Anda di halaman 1dari 22

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, penulis ucapkan atas Kehadirat Allah swt. yang telah memberikan kekuatan, kesehatan, dan petunjuk-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Studi Kasus Pasien Diabetes Mellitus. Salawat dan salam semoga selalu tercurahkan buat Nabi Muhammad saw. yang senantiasa kita harapkan syafaatnya di hari kiamat nanti. Terima kasih penulis ucapkan kepada dosen pembimbing yang telah memberikan berupa arahan dan petunjuk atas terselesainya makalah ini. Penulis menyadari makalah ini masih terdapat kesalahan maupun kekhilafan dalam penulisan, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian, agar makalah ini sempurna di masa yang akan datang. Terakhir, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya di dunia ilmu pendidikan khususnya ilmu kesehatan. Amin..

Sungai Penuh, 12 Januari 2013 Penyusun

IVON YOHANA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................i DAFTAR ISI.....................................................................................................ii BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH..............................................1 1.2 TUJUAN..........................................................................................2 1.3 RUMUSAN MASALAH................................................................2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................3 A. PENEGERTIAN PENYAKIT DIABETES MELLITUS ...........3 B. KLASIFIKASI PENYAKIT DIABETES MELLITUS...............3 C. PATOFISIOLOGI DAN KOMPLIKSI DM..................................9 D. KETOASIDOSIS DIABETIKUM................................................11 E. DIAGNOSA DM.............................................................................12 F. PENANGANAN PENYAKIT DM................................................13 BAB III PEMBAHASAN.................................................................................14 A. ANAMNESA...................................................................................14 I. II. III. IV. V. IDENTITAS........................................................................14 RIWAYAT PENYAKIT....................................................14 POLA MAKAN...................................................................14 OBATA-OBATAN..............................................................14 HASIL LABORATORIUM...............................................14

B. PEMBAHASAN..............................................................................15 A. IMT, BBN, DAN BBI.........................................................15 B. TUJUAN DAN SYARAT DIET.......................................15 C. KEBUTUHAN ENERGI ..................................................16

ii

D. BAHAN

MAKANAN

YANG

TIDAK

BOLEH

DIBERIKAN.......................................................................16 BAB IV PENUTUP..........................................................................................17 4.1 KESIMPULAN...............................................................................17 4.2 SARAN............................................................................................18 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................19

iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Penyakit Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit tidak menular yang mengalami peningkatan terus menerus dari tahun ke tahun. WHO memprediksi kenaikan jumlah penderita Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik, diperkirakan jumlah penduduk Indonesia yang berusia di atas 20 tahun adalah sebesar 133 juta jiwa, dengan prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7,2 %. Pada tahun 2030 diperkirakan ada 12 juta penyandang diabetes di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (Soegondo et. al, 2006). Efek kronik dari penyakit DM juga menjadi perhatian yang serius selain dari segi epidemologi. Penyakit Diabetes Mellitus merupakan the great imitator. Hal ini disebabkan penyakit DM mampu menyebabkan kerusakan organ secara menyeluruh secara anatomis maupun fungsional (Lawrence, 2005). Komplikasi kronik dari penyakit DM menyebabkan kelainan pada makrovaskular, mikrovaskular, gastrointestinal, genito urinari, dermatologi, infeksi, katarak, glaukoma dan sistem muskulo skeletal (Harrison 2007, h. 2161; Smith L 2002, h. 30). Salah satu manifestasi yang sedang mutakhir dalam penelitian komplikasi tersebut adalah pengaruh DM pada sistem muskuloskeletal khususnya terbentuknya osteofit pada vertebra lumbal. Osteofit pada vertebra lumbal terbentuk oleh adanya berbagai jenis penyakit. Salah satunya adalah osteoarthritis pada vertebrae yang dikenal dengan nama spondylosis (Grainger et al., 2001). Spondylosis tersebut seringkali terjadi pada vertebrae lumbal (Grainger et al., 2001; Smith et al., 2002), dan terbentuknya osteofit pada vertebrae lumbal tersebut seringkali terjadi pada margo anterior dan lateral corpus vertebrae (Paul et al., 1998). Berbagai penelitian biomolekular berupaya menemukan mekanisme terbentuknya osteofit yang disebabkan karena DM. Telah diketahui bahwa terbentuknya osteofit tidak terlepas terjadi karena degradasi kartilago (Sudoyo, 2007). Matriks metalloproteinase merupakan standar umum yang digunakan untuk menilai adanya degradasi kartilago (Saad, 2006). Penelitian mutakhir berupaya menghubungkan adanya mekanisme stress oksidatif terhadap matriks kartilago yang disebabkan oleh berbagai mekanisme. Mekanisme 2

