melindungi konsumen selalu diperhatikan, namun hal ini belum dibarengi dengan tersedianya bahan pengawet makanan yang diharapkan. Pengembangan asap cair sebagai pengawet makanan yang tidak berbahaya bagi manusia sangatlah diharapkan sehingga penulis mencoba melakukan upaya pengembangan pemanfaatan aap cair sebagai pengawet makanan. Manfaat Asap cair : 1. Industri Pangan Dalam industri pangan, asap cair memberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat antimikrobia dan antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung dapat dihindarkan. Perlu dicatat bahwa pengasapan tradisional mempunyai banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan ,proses tidak bisa dikendalikan , kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran , yang semuanya dapat dihindari. 2. Industri perkebunan Asap cair dapat digunakan sebagi koagulan lateks dengan sifat fungsional asap cair seperti anti jamur, anti bakteri dan antioksidan tersebut dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan. 3. Industri Kayu Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap, sehingga akan memperpanjang usia kayu.

Faedah Yang Diharapkan Faedah dari pengolahan ini adalah dapat membantu mengatasi permasalahan dalam pengolahan sampah khususnya sampah organik, yakni mengurangi jumlah timbunan sampah. Manfaat lain adalah sejalan dengan semakin menipisnya cadangan bahan bakar fosil / minyak bumi, maka diharapkan briket bioarang ini dapat menjadi alternatif bahan bakar bagi masyarakat sekaligus mengurangi konsumsi yang tinggi dari minyak bumi. Membantu masyarakat yang melakukan usaha atau kegiatan pembuatan briket bioarang dari sampah organik dan menghasilkan asap cair yang diharapkan dapat menggantikan bahan pengawet makanan yang berbahaya.

Briket Arang Sekam sebagai Bahan Bakar Alternatif Briket arang sekam adalah arang sekam yang telah diproses pengarangan dan dipadatkan dengan tekanan tertentu dengan bentuk yang kita ingin. Dalam bentuk briket, arang sekam menjadi lebih kompak dan mudah penanganannya. Di samping itu, penggunaannya sebagai bahan bakar akan lebih mudah dan tidak menimbulkan asap jika dipakai memasak. Bara yang terbentuk akan lebih tahan lama dengan suhu pembakaran yang lebih tinggikan. Pemanfaatan sekam menjadi briket dapat dilakukan dengan tiga tahap kegiatan. Tahap pertama, adalah perancangan alat untuk pembuatan arang sekam, yaitu dengan membuat cerobong untuk pengarangan. Tahap berikutnya adalah pembakaran sekam menjadi arang sekam. Selanjutnya pencetakan arang sekam ke dalam bentuk briket. Pembuatan briket arang sekam dibagi dalam lima tahap. Pada tahap pertama, cetakan briket dibuat dari pipa besi, paralon atau bambu dengan diameter 10 cm dan tinggi 7 cm. Tahap ke dua adalah membuat perekat, yaitu mengambil lumpur dari tanah liat kemudian diencerkan dengan air perbandingan 1:4. Tahap ke tiga adalah membuat adonan berupa campuran antara arang sekam dengan perekat tanah liat dengan perbandingan 6:1. Tahap ke empat adalah proses pencetakan briket dengan cara mencetak atau memampatkan adonan yang telah tersedia menjadi briket arang sekam sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Tahap ke lima atau tahap akhir adalah proses pengeringan dengan sinar matahari, sehingga briket menjadi kering dan siap untuk digunakan sebagai bahan bakar.

Produk Briket Batu Bara

Penggunaan batubara pada industri kecil yang paling cocok adalah dalam bentuk briket. Penggunaan briket batubara untuk rumah tangga dan industri kecil telah dimulai sejak tahun 1993 dan telah menumbuhkan berbagai kerjasama litbang, baik dalam negeri maupun luar negeri. Dalam pengoperasian pilot plant briket biobatubara ini masih sering timbul kendala pada bahan baku dan mutu produk. Kegiatan pengembangan produk pilot plant briket biobatubara bertujuan untuk mendapatkan komposisi dan jenis bahan baku yang lebih efektif dan efisien dengan memanfaatkan bahan baku yang berada di sekitar pabrik percontohan sehingga target substitusi BBM oleh briket biobatubara dapat tercapai secepatnya. Metode penelitian meliputi pengambilan dan pengujian bahan baku, evaluasi peralatan, uji coba komposisi bahan baku, uji produksi, serta analisis sifat fisik dan kimia briket yang dihasilkan. Pengubahan komposisi dan jenis bahan baku serta penambahan bahan pengikat yang dilakukan meliputi : pengurangan bagas (bagasse), substitusi bagas, penambahan molase, tanah liat, dan tapioka dengan target utama

