Anda di halaman 1dari 44

KREATIVITAS ANAK TUNARUNGU DALAM BERKOMUNIKASI DENGAN MENGGUNAKAN METODE MATERNAL REFLEKTIF DI SLB DHARMA WANITA MATARAM

OLEH MUHAMAD FAUZI NIM : 05. 141. 010

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN IKIP MATARAM 2009 / 201

BAB 1 PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 yang berbunyi bahwa Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Hal ini sesuai dengan Undang Undang Sisdiknas tahun 2003 bab IV pasal 1 dinyatakan bahwa Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan pasal 2 yang berbunyi Warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Hal ini menunjukkan bahwa anak tunarungu berhak memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya dalam pendidikan. Tunarungu dapat diartikan sebagai suatu keadaan kehilangan pendengaran yang mengakibatkan seseorang tidak dapat menangkap berbagai rangsangan, terutama melalui indera pendengarannya. Memang banyak media pembelajaran yang beredar tetapi media-media tersebut hanya diperuntukan untuk anak-anak normal saja. Sehingga media pembelajaran yang efektif bagi anak-anak tuna rungu sangat kurang,dan hal itu menjadi salah satu hambatan dalam pembelajaran anak-anak tuna rungu di Sekolah Luar Biasa.

Oleh karena itu untuk mempermudah dan menarik anak-anak tuna rungu di sekolah lebih cepat dalam belajar, dibuat sebuah media komunikasi visual yang berfungsi sebagai media pembelajaran. Dengan media ini sistem pengajaran diharapkan dapat lebih efektif membantu mereka belajar dengan benar. Dimana media tesebut mempunyai fungsi sebagai alat peraga pengajaran, dapat menarik dan mudah untuk dibelajari, efektif untuk pembelajaran anak-anak tuna rungu dan mempunyai isi yang bermanfaat bagi anak-anak tuna rungu. Anak tunarungu mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan bicara serta mengalami kesulitan berkomunikasi dengan sesamanya. Kenyataan bahwa anak tunarungu tidak dapat mendengar membuatnya tidak mungkin mengerti bahasa yang diucapkan orang lain dan karena tidak mengerti bahasa yang diucapkan orang lain dan dia tidak dapat bicara jika tidak dilatih bicara. Ketidakmampuan bicara anak adalah karakteristik yang membuatnya berbeda dengan anak lain. Manusia sebagaimana adanya adalah makhluk individu dan makhluk sosial yang akan senantiasa mengadakan interaksi dengan orang lain dan dalam pelaksanaannya dibutuhkan alat komunikasi dalam bentuk bahasa bicara. Sebagai akibat kehilangan pendengaran sedemikian rupa anak menjadi tunarungu atau menderita ketulian yang akhirnya membawa akibat pada kehidupan dirinya. Akibatnya adalah selain sukar berbahasa dan berbicara untuk kepentingan kehidupan dan juga terhadap perolehan pengetahuan yang lebih luas. Anak yang normal mendengar bahasa yang diucapkan berbulan-bulan sebelum dia

mulai berbicara. Orang normalpun memerlukan waktu untuk dapat mengerti bicara orang lain, apalagi anak tunarungu, karena itu mereka harus diberi kesempatan yang sama dengan anak lainnya untuk belajar berbahasa bicara. Mata anak tunarungu harus dipakai sendirian yang bagi anak normal pekerjaan tersebut dipikul bersama dengan pendengaran. Dengan alasan ini anak tunarungu lebih banyak membutuhkan waktu untuk dapat berbicara dan tentu saja lingkungan di sekitar anak yang juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan kemampuan berbahasa bicara anak tunarungu tersebut. Keterbatasan anak gangguan pendengaran dalam mengindera bunyi bahasa melalui pendengarannya menjadikan mereka memiliki keterbatasan dalam mengolah informasi. Dengan demikian pemanfaatan alat bantu/media dalam proses belajar, dapat membantu anak dalam mempertahankan daya ingat atas pengalaman yang dialaminya. Melalui media pendidikan yang menarik perhatian, dapat mengurangi hambatan salah pengertian siswa. Untuk itu media penting dalam memusatkan perhatian dan memotivasi siswa dalam belajar. Kondisi awal sebelum tindakan dapat penulis sampaikan melalui tes lisan dan perbuatan. Dengan melihat latar belakang tersebut, maka penulis mengadakan Penelitian Tindakan Kelas, yaitu Penggunaan Metode Maternal Reflektif Untuk Meningkatkan Kemampuan Berbahasa Bicara Pada Anak Tunarungu Kelas Persiapan Sekolah Luar Biasa Negeri Dharma Wanita Mataram yang bertempat dicakra negara. Sekolah Luar Biasa Tuna Rungu "Dharma Wanita" adalah sebuah

sekolah yang mengajar anak-anak tuna rungu menjadi orang yang lebih komunikatif dan berpendidikan.

B. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka muncul

permasalahan yang dapat didefinisikan sebagai berikut : Apakah Metode Maternal Reflektif dapat meningkatkan kreativitas dalam kemampuan berbahasa bicara pada anak tunarungu kelas Persiapan di SLB Dharma Wanita Mataram.

C. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui pengaruh Metode Maternal Reflektif terhadap peningkatan kemampuan berbahasa bicara pada anak tunarungu kelas Persiapan di SLB Dharma Wanita Mataram

D. Manfaat penelitian
Penelitian terhadap masalah ini sangat penting menurut penulis, penggunaan Metode Maternal Reflektif sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa-bicara anak tunarungu. Dengan demikian diharapkan pula dapat menemukan jalan untuk meningkatkan pendidikan luar biasa khususnya anak tunarungu, lebih jelas lagi penulis uraikan manfaat penelitian sebagai berikut: 1. Secara teoritis: a. Menambah khasanah ilmu tentang penggunaan Metode Maternal Reflektif dapat meningkatkan kemampuan berbahasa bicara anak tunarungu.

b. Pijakan untuk penelitian selanjutnya, maksudnya penelitian sebelumnya di jadikan sebagai acuan untuk lebih menyempurnakan metode maternal reflektif yang digunakan sebelumnya di sekolah luar biasa darma wanita mataram. 2. Secara praktis: a. Bagi siswa: Dapat meningkatkan kemampuan siswa tunarungu dalam berbahasa bicara pada anak tuna rungu di sekolah luar biasa darma wanita mataram b. Bagi guru: 1. Guru terbiasa mengembangkan keterampilan anak tuna rungu dalam mengajar secara profesional melalui tindakan kelas. 2. Guru lebih memahami bahwa anak tuna rungu merupakan pribadi yang unik dan berbeda satu sama lainnya. c. Bagi Sekolah: Bahwa Metode Maternal Reflektif tidak hanya digunakan dalam pembelajaran berbahasa-bicara pada anak tunarungu dapat digunakan untuk pelajaran anak normal lainnya. tetapi dapat juga