iv

tersebut antara lain penambahan jalur polyol, terbentuknya Advance Glucose End products (AGEs) dan aktifasi Protein Kinase C (Brownlee, 2004). Berdasarkan berbagai fakta di atas, penulis tertarik untuk menilai Hubungan antara Riwayat Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) dengan Terbentuknya Osteofit pada Margo Anterior Corpus Vertebra Lumbal.

1.2 TUJUAN Adapun tujuan dari makalah ini yaitu agar pembaca sekalian mengetahui tentang penyakit Diabetes Mellitus dan bagaimanan menangani pasien yang menderita penyakit ini. 1.3 RUMUSAN MASALAH Adapun yang menjadi rumusan masalah dari makalah ini adalah : a. Apa jenis diet yang tepat diberikan kepada Tuan E dalam studi kasus dalam makalah ini ? b. Berapa IMT, BBN, dan BBI dari Tuan E? c. Apa tujuan dan syarat-syarat diet untuk tuan E? d. Apa saja makanan yang tidak boleh diberikan kepada Tuan E ? e. Apa yang dimaksud dengan penyakit Diabetes Mellitus ? f. Apa saja tipe-tipe penyakit Diabetes Mellitus ? g. Bagaimana patofisiologi penyakit Diabetes Mellitus ? h. Bagaimana komplikasi penyakit Diabetes Mellitus ? i. Bagaimanan gejala dan diagnosa penyakit Diabetes Mellitus ? j. Bagaimanan penanganan penyakit Diabetes Mellitus ?

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: , diabanein, tembus atau pancuran air) (bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing gula adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari:

defisiensi sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, atau keduanya. defisiensi transporter glukosa. atau keduanya. Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes mellitus,

antara lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington, kelainan mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom Werner, sindrom Wolfram,leukoaraiosis, demensia,hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme, dan lain-lain. B. KLASIFIKASI DIABETES MELLITUS Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes mellitus berdasarkan perawatan dan simtoma: 1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik. Diabetes mellitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini. 2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai dengan sindrom resistansi insulin 3. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT dan gestational diabetes mellitus, GDM.

vi

dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi: 4. Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus defisiensi peptida-C. 5. Insulin requiring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi insulin endogenus tidak cukup untuk mencapai gejala normoglicemia, jika tidak disertai dengan tambahan hormon dari luar tubuh. 6. Not insulin requiring diabetes. Kelas empat pada tahap klinis serupa dengan klasifikasi IDDM (bahasa Inggris: insulin-dependent diabetes mellitus), sedang tahap kelima dan keenam merupakan anggota klasifikasi NIDDM (bahasa Inggris: non insulin-dependent diabetes mellitus). IDDM dan NIDDM merupakan klasifikasi yang tercantum pada International Nomenclature of Diseases pada tahun 1991 dan revisi ke-10 International Classification of Diseases pada tahun 1992. Klasifikasi Malnutrion-related diabetes mellitus, MRDM, tidak lagi digunakan oleh karena, walaupun malnutrisi dapat memengaruhi ekspresi beberapa tipe diabetes, hingga saat ini belum ditemukan bukti bahwa malnutrisi atau defisiensi protein dapat menyebabkan diabetes. Subtipe MRDM; Protein-deficient pancreatic diabetes mellitus, PDPDM, PDPD, PDDM, masih dianggap sebagai bentuk malnutrisi yang diinduksi oleh diabetes mellitus dan memerlukan penelitian lebih lanjut. Sedangkan subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes, FCPD, diklasifikasikan sebagai penyakit,pankreas eksokrin pada lintasan fibrocalculous pancreatopathy yang menginduksi diabetes mellitus. Klasifikasi Impaired Glucose Tolerance, IGT, kini didefinisikan sebagai tahap dari cacat regulasi glukosa, sebagaimana dapat diamati pada seluruh tipe kelainan hiperglisemis. Namun tidak lagi dianggap sebagai diabetes. Klasifikasi Impaired Fasting Glycaemia, IFG, diperkenalkan sebagai simtoma rasio gula darah puasa yang lebih tinggi dari batas atas rentang normalnya, tetapi masih di bawah rasio yang ditetapkan sebagai dasar diagnosa diabetes.

