Anda di halaman 1dari 4

SPONDILOLISTESIS Dr ISKANDAR JAPARDI Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara

Pendahuluan Spondilolistesis adalah subluksasi ke depan dari satu korpus vertebrata terhadap korpus vertebrata lain dibawahnya. Hal ini terjadi karena adanya defek antara sendi pacet superior dan inferior (pars interartikularis). Spondilolis adalah adanya defek pada pars interartikularis tanpa subluksasi korpus vertebrata. Spondilolis dan spondilolistesis terjadi pad 5% dari populasi. Kebanyakan penderita tidak menunjukkan gejala atau gejalanya hanya minimal, dan sebagian besar kasus dengan tindakan konservatif memberikan hasil yang baik. Spondilolistesis dapat terjadi pada semua lever vertebrata, tapi yang paling sering terjadi pada vertebrata lumbal bagian bawah. Sejarah Spondilolistesis berasal dari bahasa Yunani, yakni spondylo (vertebrata) dan olisthesis (slip), jadi secara harfiah berarti vertebrata yang bergeser. Deskripsi kelainan ini pertama kali ditulis pada tahun 1782 oleh Herbiniaux seorang ahli obstetri dari Belgia, yang mencatat suatu keadaan dislokasi lumbal kedepan terhadap sakrum yang menghambat proses persalinan. Kilian (1854) menggunakan istilah spondilolistesis untuk keadaan diatas (pergeseran vertebrata lumbal terhadap sakrum diatas). Klasifikasi spondilolistesis pertama dibuat oleh Newman (1963) dan disempurnakan tahun 1976 menjadi Wiltse Newman MacNab classification, yang terdiri dari: Dysplastic, Isthmic, Degenerative, Traumatic dan Patological.

Biomekanik dan ukuran-ukuran. Curvatura normal dan tulang belakang menjaga keseimbangan berat badan dengan mempertahankan pusat gravity pada kaki. Bentuk abnormal adri curvatura tulang belakang berhubungan erat dengan spondilolistesis. Lindholm dkk melaporkan bahwa 60% (dari 75 pasien dengan isthmic spondilolistesis) yang mengalami peningkatan lordosis, memerlukan tindakan operasi. Dari studi eksperimental didapatkan bahwa gerakan fleksi, ekstensi tidak terlalu bermakna dalam menimbulkan spondilolistesis. Diduga bahwa gerakan puntiran (torsinal) menjadi penyebab rusaknya pars interartikularis sehingga terjadi spondilolistesis. Konsentrasi tertinggi dari biomekanikal terdapat lumbal, terutama di pars interartikularis. Ada dua metode klinis untuk mengukur derajat slip pada spondilolistesis yakni metode Meyerding dan Taillard. Metode Meyerding: permukaan superior sakrum dibagi empat bagian sepanjang diameter anterior posterior. Derajat slip dihitung sesuai dengan pembagian tersebut.

2002 digitized by USU digital library

Metode Taillard: derajat slip dihitung dalam persentase, seberapa lebar pergeserannya dalam diameter anterior posterior. Bila ada sklerosis dan kelainan bentuk sakrum sehingga mengukur dengan cara diatas sulit, maka digunakan modifikasi yakni dengan mengukur body L5. Pengukuran derjat slip penting untuk menentukan tindakan pengobatan. Pada anak dan dewasa muda ini juga penting untuk melihat progresivitas. Untuk derjat slip lebih besar 50% penilaian sudut slip juga penting. Sudut ini dibentuk oleh garis yang melalui permukaan superior dari dua vertebrata. Bila permukaan superior sakrum tumpul garis dibentuk sepanjang bagian belakang vertebral body. Cara lain dapat dengan mengukur sakral inklinasi, yakni sudut yang dibentuk antara posterior sakral body cortex dari S1 dan garis vertikal. Semakin tinggi derjat slip semakin besar kecendrungan slipnya dikemudian hari.