E. Ruang lingkup penelitian


Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai ruang lingkup penelitian ini,maka masalah yang di bahas dalam penelitian ini terbatas pada: 1. Subyek penelitian ini adalah:

a. Anak tunarungu di SLB Dharma Wanita Mataram yang terdiri dari 6 kelas tingkat dasar dan 3 kelas tingkat menengah pertama. 2. Obyek penelitian ini adalah : a. Anak tunarungu dalam kelas 6 b. Anak tunarungu di dalam kelas 6 menggunakan metode maternal revlektif di sekolah luar biasa darma wanita mataram

F. Definisi oprasional judul


Agar tidak terjadi kekeliruan dalam menafsirkan istilah-istilah yang ada dalam penelitian, maka perlu di jelaskan beberapa istilah yang dianggap penting yaitu sebagai berikut: 1. Kreativitas pengertianya adalah kemampuan untuk menecipta(kamus besar bahasa indonesia hal.395) 2. Tunarungu (hearing loss) adalah satu istilah umum yang menggambarkan semua derajat dan jenis kondisi tuli (deafness) terlepas dari penyebabnya dan usia kejadiannya.(menurut Mufti Salim(1984:8) 3. Komunikasi adalah kontak,hubungan ,penyanmpaian dan penerimaan pesan yang di lkukan oleh dua orang atau lebih yang memunkinkan pesan itu bisa diterima atau di pahami.(kamus besar bahasa indonesia hal.388) 4. Metode Maternal Refelektif adalah metode pengajaran bahasa anak tunarungu mengambil model penguasaan bahasa ibu pada anak mendengar,

bahasanya diekspresikan dalam wujud gerakan, ekspresi wajah, dsb.(kamus besar bahasa Indonesia)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. KREATIVITAS Kreativitas adalah proses mental yang melibatkan pemunculan gagasan atau konsep baru, atau hubungan baru antara gagasan dan konsep yang sudah ada. Dari sudut pandang keilmuan, hasil dari pemikiran kreatif (kadang disebut pemikiran divergen) biasanya dianggap memiliki keaslian dan kepantasan. Sebagai alternatif, konsepsi sehari-hari dari kreativitas adalah tindakan membuat sesuatu yang baru. Kreatifitas merupakan suatu bidang kajian yang kompleks, yang menimbulkan berbagai perbedaan pandangan. Perbedaan definisi kreativitas yang dikemukakan oleh banyak ahli merupakan definisi yang saling melengkapi. Sudut pandang para ahli terhadap kreativitas menjadi dasar perbedaan dari definisi kreativitas. Definisi kreativitas tergantung pada segi penekanannya, kreativitas dapat didefinisikan kedalam empat jenis dimensi sebagai Four Ps Creativity, yaitu dimensi Person,Proses, Press dan Product sebagai berikut
http://eko13.wordpress.com/2008/03/16/pengertian-kreativitas

a. Definisi kreativitas dalam dimensi Person

Definisi pada dimensi person adalah upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada individu atau person dari individu yang dapat disebut kreatif. Creativity refers to the abilities that are characteristics of creative people (Guilford, 1950 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001) Creative action is an

imposing of ones own whole personality on the environment in an unique and characteristic way (Hulbeck, 1945 dikutip Utami Munandar, 1999).

Guilford (1950:15) menerangkan bahwa kreativitas merupakan kemampuan atau kecakapan yang ada dalam diri seseorang, hal ini perat kaitannya dengan bakat. Sedangkan Hulbeck (1945:23) menerangkan bahwa tindakan kreatif muncul dari keunikan keseluruhan kepribadian dalam interaksi dengan lingkungannya. Definisi kreativitas dari dua pakar diatas lebih berfokus pada segi pribadi.

b. Kreativitas dalam dimensi Process Definisi pada dimensi proses upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada proses berpikir sehingga memunculkan ide-ide unik atau kreatif. Creativity is a process that manifest in self in fluency, in flexibility as well in originality of thinking (Munandar, 1977 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001).

Utami Munandar (1977:13) menerangkan bahwa kreativitas adalah sebuah proses atau kemampuan yang mencerminkan kelancaran, keluwesan (fleksibititas), dan orisinalitas dalam berpikir, serta kemampuan untuk mengelaborasi (mengembangkan, memperkaya, memperinci), suatu gagasan. Pada definisi ini lebih menekankan pada aspek proses perubahan (inovasi dan variasi).

c. Definisi Kreativitas dalam dimensi Press Definisi dan pendekatan kreativitas yang menekankan faktor press atau dorongan, baik dorongan internal diri sendiri berupa keinginan dan hasrat untuk mencipta atau bersibuk diri secara kreatif, maupun dorongan eksternal dari lingkungan sosial dan psikologis. Antara kreativitas dalam dimensi proses dengan kreativitas dalam dimensi press mempunyai perbedaan dalam proses berpikirnya. Dalam dimensi proses, menekankan pada orisinalitas dalam berpikir tanpa ada pengaruh atau dorongan dari luar, sedangkan dalam dimensi press proses berpikirnya dipengaruhi dorongan dari luar. d. Definisi Kreativitas dalam dimensi Product Definisi pada dimensi produk merupakan upaya mendefinisikan kreativitas yang berfokus pada produk atau apa yang dihasilkan oleh individu baik sesuatu yang baru/original atau sebuah elaborasi/penggabungan yang inovatif. Creativity is the ability to bring something new into existence (Baron, 1976 dalam Reni Akbar-Hawadi dkk, 2001) .Definisi yang berfokus pada produk

kreatif menekankan pada orisinalitas, seperti yang dikemukakan oleh Baron (1969) yang menyatakan bahwa kreatifitas adalah kemampuan untuk

menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru. Begitu pula menurut Haefele (1962) dalam Munandar, (1999;3) yang menyatakan kreativitas adalah kemampuan untuk membuat kombinasi-kombinasi baru yang mempunyai makna sosial. Dari dua definisi ini maka kreatifitas tidak

hanya membuat sesuatu yang baru tetapi mungkin saja kombinasi dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya. Dari berbagai pengertian yang dikemukakan untuk menjelaskan makna dari kreativitas yang dikaji dari empat dimensi yang memberikan definisi saling melengkapi. Untuk itu kita dapat membuat berbagai kesimpulan mengenai definisi tentang kreativitas dengan acuan beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli. Beberapa uraian mengenai definisi kreativitas yang dikemukakan diatas peneliti menyimpulkan bahwa : Kreativitas adalah proses konstruksi ide yang orisinil (asli), bermanfaat, variatif (bernilai seni) dan inovatif (berbeda/lebih baik).http://eko13.wordpress.com/2008/03/16/pengertian-kreativitas

B. TUNARUNGU 1.Pengertian Tunarungu Tunarungu (hearing

loss)

adalah

satu

istilah

umum

yang

menggambarkan semua derajat dan jenis kondisi tuli (deafness) terlepas dari penyebabnya dan usia kejadiannya. Sejumlah variabel (derajat, jenis, penyebab dan usia kejadiannya) berkombinasi di dalam diri seorang siswa tunarungu mengakibatkan dampak yang unik terhadap perkembangan personal, sosial, intelektual dan pendidikannya, yang pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi pilihan gaya hidupnya pada masa dewasanya .

