Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH KIMIA ANORGANIK

Kinetika Kimia dalam Drug Biotransformation


Abstrak
Konsumsi Obat-obatan sering dilakukan oleh manusia untuk kebutuhan akan kesehatannya, ternyata dalam pengkonnsumsian obat, Biotransformasi yang terjdi di dalam tubuh manusia menerapkan konsep kinetika kimia sebagai salah satu prosesnya. Sebagai mahasiswa kimia kita wajib untuk mengetahui aplikasi pokok bahasan ini di dalam biotransformasi obat

CHAIRUL ICHSAN
UNIVERSITAS BENGKULU | A1F011016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS BENGKULU 2013

Kata Pengantar
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT penulis haturkan, karena berkat semua nikmat yang telah diberkikanNya sehingga penulisan Makalah Kimia Anorgank ini dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya walaupun dengan berbagai rintangan berupa kesibukan lain yang ikut serta di kehidupan penulis. Dalam penulisan makalah ini penulis dibantu oleh orang-orang hebat, kepada mereka penulis berterimakasih atas bantuan dalam bentuk apapun yang telah diberikan, untuk yang pertama penulis berterimakasih kepada dosen pembimbing untuk mata Kuliah Anorganik Bapak Dr. Kancono, M.Si yang telah banyak membimbing penulis dan teman-teman dalam bidang Kimia Anorganik Khususnya. Selanjutnya penulis berterimakasih kepada teman-teman dari FKIP Kimia UNIB angkatan 2011 yang telah sama-sama bekerja dan saling membantu menyelesaikan tugas masing-masing, semoga kebersamaan kita menjadi pembelajaran dimasa yang akan datang. Diakhir kata pengantar penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman yang membutuhkan materi (ilmu) dalam makalah ini khususnya. Kritik maupun saran adalah sesuatu yang wajib penulis terima demi kemajuan penulis khususnya dan ilmu pengetahuan umumnya.

Bengkulu,

Desember 2012

Chairul Ichsan

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 1 1.3 Batasan Masalah ............................................................................................ 2 1.4 Tujuan ............................................................................................................ 2 1.5 Manfaat .......................................................................................................... 2 BAB II TINJAUAN TEORI ........................................................................................ 3 2.1 Kinetika Kimia.............................................................................................. 3 2.2 Biotransformasi............................................................................................. 9 2.3 Enzim ............................................................................................................ 10 BAB III METODOLOGI PEMBUATAN MAKALAH ............................................ 13 3.1 Metode Pengumpulan Data ........................................................................... 13 3.2 Metode Pembahasan Data ............................................................................. 13 BAB IV PEMBAHASAN ............................................................................................. 14 4.1 Konsep Kinetika Kimia dalam Biotransformasi Obat ................................. 14 BAB V PENUTUP ........................................................................................................ 21 5.1 Simpulan ....................................................................................................... 21 5.2 Saran ............................................................................................................. 21 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 22

ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pokok bahasan kinetika kimia adalah salah satu pokok bahasan essensial dalam Ilmu Kimia, hal ini disebabkan ada banyak penerapan dari konsep tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari bahkan sangat dekat dengan kita, begitu dekatnya, konsep kinetika reaksi kimia ini ada dalam tubuh kita sendiri, salah satunya adalah pada proses metabolisme obat atau lebih tepatnya biotransformasi obat dalam tubuh kita dari obat-obatan yang kita konsumsi, Enzim yang berperan dalam dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yaitu enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi invitro membentuk kromosom) dan enzim non mikrosom. Kedua enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat dalam sel jaringan lain, misalnya: ginjal, paru-paru, epitel saluran cerna dan plasma. Di lumen saluran cerna juga terdapat enzim non mikrosom yang dihasilkan flora usus. Enzim mikrosom mengkatalisis reaksi glukoronida, sebagian besar reaksi oksidasi obat, serta reksi reduksi dan hidrolisis. Sedangkan enzim non mikrosom mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya, beberapa reaksi oksidasi, reaksi reduksi dan hidrolisis (Gordon dan Skett,1991). Reaksi biotransformasi baik itu reaksi oksidasi-reduksi maupun hidrolisis yang terjadi adalah reaksi yang dikatalisis oleh enzim, laju reaksi serta hasil yang terjadi akan dipengaruhi oleh enzim sebagai katalis serta suhu dan konsentrasi sebagai faktor lain yang berperan. Dari penjelasan ini terdeskripasi cukup jelas bagi kita bagaimana konsep kinetika kimia ada dalam biotranformasi obat yang kita konsumsi, sudah selayaknya sebagai mahasiswa kimia yang baik kita harus mengetahui penerapan dari ilmu kimia dalam kehidupan kita, apalagi penerapan konsep penting seperti kinetika kimia dalam kehidupan yang sangat dekat dengan kita yaitu proses biotransformasi obat dalam tubuh, dengan mempelajarinya diharapakan kita dapat memaksimalkan manfaat dan meminimalkan masalah yang akan ditimbulkan. 1.2 Rumusan Masalah Dalam makalah ini point masalah yang kita ambil adalah: 1. Bagaimana proses Biotransformasi obat dalam tubuh? 2. Bagaimana konsep Kinetika Reaksi Kimia? 3. Bagaimana penerepan konsep Kinetika Reaksi Biotransformasi obat dalam tubuh manusia?

Kimia

dalam

1.3 Batasan Masalah Batasan masalah dalam makalah ini adalah 1. Hanya membahas penerapan kinetika reaksi kimia yang ada pada biotransformasi obat, yaitu katalisis, pengaruh suhu serta konsentrasi. 2. Biotransformasi obat yang dibahas hanya pada tubuh manusia, tidak dalam tubuh mahluk hidup yang lain. 1.4 Tujuan Dari perumusan masalah diatas tujuan dari pembuatan makalah ini adalah: 1. Mendeskripsikan Biotransformasi obat dalam tubuh. 2. Mendeskripsikan konsep Kinetika Reaksi Kimia. 3. Menjelaskan penerepan konsep Kinetika Reaksi Kimia dalam Biotransformasi obat dalam tubuh manusia. 1.5 Manfaat Manfaat dari pembutan makalah ini antara lain: 1. Bertambahnya ilmu tentang deskripsi konsep Kinetika Kimia dan konsep Biotransformasi Obat. 2. Mengetahui hubungan keduanya dari penerapan konsep kinetika kimia dalam biotransformasi obat. 3. Mendapatkan sumber belajar baru untuk kedua konsep diatas.