vii

a. Diabetes mellitus tipe 1


Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh. Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder". Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1 harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l). Beberapa dokter menyarankan sampai ke 140-

viii

150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events". Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran.

b. Diabetes mellitus tipe 2


Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-insulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen,termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel , gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10 dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia. Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi, rasio RBP4 dan hormon resistin yang tinggi, peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati, penurunan laju reaksi oksidasi dan peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati. NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia, lipodistrofi, dan sindrom resistansi insulin. Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan

ix

insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines ( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa. Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak. Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan [[ antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin ( e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu ( e.g., metformin), dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan. Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, barubaru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes mellitus tipe 2. Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun kanker. Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi metabolisme oksidatif di dalam mitokondria pada otot lurik. Sebaliknya, hormon tri-iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan x

meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV, menurunkan spesi oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif, sedang hormon melatonin akan meningkatkan produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory chain, terutama pada kompleks I, III dan IV. Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik. Di sisi lain, metalotionein yang menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot jantung pada penderita diabetes. Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan pengurangan berat tubuh, setelah dilakukan bedah bypass usus. Hal ini diketahui sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah metoda ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis glukosa. Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin, diketahui menyebabkan:

peningkatan mRNA glukokinase, peningkatan ekspresi GLUT4 pada hati dan jaringan peningkatan pencerap gamma proliferator peroksisom peningkatan rasio plasma hormon insulin, protein C dan leptin penurunan ekspresi GLUT2 pada hati penurunan rasio plasma asam lemak dan kadar trigliserida pada hati penurunan rasio plasma dan kadar kolesterol dalam hati, antara lain dengan menekan 3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme reductase, asil-KoA, kolesterol asiltransferase

penurunan oksidasi asam lemak di dalam hati dan aktivitas karnitina palmitoil, antara lain dengan mengurangi sintesis glukosa-6 fosfatase dehidrogenase dan fosfatidat fosfohidrolase

meningkatkan laju lintasan glikolisis dan/atau menurunkan laju lintasan glukoneogenesis sedang naringin sendiri, menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat

karboksikinase dan glukosa-6 fosfatase di dalam hati.

xi

Hesperidin merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan pada buah jenis jeruk, sedang naringin banyak ditemukan pada buah jenis anggur.

c. Diabetes mellitus tipe 3


Diabetes mellitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulinresistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 2050% dari wanita penderita GDM bertahan hidup. Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 25% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan dapat meningkat maupun menghilang setelah melahirkan. GDM dapat disembuhkan, namun memerlukan pengawasan medis yang cermat selama masa kehamilan. Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan kesehatan janin maupun sang ibu. Resiko yang dapat dialami oleh bayi meliputi makrosomia (berat bayi yang tinggi/diatas normal), penyakit jantung bawaan dan kelainan sistem saraf pusat, dan cacat otot rangka. Peningkatan hormon insulin janin dapat menghambat produksi surfaktan janin dan mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan. Hyperbilirubinemia dapat terjadi akibat kerusakan sel darah merah. Pada kasus yang parah, kematian sebelum kelahiran dapat terjadi, paling umum terjadi sebagai akibat dari perfusi plasenta yang buruk karena kerusakan vaskular. Induksi kehamilan dapat diindikasikan dengan menurunnya fungsi plasenta. Operasi sesar dapat akan dilakukan bila ada tanda bahwa janin dalam bahaya atau peningkatan resiko luka yang berhubungan dengan makrosomia, seperti distosia bahu.