Menurut Mufti Salim (1984:8) menyimpulkan bahwa Anak tunarungu ialah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya. Ia memerlukan bimbingan dan pendidikan khusus untuk mencapai kehidupan lahir batin yang layak. Akan tetapi, sebagaimana halnya dengan kehilangan indera lainnya, ketunarunguan (terutama bila tidak disertai kecacatan lain) pada dasarnya merupakan permasalahan sosial dan tidak mesti merupakan suatu ketunaan (disability) kecuali jika milieu sosial tempat tinggal individu itu membuatnya demikian.

Terdapat tiga jenis utama ketunarunguan menurut penyebabnya: a. Condutive loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat gangguan pada bagian luar atau tengah telinga yang menghambat dihantarkannya gelombang bunyi ke bagian dalam telinga. b. Sensorineural loss, yaitu ketunarunguan yang terjadi bila terdapat kerusakan pada bagian dalam telinga atau syaraf pendengaran yang mengakibatkan terhambatnya pengiriman pesan bunyi ke otak. c. Central auditory processing disorder, yaitu gangguan pada sistem syaraf pusat proses pendengaran yang mengakibatkan individu mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya meskipun tidak ada gangguan yang

spesifik pada telinganya itu sendiri. Anak yang mengalami gangguan pusat pemerosesan. Pendengaran ini mungkin memiliki pendengaran yang normal bila diukur dengan audiometer, tetapi mereka sering mengalami kesulitan memahami apa yang didengarnya. Seorang anak dapat juga mengalami kombinasi bentuk-bentuk ketunarunguan tersebut. http://permanarian16.blogspot.com/2008/04/definisi-dan-klasifikasitunarungu.html

2. Klasifikasi Berdasarkan Keberfungsian Pendengaran Berdasarkan tingkat keberfungsian telinga dalam mendengar bunyi, ketunarunguan dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu :

a. Ketunarunguan ringan (mild hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas sedikit normal. Mereka sering tidak menyadari bahwa sedang diajak bicara, mengalami sedikit kesulitan dalam percakapan. b. Ketunarunguan sedang (moderate hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang masih dapat mendengar bunyi dengan intensitas agak keras. Mereka mengalami kesulitan dalam percakapan tanpa memperhatikan wajah pembicara, sulit mendengar dari kejauhan atau dalam suasana gaduh, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar (hearing aid).

c. Ketunarunguan berat (severe hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan keras. Mereka sedikit memahami percakapan pembicara bila memperhatikan wajah pembicara dengan suara keras, tetapi percakapan normal praktis tidak mungkin dilakukannya, tetapi dapat terbantu dengan alat bantu dengar. d. Ketunarunguan parah (profound hearing impairment), yaitu kondisi di mana orang hanya dapat mendengar bunyi dengan intensitas lebih keras. Percakapan normal tidak mungkin baginya, ada yang dapat terbantu dengan alat bantu dengar tertentu, sangat bergantung pada komunikasi visual. http://permanarian16.blogspot.com/2008/04/definisi-dan-klasifikasitunarungu.html 3. Perkembangan Bahasa Anak Tunarungu Telah dikemukakan di atas bahwa dalam banyak hal dampak yang paling serius dari ketunarunguan yang terjadi pada masa prabahasa terhadap

perkembangan individu adalah dalam perkembangan bahasa lisan, dan akibatnya dalam kemampuannya untuk belajar secara normal di sekolah yang sebagian besar didasarkan atas pembicaraan guru, membaca dan menulis.

Seberapa besar masalah yang dihadapi dalam mengakses bahasa itu bervariasi dari individu ke individu. Ini tergantung pada parameter

ketunarunguannya, lingkungan, dan karakteristik pribadi masing-masing anak,

tetapi ketunarunguan ringan pada umumnya menimbulkan lebih sedikit masalah daripada ketunarunguan berat.

Semua anak berhak untuk mendapat pendidikan. Sangatlah penting mengizinkan anak tunarungu untuk mengembangkan kecakapan komunikasi dengan anak lain yang dengan dan tanpa tunarungu.Anak mulai belajar di dalam dan dari keluarga dan masyarakat mereka. Dengan mengamati bagaimana anak dan orang lain berbicara, bermain dan bekerja sama, anak belajar bagaimana dapat berhubungan baik dengan lainnya. Ketika anak berpartisipasi di dalam keluarga dan masyarakat, mereka juga belajar tentang emosi dan membangun kecakapan sosial. www.hesperian.org/publications_download_deaf.php

Memasukkan anak tunarungu di sekolah akan meningkatkan kemampuan mereka dalam berkomunikasi, khususnya dengan belajar membaca dan menulis, hal ini sering dapat menjadi satu cara mereka berkomunikasi dengan orang lain yang tidak mengetahui bahasa isyarat atau mengerti bicara mereka. Membaca dapat membantu anak tunarungu mengerti ide, emosi dan pengalaman orang lain. Menulis membantu untuk berkomunikasi, berbagi pikiran dan emosi mereka.

a. Perkembangan Membaca Banyak penelitian yang dilakukan selama 30 tahun terakhir ini menunjukkan bahwa tingkat kemampuan membaca anak tunarungu berada beberapa tahun di bawah anak sebaya/sekelasnya dan bahwa bahasa tulisnya

sering mengandung sintaksis yang tidak baku dan kosakata yang terbatas. Terdapat bukti yang jelas bahwa berdasarkan tes prestasi membaca yang baku, skor anak-anak tunarungu secara kelompok berada di bawah norma anak-anak yang dapat mendengar, meskipun beberapa di antara mereka memperoleh skor normal untuk tingkat usia dan kelasnya. Sejumlah penelitian telah dilakukan selama bertahun-tahun oleh Pusat Asesmen dan Studi Demografik di Gallaudet University di Washington DC. Di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Gentile (1973), yang mengetes lebih dari 16.000 siswa tunarungu dengan Stanford Achievement Test. Dia menemukan bahwa pada usia enam tahun skornya adalah ekuivalen dengan kelas 1,6, naik terus secara perlahan hingga menjadi ekuivalen dengan kelas 4,4 pada usia 19 tahun; kenaikan hanya sebesar 2,8 kelas selama 13 tahun.