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Kinetika Kimia Kinetika Kimia adalah bagian dari Kimia Fisika yang mempelajari tentang kecepatan reaksi-reaksi kimia dan mekanisme reaksi tersebut. Tidak semua reaksi kimia dapat dipelajari secara kinetik. Reaksi-reaksi yang berjalan sangat cepat seperti reaksi-reaksi ion atau pembakaran dan reaksi-reaksi yang sangat lambat seperti pengkaratan, tidak dapat dipelajari secara kinetik. Diantara kedua jenis ini, banyak reaksi-reaksi yang kecepatannya dapat diukur. Kecepatan reaksi tergantung dari : - Jenis zat pereaksi - Temperatur reaksi - Konsentrasi zat pereaksi Kenaikan temperatur 10C rata-rata mempercepat reaksi 2 atau 3 kali lebih besar, hingga reaksi yang berjalan lambat pada temperatur kamar dapat berjalan cepat pada temperatur tinggi. Sebaliknya reaksi yang pada suhu kamar berjalan cepat, dapat dibekukan pada temperatur rendah. Konsentrasi pereaksi besar pengaruhnya pada kecepatan reaksi. Reaksi berjalan cepat pada awal reaksi, akan semakin lambat setelah waktu tertentu dan akan berhenti pada waktu yang tidak terhingga. Kecepatan reaksi biasanya dipelajari pada temperatur tetap, dengan menggunakan termostat. Untuk mengetahui koefisien temperatur terhadap kecepatan reaksi, dapat diadakn percobaan pada berbagai temperatur (Sukardjo, 2004: 323, 324). Kinetika Kimia (Chemical Kinetics) adalah salah satu cabang ilmu kimia yang mengkaji mengenai seberapa cepat suatu reaksi kimia berlangsung. Dari berbagai jenis reaksi kimia yang telah dipelajari para ilmuwan, ada yang berlangsung dalam waktu yang sangat singkat (reaksi berlangsung cepat), seperti reaksi pembakaran gas metana. Di sisi lain, ada pula reaksi yang berlangsung dalam waktu yang lama (reaksi berlangsung lambat), seperti reaksi perkaratan (korosi) besi. Cepat lambatnya suatu reaksi kimia dapat dinyatakan dalam besaran laju reaksi. Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi reaktan atau produk per satuan waktu. Satuan laju reaksi adalah M/s (Molar per detik). Sebagaimana yang kita ketahui, reaksi kimia berlangsung dari arah reaktan menuju produk. Ini berarti, selama reaksi kimia berlangsung, reaktan digunakan (dikonsumsi) bersamaan dengan pembentukan sejumlah produk. Dengan demikian, laju reaksi dapat dikaji dari sisi pengurangan konsentrasi reaktan maupun peningkatan konsentrasi produk. Secara umum, laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan sederhana berikut : A B laju reaksi = - [A] / t atau laju reaksi = + [B] / t

Tanda (negatif) menunjukkan pengurangan konsentrasi reaktan Tanda + (positif) menunjukkan peningkatan konsentrasi produk Laju reaksi berhubungan erat dengan koefisien reaksi. Untuk reaksi kimia dengan koefisien reaksi yang bervariasi, laju reaksi harus disesuaikan dengan koefisien reaksi masing-masing spesi. Sebagai contoh, dalam reaksi 2A B, terlihat bahwa dua mol A dikonsumsi untuk menghasilkan satu mol B. Hal ini menandakan bahwa laju konsumsi spesi A adalah dua kali laju pembentukan spesi B. Dengan demikian, laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan berikut : laju reaksi = - 1 [A] / 2. t atau laju reaksi = + [B] / t Secara umum, untuk reaksi kimia dengan persamaan reaksi di bawah ini, aA + bB cC + dD laju reaksi masing-masing spesi adalah sebagai berikut : laju reaksi = - 1 [A] / a. t = 1 [B] / b. t = + 1 [C] / c. t = + 1 [D] / d. t Laju suatu reaksi kimia sangat dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi reaktan yang digunakan dalam reaksi. Semakin besar konsentrasi reaktan yang digunakan, laju reaksi akan meningkat. Di samping itu, laju reaksi juga dipengaruhi oleh nilai konstanta laju reaksi (k). Konstanta laju reaksi (k) adalah perbandingan antara laju reaksi dengan konsentrasi reaktan. Nilai k akan semakin besar jika reaksi berlangsung cepat, walaupun dengan konsentrasi reaktan dalam jumlah kecil. Nilai k hanya dapat diperoleh melalui analisis data eksperimen, tidak berdasarkan stoikiometri maupun koefisien reaksi. Hukum laju reaksi (The Rate Law) menunjukkan korelasi antara laju reaksi (v) terhadap konstanta laju reaksi (k) dan konsentrasi reaktan yang dipangkatkan dengan bilangan tertentu (orde reaksi). Hukum laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan berikut : aA + bB cC + dD v = k [A]x [B]y x dan y adalah bilangan perpangkatan (orde reaksi) yang hanya dapat ditentukan melalui eksperimen. Nilai x maupun y tidak sama dengan koefisien reaksi a dan b. Bilangan perpangkatan x dan y memperlihatkan pengaruh konsentrasi reaktan A dan B terhadap laju reaksi. Orde total (orde keseluruhan) atau tingkat reaksi adalah jumlah orde reaksi reaktan secara keseluruhan. Dalam hal ini, orde total adalah x + y. Untuk menentukan orde reaksi masing-masing reaktan, berikut ini diberikan data hasil eksperimen reaksi antara F2 dan ClO2. F2(g) + 2 ClO2(g) 2 FClO2(g) No. [F2] (M) [ClO2](M) laju reaksi (M/s) 1 0,10 0,010 1,2 x 10-3 2 0,10 0,040 4,8 x 10-3 3 0,20 0,010 2,4 x 10-3 Dengan mempelajari data nomor 1 dan 3, terlihat bahwa peningkatan konsentrasi F2 sebesar dua kali saat konsentrasi ClO2 tetap menyebabkan peningkatan laju reaksi sebesar dua kali. Ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi F2 sebanding dengan peningkatan laju reaksi. Dengan demikian, orde reaksi F2 adalah satu. Sementara, dari data nomor 1 dan 2, terlihat bahwa

