Anda di halaman 1dari 6

Cor Pulmonal Chronic

Definisi Kor pulmonal kronis adalah hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulnomal yang disebabkan oleh penyakit paru kronis. Pada perkembangannya akan berlanjut menjadi gagal jantung kanan. Etiologi Penyakit yang mendasari terjadinya kor pulmonal dapat digolongkan mejadi 4 kelompok : 1. Penyakit pembuluh darah paru. 2. Penekanan pada arteri pulmonal oleh tumor mediastinum, aneurisma, granuloma atau fibrosis. 3. Penyakit neuro muskular dan dinding dada. 4. Penyakit yang mengenai aliran udara paru, alveoli, termasuk Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), penyakit paru interstisial dan gangguan pernafasaan saat tidur. Penyakit yang menjadi penyebab utama dari kor pulmonal kronis adalah PPOK, diperkirakan 8090% kasus. Patofisiologi Penyakit paru kronis akan mengakibatkan : 1. Berkurangnya vaskular bed paru, dapat disebabkan oleh semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau kerusakan paru 2. Asidosis dan hiperkapnia 3. Hipoksia alveolar, yang akan merangsang vasokontriksi pembuluh darah 4. Polisitemia dan hiperviskositas darah. Keempat kelainan ini akan menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal. Dalam jangka panjang akan mengakibatkan hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan dan kemudian berlanjut menjadi gagal jantung kanan.

Diagnosis Pada anamnesis, biasanya pasien mengeluhkan :


Fatigue, takipnue, exertional dyspnea, dan batuk Nyeri dada atau angina yang disebabkan oleh iskemia pada ventrikel kanan atau teregangnya arteri pulmonalis. Hemoptisis, karena rupturnya arteri pulmonalis yang sudah mengalami arteroslerotik atau terdilatasi akibat hipertensi pulmonal. Bisa juga ditemukan variasi gejala-gejala neurologis, akibat menurunnya curah jantung dan hipoksemia. Pada tahap lanjut, gagal jantung kanan akan mengakibatkan kongestif hepar, sehingga muncul gejala anoreksia, nyeri atau rasa tidak nyaman pada perut kanan atas, dan ikterus.

Selanjutnya pada pemeriksaan fisik, kita bisa mendapatkan :


Inspeksi : diameter dinding dada yang membesar, sianosis Palpasi : edema tungkai, peningkatan vena jugularis yang menandakan terjadinya gagal jantung kanan. Perkusi : pada paru bisa terdengar hipersonor pada PPOK, pada keadaan yang berat bisa menyebabkan asites. Auskultasi :pada paru ditemukan wheezing dan rhonki, bisa juga ditemukan bising sistolik di paru akibat turbulensi aliran pada rekanalisasi pembuluh darah pada chronic thromboembolic pulmonary hypertension. Split pada bunyi jantung II, dapat ditemukan pada tahap awal, namun pada tahap lanjut dapat terdengar systolic ejection murmur yang terdengar lebih keras di area pulmonal. Bunyi jantung III dan IV juga terdengar serta mumur sistolik dari regurgitasi pulmonal.

Pada pemeriksaan penunjang:

Pada foto thorak, ditemukan corakan vaskuler meningkat, pelebaran hilus dan trunkus pulmolnal. Kemudian tanda-tanda pembesaran ventrikel kanan, seperti apeks terangkat, pinggang jantung menghilang.

Pada EKG, ditemukan gelompang P pulmonal, deviasi aksis jantung ke kanan dan RVH.

Pada Echokardiografi ditemukan penebalan dinding ventrikel kanan, pelebaran rongga ventrikel kanan ke arah kiri, septum interventrikuler bergeser ke kiri dan bergerak berlawanan selama siklus jantung.

Kateterisasi jantung, akan membantu untuk menilai tekanan vaskuler paru, kalkulasi tahanan vaskular paru serta responnya terhadap pemberian oksigen dan vasolilator.