Temuan yang hampir sama dilaporkan di Inggris oleh Conrad (1979), yaitu bahwa mean usia baca anak-anak tunarungu tamatan pendidikan dasar adalah nine tahun 4 bulan, yang berkisar dari 10 tahun 4 bulan untuk tunarungu sedang hingga 8 tahun 3 bulan untuk tunarungu sangat berat. Data dari Australia juga serupa. Ditemukan bahwa 66% dari sampel siswa tunarungu usia 11 tahun di negara-negara bagian Australia sebelah timur menunjukkan usia baca lebih dari 4 tahun di bawah usia kalendernya (Ashman & Elkins, 1994). Di Selandia Baru, VandenBerg (1971) menemukan bahwa dari

semua siswa SLB bagi tunarungu yang berusia hingga 14 tahun, tidak ada yang mencapai usia baca di atas 11 tahun.

Data di atas tampak menunjukkan bahwa anak tunarungu mengalami kesulitan dalam membaca dan bahwa mereka semakin tertinggal oleh sebayanya yang dapat mendengar di kelas-kelas yang lebih tinggi di mana materi bacaan yang harus dibacanya semakin kompleks.

Akan tetapi, Moores (1987) mengemukakan penjelasan lain untuk hasil penelitian tersebut. Sebagian besar penelitian itu dilakukan secara cross-sectional, tidak mengikuti kemajuan siswa yang sama dan mengetesnya setiap tahun, sehingga mungkin bahwa tingkat kecacatan yang berbeda pada tahun yang berbeda akan mempengaruhi hasil tes itu, dan bahwa pemindahan siswa yang berkemampuan lebih tinggi ke sekolah reguler menyebabkan siswa ini tidak tercakup dalam survey sehingga hasil tes pada usia yang lebih tinggi skor rata-ratanya menurun. Satu penelitian oleh Allen (1986) mengatasi persoalan ini dengan melihat data dari hasil Stanford Achievement Test terhadap populasi tunarungu (kategori Hearing-Impaired) pada tahun 1974 dan 1983. Skor tersedia dari usia 8 hingga 18 tahun, dan dia menemukan bahwa dari tahun 1974 hingga 1983 skor membaca sampel tunarungu itu meningkat setiap tahun. Walker dan Rickards (1992) di Victoria, Australia, juga telah

memperoleh data yang menunjukkan bahwa anak tunarungu tertentu lebih baik hasilnya pada tes baku prestasi membaca daripada yang dilaporkan sebelumnya. Terus meningkatnya skor tes membaca anak tunarungu ini mungkin disebabkan oleh metode pengajaran membaca yang lebih baik.

Argumen ini didukung oleh Ewoldt (1981) yang menemukan bahwa proses yang dipergunakan oleh anak tunarungu dalam membaca sama dengan yang dipergunakan oleh anak yang dapat mendengar, dan bahwa bila membaca mereka ditelaah menggunakan teknik yang tepat, ternyata mereka dapat lebih banyak memahami apa yang dibacanya. Membaca mempunyai pengertian yang beragam. Ada yang

rumusannya panjang dan ada pula yang pendek. Berikut beberapa contoh pengertian membaca menurut beberapa ahli dibawah ini:

1. Klein, dkk. (dalam Farida Rahim, 2005: 3) mengemukakan bahwa definisi membaca mencakup: pertama, membaca merupakan suatu proses. Maksudnya adalah informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai peranan yang utama dalam membentuk makna. Kedua, membaca adalah strategis. Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengonstruk makna ketika membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan jenis teks dan tujuan membaca. Ketiga, membaca merupakan interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks tergantung pada konteks. Orang yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat, akan menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang harus mudah dipahami (readable) sehingga terjadi interaksi antara pembaca dan teks.http://pencilbooks.wordpress.com/2008/12/16/pengertian-membaca/ 2. Faris(1993:304)Membaca didefinisikan sebagai pemerosesan katakata,konsep informasi,gagasan gagasan,yang di kemukakan oleh pengarang yang berhubungan dengan pengetahuan dan pengalaman

awalmembaca.dengan carademikian pemahaman diperoleh apabila pembaca memiliki pengalaman atau pemgethuan yang tlah dimiliki sebaelumnyadengan apa yang terdapat didalam bacan 3. SyfiI (1999:7)Membaca didefinisikan : sebagai suatu proses yang bersifat fisik atau yang disebut proses mekanis.berupa kegiatan mengamati tulisan secara visual,sedangkan kegiatan fisikologis berupa kegiatan berfikir dam mengoalh informasihttp://www.mtsppiu.sch.id/bahasa-indonesia/metodepengajaran-membaca b. Bahasa tulis Dalam hal bahasa tulis, terdapat juga cukup banyak bukti bahwa anak tunarungu mengalami kesulitan untuk mengekspresikan dirinya secara tertulis. Dalam beberapa penelitian yang berfokus pada ketepatan sintaksis bahasa Inggris tertulis anak tunarungu, ditemukan bahwa mereka cenderung menggunakan banyak frase yang sama secara berulang-ulang dalam kalimat sederhana, lebih sedikit kalimat majemuk, dan mereka membuat banyak kesalahan kecil dalam penggunaan tenses, kata bilangan, penggunaan kata ganti dan kata penunjuk, dll. Menjelang usia 12 tahun, mereka cenderung dapat menguasai penulisan kalimat-kalimat sederhana, tetapi bila mereka mencoba menulis kalimat yang lebih kompleks, kesalahan-kesalahan kecil muncul lagi. Akan tetapi, belum ada laporan hasil penelitian tentang tingkat keterbacaan tulisan anak tunarungu, tetapi jika penyimpangan-penyimpangan dalam sintaksis diabaikan, bahasa tulis kebanyakan anak tunarungu dapat dimengerti dengan mudah, sehingga penggunaan bahasa tulisnya (yang sering mereka pergunakan untuk berinteraksi dengan orang yang dapat mendengar) biasanya dapat memungkinkan mereka

berfungsi dengan cukup baik dalam kehidupan sehari-hari. Perlu juga diketahui bahwa terdapat sejumlah orang tunarungu, termasuk yang ketunarunguannya berat sekali, yang dapat mencapai tingkat kemampuan membaca dan menulis yang normal.