peningkatan konsentrasi ClO2 sebesar empat kali saat konsentrasi F2 tetap menyebabkan peningkatan laju reaksi sebesar empat kali pula. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi ClO2 juga berbanding lurus (sebanding) dengan peningkatan laju reaksi. Oleh karena itu, orde reaksi ClO2 adalah satu. Orde total reaksi tersebut adalah dua. Persamaan laju reaksi dapat dinyatakan dalam bentuk berikut : v = k [F2] [ClO2] Konstanta laju reaksi (k) dapat diperoleh dengan mensubstitusikan salah satu data percobaan ke dalam persamaan laju reaksi. Dalam hal ini, saya menggunakan data nomor 1. Persamaan laju reaksi setelah disubstitusikan dengan data eksperimen akan berubah menjadi sebagai berikut : 1,2 x 10-3 = k (0,10) (0,010) k = 1,2 / M.s Hukum laju reaksi dapat digunakan untuk menghitung laju suatu reaksi melalui data konstanta laju reaksi dan konsentrasi reaktan. Hukum laju reaksi juga dapat digunakan untuk menentukan konsentrasi reaktan setiap saat selama reaksi kimia berlangsung. Kita akan mempelajari laju reaksi dengan orde reaksi satu, dua, dan nol. Reaksi Orde Satu Reaksi dengan orde satu adalah reaksi dimana laju bergantung pada konsentrasi reaktan yang dipangkatkan dengan bilangan satu. Secara umum, reaksi dengan orde satu dapat diwakili oleh persamaan reaksi berikut : A Produk Laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan : v = [A]/ t Laju reaksi juga dapat dinyatakan dalam persamaan : v = k [A] Satuan k dapat diperoleh dari persamaan : k = v/[A] = M.s-1/M = s-1 atau 1/s Dengan menggabungkan kedua persamaan laju reaksi : [A]/ t = k [A] Penyelesaian dengan kalkulus, akan diperoleh persamaan berikut : ln { [A]t / [A]0 }= kt atau ln [A]t = kt + ln [A]0 ln = logaritma natural (logaritma dengan bilangan pokok e) [A]0 = konsentrasi saat t = 0 (konsentrasi awal sebelum reaksi) [A]t = konsentrasi saat t = t (konsentrasi setelah reaksi berlangsung selama t detik) Reaksi Orde Dua Reaksi dengan orde dua adalah reaksi dimana laju bergantung pada konsentrasi satu reaktan yang dipangkatkan dengan bilangan dua atau konsentrasi dua reaktan berbeda yang masing-masing dipangkatkan dengan bilangan satu. Kita hanya akan membahas tipe satu reaktan yang dipangkatkan dengan bilangan dua. Persamaan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : A Produk Laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan : v = [A]/ t Laju reaksi juga dapat dinyatakan dalam persamaan : v = k [A]2 Satuan k dapat diperoleh dari persamaan : k = v / [A]2 = M.s-1/M2 = s-1/M atau 1/M.s Dengan menggabungkan kedua persamaan laju reaksi : [A]/ t = k [A]2 Penyelesaian dengan kalkulus, akan diperoleh persamaan berikut :

1 / [A]t = kt + 1 / [A]0 Reaksi Orde Nol Reaksi dengan orde nol adalah reaksi dimana laju tidak bergantung pada konsentrasi reaktan. Penambahan maupun mengurangan konsentrasi reaktan tidak mengubah laju reaksi. Persamaan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : A Produk Laju reaksi dapat dinyatakan dalam persamaan : v = [A]/ t Laju reaksi juga dapat dinyatakan dalam persamaan : v = k [A]0 atau v = k Satuan k dapat diperoleh dari persamaan : k = v / [A]0 = v = M.s-1 atau M / s Dengan menggabungkan kedua persamaan laju reaksi : [A]/ t = k [A]0 Dengan menggabungkan kedua persamaan laju reaksi : [A]/ t = k Penyelesaian dengan kalkulus, akan diperoleh persamaan berikut : [A]t = -kt + [A]0 Selama reaksi kimia berlangsung, konsentrasi reaktan berkurang seiring peningkatan waktu reaksi. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk membedakan reaksi orde nol, orde satu, dan orde dua adalah melalui waktu paruh. Waktu paruh (t1/2) adalah waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi reaktan menjadi setengah dari konsentrasi semula. Persamaan waktu paruh untuk masing-masing orde reaksi adalah sebagai berikut : Orde Satu : t1/2 = ln 2 / k = 0,693 / k (waktu paruh tidak bergantung pada konsentrasi awal reaktan) Orde Dua : t1/2 = 1 / k.[A]0 (waktu paruh berbanding terbalik dengan konsentarsi awal reaktan) Orde Nol : t1/2 = [A]0 / 2k (waktu paruh berbanding lurus dengan konsentrasi awal reaktan) Agar reaksi kimia dapat terjadi, reaktan harus bertumbukan. Tumbukan ini memindahkan energi kinetik (energi gerak) dari satu molekul ke molekul lainnya, sehingga masing-masing molekul teraktifkan. Tumbukan antarmolekul memberikan energi yang diperlukan untuk memutuskan ikatan sehingga ikatan baru dapat terbentuk. Kadang-kadang, walaupun terjadi tumbukan, energi kinetik yang tersedia tidak cukup untuk dipindahkan sehingga molekul tidak dapat bergerak dengan cukup cepat. Kita dapat mengatasi hal ini dengan memanaskan campuran reaktan. Suhu adalah ukuran energi kinetik rata-rata dari molekul tersebut; menaikkan suhu akan meningkatkan energi kinetik yang ada untuk memutuskan ikatan-ikatan ketika tumbukan. Saat tumbukan antarmolekul terjadi, sejumlah energi kinetik akan digunakan untuk memutuskan ikatan. Jika energi kinetik molekul besar, tumbukan yang terjadi mampu memutuskan sejumlah ikatan. Selanjutnya, akan terjadi pembentukan kembali ikatan baru. Sebaliknya, jika energi kinetik molekul kecil, tidak akan terjadi tumbukan dan pemutusan ikatan. Dengan kata lain, untuk memulai suatu reaksi kimia, tumbukan antarmolekul harus memiliki total energi kinetik minimum sama dengan atau lebih dari energi aktivasi (Ea), yaitu jumlah energi minimum yang diperlukan untuk memulai suatu reaksi kimia. Saat molekul bertumbukan, terbentuk spesi kompleks teraktifkan (keadaan transisi), yaitu spesi yang terbentuk sementara sebagai hasil tumbukan antarmolekul sebelum pembentukan produk.