Klassifikasi Spondilolistesis dibagi atas lima kelompok: Dysplastic Isthmic a. Lytic b. Elongated pars interarticulars c. Acute pars fracture III. Degenerative IV. Traumatic V. Pathologic I. II. Dysplastic Dijumpai kelainan kongenital pada sakrum bagian atas atau neral arch L5. Permukaan sakrum superior biasanya bulat (rounded) dan kadang disertai dengan spina bifida Isthmic Tipe ini disebabkan oleh karena adanya lesi pada pars interartikularis. Tipe ini merupakan tipe spondilolistesis yang paling sering. Tipe ini mempunyai tiga sub: - Lytic: ditemukan pemisahan (separation) dari pars, terjadi karena fatique fracture dan paling sering ditemukan pada usia dibawah 50 tahun - Elongated pars interarticularis: terjadi oleh karena mikro fraktur dan tanpa pemisahan pars - Acute pars fracture: terjadi setelah suatu trauma yang hebat. Degenerative Secara patologis dijumpai proses degenerasi. Lebih sering terjadi pada level L4-L5 daripada L5-S1. Ditemukan pada usia sesudah 40 tahun. Pada wanita terjadi empat kali lebih sering dibandingkan pria. Pada kulit hitam terjadi tiga kali lebih sering dibandingkan kulit putih Traumatic Tipe ini terjadinya bersifat skunder terhadap suatu proses trauma pada vertebrata yang menyebabkan fraktur pada sebagian pars interartikularis. Tipe ini terjadi sesudah periode satu minggu atau lebih dari trauma. Acute pars fracture tidak termasuk tipe ini.

2002 digitized by USU digital library

Pathologis Pada tipe ini terjadi penipisan atau destruksi pada pars interartikularis, pedikel, pacet dan terjadi pergeseran vertebrata. Tipe ini mempunyai dua sub tipe: - Generalized: gambaran patologis bersifat umum. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan tipe ini: Pagets disease, hyperthyroidism, osteopetrosis dan sifilis. - Lokal: gambaran patologis bersifat lokal. Tipe ini terjadi oleh karena infeksi lokal, tumor atau proses destruksi lainnya. Etiologi Etiologi spondilolistesis sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Konsep umum masih terfokus pada faktor predisposisi yakni konginetal dan trauma Gejala klinis Low back pain adalah gejala yang umum ditemukan pada spondilolistesis. Dapat juga ditemukan sciatic pain dari bokong ke bagian posterior kaki. Hal ini diikuti dengan terbatasnya gerakan kaki. Pengobatan A. Non operative Pengobatan untuk spondilolistesis umumnya konservative. Pengobatan non operative diindikasikan untuk semua pasien tanpa defisit neurologis atau defisit neurologis yang stabil. Hal ini dapat merupakan pengurangan berat badan, stretching exercise, pemakaian brace, pemakain obat anti inflamasi. Hal terpenting dalam manajemen pengobatan spondilolistesis adalah motivasi pasien. B. Operative Pasien dengan defisit neurologis atau pain yang mengganggu aktifitas, yang gagal dengan non operative manajemen diindikasikan untuk operasi. Bila radiologis tidak stabil atau terjadi progresivitas slip dengan serial x-ray disarankan untuk operasi stabilisasi. Jika progresivitas slip menjadi lebih 50% atau jika slip 50% pada waktu diagnosis, ini indikasi untuk fusi. Pada high grade spondilolistesis walaupun tanpa gejala fusi harus dilakukan. Dekompresi tanpa fusi adalah logis pada pasien dengan simptom oleh karena neural kompresi. Bila manajemen operative dilakukan pada adolescent, dewasa muda maka fusi harus dilakukan karena akan terjadi peningkatan slip yang bermakna bila dilakukan operasi tanpa fusi. Jadi indikasi fusi antara lain: usia muda, progresivitas slip lebih besar 25%, pekerja yang sangat aktif, pergeseran 3mm pada fleksi/ekstensi lateral x-ray. Fusi tidak dilakukan bila multi level disease, motivasi rendah, aktivitas rendah, osteoporosis, habitual tobacco abuse. Pada habitual tobacco abuse angka kesuksesan fusi menurun. Brown dkk mencatat pseudoarthrosis (surgical non union) rate 40% pada perokok dan 8% pada tidak perokok. Fusi insitu dapat dilakukan dengan beberapa approach: 1. anterior approach 2. posterior approach (yang paling sering dilakukan) 3. posterior lateral approach

2002 digitized by USU digital library

DAFTAR PUSTAKA

Cotler. 1990. Spinal fusion. Springer-Verlag, p. 270-279 Mark S. Greenberg. 1994. Handbook of neurosurgery. Greenberg Graphics, p. 486-487. N.G. Baldwin. Lumbar spondilolysis and spondilolistesis in principles of sina surgery, vol. 1, p. 681-699 Netter FH, MD. 1991. Nervous system in the Ciba collection, vol.1, p. 19-20 Stephen I. 1995. Text book of spinal disorder. Philadelphia: J.B. Lippincott, p. 203213 Thiene. 1993. Atlas of spinal operation, p. 293-306

2002 digitized by USU digital library

Anda mungkin juga menyukai