Pengertian bahasa menurut beberapa ahli seperti yang dijelaskan di bawah ini: 1. Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer. 2. Menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa yaitu sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan 3. Menurut Tarigan (1989:4), beliau memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem yang sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa adalah seperangkat lambanglambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer. 4. Menurut Santoso (1990:1), bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar. 5. Menurut Wibowo (2001:3), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran. http://wismasastra.wordpress.com/2009/05/25/apa-bahasa-itu-sepuluhpengertian-bahasa-menurut-para-ahli/ c. Ujaran (Speech) Banyak penelitian yang telah dilakukan tentang keterpahaman ujaran anak tunarungu pada berbagai tingkatan ketunarunguannya. Keterpahaman

ujaran individu tunarungu bervariasi dari hampir normal hingga tak dapat dipahami sama sekali, kecuali oleh mereka yang mengenalnya dengan baik. Di antara dampak utama ketunarunguan pada perkembangan anak adalah dalam bidang bahasa dan ujaran (speech). Kita perlu membedakan antara bahasa (sistem utama yang kita pergunakan untuk berkomunikasi) dan ujaran (bentuk komunikasi yang paling sering dipergunakan oleh orang yang dapat mendengar). Hasil penelitian yang terkenal adalah yang dilakukan oleh Hudgins dan Numbers (1942), yang menganalisis ujaran 192 anak tunarungu berat dan berat sekali. Mereka menemukan bahwa kekurarngan dalam ujaran anak-anak ini adalah dalam hal ritme dan pemengalan frasa, suaranya agak monoton dan tidak ekspresif, dan tidak dapat menghasilkan warna suara yang alami. Mereka juga menemukan bermacam-macam kesalahan artikulasi pada bunyi-bunyi ujaran tertentu (kesalahan artikulasi vokal biasanya lebih sering daripada konsonan). Hudgins dan Numbers menemukan bahwa kurang dapat dipahaminya ujaran individu tunarungu itu lebih banyak diakibatkan oleh tidak normalnya ritme dan pemenggalan frasa daripada karena kesalahan artikulasi.

http://permanarian16.blogspot.com/2008/03/dampak-ketunarunguanterhadap.html

Sebagai akibat ketunarunguannya, anak tunarungu kurang atau tidak mampu menerima dan menyampaikan pesan-pesan dari dan kepada sesamanya

melalui bicara secara memadai. Mereka hanya mengandalkan ketajaman penglihatan dan menggunakan sisa pendengaran untuk menangkap kejadiankejadian dalam berkomunikasi.

Pakar pendidikan anak tunarungu Daniel Ling (1976) dalam Edja Sadjaah (2003: 2) mengemukakan bahwa Ketunarunguan memberikan dampak inti yang diderita oleh yang bersangkutan yaitu gangguan/hambatan

perkembangan bahasa. Hambatan perkembangan bahasa memunculkan dampak-dampak lain yang sangat komplek lainnya seperti aspek pendidikan, hambatan emosi sosial, hambatan perkembangan intelegensi dan akhirnya hambatan dalam aspek kepribadian. Artinya dampak inti yang diderita menimbulkan atau mengait pada dampak lain yang mengganggu kehidupannya.

Beliau menguatkan pandangannya dengan mengutip pernyataan Katryn Miadows (1980) bahwa kemiskinan yang dialami seseorang yang tuli sejak lahir adalah bukan kemiskinan atau kehilangan akan rangsangan bunyi melainkan kemiskinan dalam berbahasa. Juga dikuatkan oleh pendapat Van Uden (1971: 17) dalam Lani Bunawan dan Cecilia Susila Yuwati (2000) bahwa sebagai akibatnya anak tidak saja tunarungu melainkan tunabahasa.

Selanjutnya Greg Leigh (1994) dalam Edja Sadjaah (2003: 2) mengemukakan bahwa anak tuli pada umumnya menderita ketidakmampuan

berkomunikasi lisan (bicara) akan membawa dampak utama yaitu terhambatnya perkembangan kemampuan berbahasa. Para ahli berpendapat bahwa sebagai

Agar kemampuan berbahasa-bicara anak tunarungu dapat maksimal diperlukan perencanaan yang matang termasuk perencanaan penggunaan metode dan yang tidak kalah penting adalah media/alat peraga benda asli/tiruan, gambar dan kartu kata untuk mengkonkritkan sesuatu yang verbal. Pakar pendidikan anak gangguan pendengaran Vreede Varkamp (1985:sb) dalam Edja Sadjaah (2003: 17) menegaskan bahwa mengajar mereka dalam berbahasa, media (alat bantu belajar) harus selalu menyertai kegiatan belajar itu. Tak ada artinya pembelajaran berbahasa kepada anak tuli tanpa disertai alat bantu (media), minimal gambar atau tiruannya/miniaturnya.

Untuk menghasilkan sebuah media pembelajaran yang efektif guna memenuhi kebutuhan dan karakteristik anak-anak tunarungu maka media komunikasi visual pembelajaran dirancang dengan menggunakan pendekatan rasional, dengan pendekatan ini dapat menghasilkan media yang dibutuhkan dan sesuai dengan karakteristik anak-anak tuna rungu. Pendekatan rasional pada perancangan ini yaitu dengan cara mewawancara, mengobservasi, dan mencari sumber-sumber yang berkaitan dengan perancangan. Kemudian pendekatan rasional tersebut dikembangkan

lewat pendekatan-pendekatan kreatif dengan cara merancang media yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik anak-anak tuna rungu. Media pembelajaran ini terdiri atas buku ajar dan poster pembelajaran. Media pembelajaran ini berisikan gambar ilustrasi kartun yang dilengkapi dengan bahasa isyarat. Di dalamnya terdapat pembelajaran tentang ligkungan sekitar dan pembelajaran umum seperti angka, huruf, waktu, dan lain-lain C. KOMUNIKASI 1. Pengertian Komunikasi Istilah komunikasi dari bahasa Inggris communication, dari bahasa latin communicatus yang mempunyai arti berbagi atau menjadi milik bersama, komunikasi diartikan sebagai proses sharing diantara pihak-pihak yang melakukan aktifitas komunikasi sebagaimana yang dijelaskanoleh beberapa ahli tersebut di bawah ini: http://one.indoskripsi.com/content/teori-pengertiankomunikasi

1. Menurut lexicographer (ahli kamus bahasa), komunikasi adalah upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Jika dua orang berkomunikasi maka pemahaman yang sama terhadap pesan yang saling dipertukarkan adalah tujuan yang diinginkan oleh keduanya. 2. Menurut Hovland Janis & kelly, komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak). 3. Menurut Berelson & Stiner, komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain. 4. Menurut Lasswell, komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan siapa, mengatakan apa, dengan saluran apa, kepada siapa?

Dengan akibat apa atau hasil apa? (Who? Says what? In which channel? To whom? With what effect?) 5. Menurut Gode, komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki oleh seseorang (monopoli seseorang) menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih. 6. Menurut Barnlund, komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego. 7. Menurut Ruesch, komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan. 8. Menurut Weaver, komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya. Dari definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa komunikasi

mempunyai pengertian yang luas dan beragam. Masing-masing definisi mempunyai penekanannya dan konteks yang berbeda satu sama lainnya.