A + B AB* C + D reaktan keadaan transisi produk Konstanta laju reaksi (k) bergantung pada temperatur (T) reaksi dan besarnya energi aktivasi (Ea). Hubungan k, T, dan Ea dapat dinyatakan dalam persamaan Arrhenius sebagai berikut : k = A e Ea / RT atau ln k = ln A - Ea / R.T k = konstanta laju reaksi Ea = energi aktivasi (kJ/mol) T = temperatur mutlak (K) R = konstanta gas ideal (8,314 J/mol.K) e = bilangan pokok logaritma natural (ln) A = konstanta frekuensi tumbukan (faktor frekuensi) Dari persamaan Arrhenius terlihat bahwa laju reaksi (dalam hal ini diwakili konstanta laju reaksi) semakin besar saat reaksi terjadi pada temperatur tinggi yang disertai dengan energi aktivasi rendah. Kadang-kadang, walaupun telah terjadi tumbukan dengan energi kinetik yang cukup, reaksi tetap tidak menghasilkan produk. Hal ini disebabkan oleh molekul yang tidak mengalami tumbukan pada titik yang tepat. Tumbukan yang efektif untuk menghasilkan produk berkaitan erat dengan faktor orientasi dan sisi aktif molekul bersangkutan. Dengan demikian, molekul harus bertumbukan pada arah yang tepat atau dipukul pada titik yang tepat agar reaksi dapat terjadi. Sebagai contoh, reaksi antara molekul A-B dengan C membentuk molekul C-A dan B. A-B + C C-A + B Terlihat bahwa untuk menghasilkan produk molekul C-A, zat C harus bertumbukan dengan molekul A-B pada ujung A. Jika zat C menumbuk molekul AB pada ujung B, tidak aka ada produk yang dihasilkan. Ujung A dari molekul A-B dikenal dengan istilah sisi aktif, yaitu tempat pada molekul dimana tumbukan harus terjadi agar reaksi dapat menghasilkan produk. Saat zat C menumbuk ujung A pada molekul A-B, akan ada kesempatan untuk memindahkan cukup energi untuk memutus ikatan A-B. Setelah ikatan A-B putus, ikatan C-A dapat terbentuk. Persamaan untuk proses tersebut dapat digambarkan dengan cara berikut : CAB C-A + B Jadi, agar reaksi ini dapat terjadi, harus terdapat tumbukan antara zat C dengan molekul A-B pada sisi aktifnya. Tumbukan antara zat C dengan molekul AB harus memindahkan cukup energi untuk memutuskan ikatan A-B (pemutusan ikatan memerlukan energi) sehingga memungkinkan ikatan C-A terbentuk (pembentukan ikatan melepaskan energi). Laju reaksi berkaitan dengan frekuensi tumbukan efektif yang terjadi antarmolekul. Apabila frekuensi tumbukan efektif semakin besar, tumbukan antarmolekul semakin sering terjadi, mengakibatkan produk terbentuk dalam waktu yang singkat. Dengan meningkatkan frekuensi tumbukan efektif antarmolekul, produk dalam jumlah besar dapat dihasilkan dalam waktu yang singkat. Beberapa faktor yang dapat mengubah jumlah frekuensi tumbukan efektif antarmolekul , antara lain : 1. Sifat reaktan dan ukuran partikel reaktan Agar reaksi dapat terjadi, harus terdapat tumbukan antarmolekul pada sisi aktif molekul. Semakin besar dan kompleks molekul reaktan, semakin kecil pula kesempatan terjadinya tumbukan di sisi aktif. Kadang-kadang, pada molekul yang

sangat kompleks, sisi aktifnya seluruhnya tertutup oleh bagian lain dari molekul, sehingga tidak terjadi reaksi. Secara umum, laju reaksi akan lebih lambat bila reaktannya berupa molekul yang besar dan kompleks (bongkahan maupun lempengan). Laju reaksi akan lebih cepat bila reaktan berupa serbuk dengan luas permukaan kontak yang besar. Semakin luas permukaan untuk dapat terjadi tumbukan, semakin cepat reaksinya. 2. Konsentrasi reaktan Menaikkan jumlah tumbukan akan mempercepat laju reaksi. Semakin banyak molekul reaktan yang bertumbukan, semakin cepat reaksi tersebut. Sepotong kayu dapat terbakar di udara (yang mengandung gas oksigen 20%), tetapi kayu tersebut akan terbakar dengan jauh lebih cepat di dalam oksigen murni. Dengan mempelajari efek konsentrasi terhadap laju reaksi, kita dapat menentukan reaktan mana yang lebih mempengaruhi laju reaksi (ingat tentang orde reaksi). 3. Tekanan pada reaktan yang berupa gas Tekanan pada reaktan yang berupa gas pada dasarnya mempunyai pengaruh yang sama dengan konsentrasi. Semakin tinggi tekanan reaktan, semakin cepat laju reaksinya. Hal ini disebabkan adanya kenaikan jumlah tumbukan. Peningkatan tekanan dapat memperkecil volume ruang sehingga molekul semakin mudah bertumbukan satu sama lainnya. 4. Suhu Secara umum, menaikkan suhu menyebabkan laju reaksi meningkat. Pada kimia organik, ada aturan umum yang mengatakan bahwa menaikkan suhu 10C akan menyebabkan kelajuan reaksi menjadi dua kali lipat. Kenaikan suhu dapat meningkatkan jumlah tumbukan antarmolekul. Menaikkan suhu menyebabkan molekul bergerak dengan lebih cepat, sehingga terdapat peningkatan kesempatan bagi molekul untuk saling bertumbukan dan bereaksi. Menaikkan suhu juga menaikkan energi kinetik rata-rata molekul. Energi kinetik minimum yang dimiliki molekul harus sama atau lebih besar dari energi aktivasi agar reaksi dapat berlangsung. Reaktan juga harus bertumbukan pada sisi aktifnya. Kedua faktor inilah yang menentukan apakah suatu reaksi berlangsung atau tidak. 5. Katalis (Katalisator) Katalis adalah zat yang menaikkan laju reaksi tanpa dirinya sendiri berubah di akhir reaksi. Hal ini berarti katalis terbentuk kembali setelah reaksi berakhir. Katalis dapat menaikkan laju reaksi dengan memilih mekanisme reaksi lain yang energi aktivasinya lebih rendah dari mekanisme semula. A + B C + D (tanpa katalis) A + B C + D (dengan katalis) kdengan katalis > ktanpa katalis sehingga v dengan katalis > v tanpa katalis Laju reaksi akan lebih cepat jika puncak energi aktivasinya lebih rendah. Hal ini berarti reaksi akan lebih mudah terjadi. Total energi reaktan dan produk tidak dipengaruhi oleh katalis. Hal ini berarti entalpi (H) reaksi tidak dipengaruhi oleh katalis. Katalis dapat menurunkan energi aktivasi reaksi dengan satu dari dua cara berikut : 1. Memberikan permukaan dan orientasi Terjadi pada katalis heterogen. Katalis ini hanya mengikat satu molekul pada permukaan sambil memberikan orientasi yang sesuai untuk memudahkan