antara lain meningkatkan kuat tekan briket. Berdasarkan uji coba produksi, diperoleh komposisi bahan baku optimal, yaitu: 80% batubara, 15% serbuk gergaji, 5% kapur, dan molase 6,5% dari campuran batubara, serbuk gergaji dan kapur, tekanan pembriketan 3 ton/cm2. Spesifikasi ini telah cukup memberikan kuat tekan yang baik ( 78 kg/cm2), namun rendemen pembriketan masih relatif rendah (23,4%) dan briket harus didaur ulang ke mesin briket. Penggunaan serbuk gergaji sebagai pengganti bagas tidak menurunkan nilai kalor briket biobatubara. Nilai kalor briket biobatubara yang diperoleh sekitar 4.800 kkal/kg. Hasil analisis positip lainnya adalah briket biobatubara tidak menimbulkan dampak negatip pada makanan yang dibakar langsung (dipanggang) dengan briket biobatubara.

Briket dari Limbah Kulit Kacang Ide menggunakan limbah kulit kacang tanah sebagai bahan utama briket muncul karena banyaknya tumpukan limbah kulit kacang tanah yang menggunung. Dalam sehari, mampu menggiling (mengupas) sekitar 1,5 ton kacang tanah. Dari jumlah itu, dihasilkan limbah kulit kacang yang lumayan banyak. Dari sekitar 3 kilo limbah kulit kacang tanah, bisa dihasilkan sekitar sekilo briket. Setelah kacang tanah mentah digiling, proses awal pembuatan briket kulit kacang tanah pun dimulai. Kulit kacang dipisahkan dari bijinya. Kemudian, limbah kulit kacang itu dibakar dalam sebuah alat khusus sejenis oven yang terbuat dari drum bekas yang disebut kiln metal. Panasnya sekitar 40 derajat. Lama pembakaran sekitar 4 jam kalau drum berisi penuh. Proses pembakaran ini merupakan proses tersulit. Kalau panasnya tidak pas atau udara masuk ke dalam drum, kulit kacang tanah bisa terbakar jadi abu. Berarti gagal. Jadi, pembakaran hanya dilakukan sampai kulit kacang tanah berbentuk arang, tidak sampai menjadi abu. Jika masih utuh bentuk kulit kacangnya. Setelah menjadi arang, kulit kacang itu kemudian digiling dengan alat sederhana bertenaga dinamo.

Briket Ampas Sagu Sebagai Bahan Bakar Alternatif; Briket biomassa dari ampas sagu dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif. Briket biomassa dibuat melalui beberapa tahapan, yaitu pengarangan, pencampuran dengan perekat, pengempaan, dan pengeringan. Pada pembuatan briket ampas sagu digunakan perekat kanji dengan ragam 3%, 5%, dan 7%. Pencirian mutu briket meliputi kadar air, kadar abu, bagian yang hilang pada suhu 950 C, dan nilai kalor. Berdasarkan nilai kalor yang memenuhi standar arang kayu Indonesia (SNI 06-3730-1995) diperoleh bahwa briket ampas sagu dapat dijadikan sebagai salah satu bahan bakar alternatif.