Definisi komunikasi secara umum adalah suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi di dalam diri seseorang dan atau di antara dua atau lebih dengan tujuan tertentu. http://one.indoskripsi.com/content/teori-pengertian-komunikasi

2 . Proses Komunikasi Berangkat dari paradigma Lasswell, Effendy (1994:11-19) membedakan proses komunikasi menjadi dua tahap, yaitu:

1. Proses komunikasi secara primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang

(symbol) sebagai media. Wilbur Schramm menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil (terdapat kesamaan makna) apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan, yakni paduan pengalaman dan pengertian yang diperoleh oleh komunikan. Schramm menambahkan, bahwa bidang (field of experience) merupakan faktor penting juga dalam komunikasi. Jika bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancar.

Sebaliknya, bila bidang pengalaman komunikan tidak sama dengan bidang pengalaman komunikator, akan timbul kesukaran untuk mengerti satu sama lain. Sebagai contoh seperti yang diungkapkan oleh

Sendjaja(1994:33)yakni : Si A seorang mahasiswa ingin berbincang-bincang mengenai perkembangan valuta asing dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi. Bagi si A tentunya akan lebih mudah dan lancar apabila pembicaraan mengenai hal tersebut dilakukan dengan si B yang juga sama-sama mahasiswa.

Seandainya si A tersebut membicarakan hal tersebut dengan si C, sorang pemuda desa tamatan SD tentunya proses komunikaasi tidak akan berjalan sebagaimana mestinya seperti yang diharapkan si A. Karena antara si A dan si C terdapat perbedaan yang menyangkut tingkat pengetahuan, pengalaman, budaya, orientasi dan mungkin juga kepentingannya.

Contoh

tersebut

dapat

memberikan

gambaran

bahwa

proses

komunikasiakan berjalan baik atau mudah apabila di antara pelaku (sumber dan penerima) relatif sama. Artinya apabila kita ingin berkomunikasi dengan baik dengan seseorang, maka kita harus mengolah dan menyampaikan pesan dalam bahasa dan cara-cara yang sesuai dengan tingkat pengetahuan, pengalaman.

2. Proses komunikasi sekunder Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama.

Seorang komunikator menggunakan media ke dua dalam menyampaikan komunikasi karena komunikan sebagai sasaran berada di tempat yang relatif jauh atau jumlahnya banyak. Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dsb adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi. Proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (surat kabar, televisi, radio, dsb.) dan media nirmassa (telepon, surat, megapon, dsb.).http://adiprakosa.blogspot.com/2009_09_01_archive.html 3.Fungsi Komunikasi Fungsi Komunikasi secara umum : 1. Dapat menyampaikan pikiran atau perasaan 2. Tidah terasing atau terisolasi dari lingkungan 3. Dapat mengajarkan atau memberitahukan sesuatu 4. Dapat mengetahui atau mempelajari dari peristiwa di lingkungan 5. Dapat mengenal diri sendiri

6. Dapat memperoleh hiburan atau menghibur orang lain. 7. Dapat mengurangi atau menghilangkan perasaan tegang 8. Dapat mengisi waktu luang 9. Dapat menambah pengetahuan dan merubah sikap serta perilaku kebiasaan. 10. Dapat membujuk orang lain berperilaku sebagaimana diharapkan. http://one.indoskripsi.com/content/teori-pengertian-komunikasi William I. Gorden (dalam Deddy Mulyana, 2005:5-30) mengkategorikan fungsi komunikasi menjadi empat, yaitu:

a. Sebagai komunikasi sosial Fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya

mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh

kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan, antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan hubungan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat (keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, desa, ..., negara secara keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.

b. Sebagai komunikasi ekspresif Komunikasi berfungsi untuk menyampaikan perasaan-perasaan (emosi) kita. Perasaan-perasaan tersebut terutama dikomunikasikan melalui pesan-pesan

nonverbal. Perasaan sayang, peduli, rindu, simpati, gembira, sedih, takut, prihatin, marah dan benci dapat disampaikan lewat kata-kata, namun bisa disampaikan secara lebih ekpresif lewat perilaku nonverbal. Seorang ibu menunjukkan kasih sayangnya dengan membelai kepala anaknya. Orang dapat menyalurkan kemarahannya dengan mengumpat, mengepalkan tangan seraya melototkan matanya, mahasiswa memprotes kebijakan penguasa negara atau penguasa kampus dengan melakukan demontrasi.

c. Sebagai komunikasi ritual Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup,mulai dari upacara kelahiran, sunatan, ulang tahun, pertunangan, siraman, pernikahan, dan lain-lain. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata atau perilaku-perilaku tertentu yang bersifat simbolik. Ritus-ritus lain seperti berdoa (salat, sembahyang, misa), membaca kitab suci, naik haji, upacara bendera (termasuk menyanyikan lagu kebangsaan), upacara wisuda, perayaan lebaran (Idul Fitri) atau Natal, juga adalah komunikasi ritual.

d. Sebagai komunikasi instrumental

Komunikasi instrumental mempunyai beberapa tujuan umum, yaitu: menginformasikan, mengajar, mendorong, mengubah sikap, menggerakkan tindakan, dan juga menghibur.

Instrumen, komunikasi tidak saja kita gunakan untuk menciptakan dan membangun hubungan, namun juga untuk menghancurkan hubungan tersebut. Studi komunika membuat kita peka terhadap berbagai strategi yang dapat kita gunakan dalam komunikasi kita untuk bekerja lebih baik dengan orang lain demi keuntungan bersama. http://adiprakosa.blogspot.com/2009_09_01_archive.html 4. Tujuan komunikasi 1. Menemukan Salah satu tujuan utama komunikasi menyangkut penemuan diri (personal discovery) Bila anda berkomunikasi dengan orang lain, anda belajar mengenai diri sendiri selain juga tentang orang lain. 2.Untuk berhuhungan Salah satu motivasi kita yang paling kuat adalah berhubungan dengan orang lain (membina dan memelihara hubungan dengan orang lain). Kita ingin merasa dicintai dan disukai, dan kemudian kita juga ingin mencintai dan menyukai orang lain.

3.Untuk meyakinkan Media masa ada sebagian besar meyakinkan kita agar mengubah sikap. 5. Ragam Tingkatan Komunikasi

Secara umum ragam tingkatan komunikasi adalah sebagai berikut: 1. Komunikasi intrapribadi (intrapersonal communication) yaitu komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang yang berupa proses pengolahan informasi melalui panca indera dan sistem syaraf manusia. 2. Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) yaitu kegiatan komunikasi yang dilakukan seseorang dengan orang lain dengan corak komunikasinya lebih bersifat pribadi dan sampai pada tataran prediksi hasil komunikasinya pada tingkatan psikologis yang memandang pribadi sebagai unik. Dalam komunikasi ini jumlah perilaku yang terlibat pada dasarnya bisa lebih dari dua orang selama pesan atau informasi yang disampaikan bersifat pribadi. 3. Komunikasi kelompok (group communication) yaitu komunikasi yang berlangsung di antara anggota suatu kelompok. Menurut Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam Sendjaja,(1994) memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan yang dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya dengan akurat.

4.

Komunikasi organisasi (organization communication) yaitu pengiriman dan penerimaan berbagai pesan organisasi di dalam kelompok formal maupun informal dari suatu organisasi (Wiryanto, 2005:52).

5.

Komunikasi massa (mass communication). Komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai suatu jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah audien yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media massa cetak atau elektrolik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat

6.

Komunikasi publik. Pengertian komunikasi publik adalah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak). Yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi demikian sering juga disebut pidato, ceramah atau kuliah (umum).

D. Metode Maternal Reflektif (MMR) Dasar percakapan : Kapan seorang ibu melaksanakan percakan dengan bayinya?Sepanjang hari sejak lahir. Sepanjang hari ibu memandikan anak (bayinya) dengan bahasa ungkapan sehari-hari dengan memberikan penguat, ganjaran, (ciuman, dekapan, tepukan, senyum, ciluk-ba, verbal, tawa, ekspresi, wajah, dsb). Maka metode pengajaran bahasa anak tuna rungu mengambil model penguasaan bahasa ibu pada anak mendengar yang disebut dengan Metode Maternal Reflektif (MMR).

Konsepnya adalah ibu secara naluriah/alamiah/natural, informal menggunakan bahasanya didorong oleh naluri untuk memuaskan kebutuhan psikologis anak, yang diekspresikan bayinya dalam wujud ocehan, tangis, tawas, gerakan, ekspresi wajah, dsb. Yang diubah ibu menjadi bahasa verbal. Percakapan adalah suatu komunikasi lisan yang spontan dan tidak resmi, yang terjadi dan dialami dalam suasana gembira dan santai.

http://www.google.com/search?hl=en&q=maternal+reflektif&aq=f&aql=&aqi=& oq=mamaternal reflektif iky net

BAB III
METODELOGI PENELITIAN A. Metode penelitian 1. Pengertian Metode Penelitian Anounim (1990 : 131) mengemukakan bahwa metode penelitian merupakan cara utama yang di pergunakan untuk mencapai suatu tujuan misalnya utuk menguji serangkaian hipotesa, dengan menggunakan alat dan teknik serta alat-alat tertentu. Metode penelitian ini digunakan sebagai alat utuk mencari jawaban atas permasalahn yang ada. Kesalahan dalam penggunaan metode akan menyebabkan kesalahan yang fatal pada hasil penelitian yang akan di hasilkan nantinya. Jadi penggunaan metode penelitian dalam suatu penelitian harus benar-benar sesuai dengan data yang di harapkan atau di inginkan sehingga di harapkan pemilihan metode yang di gunakan harus benar-benar program Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan kualitatif, dimana pelaksanaan pengumpulan data tidak berangkat dari suatu hipotesis untuk diuji keberlakuanya atau kecocokannya di lapangan. Akan tetapi pengumpulan data langsung ke lapangan dan berusaha mencari data dalam arti yang sesungguhnya. Moleong (1993:7) mengatakan penelitian kualitatif lebih menekankan pada aspek proses dari pada sekedar hasil. sesuai dengan fokus dan tujuan

2. Prosedur dan tahapan pengumpulan data Peroses pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui prosedur yang dilakukan dalam tiga tahap. Tahap pertama dilakukan orientasi dan penggalian data secara umum untuk mengenali informasi yang berkaitan dengan hal-hal yang menonjol, menarik dan penting untuk dikaji lebih lanjut secara mendalam, antara lain dimulai dengan mengenali informasi awal pada kepala sekolah, kemudian guru- guru yang mengajar di sekolah tersebut serta yang tak kalah pentingnya adalah murid-murid tuna rungu. Tahap kedua, pengumpul data melakukan eksplorasi data dengan menggunakan teknik purposive sampling. Tahap ketiga, pada tahap ini pengambil data terfokus pada masalah makna yang mendasari motivasi anak tuna rungu dalam menggunakan metode matrenal reflektif dalam berkomunikasi. (http; /2008/03/16.pengertian kreatifitas di ambil 16 juni jam
02.00 Bdnet).

B. Rancangan penelitian 1. Pengertian rancangan penelitian Setiap penelitian membutuhkan rancangan penelitian sebagi ancang-ancang untuk melakukan suatu penelitian dengan harapan penelitian itu dapat berjalan sebagimana yang telah di rancang sebelumnya atau berjalan sesuai dengan keinginan peneliti sebagaimana yang di jelaskan dibawah ini sebagai berikut:

RANCANGAN PENELITIAN Metode maternal reflektif SLB darma wanita mataram

Aktivitas pembelajaran

Analisis situasi Study ekplorasi Pengumpulan data penlitian

berkomunikasi

Menurut buku metodelogi penelitian dikatakan bahwa: Rancangan pada dasarnya merupakan keseluruhan proses pemikiran dan penentuan yang matang tentang hal-hal yang akan dilakukan,serta dapt pula dijadikan dasar penelitian,baik oleh peneliti itu sendiri maupun orang lain terhadap kegiatan penelitian dan bertujuan uttuk memberi pertanggungjawaban terhadap semua langkah yang di ambil (margono,1997:103). Penelitian ini di lakukan dengan menggunakan metode penelitian khusus dengan mencari data tentang kereativitas anak tuna rungu dalam berkomunikasi dengan menggunakan metode maternal revlektif di sekolah luar biasa darma wanita mataram di mataram. Sementara itu langkah-langkah yang akan di lakukan dalam penelitian ini adalah: a). Survey b). Pendataan a). Survey adalah metode riset yang menayakan orang-orang tentang sikap dan aktifitasnya, baik melalui wawancara maupun dengan menggunakan kuesioner.

b). Pendataan adalah metode yang digunakan untuk mencatat data setelah data terkumpul yang di dapat dari hasil survey.

c. Ruang lingkup penelitian


Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai ruang lingkup penelitian ini,maka masalah yang di bahas dalam penelitian ini terbatas pada: 1. Subyek penelitian ini adalah: a. Anak tunarungu di SLB Dharma Wanita Mataram yang terdiri dari 6 kelas tingkat dasar dan 3 kelas tingkat menengah pertama. 2. Obyek penelitian ini adalah : a. Anak tunarungu dalam kelas 6 b. Anak tunarungu di dalam kelas 6 menggunakan metode maternal revlektif di sekolah luar biasa darma wanita mataram D. Instrument penelitian Instrument dalam penelitian ini digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data yang di butuhkan untuk menjawab permasalahan yang ada didalam laporan penelitian yang akan dibuat. Dalam buku metodelogi penelitian dijelaskan bahwa Instrument adalah alat yang di gunakan sebagai pengumpul data yang di rancang dan di buat sehingga menghasilkan data sebagai mana adanya (S. Margono, 1997 : 155). Sedangkan ahli lain mengatakan instrumen sebagai alat pengumpul data harus betul-betul di rancang sedemikian rupa

sehingga menghasilkan data empiris sebagimana adanya (Sudjana dan Ibrahim, 2001 : 97). Berdasarkan pendapat kedua pakar di atas maka penulis dapat simpulkan pengertian instrumrn penelitian adalah alat yang di pakai untuk mengukur objek yang akan di teliti tentang kereativitas anak tuna rungu dalam berkomunikasi menggunakan metode maternal reflektif sehingga dapat di tarik satu atau lebih kesimpulan yang memang nyata kebenaranya. E. Pengumpulan data Pengumpulan data merupakan sutu proses pengadaan data untuk keperluan penelitian. Dalam buku pengantar metodelogi research di jelaskan bahwa :dalam setiap penelitian baik bersifat rahsia (tertutup)untuk kalangan yang sangat terbatas ataupun yang berifat umum di publikasikan, selalu digunakan metode dan alat pengumpulan data yang tersusun dengan baik serta di sesuaikan dengan tujuan penelitian (kartini,1999:154 ). Adapun metode-metode yang akan di pergunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan wawancara/interview. 1. Metode Observasi Pengertian metode observasi menurut yatim rianto(2001 : 96) adalah metode pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap obyek penelitian. Sedangakan menurut Suharsimi Arikunto (2006) menyatakan bahwa observasi atau pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu obyek dengan menggunakan seluruh alat indra. Berdasarkan kedua pendapat di atas maka metode Observasi adalah metode pengumpulan

data yang menggunakan pengamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sutu obyek dengan menggunakan penggamatan meliputi kegiatan pemusatan perhatian terhadap sutu obyek dengan menggunkan seluruh alat indra terhadap obyek penelitian. 2. Metode Wawancara/Interview Metodelogi penelitian di jelaskan bahwa:wawancara/intrview adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewancara (suharsimi, 2001: 126). Pendapat sukardi(2003:109) mengatakan bahwa wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang di lakukan dengan tanaya jawab antara penaya atau pewawancara dengan responden/penjawab. Kedua pendapat tersebut diatas, dapat di simpulkan bahwa metode wawancara/interview adalah teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab/dialog secara langsung, yang di lakukan antara pewancara dengan responden untuk memperoleh informasi yang diinginkan. F. Teknis analisis data Analisis data menurut patton (dalam melong ,2001 : 103 ) adalah proses pengaturan data, mengorganisasikanya kedalam satu pola, kategori dan satuan uraian dasar, analisis data di mulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yayitu dari wawancara, hasil observasi dan sebagainya. Guna mendapat data yang lengkap, peneliti terlebih dahulu

mengumpulkan data, kemudian menganalisisnya,dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Kelasifikasi yaitu memeilih data sedemikian rupa sehingga data yang terpakai saja yang tinggal, 2. Pengumpulan data sesuai dengan penelitian maksudnya adalah pengelolaan data yang di peroleh dengan menggunakan aturanaturan yang sesuai dengan pendekatan penelitian yang di gunakan,dimana peneliti dalam hal ini mengunakn analisis data deskriptif argumentatif yayitu hasil penelitian beserta analisisnya di uraikan dalam satu tulisan ilmiah yang berbentuk narasi kemudian dari analisis yang telah di lakukan di ambil suatu kesimpulan (sugiono, 2008 : 84). Penelitian ini menggunakan analisis model intrakatif analisis model intraktif terdiri dari tiga alur kegiatan yang terdiri secara bersama yaitu reduksi reduksi data, penyajian data penarikan kesimpulan, verfikasi( Milles,1992:16 ) 1. Reduksi data Reduksi data di artikan sebagai pemilihan, pemusatan pada peyederhanaan pengabstarakan dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan ( Milles,1992 : 16 ). Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang yang tidak menajamkan, perlu dan

menggolongkan,

mengarahkan

membuuang

mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga kesimpulankesimpulamn finalnya dapat di tarik dan diverfikasi. Dalam reduksi data ini penulis membuat catatan lapangan untuk mempermudah data mana yang di perlukan data mana yang harus di buang sehingga menghasilkan kesimpulan final. 2. Penyajian data

Alur penting yang kedua dari kegiatan analisis dalam penyajian data, penyajian data sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan dan pengambilan tindakan (Milles, 1992 : 17 ). 3. Menarik kesimpulan Penarikan kesimpulan hanyalah sebagai suatu bagian konfigurasi yang utuh, kesimpulan-kesimulan juga diverfikasi selama penelitian berlangsung (Milles 1992 : 17 ) Kesimpulan-kesimpulan final mungkin tidak muncul sampai pengumpulan data berakhir, tergantung besarnya kumpulan-kumpulan catatan lapangan, pengodeanaya, penyimpanan, metode pencaraian ulang yang di gunakan, kecakapan peneliti dan tuntunan-tuntunan pemberi data dalam penelitian. Pandangan dari ketiga jenis kegiatan analisis dan kegiatan pengumpulan data itu sendiri merupakan proses sirkulasi dan interktif peneliti harus siap bergerak di antara empat sumbu kumparan itu selama pengumpulan data selanjutnya bergerak bolak-balik di antara kegiatan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan selama sisa waktu penelitiannya. Penelitian ini menggunkan analisis model intraktif.Analisis model intraktif terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersama.Teknik analisis data pada pendekatan analisis data kualitatif disajikan dalam bentuk kata-kata atau pernyataan deskripsi, dengan model analisis interaktif melalui empat komponen yang saling berinteraksi, yakni:

(1) Pengumpulan data, yang dilakukan dengan menggunakan observasi dan wawancara mendalam, (2) Reduksi data, yaitu diartikan sebagai pemusatan penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kata kasar dari catatan lapangan, (3) penyajian data, berupa teks naratif data catatan lapangan yang telah digolong-golongkan sesuai dengan topik masalah, dan (4) verifikasi dan penarikan kesimpulan, yaitu berusaha mencari makna dari komponen-komponen yang disajikan. Untuk lebih jelasnya tentang penelitian ini dapat di lihat pad gambar berikut: Sekema 1 : komponen-komponen data model intrakatifs

Pengumpuan data

Penyajian data

Reduksi data

Kesimpulan/verifikasi

Sumber : MB, Milles dan A.M Huberman ( terjemahan Tjejep rohendi, 1992 : 20)

Anda mungkin juga menyukai