jalannya reaksi. Katalis heterogen adalah katalis yang berada pada fasa yang berbeda dengan reaktan. Katalis ini umumnya merupakan logam padat yang terbagi dengan halus atau oksida logam, sedangkan reaktannya adalah gas atau cairan. Katalis heterogen cenderung menarik satu bagian dari molekul reaktan karena adanya interaksi yang cukup kompleks yang belum sepenuhnya dipahami. Setelah reaksi terjadi, gaya yang mengikat molekul ke permukaan katalis tidak ada lagi, sehingga produk terlepas dari permukaan katalis. Katalis dapat siap melakukannya lagi. 2. Mekanisme alternatif Terjadi pada katalis homogen, yaitu katalis yang mempunyai fasa sama dengan reaktannya. Katalis ini memberikan mekanisme alternatif atau jalur reaksi yang memiliki energi aktivasi yang lebih rendah dari reaksi aslinya. Dengan demikian, reaksi dapat berlangsung dalam waktu yang lebih singkat (www.susilochem04.co.cc/2010). 2.2 Metabolisme dan Biotransformasi Santorio Santorio(15611636) diyakini pertama kali melakukan eksperimen atas metabolisme dengan menggunakan timbangan besar. Metabolisme(bahasa Yunani: metabolismos, : perubahan) adalah semua reaksi kimiayang terjadi di dalam organisme, termasuk yang terjadi di tingkat selular. Secara umum, metabolisme memiliki dua arah lintasan reaksi kimia organik, Katabolisme, yaitu reaksi yang mengurai molekul senyawa organikuntuk mendapatkan energi Anabolisme, yaitu reaksi yang merangkai senyawa organik dari molekulmolekul tertentu, untuk diserap oleh sel tubuh. Kedua arah lintasan metabolisme diperlukan setiap organisme untuk dapat bertahan hidup. Arah lintasan metabolisme ditentukan oleh suatu senyawa yang disebut sebagai hormon, dan dipercepat (dikatalisis) oleh enzim. Pada senyawa organik, penentu arah reaksi kimia disebut promoterdan penentu percepatan reaksi kimia disebut katalis. Pada setiap arah metabolisme, reaksi kimiawi melibatkan sejumlah substratyang bereaksi dengan dikatalisis enzimpada jenjang-jenjang reaksi guna menghasilkan senyawa intermediat, yang merupakan substrat pada jenjang reaksi berikutnya. Keseluruhan pereaksi kimiayang terlibat pada suatu jenjang reaksi disebut metabolom. Semua ini dipelajari pada suatu cabang ilmu biologiyang disebut metabolomika. Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim (Syarif,1995). Metabolisme obat mempunyai dua efek penting. 1. Obat menjadi lebih hidrofilik-hal ini mempercepat ekskresinya melalui ginjal karena metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi dalam tubulus ginjal. 2. Metabolit umumnya kurang aktif daripada obat asalnya. Akan tetapi, tidak selalu seperti itu, kadang-kadang metabolit sama aktifnya (atau lebih aktif) daripada obat asli. Sebagai contoh, diazepam (obat yang digunakan untuk mngobati ansietas) dimetabolisme menjadi nordiazepam dan oxazepam,

keduanya aktif. Prodrug bersifat inaktif sampai dimetabolisme dalam tubuh menjadi obat aktif. Sebagai contoh, levodopa, suatu obat antiparkinson, dimetabolisme menjadi dopamin, sementara obat hipotensif metildopa dimetabolisme menjadi metil norepinefrin- (Neal,2005). Enzim yang berperan dalam dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yaitu enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi invitro me mbentuk kromosom ) dan enzim non mikrosom. Kedua enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat dalam sel jaringan lain, misalnya: ginjal, paru-paru, epitel saluran cerna dan plasma. Di lumen saluran cerna juga terdapat enzim non mikrosom yang dihasilkan flora usus. Enzim mikrosom mengkatalisis reaksi glukoronida, sebagian besar reaksi oksidasi obat, serta reksi reduksi dan hidrolisis. Sedangkan enzim non mikrosom mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya, beberapa reaksi oksidasi, reaksi reduksi dan hidrolisis (Gordon dan Skett,1991). Walaupun antara metabolisme dan biotransformasi sering dibedakan, sebagian ahli mengatakan bahwa istilah metabolisme hanya diperuntukkan bagi perubahan-perubahan biokimia atau kimiawi yang dilakukan oleh tubuh terhadap senyawa endogen, sedangkan biotransformasi adalah peristiwa yang sama bagi senyawa eksogen (xenobiotika) (Anonim,1999). Pada dasarnya,tiap obat merupakan zat asing bagi badan yang tidak diinginkan, maka badan berusaha merombak zat tadi menjadi metabolit sekaligus bersifat hidrofil agar lebih lancar diekskresi melalui ginjal. Jadi reaksi biotransformasi adaah merupakan peristiwa detoksifikasi (Anief,1984). 2.3 Enzim 2.3.1 Definisi Enzim Enzim adalah biokatalisis yang diproduksi oleh jaringan hidup dan enzim meningkatkan laju reaksi yang mungkin terjadi dalam jaringan (Montgomery, 1993). Enzim adalah protein yang dikususkan untuk mengkatalisis reaksi metabolik tertentu (Lehninger, 1994). Enzymes are catalysis or a sbutance that increase the rate or velocity of a chemical reaction without itself being changed in the overall process. Enzim adalah suatu katalis atau substansi yang dapat meningkatkan kecepatan dari reaksi kimia, tanpa dirinya (enzim) akan merubah secara keseluruhan (Mathews, 2000). Enzymes are catalyst peculiar to living matter, but catalysis itself is a familiar chemical phenomenon. Enzim adalah katalis yang khas dari bahan kehidupan, tetapi katalisis pada dirinya (enzim) adalah fenomena kimia yang familiar (Smith, 1959). 2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Enzim a. Konsentrasi Enzim Seperti pada katalis lain, kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Semakin banyak/ semakin besar konsentrasi enzimnya, semakin cepat suatu reaksi bereaksi (Poedjiadi, 2005). b. Konsentrasi Substrat Jika enzim terlalu sedikit dan substrat terlalu banyak, maka reaksi akan berjalan lambat dan bahkan ada substrat yang tidak terkatalisai. Pada konsentrasi

substrat rendah, bagian aktif enzim hanya menampung substrat dalam jumlah sedikit. Bila konsentrasi substrat diperbesar, makin banyak substrat yang dapat berhubungan dengan bagian aktif enzim tersebut. Dengan demikian, konsentrasi kompleks enzim-substrat makin besar, sehingga hal ini menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi. Pada suatu batas konsentrasi substrat tertentu, semua bagian aktif telah dipenuhi atau telah jenuh dengan substrat. Dalam keadaan ini, bertambah besarnya konsentrasi substrat tidak menyebabkan bertambah besarnya konsentrasi kompleks enzim-substrat, sehinggan jumlah hasil reaksinya pun tidak bertambah besar (Poedjiadi, 2005). c. Suhu Pada suhu rendah, reaksi kimia berlangsung lambat, sedangkan pada suhu yang lebih tinggi reaksi berlangsung lebih cepat. Di samping itu, karena enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu akan mengakibatkan proses denaturasi atau kerusakan enzim. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya pun menurun. Suhu optimum untuk enzim adalah 2430C (Poedjiadi, 2005). d. pH atau Derajat Keasaman pH atau derjat keasaman dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya kativitas enzim. pH suatu enzim bervariasi tergantung pada jenis enzimnya. Beriku ini adalah contoh enzim dengan pH optimumnya.