Penatalaksanaan Tujuan dari terapi pada kor pulmonal kronik adalah : 1. Mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas 2. Menurunkan hipertensi pulmonal 3. Meningkatkan kelangsungan hidup 4. Pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya. Penatalaksanaan tentu diawali dengan istirahat, diet jantung yang rendah garam, kemudian menghentikan faktor resiko seperti merokok pada pasien PPOK. Kemudian penatalaksanaan selanjutnya sebagai berikut : Terapi Oksigen Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat menigkatkan kelangsungan hidup belum diketahui pasti, namun ada 2 hipotesis : (1) terapi oksigen mengurangi vasikontriksi dan menurunkan resistensi vaskular paru yang kemuadian meningkatkan isi sekuncup ventrikel kanan. (2) terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak dan organ vital lainnya. Pemakaian oksigen secara kontinyu selama 12 jam (National Institute of Health, USA); 15 jam (British Medical Research Counsil) meningkatkan kelangsungan hidup dibanding pasien tanpa terapi oksigen. Indikasi terapi oksigen adalah : PaO2 55 mmHg atau SaO2 88%, PaO2 55-59 mmHg disertai salah satu dari : edema disebabkan gagal jantung kanan, P pulmonal pada EKG, eritrositosis hematokrit > 56%. Vasodilator Pemakaian vasodilator seperti nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa adrenergik, ACE- I, dan postaglandin belum direkomendasikan secara rutin. Vasodilator dapat menurunkan tekanan pulmonal pada kor pulmonal kronik, meskipun efisiensinya lebih baik pada hipertensi pulmonal yang

primer. Vasodilator yang biasa dipakai adalah nifedipine dengan dosis 10-30 mg PO 3 kali sehari, maksimal 120 -180 mg per hari. Digitalis Hanya digunakan pada pasien kol pulmonal bisa disertai gagal jantung kiri. Digoksin bisa diberikan dengan dosis 0,125-0,375 mg PO 1 x 1. Pada pemberian digitalis perlu diwaspadai resiko aritmia. Diuretik Diberikan bila ditemukan gagal jantung kanan, pemberian diuretik berlebihan dapat menimbulkan alkalosis metabolik yang dapat memicu peningkatan hiperkapnia. Disamping itu pemberian diuretik dapat menimbulkan kekurangan cairan sehingga mengakibatkan preload ventrikel kanan dan curah jantung menurun. Furosemid dapat diberikan dengan dosis 20-80 mg per hari PO / IV, dosis maksimal 600 mg per hari. Antikoagulan Diberikan untuk menurunkan resiko terjadinya tombroemboli akibat disfungsi dan pembesaran ventrikel kanan adanya faktor imobilisasi pada pasien. Warfarin dapat diberikan dengan dosis 2-10 mg PO 1 x 1. Prognosis Pada kor pulmonal kronik yang disertai gagal jantung kanan, prognosisnya buruk. Namun dengan pemberian terapi oksigen dalam jangka panjang dapat meningkatkan kualitas hidup pasien.

C. Kebutuhan cairan per hari Pada orang sehat asupan dan pengeluaran air seimbang. Bila terjadi gangguan keseimbangan maka mungkin diperlukan koreksi dengan nutrisi parenteral. Asupan air dan makanan rata-rata adalah sekitar 2000 ml, dan kira-kira 200 ml air metabolik berasal dari metabolisme nutrien di dalam tubuh. Air dieksresikan dalam urin dan melalui penguapan yang tidak disadari. Jumlah eksresi urin sekitar 1300 ml/hari, sedangkan melalui penguapan yang tidak disadari (insensible evaporation) sekitar 900 ml/hari. Dengan perhitungan yang lebih akurat lagi dapat dicari :
volume urin normal : 0,5-1 cc/kg/jam Air metabolisme : Dewasa : 5 cc/kg/hari, anak 12-14 th : 5-6 cc/kg/hari, 7-11 th : 6-7

cc/kg/hari, balita : 8 cc/kg/hari


Insensible water loss IWL : Dewasa : 15 cc/kg/hari, Anak : 30-usia(th) cc/kg hari. Jika ada

kenaikan suhu : IWL + 200

Kebutuhan air dan elektrolit per hari Pada orang dewasa : Air : 25-40 ml/kg/hr Kebutuhan homeostatis Kalium : 20-30 mEq/kg/hr2 Na : 2 mEq/kg/hr3 K : 1 mEq/kg/hr3 Pada anak dan bayi : Air : 0-10 kg : 100 ml/kg/hr 10-20 kg : 1000 ml/kg + 50 ml/kg diatas 10 kg/hr > 20 kg : 1500 ml/kg + 20 ml/kg diatas 20 kg/hr Na : 3 Meq/kg/hr2 K : 2,5 Meq/kg/hr2 Faktor-faktor modifikasi kebutuhan cairan

Kebutuhan ekstra / meningkat pada :


Demam ( 12% tiap kenaikan suhu 1C ) Hiperventilasi Suhu lingkungan tinggi Aktivitas ekstrim Setiap kehilangan abnormal ( ex: diare, poliuri, dll )

Kebutuhan menurun pada :


Hipotermi ( 12% tiap penurunan suhu 1C ) Kelembaban sangat tinggi Oligouri atau anuria Aktivitas menurun / tidak beraktivitas Retensi cairan ( ex: gagal jantung, gagal ginjal, dll )

Anda mungkin juga menyukai