Briket Tempurung Kelapa Keuntungan bisnis briket tempurung kelapa ini tergolong lumayan besar. Novi Setiawan,salah satu pelaku bisnis briket tempurung kelapa dari Bantul Yogyakarta,ini bisa mengantongi omzet Rp 97 juta per bulan. Adapun Fahni dari Gresik meraup omzet Rp 80 juta sampai Rp 100 juta per bulan. Untuk membuat briket tempurung kelapa yang laku di pasaran eksport memang memiliki persyaratan yang cukup ketat. Salah satunya adalah bahan baku briket yaitu tempurung kelapa benar-benar bebas dari serat kulit kelapa, jika masih ada serat kulit kelapa arang batok tidak bisa terbakar sempurna. Jika anda terarik menekuni bisnis briket tempurung kelapa ini, ada beberapa langkah yang harus dilakukan agar menghasilkan briket yang baik. Pertama adalah langkah pembakaran tempurung. Pada tahap ini, tempurung tidak boleh memiliki potongan terlalu kecil. Idealnya berukuran belah dua atau empat. Langkah selanjutnya adalah menghancurkan tempurung kelapa dengan kondisi masih sedikit kasar. Setelah menjadi seperti tepung kasar, bahan baku tadi dicampur dengan cairan pelekat yang terbuat dari bubur tepung tapioka dengan perbandingan 1:4. Bubur tapioka tidak lebih dari 5%. Setelah menjadi campuran, kemudian dicetak menggunakan mesin press hingga membentuk persegi dengan ukuran 20 cm x 20 cm dan ketebalan 2,5 cm atau sesuai permintaan pembeli. Langkah terakhir adalah menjemur dan mengoven briket dengan tujuan agar briket tidak berjamur. Bisnis briket tempurung kelapa selain memanfaatkan limbah tempurung kelapa juga mendatangkan keuntungan yang menggiurkan. Apalagi Indonesia kaya akan produksi kelapa.

Emisi Gas Buang pada Pembakaran Briket Batubara Penelitian Emisi Gas Buang pada Pembakaran Briket Batu bara untuk Mekanisme proses pembakaran sangatlah komplek, hal ini terjadi karena bahan bakar memiliki komposisi kimia dan fisika yang komplek dan dibakar pada kondisi yang tidak terkontrol. Pembakaran terjadi saat bahan bakar fosil (arang kayu dan briket batu bara) bereaksi dengan oksigen dari udara dan menghasilkan panas. Penelitian dilakukan untuk mengetahui tingkat emisi dari pemakaian briket batu bara pada industri kecil, sehingga diperoleh gambaran mengenai dampak pencemaran udara. Metodologi meliputi: pengumpulan dan analisis data, analisis laboratorium, dan evaluasi data serta penyusunan laporan. Dari analisis proksimat menunjukkan bahwa kandungan air lembap dari bahan bakar yang digunakan cukup rendah (5,46 - 11,81%). Analisis kadar abu pada penelitian ini (1,43 22,34%), Nilai terendah ditunjukkan arang kayu (AK) dan tertinggi oleh briket sekam kayu (BS), ini terjadi karena bahan asal kayu umumnya berkadar abu rendah (+ 12%) sedang sekam kayu (+ 20-25%). Hasil analisis ultimat yang meliputi penentuan unsurunsur suatu bahan seperti C,H,O,N dan S, unsur C,H dan O merupakan parameter penentu dalam proses pembakaran, hasil yang diperoleh antara 48,27 - 78,84%; 3,42-5,69% dan 15,35 - 26,90%, sedang unsur S dan N merupakan parameter yang berpengaruh dalam pencemaran lingkungan, karena dalam pembakaran akan terbentuk gas SO2 dan NOx. Hasil analisis tungku, menunjukkan bahwa suhu tertinggi rata-rata tungku dengan briket bagas (BB) mencapi 550oC, Briket Lampung (BL)

380oC, dan tiga bahan lainnya yaitu BS, BT (briket Tanjung Enim) dan AK, suhu tertinggi ratarata dicapai + 250oC. Hal ini sesuai kondisi suhu air rata-rata pada tungku yang digunakan bahan bakar BB lebih cepat naik dibanding dengan bahan bakar lainnya. Hasil pantauan emisi gas buang pembakaran briket batu bara dan arang kayu pada ketinggian 50cm dan 200cm (tinggi optimum pada percobaan) ,tungku menunjukkan bahwa dari proses pembakaran arang kayu sebagai bahan bakar tidak terdeteksi adanya gas SO2 baik pada ketinggian 50cm maupun 200cm. Semua bahan bakar briket yang digunakan dalam penelitian menghasilkan SO2 dipermulaan pembakaran (0 - 20 menit) dengan suhu tungku antara 150 - 600oC. selanjutnya kadar SO2 berfluktuasi sampai menit ke 65. Namun setelah menit ke 70 semua bahan bakar yang digunakan untuk proses pembakaran tidak menunjukkan kandungan SO2, untuk BB dan BS telah melampaui BME, sedang BL dan BT masih berada di bawah BME (300 mg/m3) dan emisi Nox dan CO untuk semua bahan bakar yang diteliti masih berada di bawah BME.

Perbandingan antara Minyak Jarak dan Briket Batubara Pemerintah telah memprogramkan penggunaan briket batubara secara massal untuk keperluan rumah tangga penduduk miskin. Sebagai langkah teknis merealisasikan program tersebut, pemerintah menganggarkan Rp150 miliar untuk pembelian sepuluh juta tungku briket batu bara yang akan dibagikan secara gratis atau dijual murah kepada penduduk miskin. Rencananya, anggaran tersebut akan dibebankan kepada APBN 2006. Di sisi lain, masih dalam rangka menanggulangi kemiskinan sekaligus mengoptimalkan pemanfaatan energi alternatif, pemerintah juga sedang merintis kegiatan penanaman jarak pagar di berbagai wilayah di seluruh Indonesia. Jarak pagar ini akan digunakan untuk membuat minyak jarak sebagai Alternatif pengganti solar atau minyak tanah. Adanya program-program tersebut menunjukkan betapa pemerintah sangat peduli kepada nasib rakyat miskin. Namun demikian, ditinjau dari berbagai aspek seharusnya pelaksanaan program pengembangan minyak jarak lebih diprioritaskan dibandingkan program briket batu bara, khususnya untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga. Perbandingan antara briket batu bara & minyak jarak ditinjau dari berbagai aspek Briket batu bara Minyak jarak Pengeluaran konsumen per 5500 kcal Rp 1.500 Rp 1.157 Subsidi pemerintah Ada, terutama untuk penyediaan tungku gratis/murah Tidak ada Penciptaan lapangan kerja untuk Investasi Rp2,5 miliar 50 orang 3.000 orang Pengaruh terhadap kesehatan Menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker paru-paru dan infeksi saluran pernafasan Tidak menimbulkan penyakit Dampak terhadap lingkungan Polusi gas karbondioksida dan zat berbahaya lain, kerusakan bekas areal pertambangan Rehabilitasi lahan yang rusak, pemanfaatan lahan terlantar diolah dari berbagai sumber. Konsumsi minyak tanah rakyat miskin sekitar 2,7 juta kiloliter per tahunnya. Jumlah ini dapat disubstitusi seluruhnya oleh minyak jarak, sebab potensi produksi minyak jarak Indonesia setiap tahunnya berkisar antara 20 juta kiloliter hingga 60 juta kiloliter. Dengan potensi ini, bahkan konsumsi total minyak tanah yang 'hanya' 12 juta kiloliter per tahun semuanya dapat dipenuhi oleh minyak jarak. Lebih jauh, tabel menggambarkan beberapa pertimbangan penting mengapa upaya pengembangan minyak jarak harus didahulukan dibandingkan usaha pengembangan briket batu bara. Briket batu bara mahal, harga briket batu bara di tingkat konsumen adalah Rp1.500 per kg. Meskipun harga ini seolah-olah lebih murah

dibandingkan harga minyak jarak (Rp2.000 per liter berdasarkan perhitungan pesimistis), namun jika dihitung berdasarkan nilai kalorinya ternyata minyak jarak lebih murah. Satu kilogram briket batu bara hanya mengandung kalori rata-rata sebesar 5.500 kcal, sementara satu liter minyak jarak memiliki kalori rata-rata sebesar 9.500 kcal. Dengan demikian, harga minyak jarak untuk kalori sebesar 5.500 kcal hanya Rp1.157, atau Rp 325 lebih murah dibandingkan dengan briket batubara. Jika konsumsi rata-rata minyak tanah satu keluarga miskin per harinya adalah setengah liter, maka keluarga tersebut akan membutuhkan sekitar 0,8 kg briket batu bara sebagai pengganti minyak tanah. Dengan demikian, mereka harus mengeluarkan Rp 432.000 untuk membeli 228 kg briket batu bara setiap tahunnya. Sedangkan jika konsumsi minyak tanah disubsitusi oleh minyak jarak, satu keluarga miskin membutuhkan 0,47 liter minyak jarak per hari. Dalam satu tahun, keluarga tersebut harus mengeluarkan Rpn339.000 untuk membeli 170 liter minyak jarak. Jadi, minyak jarak lebih layak dibandingkan briket batu bara dilihat dari segi cost yang harus dikeluarkan konsumen keluarga miskin. Sementara itu, keluarga miskin juga harus mengeluarkan biaya ekstra untuk membeli tungku briket batu bara. Tetapi karena biaya ekstra untuk tungku ini dianggap akan mengurangi minat keluarga miskin menggunakan briket batu bara, pemerintah memutuskan untuk menggratiskan atau menjual murah komponen tersebut. Artinya, pemerintah akan mengeluarkan subsidi. Tentu subsidi dalam hal ini menjadi tidak relevan terutama karena pemerintah telah bertekad menghilangkan seluruh subsidi di sektor energi. Investasi briket batu bara juga lebih bersifat padat modal dibandingkan investasi minyak jarak. Dana sebesar Rp2,5 miliar jika diinvestasikan dalam briket batu bara hanya menyerap tenaga kerja sekitar 50 orang, sedangkan jika ditanamkan di usaha minyak jarak akan menyerap tenaga kerja 60 kali lipatnya. Dengan biaya sekitar Rp1 triliun seluruh lahan kritis di Jawa seluas 400.000 hektare bisa termanfaatkan untuk pengembangan minyak jarak. Di samping itu, pemanfaatan lahan kritis tersebut akan menciptakan lapangan kerja untuk 1,2 juta orang. Dalam kondisi masyarakat yang sedang dilanda krisis tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, investasi tidak mungkin diarahkan sekadar untuk mengejar pertumbuhan ekonomi. Investasi juga memiliki fungsi sosial, di antaranya adalah menciptakan lapangan kerja sebanyak-banyaknya. Karena itu jika dipandang dari fungsi sosialnya, investasi untuk pengembangan minyak jarak jauh lebih layak dibandingkan dengan investasi briket batu bara. Merusak kesehatan Tulisan Igor O'Neill dalam harian Kompas (15/10/2005) melukiskan secara gamblang betapa berbahayanya briket batu bara jika digunakan untuk keperluan rumah tangga. Pengguna briket batu bara terancam berbagai penyakit degeneratif seperti kanker paruparu atau kanker tenggorokan. Mengutip WHO, O'Neill menyatakan memasak dengan bahan bakar padat di ruangan menyebabkan kematian dini. Menurut penelitian, korban terbanyak adalah perempuan dan anak-anak. Bahaya ini semakin nyata jika mengingat rumah-rumah di Indonesia biasanya tidak memiliki cerobong dapur sebagai saluran pembuangan asap. Hasil penelitian yang dilakukan oleh lembaga lain juga menunjukkan kesimpulan yang sama. Penyakit kanker maupun infeksi saluran pernafasan akan menjadi risiko akibat polycyclic aromatic hydrocarbons yang dihasilkan oleh proses pembakaran batu bara, serta zat-zat lain yang beracun seperti sulfur, merkuri, arsenik, selenium, dan fluorida. Lain halnya dengan minyak jarak. Sejak dulu minyak jarak digolongkan ke dalam clean energy atau green energy. Penelitian

membuktikan bahwa minyak jarak tidak mengandung buangan beracun sehingga-jangankan dibandingkan dengan briket batu bara-dibanding minyak tanah pun masih jauh lebih bersih. Penggunaan briket batu bara juga berpotensi mengotori udara terutama akibat emisi karbondioksida yang dihasilkan dari proses pembakarannya. Penggunaan briket batu bara juga akan memicu kegiatan pertambangan dalam skala yang lebih ekstensif, padahal tidak jarang lingkungan sekitar area pertambangan rusak parah akibat kegiatan pertambangan yang dilakukan di area itu. Berlawanan dengan kerusakan lingkungan yang sangat mungkin timbul akibat penggunaan briket batu bara, penelitian menunjukkan penggunaan minyak jarak dapat menurunkan emisi karbon dioksida hingga lebih dari 50.

Anda mungkin juga menyukai