e. Pengaruh Inhibitor Hambatan reversible: berlomba dengan substrat untuk berikatan dengan sisi aktif enzim. Hambatan bersaing: disebabkan karena adanya molekul yang mirip dengan substrat yang dapat pula membentuk komplek, yaitu kompleks enzim inhibitor (EI). Hambatan tidak bersaing: tidak dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi substrat dan inhibitor dapat bergabung dengan enzim pada bagian luar sisi aktif. Hambatan irreversible: yang bereaksi dengan merusak gugus fungsional pada suatu enzim. Hambatan alosterik: inhibitor alosterik berikatan enzim dengan tempat di luat bagian aktif enzim. Dengan demikian, hambatan ini tidak dapat diatasi dengan penambahan sejumlah besar substrat. Terbentuklah ikatan antara enzim dengan inhibitor, mempengaruhi konformasi enzim, sehingga bagian aktif mengalami perubahan bentuk, akibatnya penggabungan pada bagian aktif enzim terhambat (Poedjiadi, 2005).

2.3.3 Hubungan Enzim-Laju Reaksi Hubungan antara enzim dengan laju reaksi terhubung oleh garis linear. Laju reaksi meningkat secara linear dengan bertambahnya konsentrasi enzim, sementara konsentrasi substrat dianggap tetap (Poedjiadi, 2005). 2.3.4 Hubungan Enzim-Energi Aktivasi Enzim mengkatalisis reaksi dengan meningkatkan kecepatan reaksi dengan cara menurunkan energi aktivasi. Penurunan energi aktivasi dengan cara membentuk kompleks enzim-substrat. Setelah produk dihasilkan dari hasil reaksi, enzim kemudian dilepaskan, enzim bebas utnuk membentuk kompleks yang baru dengan substrat yang lain (Poedjiadi, 2005). 2.3.5 Hubungan Enzim Substrat Semakin banyak substrat, semakin banyak pula sisi aktif enzim yang turut bereaksi. Namun, setelah enzim dan substrat pada kondisi penuh, maka kecepatan enzim tidak bertambah. Pada kondisi konstan akan terjadi apabila titik jenuh tidak pernah mencapai maksimal (Poedjiadi, 2005).

BAB III METODOLOGI PEMBUATAN MAKALAH

3.1 Metodologi Pengumpulan Data Dalam makalah ini penulis mengumpulkan data dengan metode Studi Pustaka dan Observasi. Studi Pustaka yang Penulis Lakukan adalah dengan mencari materi pokok bahasan, hukum-hukum serta teori-teori dari buku dan website yang telah diakui keandalannya. Kemudian observasi sederhana seperti mengobservasi bagaimana peningkatan suhu menyebabkan pelarutan suatu solut berupa gula dan zat lainnya berjalan lebih cepat dalam laboratorium pada percobaan kimia organik sub-materi pelarut organik di lab-7 FKIP Kimia Universitas Bengkulu. 3.2 Metodologi Analisis Data Metode penulis membahas data yang didapat dalam makalah ini adalah dengan studi pustaka ditambah dengan metode data relationship, dimana penulis menghubungkan data-data yang didapat secara logis untuk menentukan hubungan yang essensial diantara data-data tersebut sehingga menjadi pembahasan yang baik dan menarik.

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Kinetika Kimia dalam Biotransformasi Obat Berdasarkan data yang telah diperoleh, kita dapat mengaitkan hubungan yang terdeskripsi jelas antara biotransformasi obat dengan konsep kinetika kimia yang merupakan konsep utama kita dalam pembahasan dalam makalah ini. Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian pada umumnya mengalami absorpsi, distribusi dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Kemudian dengan atau tanpa biotransformasi, obat diekskresikan dari dalam tubuh. Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur kimia obat yang terjadi di dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Metabolisme obat mempunyai dua efek penting. 1. Obat menjadi lebih hidrofilik-hal ini mempercepat ekskresinya melalui ginjal karena metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorpsi dalam tubulus ginjal. 2. Metabolit umumnya kurang aktif daripada obat asalnya. Akan tetapi, tidak selalu seperti itu, kadang-kadang metabolit sama aktifnya (atau lebih aktif) daripada obat asli. Sebagai contoh, diazepam (obat yang digunakan untuk mngobati ansietas ) dimetbolisme menjadi nordiazepam dan oxazepam, keduanya aktif. Prodrug bersifat inaktif sampai dimetabolisme dalam tubuh menjadi obat aktif. Sebagai contoh, levodopa, suatu obat antiparkinson, dimetabolisme menjadi dopamin, sementara obat hipotensif metildopa dimetabolisme menjadi metil norepinefrin-. Enzim yang berperan dalam dalam biotransformasi obat dapat dibedakan berdasarkan letaknya dalam sel, yaitu enzim mikrosom yang terdapat dalam retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi invitro me mbentuk kromosom) dan enzim non mikrosom. Kedua enzim metabolisme ini terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat dalam sel jaringan lain, misalnya: ginjal, paru-paru, epitel saluran cerna dan plasma. Di lumen saluran cerna juga terdapat enzim non mikrosom yang dihasilkan flora usus. Enzim mikrosom mengkatalisis reaksi glukoronida, sebagian besar reaksi oksidasi obat, serta reksi reduksi dan hidrolisis. Sedangkan enzim non mikrosom mengkatalisis reaksi konjugasi lainnya, beberapa reaksi oksidasi, reaksi reduksi dan hidrolisis. Walaupun antara metabolisme dan biotransformasi sering dibedakan, sebagian ahli mengatakan bahwa istilah metabolisme hanya diperuntukkan bagi perubahan-perubahan biokimia atau kimiawi yang dilakukan oleh tubuh terhadap senyawa endogen, sedangkan biotransformasi adalah peristiwa yang sama bagi senyawa eksogen (xenobiotika). Pada dasarnya,tiap obat merupakan zat asing bagi badan yang tidak diinginkan, maka badan berusaha merombak zat tadi menjadi metabolit sekaligus bersifat hidrofil agar lebih lancar diekskresi melalui ginjal. Jadi reaksi biotransformasi adaah merupakan peristiwa detoksifikasi.