B. Patofisiologi
Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan

xii

yang sedang laik daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes mellitus sering disebut terkait oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing. Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia, yang berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian. GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak. Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin, terutama pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH. Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi pada toleransi glukosa. Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan turunnya toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin, stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko kardiovaskular. Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-iodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa. Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada pasien bedah pankreas, feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma. Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta, baik in vitro maupun in vivo. Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-FasL, dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4-. xiii

C. KOMPLIKASI PENYAKIT DIABETES MELLITUS Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk. D. KETOASIDOSIS DIABETIKUM Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernapasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau napas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius. Penderita diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering kencing dan haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.

xiv

E. DIAGNOSA PENYAKIT DIABETES MELLITUS Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl). Kadar glukosa darah sewaktu: Plasma vena Darah kapiler Kadar glukosa darah puasa: Plasma vena Darah kapiler Bukan DM <110 <90 <110 <90 Belum pasti DM

DM

110 - 199 >200 90 - 199 >200 110 - 125 >126 90 - 109 >110

E. Simtoma klinis
Simtoma hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya:

poliuria - sering buang air kecil polidipsia - selalu merasa haus polifagia - selalu merasa lapar penurunan berat badan, seringkali hanya pada diabetes mellitus tipe 1

dan setelah jangka panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi kronis, seperti:

gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan, gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal gangguan kardiovaskular, disertai lesi membran basalis yang dapat diketahui dengan pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron, gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi saraf autonom, foot ulcer, amputasi, charcot joint dan disfungsi seksual,

dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang dapat berakibat pada stupor dan koma.

rentan terhadap infeksi.

Kata diabetes mellitus itu sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria, atau kencing manis, yang terjadi jika penderita tidak segera mendapatkan perawatan.

xv

F. PENANGANAN PENYAKIT DIABETES MELLITUS


Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih besar daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin (DMTI) dosis ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.

BAB III PEMBAHASAN A. ANAMNESA

xvi

I. IDENTITAS Nama Umur TB BB : Tuan E : 60 th : 160 cm : 70 kg

Pekerjaan : Pengusaha restoran II. RIWAYAT PENYAKIT Tumit kaki kiri tuan luka terkena pecahan piring luka kering dan agak sembuh, tetapi tiba-tiba luka tersebut tergores kembali berdarah, lama kelamaan luka menjadi kehitaman dan bengkak. Luka tersebut terasa nyeri, berdenyut-denyut serta berbau. Luka menyebar sampai diatas mata kaki, badan terasa lemah dan nafsu makan menurun serta penglihatan kabur. III. POLA MAKAN Nafsu makan menurun IV. Obat-obatan Betadine Neurobin Daunyl

V. Hasil labolatorium Gula darah puasa 180 mg%,aceton darah +, Hb 12,4 gr%,albumin 2,11 gr %,globulin 3 gr.SGOT 78 u/I,SGPT 41 u/i. Pemeriksaan GTT pada jam pertama 215 mg per ccm,150 mg per ccm pada 2 jam, 3 jam 70 mg per ccm. 90 mg per ccm pada 5 jam. Tekanan darah 120/70 mmHg,kholestrol darah 240 m/100 ml. Trigleserida 200 mg/100 ml, ureum 51, creatinin urine 1,3 m/100 ml, natrium 131 meg/I.kalium 4,1 meg/I,asam urat 5,3 mg/dl.

B. PEMBAHASAN 1. Bila dilihat dari keluhan diet yang diberikan yaitu diet DM I-VIII 2. a). IMT = BB (kg) = 70 = 70 = 27,3 (obesitas) xvii

TB (

) (

) 2,56

BBN = TB 100 = 160 100 = 60 kg BBI = (TB 100) 10 % = (160 100) 10 % = 60 6,0 = 54 kg b). Tujuan : Membantu pasien memperbaiki kebiasaan makan danh olah raga untuk mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik. Syarat : 1. Energi cukup untuk mencapai dan mempertahankan berat badan normal. Kebutuhan energi ditentukan dengan memperhitungkan kebutuhan untuk metabolisme basal sebesar 25 - 30 kkal/kg BB normal, ditambah untuk aktivitas fisik dan keadaan khusus, minsalnya kehamilan atau laktasi serta ada tidaknya komplikasi. 2. Kebutuhan protein normal, yaitu 10 15 % dari totasl energi. 3. Kebutuhan lemak sedang yaitu 20 - 25% 4. Kebutuhan hidrat arang disesuaikan dengan kesanggupan tubuh untuk menggunakannya : gula murni tidak doperbolehkan. 5. Pemberian makanan disesuaikan dengan macam obat yang diberikan. 6. Asupan serat dianjurkan 25 gr/hr dengan mengutamkan serat larut air yang terdapat pada sayur dan buah. 7. Pasien DM dengan tekanan darah normal diperbolehkan mengonsumsi natrium dalam bentuk garam dapur sebesar 3000 mg/hr 8. Cukup vitamin dan mineral

c). Kebutuhan energi = 1100/ 1300/ 1500 Lemak = 30/ 35/ 36,5 Protein = 43/ 45/ 51,5

xviii

Karbohidrat = 172/ 192/ 235 d). Bahan makanan yang tidak boleh diberikan : 1. Mengandung banyak gula sederhana seperti : gula pasir, gula aren, sirop, jam, dan jeli. 2. Buah-buahhan yang diawetkan dengan gula pasir. 3. Susu kental manis, soft drink, es krim, dodol, dan cake. 4. Fast food, goreng-gorengan, ikan asin, dan telur asin. 5. Makanan yang diawetkan

BAB IV PENUTUP

xix

4.1 KESIMPULAN Diabetes mellitus, DM (bahasa Yunani: , diabanein, tembus atau pancuran air) (bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing gula adalah kelainan metabolis yang disebabkan oleh banyak faktor, dengan simtoma berupa hiperglisemia kronis dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari:

defisiensi sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, atau keduanya. defisiensi transporter glukosa. atau keduanya. Penyakit Diabetes Mellitus dibagi menjadi tiga yaitu DM tipe 1, DM tipe 2,

dan DM tipe 3. Diabetes mellitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa. Diabetes mellitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, noninsulin-dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen,termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel , gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10 dengan kofaktor hormon resistin yang menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia. Diabetes mellitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 2050% dari wanita penderita GDM bertahan hidup. xx

Dari studi kasus diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa : Diet yang cocok untuk Tuan E yaitu Diet DM I-IV IMT Tuan E : 27,3 kg/m2 BBN : 60 kg BBI : 54 kg Kebutuhan energi = 1100/ 1300/ 1500 Lemak = 30/ 35/ 36,5 Protein = 43/ 45/ 51,5 Karbohidrat = 172/ 192/ 235 Tuan E mesti menghindari makanan yang mengandung tinngi kadar gula, minuman yang tinggi gula, makanan atau minuman yang diawetkan, fast food, dan susu kental manis. 4.2 SARAN Penulis menyarankan kepada Tuan E mesti menghindari makanan yang mengandung tinngi kadar gula, minuman yang tinggi gula, makanan atau minuman yang diawetkan, fast food, dan susu kental manis. Tuan E meski mengatur gaya hidup, pola makan, dan pola aktivitas dan istirahat, serta olahraga. Penulis menyadari makalah ini masih terdapat kesalahan maupun kekhilafan dalam penulisan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian, agar makalah ini sempurna di masa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Amin.........

DAFTAR PUSTAKA http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_mellitus diakses pada pukul 19.15 WIB tanggal 23 Januari 2012

xxi

NANDA,

2002,

Nursing

Diagnoses

Definitions

&

Classifications.

NANDA, 2002, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi, PSIK FK UGM,Yogyakarta.

xxii

Anda mungkin juga menyukai