Obat lebih banyak dirusak di hati meskipun setiap jaringan mempunyai sejumlah kesanggupan memetabolisme obat. Kebanyakan biotransformasi metabolik obat terjadi pada titik tertentu antara absorpsi obat ke dalam sirkulasi sistemik dan pembuangannya melalui ginjal. Sejumlah kecil transformasi terjadi di dalam usus atau dinding usus. Umumnya semua reaksi ini dapat dimasukkan ke dalam dua katagori utama, yaitu reaksi fase 1 dan fase 2. Reaksi Fase I (Fase Non Sintetik) Reaksi ini meliputi biotransformasi suatu obat menjadi metabolit yang lebih polar melalui pemasukan atau pembukaan (unmasking) suatu gugus fungsional (misalnya OH, -NH2, -SH). Reaksi fase I bertujuan untuk menyiapkan senyawa yang digunakan untuk metabolisme fase II dan tidak menyiapkan obat untuk diekskresi. Sistem enzim yang terlibat pada reksi oksidasi adalah sistem enzim mikrosomal yang disebut juga sistem Mixed Function Oxidase (MFO) atau sistem monooksigenase. Komponen utama yang berperan pada sistem MFO adalah sitokrom P450, yaitu komponen oksidase terminal dari suatu sistem transfer elektron yang berada dalam retikulum endoplasma yang bertanggung jawab terhadap reaksi-reaksi oksidasi obat dan digolongkan sebagai enzim yang mengandung hem (suatu hem protein) dengan protoperfirin IX sebagai gugus prostatik. Reaksi-reaksi yang termasuk dalam fase I antara lain: a) Reaksi Oksidasi Merupakan reaksi yang paling umum terjadi. Reaksi ini terjadi pada berbagai molekul menurut proses khusus tergantung pada masing-masing struktur kimianya, yaitu reaksi hidroksilasi pada golongan alkil, aril, dan heterosiklik; reaksi oksidasi alkohol dan aldehid; reaksi pembentukan N-oksida dan sulfoksida; reaksi deaminasi oksidatif; pembukaan inti dan sebagainya. Reaksi oksidasi dibagi menjadi dua, yaitu oksidasi yang melibatkan sitokrom P450 (enzim yang bertanggungjawab terhadap reaksi oksidasi) dan oksidasi yang tidak melibatkan sitokrom P450. Reaksi oksidasi meliputi: Hidroksilasi aromatik Sebagian besar hasil oksidasi siklus aromatik adalah satu atau lebih gugus hidroksi yang terikat pada posisi tertentu tergantung gugus yang telah ada pada siklus. Posisi hidroksilasi dapat dipengaruhi oleh jenis subtituen. Hidroksilasi alifatik Rantai alkil samping sering dihidroksilasi pada akhir rantai atu atom yang kedua dari belakang (misalnya: Pentobarbital). Hidroksilasi rantai alkil samping yang melekat pada cincin aromatik tidak mengikuti aturan umum untuk rantai samping alkil karena cincin aromatik itu mempengaruhi posisi hidroksilasi. Dealkilasi Reaksi ini merupakan reaksi peniadaan radikal yang mula-mula terikat pada atom oksigen, nitrogen, dan sulfur. Desulfurasi Pada turunan Tio tertentu (tio urea, tio semi karbon, organofosfor) adanya oksigen akan mengganti atom S dengan O. Dehalogenasi Reaksi dehalogenasi membutuhkan adanya oksigen molekular dan NADPH.

Deaminasi oksidatif Amina dimetabolisme oleh sistem oksidase campur mikrosom untuk melepas amonia dan meninggalkan keton (amina dioksidasi menjadi aldehid atau keton dengan bahan awal NH3).

b) Reaksi Reduksi (reduksi aldehid, azo dan nitro) Reaksi ini kurang penting dibanding reaksi oksidasi. Reduksi terutama berperan pada nitrogen dan turunannya (azoik dan nitrat), kadang-kadang pada karbon. (Anonim, 1999). Hanya beberapa obat yang mengalami metabolisme dengan jalan reduksi, baik dalam letak mikrosomal maupun non mikrosomal. Dalam usus mikroba terdapat beberapa enzim reduktase. Gugus azo, nitro dan karb onil merupakan subyek reduksi yang menghasilkan gugus hidroksi amino yang lebih polar. Ada beberapa enzim reduktase dalam hati yang tergantung pada NADH atau NADPH yang mengkatalis reaksi tersebut. c) Reaksi Hidrolisis (deesterifikasi)

Proses lain yang menghasilkan senyawa yang lebih polar adalah hidrolisis dari ester dan amida oleh enzim. Esterase yang terletak baik mikrosomal dan nonmikrosomal akan menghidrolisis obat yang mengandung gugus ester. Di hepar,lebih banyak terjadi reaksi hidrolisis dan terkonsentrasi, seperti hidrolisis peptidin oleh suatu enzim. Esterase non mikrosomal terdapat dalam darah dan beberapa jaringan. Reaksi fase II terdiri Konjugasi asam glukoronat Konjugasi dengan asam glukoronat merupakan cara konjugasi umum dalam proses metabolisme. Hampir semua obat mengalami konjugasi ini karena sejumlah besar gugus fungsional obat dapat berkombinasi secara enzimatik dengan asam glukoronat dan tersedianya D-asam glukoronat dalam jumlah yang cukup pada tubuh. Metilasi Reaksi metilasi mempunyai peran penting pada proses biosintesis beberapa senyawa endogen, seperti norepinefrin, epinefrin, dan histaminserta untuk proses bioinaktivasi obat. Koenzim yang terlibat pada reaksi metilasi adalah adalah Sadenosil-metionin(SAM). Reaksi ini dikatalis oleh enzim metiltransferase yang terdapat dalam sitoplasma dan mikrosom. Konjugasi Sulfat Terutama terjadi pada senyawa yang mengandunggugus fenol dan kadang kadang juga terjadi pada senyawa alkohol, amin aromatik dan senyawa N-hidroksi. Konjugasi sulfat pada umumnya untuk meningkatkan kelarutan senyawa dalam air dan membuat senyawa menjadi tidak toksik. Asetilasi Merupakan jalur metabolisme obat yang mengandung gugus amin primer, sulfonamida, hidrasin, hidrasid, dan amina alifatik primer. Fungsi utama asetilasi adalah membuat senyawa inaktif dan untuk detoksifikasi. Pembentukan asam merkapturat Asam merkapturat adalah turunan S dari N-asetilsistein yang disintesis dari GSH. Reaksi konjugasi terjadi dengan kombinasi pada sistein atau glutation dengan bantuan enzim dalam fraksi supernatan dari homogenat jaringan terutama hati dan ginjal. Untuk pembahasan kinetika kimianya, kita akan membahas salah satu faktor yang mempengaruhi biotransformasi yaitu Induksi dan Inhibisi Enzim, Induksi enzim menaikkan kecepatan biosintesis enzim. menyebabkan meningkatnya laju metabolisme yang umumnya deaktivasi obat, sehingga mengurangi kadarnya dalam plasma dan memperpendek waktu paro obat. Karena itu intensitas dan durasi efek farmakologinya berkurang. Faktor yang mempengaruhi metabolisme obat dalam hal ini: 1. Induksi enzim: dapat meningkatkan kecepatan biotransmormasi dirinya sendiri, atau obat lain yang dimetabolisme oleh enzim yang sama dapat menyebabkan toleransi. 2. Inhibisi enzim: kebalikan dari induksi enzim, biotransformasi obat diperlambat bioavailabilitas meningkat efek menjadi lebih besar dan lebih lama.

3. Kompetisi (interaksi obat) : terjadi pada obat yang dimetabolisir oleh sistem enzim yang sama (contoh : alcohol dan barbiturates). 4. Perbedaan individu: karena adanya genetic polymorphisms, seseorang mungkin memiliki kecepatan metabolisme berbeda untuk obat yg sama. Dalam pembahasan selanjutnya, akan kita bahas bagaimana enzim secara kinetika akan mempengaruhi laju reaksi secara matematis. Kinetika Michaelis Menten k1 kcat

E + S => ES => E + P k-1 Asumsi reaksi kebalikan antara E dan P di abaikan. Sehingga V = kcat [ES] Asumsi kesetimbangan antara enzim dan substrat: analisis Michaelis Menten Leonor Michaelis dan Maude Menten (1913) mengasumsikan bahwa laju disosiasi bila diukur berdasarkan nilai kcat terlalu lambat dibandingkan dengan laju pembentukan (k1) dan redisosiasi menjadi kompleks enzim-substrat menjadi enzim dan substrat (k-1). Bila hal ini terjadi, ES akan selalu mendekati kesetimbangan dengan E dan S. Berikut adalah Persamaan Michaelis Menten:

Kinetika Briggs-Haldane Asumsi Michaelis-Menten yang menyatakan bahwa laju pembentukkan produk sangat lambat dibandingkan reaksi pembentukkan kompleks ES dan redisosiasinya, tidaklah selalu benar karena sebagian besar kompleks ES selalu berlanjut membentuk produk sehingga nilai kcat > k-1. Briggs-Haldane di tahun 1925 mengemukakan model dengan argumen bahwa: semakin banyak ES yang terbentuk semakin cepat ia akan terdisosiasi membentuk produk; oleh karena itu konsentrasi ES akan tetap konstan atau steady state. Keadaan ini akan terus berlangsung hingga seluruh substrat habis bereaksi. Persamaan Briggs-Haldane:

Arti kCatalitik kcat sering disebut juga turnover number dari suatu enzim, menyatakan jumlah molekul substrat yang dikonversi menjadi produk dalam suatu satuan waktu oleh satu molekul enzim saat jenuh dengan substrat. kcat = Vmax/[E]o Arti nilai Km dan K cat Pada kondisi [S] << KM, dan sebagian besar enzim dalam keadaan bebas, sehingga [E] @ [E]0, maka

Pada kondisi di atas rasio kcat /KM seperti tetapan laju orde pertama untuk interaksi antara E dan S. Rasio kcat /KM juga menyatakan efisiensi katalitik. Nilai yang besar dari kcat (rapid turnover) atau nilai kecil dari KM (high affinity for substrate) akan membuat nilai kcat/KM menjadi besar. Rasio kcat /KM untuk substrat yang berbeda digunakan sebagai ukuran spesifisitas dari enzim. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja enzim: 1. Temperatur 2. Konsentrasi ion Hidrogen (pH) 3. Konsentrasi substrat

Efek Temperatur Secara umum kenaikan temperatur akan meningkatkan energi kinetik dan frekwensi tumbukan dari molekul-molekul reaktan sehingga akan meningkatkan laju reaksi baik yang dikatalisis maupun tidak. Setiap kenaikan 10C, laju reaksi naik kira-kira 2 kali. Tetapi, karena enzim adalah protein, kenaikan temperatur juga akan meningkatkan energi kinetik dari enzim hingga melampaui batas energi untuk memutus interaksi non-kovalen yang menjaga struktur 3D enzim. Enzim akan mengalami denaturasi dan kehilangan aktivitasnya. Efek Konsentrasi Ion Hidrogen Protein enzim memiliki asam-asam amino yang dapat diprotonasi/ dideprotonasi, sehingga konformasi dan aktivitas enzim akan dipengaruhi oleh konsentrasi ion hidrogen di dalam larutan enzim.

BAB V PENUTUP

5.1 Simpulan

Dalam reaksi Biotransformasi Obat, reaksi yang terjadi harus dipengaruhi oleh suhu, enzim (sebagai katalis) dan konsentrasi, faktor-faktor tersebut adalah faktor yang dibahas spesifik dalam kinetika kimia sehingga biotransformasi obat mempunyai hubungan dengan konsep kinetika kimia, secara matematis laju reaksi yang disebabkan katalisis enzim terhadap reaksi biotransformasi obat adalah sebagai berikut:

5.2 Saran Dalam penyempurnaan makalah selanjutnya, sebaiknya juga dibahas mengenai biotransformasi pada mahluk hidup lain, karen dalam makalah ini biotransformasi obat yang dibahas terbatas pada biotransformasi obat pada tubuh manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Anief, M.1984. Ilmu Farmasi. Jakarta: Erlangga Benoultz, Neal, MD. 1998. Obat-Obat Anti Hipetensi. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI Didik, H, Iskandar Syarif.1995. Gambaran Klinis dan Laboratorium. Medan: USUPress

Gordon, Gibson dan Paul. 1991. Pengantar Metabolisme Obat. Jakarta: UI-Press http://www.susilochem04.co.cc/2010/11/kinetika-kimia-laju-reaksi-dan-faktor.html Diposkan oleh Susilo Tri Atmojo Senin, November 01, 2010 dan diakses pada tanggal 29 Desember, 2012 pukul 16:03 WIB Lehninger, Albert.1982. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Erlangga Mathews. 2000. Biochemistry. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Montgomery, Douglas.1993.Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik. Yogyakarta: UGM-Press Poedjadi, Anna. 2005. Pendidikan Sains dan Pembangunan Moral Bangsa. Bandung: Yayasan Cendrawasih Sukardjo. 2004. Kimia Fisika. Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai