Anda di halaman 1dari 25

I.

KASUS
Seorang ibu datang ke apotek untuk menebus resep untuk anaknya umur 2 tahun yang mengalami otitis media akut. Resepnya adalah amoksisilin/potassium clavulanate 250 mg/5 mL 150 cc sig : 1 tsp tid untuk 10 hari.
1. Apakah

signs

symptom

spesifik

yang

perlu

ditanyakan

untuk

mengklasifikasikan diagnosis tersebut? 2. Apa tujuan pemberian kombinasi pada resep tersebut? 3. Jika ibu tersebut meminta tukar dengan ciprofloksasin, karena pernah mengalami hal yang sama dan merasakan, bagaimana pendapat anda? 4. Apa yang anda nasehatkan saat penyerahan obat-obatan?

II.
A. Pengertian

PENDAHULUAN

Otitis media merupakan inflamasi pada telinga bagian tengah, terbagi menjadi Otitis Media Akut, Otitis Media Efusi, dan Otitis Media Kronik. Infeksi ini banyak menjadi problem pada bayi dan anak-anak. Otitis media mempunyai puncak insiden pada anak usia 6 bulan-3 tahun dan diduga penyebabnya adalah obstruksi tuba Eustachius dan sebab sekunder yaitu menurunnya imunokompetensi pada anak. Disfungsi tuba Eustachius berkaitan dengan adanya infeksi saluran napas atas dan alergi. Beberapa anak yang memiliki kecenderungan otitis akan mengalami 3-4 kali episode otitis pertahun atau otitis media yang terus menerus selama > 3 bulan (Otitis media kronik). B. Etiologi & Patogenesis Otitis media akut ditandai dengan adanya peradangan lokal, otalgia, otorrhea, iritabilitas, kurang istirahat, nafsu makan turun serta demam. Otitis media akut dapat menyebabkan nyeri, hilangnya pendengaran, demam, leukositosis. Manifestasi otitis media pada anak-anak kurang dari 3 tahun seringkali bersifat non-spesifik seperti iritabilitas, demam, terbangun pada malam hari, nafsu makan turun, pilek dan tanda rhinitis, konjungtivitis. Otitis media efusi ditandai dengan adanya cairan di rongga telinga bagian tengah tanpa disertai tanda peradangan akut. Otitis media kronik adalah dijumpainya cairan (Otorrhea) yang purulen sehingga diperlukan drainase. Otorrhea semakin meningkat pada saat infeksi saluran pernapasan atau setelah terekspose air. Nyeri jarang dijumpai pada otitis kronik, kecuali pada eksaserbasi akut. Hilangnya pendengaran disebabkan oleh karena destruksi membrane timpani dan tulang rawan.

Otitis media didiagnosis dengan melihat membrana timpani menggunakan otoscope. Tes diagnostik lain adalah dengan mengukur kelenturan membrane timpani dengan Tympanometer. Dari tes ini akan tergambarkan ada tidaknya akumulasi cairan di telinga bagian tengah. Pemeriksaan lain menggunakan X-ray dan CT-scan ditujukan untuk mengkonfirmasi adanya mastoiditis dan nekrosis tulang pada otitis maligna ataupun kronik. Pada kebanyakan kasus, otitis media disebabkan oleh virus, namun sulit dibedakan etiologi antara virus atau bakteri berdasarkan presentasi klinik maupun pemeriksaan menggunakan otoskop saja. Otitis media akut biasanya diperparah oleh infeksi pernafasan atas yang disebabkan oleh virus yang menyebabkan odema pada tuba eustachius. Hal ini berakibat pada akumulasi cairan dan mukus yang kemudian terinfeksi oleh bakteri. Patogen yang paling umum menginfeksi pada anak adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis. Otitis media kronik terbentuk sebagai konsekuensi dari otitis media akut yang berulang, meskipun hal ini dapat pula terjadi paska trauma atau penyakit lain. Perforasi membrana timpani, diikuti dengan perubahan mukosa (seperti degenerasi polipoid dan granulasi jaringan) dan tulang rawan (osteitis dan sclerosis). Bakteri yang terlibat pada infeksi kronik berbeda dengan otitis media akut, dimana P. aeruginosa, Proteus species, Staphylococcus aureus, dan gabungan anaerob menjadi nyata. C. Penularan dan faktor resiko Oleh karena sebagian besar otitis media didahului oleh infeksi pernapasan atas, maka metode penularan adalah sama seperti pada infeksi pernapasan tersebut. Faktor risiko untuk mengalami otitis media semakin tinggi pada anak dengan otitis-prone yang mengalami infeksi pernapasan atas.

D. Komplikasi Komplikasi otitis media meliputi: Mastoiditis Thrombosis sinus lateral Meningitis Abses otak Labyrinthitis.
E. Resistensi

Pola resistensi terhadap H. influenzae dan M. catarrhalis dijumpai di berbagai belahan dunia. Organisme ini memproduksi enzim -laktamase yang menginaktifasi antibiotika -laktam, sehingga terapi menggunakan amoksisilin seringkali gagal. Namun dengan penambahan inhibitor -laktamase ke dalam formula amoksisilin dapat mengatasi permasalahan ini. F. Terapi 1.Outcome Tujuan yang ingin dicapai adalah mengurangi nyeri, eradikasi infeksi, dan mencegah komplikasi. 2.Terapi pokok Terapi otitis media akut meliputi pemberian antibiotika oral dan tetes bila disertai pengeluaran sekret. Lama terapi adalah 5 hari bagi pasien risiko rendah (yaitu usia > 2 th serta tidak memiliki riwayat otitis ulangan mataupun otitis kronik) dan 10 hari bagi pasien risiko tinggi. Rejimen antibiotika yang digunakan dibagi menjadi dua pilihan yaitu lini pertama dan kedua. Antibiotika pada lini kedua diindikasikan bila: 1. antibiotika pilihan pertama gagal 2. Riwayat respon yang kurang terhadap antibiotika pilihan pertama 3. Hipersensitivitas

4. Organisme resisten terhadap antibiotika pilihan pertama yang dibuktikan dengan tes sensitifitas
5. Adanya penyakit penyerta yang mengharuskan pemilihan antibiotika

pilihan kedua. Pilihan terapi untuk otitis media akut yang persisten yaitu otitis yang menetap 6 hari setelah menggunakan antibiotika, adalah memulai kembali antibiotika dengan memilih antibiotika yang berbeda dengan terapi pertama. Profilaksis bagi pasien dengan riwayat otitis media ulangan menggunakan amoksisilin 20mg/kg satu kali sehari selama 2-6 bulan berhasil mengurangi insiden otitis media sebesar 40-50%. Tabel 1. Antibiotika pada terapi pokok otitis media Antibiotik Lini pertama Amoksisilin Dosis Anak: 20-40mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis Dewasa:40mg/kg/hari terbagi dalam 3 dosis Untuk pasien risiko rendah yaitu: Usia>2th, tidak mendapat antibiotika selama 3 bulan terakhir Anak terbagi dlm 2 dosis Dewasa:80mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosis Lini kedua Amox/ asam klavulanat Anak:25-45mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosis Kotrimoksazol Dewasa:2x875mg Anak: 6-12mg TMP/3080mg/kg/hari untuk tinggi pasien resiko Keterangan Untuk pasien risiko rendah Usia>2th, tidak mendapat antibiotika selama 3 bulan terakhir yaitu:

60mg terbagi dlm 2 dosis Sefuroksim

SMX/kg/hari

Dewasa: 2 x 1-2 tab Anak: 40mg/kg/hari terbagi dlm 2 dosis Dewasa:2 x 250-500 mg Anak: 50mg/kg; max 1 g; i.m.

Seftriakson

1 dosis untuk otitis media yang baru 3 hari terapi untuk otitis yang resisten

Sefrozil

Anak: terbagi dlm 2 dosis

30mg/kg/hari

Sefixime

Dewasa: 2 x 250-500mg Anak:8mg/kg/hari terbagi dlm 1-2 dosis Dewasa: 2 x 200mg

3. Terapi penunjang Terapi penunjang dengan analgesik dan antipiretik memberikan kenyamanan khususnya pada anak. Terapi penunjang lain dengan menggunakan dekongestan, antihistamin, dan kortikosteroid pada otitis media akut tidak direkomendasikan, mengingat tidak memberikan keuntungan namun justru meningkatkan risiko efek samping . Dekongestan dan antihistamin hanya direkomendasikan bila ada peran alergi yang dapat berakibat kongesti pada saluran napas atas. Sedangkan kortikosteroid oral mampu mengurangi efusi pada otitis media kronik lebih baik daripada antibiotika tunggal. Penggunaan Prednisone 2x5mg selama 7 hari bersama-sama antibiotika efektif menghentikan efusi.

G.

Pencegahan

Beberapa hal yang dapat mengurangi risiko OMA adalah Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak. Pemberian ASI minimal selama 6 bulan. Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring. Penghindaran pajanan terhadap asap rokok.

III.
1. Amoksisilin

TINJAUAN FARMAKOLOGI

Amoksisilin aktif terhadap berbagai kuman aerobik dan anaerobic, gram-positif dan gram-negatif Mekanisme kerja amoksisilin yaitu menghambat sintesis dinding sel kuman karena proses transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu. Kemudian terjadi aktivasi enzim proteolitik pada dinding sel.
2. Potasium klavulanat

Merupakan Penghambat betalaktamase yang telah digunakan dalam pengobatan, Potasium klavulanat tidak memperlihatkan aktivitas antibakteri atau aktifitasnya sangat lemah, sehingga tidak dapat digunakan sebagai obat tunggal untuk menanggulangi penyakit infeksi. Bila dikombinasi dengan antibiotika betalaktam, penghambat ini akan mengikat enzim betalaktamase, sehingga antibiotika pasangannya bebas dari pengrusakan oleh enzim betalaktamase dan dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri yg dituju.

Sifat ikatan betalaktamase dengan potassium klavulanat umumnya menetap, potassium klavulanat seringkali bekerja sebagai suatu suicide inhibitor, karena ikut hancur didalam betalaktamase yang diikatnya.

Obat ini diisolasi dari jamur Strep clavuligerus.

3. Kombinasi amoksisilin dengan asam klavulanat

Kombinasi amoksisilin/kalium klavulanat tidak meningkatkan aktivitas in vitro terhadap kuman yang sensitif tersebut, tetapi memperluas spektrum aktivitasnya terhadap kuman penghasil betalaktamase yang intrinsik termasuk strain yang sensitif.

Kombinasi ini tidak aktif terhadap S. aureus yang resisten terhadap metisilin. asam klavulanat juga telah dilaporkan meningkatkan aktivitas amoksisilin terhadap beberapa spesies umumnya tidak dianggap sensitif. Hal ini termasuk Bacteroides, Legionella, dan Nocardia spp, Haemophilus influenzae., Moraxella catarrhalis (Branhamella catarrhalis), dan Burkholderia pseudomallei (Pseudomonas pseudomallei). Namun, Ps.

aeruginosa, Serratia marcescens, dan banyak lainnya bakteri Gram-negatif tetap resisten. Resistensi dipindahtangankan telah dilaporkan pada H. pylori. Pada kombinasi jumlah dosis amoksisilin 2, 4, 7 bagian untuk satu bagian potassium klavulanat Mekanisme kerja Kombinasi Amoksisilin/ potassium clavulanat bekerja dengan menghambat enzim betalaktamase yang dihasilkan oleh bakteri di mana enzim betalaktamse dapat merusak antibiotika betalaktam, penghambat ini (potassium clavulanate) akan mengikat enzim betalaktamase, sehingga antibiotika pasangannya (amoksisillin) bebas dari pengrusakan oleh enzim tersebut dan dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri yang dituju. Farmakokinetik Farmakokinetik amoksisilin dan asam klavulanat secara umum mirip dan tidak muncul untuk mempengaruhi yang lain ke sebagian besar.

Absorbsi -Amoksisilin tahan terhadap inaktivasi oleh asam lambung. -Penyerapannya lebih baik dari ampisilin bila diberikan melalui oral. -Puncak plasma amoksisilin konsentrasi sekitar 5 mikrogram / ml telah diamati 1 sampai 2 jam setelah dosis 250 mg, dengan jumlah yang terdeteksi saat ini hingga 8 jam. Menggandakan dosis dapat melipat gandakan konsentrasi. Konsentrasi amoksisilin setelah injeksi intramuskular adalah sama dengan yang dicapai dengan dosis oral. Sekitar 20% diikat oleh protein plasma dan plasma paruh 1 sampai 1,5 jam. Waktu paruh dapat diperpanjang pada neonatus, orang tua, dan pasien dengan gangguan ginjal, dalam gangguan ginjal berat waktu paruh mungkin 7 sampai 20 jam.

Distribusi

Amoksisilin didistribusikan secara luas pada berbagai konsentrasi dalam jaringan tubuh dan cairan. Melintasi plasenta, sejumlah jumlah kecil didistribusikan ke dalam ASI. Sedikit amoksisilin masuk ke dalam CSF kecuali meninges meradang.

metabolisme Amoksisilin dimetabolisme untuk sebagian terbatas pada asam penicilloic yang diekskresikan dalam urin.

Eksresi Sekitar 60% dari dosis oral diekskresikan amoksisilin tidak berubah dalam urin dalam 6 jam dengan filtrasi glomerular dan sekresi tubular. Konsentrasi urin di atas 300 mikrogram / ml telah dilaporkan setelah dosis 250 mg. Probenesid mengurangi ekskresi ginjal. Amoksisilin dihilangkan dengan hemodialisis. Konsentrasi tinggi telah dilaporkan dalam empedu, beberapa mungkin bisa dikeluarkan dalam kotoran. Efek samping

1)

Reaksi hipersensitivitas: Kulit ruam, pruritus, urtikaria, artralgia, mialgia, demam obat, menggigil, ketidaknyamanan dada, eritema multiforme, nekrolisis epidermal toksik, sindrom steven johnson, dan reaksi anafilaktik.

2)

System syaraf pusat: Sakit kepala, pusing, hyperirritability neuromuskuler, atau kejang kejang. Pencernaan: Gangguan rasa dan bau, stomatitis, perut kembung, mual, muntah dan diare, nyeri epigastrium, dan kolitis pseudomembran telah dilaporkan. Timbulnya gejala kolitis pseudomembran mungkin terjadi selama atau setelah antibiotik pengobatan.

3)

4) System Hemic dan limfatik:

Trombositopenia, perdarahan.
5)

leukopenia,

neutropenia,

eosinofilia,

pengurangan

hemoglobin atau hematokrit, dan perpanjangan waktu protrombin dan waktu Kelainan Tes Fungsi Hati: Peningkatan serum aspartate aminotransferase (SGOT), serum alanine aminotransferase (SGPT) fosfatase, alkali serum, serum LDH, serum bilirubin. Ada laporan hepatitis sementara dan kolestasis jaundice-seperti dengan beberapa lainnya penisilin dan beberapa sefalosporin.
6)

Efek Ginjal dan urin : Sistitis hemoragik, elevasi kreatinin serum dan / atau BUN, hipernatremia, pengurangan asam urat serum dan kalium.

7)

Reaksi lokal: Nyeri, rasa terbakar, bengkak dan indurasi pada tempat infus dan tromboflebitis dengan pemberian intravena. Penggunaan asam klavulanat dengan penisilin telah dikaitkan dengan peningkatan insiden penyakit kuning kolestasis dan akut hepatitis selama terapi atau segera setelah, khususnya, pada pria dan mereka yang berusia 65 tahun. Penyakit kuning yang terkait biasanya membatasi diri dan sangat jarang fatal.

IV. TINJAUAN KIMIA FARMASI 1.Amoksisilin Rumus struktur

Identifikasi Amoksisillin: : 419, 45 365, 9 dalam bentuk anhidrat

-Rumus molekul : C16H19N3O5S.3H2O -Berat molekul

-Pemerian -Kelarutan -Identifikasi

: serbuk hablur, putih, praktis tidak berbau. : sukar larut dalam air dan metanol, tidak larut dalam benzena, dalam karbon tertraklorida dan dalam kloroform. : spektrum serapan IR zat didispersikan dalam kalium bromida (p) menunjukkan maksimum hanya pada panjang gelombang yang sama seperti amoksisillin BPFI.

-PH

: antara 3,5 dan 6,0, larutan penetapan menggunakan larutan 2 mg/ml

-Penetapan kadar : dengan cara KCKT (kromatografi cair kinerja tinggi) 2. Suspensi amoksisilin Kadar Mengandung tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 120% amoksisilin dari jumlah yang tersedia pada etiket.

Identifikasi Buat larutan yang mengandung setara dengan 4 mg amoksisilin dengan penambahan asam klorida 0.1 N pada sejumlah amoksisilin untuk suspense oral. Biarkan larutan selama 5 menit sebelum digunakan, kemudian lakukan identifikasi dengan kromatografi lapis tipis.

Penetapan kadar Penetapan kadar dilakukan dengan metoda kromatografi cair kinerja tinggi

3.

Asam klavulanat

4.

Mekanisme degradasi antibiotik beta-laktam oleh enzim beta laktamase

Beberapa bakteri diketahui memiliki resitensi terhadap antibiotik betalaktam, salah satu diantaranya adalah golongan Streptococcus aureus resistenmetisilin (Methicillin resistant Staphylococcus aureus/MRSA). Bakteri-bakteri yang resisten terhadap antibiotik beta-laktam memiliki 3 mekanisme resistensi, yaitu: 1. Destruksi antibiotik dengan beta-laktamase 2. Menurunkan penetrasi antibiotik untuk berikatan dengan protein transpepidase

3. Menurunkan afinitas ikatan antara protein pengikat tersebut dengan senyawa antibiotik 4. Beberapa bakteri seperti Haemophilus influenzae, golongan Staphylococcus, dan sebagian besar bakteri enterik berbentuk batang memiliki enzim beta-laktamase yang dapat memecah cincin beta-laktam pada antibiotik tersebut dan membuatnya menjadi tidak aktif. Secara detail, mekanisme yang terjadi diawali dengan pemutusan ikatan C-N pada cincin beta-laktam dan mengakibatkan antibiotik tidak dapat berikatan dengan protein transpeptidase sehingga terjadi kehilangan kemampuan untuk menginhibisi pembentukan dinding sel bakteri. Beberapa studi menyatakan bahwa selain ditemukan secara alami pada bakteri gram positif dan negatif, gen penyandi enzim beta-laktamase juga ditemukan pada plasmida dan transposon sehingga dapat ditransfer antarspesies bakteri. Hal ini menyebabkan kemampuan resistensi akan antibiotik betalaktam dapat menyebar dengan cepat. Difusi antibiotik beta laktam ke dalam sel bakteri terjadi melalui perantaraan protein transmembran yang disebut porine dan kemampuan difusinya dipengaruhi oleh ukuran, muatan, dan sifat hidrofilik dari suatu antibiotik.

V. TINJAUAN TEKNOLOGI FARMASI Sediaan pada resep berupa suspensi kering A. Pengertian Suspensi kering adalah campuran serbuk kering yang mengandung bahan pesuspensi. Sediaan kering dibuat suspensi jika akan digunakan. Suspensi ini tidak boleh digunakan melebihi seminggu. Obat yang biasa dibuat suspensi kering adalah obat yang tidak stabil jika disimpan pada periode waktu tertentu dengan adanya pembawa air. Kriteria suspensi kering 1. Selama penyimpanan serbuk harus stabil
2. Pada saat akan didispersikan serbuk harus cepat terdispersi 3. Bila suspensi kering telah dibuat menjadi suspensi maka harus

memenuhi kriteria suspensi B. Stabilitas Suspensi Salah satu problem yang dihadapi dalam proses pembuatan suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta menjaga homogenitas dari pertikel. Cara tersebut merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi. Beberapa faktor yang mempengaruhi stabiltas suspensi adalah : 1.Ukuran Partikel Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas penampang partikel tersebut serta daya tekan keatas dari cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel merupakan perbandingan terbalik dengan luas penampangnya. Sedangkan antar luas penampang dengan daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya semakin besar ukuran partikel maka semakin kecil luas penampangnya. 2.Kekentalan / Viskositas Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental suatu cairan kecepatan alirannya makin turun (kecil). Hal ini dapat dibuktikan dengan hukum STOKES

V= d2 (-0) g 18 Keterangan: V = Kecepatan Aliran d = Diameter Dari Partikel = Berat Jenis Dari Partikel 0 = Berat Jenis Cairan g = Gravitasi = Viskositas Cairan 3.Jumlah Partikel / Konsentrasi Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam jumlah besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan gerakan yang bebas karena sering terjadi benturan antara partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin besar konsentrasi partikel, makin besar kemungkinan terjadinya endapan partikel dalam waktu yang singkat. 4.Sifat / Muatan Partikel Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak terlalu sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah merupakan sifat alami, maka kita tidak dapat mempengruhi. Ukuran partikel dapat diperkecil dengan menggunakan pertolongan mixer, homogeniser, colloid mill dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat dinaikkan dengan penambahan zat pengental yang dapat larut kedalam cairan tersebut. Bahan-bahan pengental ini sering disebut sebagai suspending agent (bahan pensuspensi), umumnya besifat mudah berkembang dalam air (hidrokoloid).

Bahan pensuspensi atau suspending agent dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu: 1. Bahan pensuspensi dari alam. Bahan pensuspensi dari alam yang biasanya digunakan adalah jenis gom / hidrokoloid. Gom dapat larut atau mengembang atau mengikat air sehingga campuran tersebut membentuk mucilago atau lendir. Dengan terbentuknya mucilago maka viskositas cairan tersebut bertambah dan akan menambah stabilitas suspensi. Kekentalan mucilago sangat dipengaruhi oleh panas, PH, dan proses fermentasi bakteri. a. Termasuk golongan gom : Contonya : Acasia ( Pulvis gummi arabici), Chondrus, Tragacanth , Algin b. Golongan bukan gom : Contohnya : Bentonit, Hectorit dan Veegum. 2. Bahan pensuspensi sintesis a. Derivat Selulosa b.Golongan organk polimer C. Cara Mengerjakan Obat Dalam Suspensi 1. Metode pembuatan suspensi : Suspensi dapat dibuat dengan cara :

Metode Dispersi Metode Precipitasi Sistem flokulasi Sistem deflokulasi

2. Sistem pembentukan suspensi :


Secara umum sifat-sifat dari partikel flokulasi dan deflokulasi adalah : a. Deflokulasi

Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain.


o

Sedimentasi yang terjadi lambat masing-masing patikel mengendap terpisah dan ukuran partikel adalah minimal.

Sediaan terbentuk lambat.

Diakhir sedimen akan membentuk cake yang keras dan sukar terdispersi lagi.

b.Flokulasi

Partikel merupakan agregat yang basa Sedimentasi terjadi begitu cepat


o

Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat dan mudah terdispersi kembali seperti semula.

D. Formulasi Suspensi

Membuat suspensi stabil secara fisis ada 2 kategori :

Pada penggunaan Structured Vehicle untuk menjaga partikel deflokulasi dalam suspensi Structured Vehicle, adalah larutan hidrokoloid seperti tilose, gom, bentonit, dan lain-lain.

Penggunaan prinsip-prinsip flokulasi untuk membentuk flok, meskipun terjadi cepat pengendapan, tetapi dengan pengocokan ringan mudah disuspensikan kembali.

Pembuatan suspensi sistem flokulasi ialah : 1. Partikel diberi zat pembasah dan dispersi medium. 2. Lalu ditambah zat pemflokulasi, biasanya berupa larutan elektrolit, surfaktan atau polimer. 3. Diperoleh suspensi flokulasi sebagai produk akhir. 4. Apabila dikehendaki agar flok yang terjadi tidak cepat mengendap, maka ditambah Structured Vehicle. 5. Produk akhir yang diperoleh ialah suspensi flokulasi dalam Structured Vehicle. E.Penilaian Stabilitas Suspensi 1. Volume sedimentasi Adalah Suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume mula mula dari suspensi (Vo) sebelum mengendap.

2. Derajat flokulasi. Adalah Suatu rasio volume sedimentasi akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap volume sedimentasi akhir suspensi deflokulasi (Voc). 3.Metode reologi Berhubungan dengan faktor sedimentasi dan redispersibilitas, membantu menemukan perilaku pengendapan, mengatur vehicle dan susunan partikel untuk tujuan perbandingan. 4.Perubahan ukuran partikel Digunakan cara Freeze-thaw cycling yaitu temperatur diturunkan sampai titik beku, lalu dinaikkan sampai mencair kembali. Dengan cara ini dapat dilihat pertumbuhan kristal, yang pokok menjaga tidak terjadi perubahan ukuran partikel dan sifat kristal.

E. TINJAUAN BIOLOGI 1. Penggunaan Herbal

Infeksi pada telinga dapat diobati baik dengan antibiotik sistemis maupun lokal, Namun, pembuangan lapisan lilin dari telinga dilakukan dengan bantuan senyawa pelembut seperti minyak buah badam, minyak kacang, atau minyak zaitun. Hal ini juga dapat berefek penyempitan telinga atau juga tidak. Minyak yang biasa digunakan pada telinga :

Minyak buah badam, Prunis amygdalus Minyak buah badam diperoleh dari biji Prunus amygdalus batsch (rosaceae) dan merupakan minyak jenuh yang juga dikenal sebagai minyak buah badam manis, dan terdiri atas trigliserida, terutama triolein dan trioleolinolein, bersama dengan asam lemak, termasuk asam palmitat, asam laurat, asam miristat dan asamoleat.

Minyak zaitun, Olea europea. L Minyak zaitun dihasilkan dari buah Olea europea L.(oleaceae). Minyak zaitun murni (virgin olive oil ) atau produk dingin memiliki warna kehijauan dan digunakan sebagai makanan. Sedangkan minyak sulingannya warna kekuningan. Minyak zaitun merupakan minyak jenuh yang mengandung gliserida asam oleat dan gliserida asam linoleat, asam palmitat dan asam stearat.
2.

Herbal dan Interaksinya

Banyak pasien menggunakan antimikroba juga menggunakan over-the-counter (OTC) obat herbal untuk menambah kebutuhan kesehatan mereka. Meskipun penggunaan produk herbal telah menjadi luas dalam beberapa tahun terakhir, ada sediki tinformasi ilmiah yang tersedia pada pengaruh obat over-the-counter menunjukkan bahwa produk herbal dapat menyebabkan CYP3A4 atau dimetabolisme oleh isoenzyme ini, memiliki potensi untuk menghambat metabolisme obat. Sebagai contoh, naphto diantrons ditemukan di St John Wort muncul untuk mendorong CYP3A4 dan memiliki potensi untuk mengurangi konsentrasi di dalam darah dari setiap antimikroba yang juga dimetabolisme oleh CYP3A4. Namun, flavonoid ini hanya menghambat sekitar 0,1-0,5% .Dengan

demikian kontribusi terhadap penghambatan klinis akan dipertanyakan tapi tidak terduga tergantung pada metode pembuatan persiapan herbal.
3.

Herbal yang digunakan sebagai antimikroba


1. Putri malu (Mimosa pudica)

Digunakan pada pengobatan disentri basiller yang disebabkan oleh bakteri shigella dysentri
2. Avocado

Digunakan untuk pengobatan gigi dan mulut karena efektif untuk bakteri streptococcus mutan.

JAWABAN PERTANYAAN
1. Signs symptom spesifik yang perlu ditanyakan untuk mengklarifikasikan

diagnosis yaitu :

a. Apakah telinga sakit berat dan menetap? b. Apakah ada riwayat sakit pernapasan atas?
c. Apakah telinga mengalami gangguan pendengaran?

d. Apakah ada peradangan di telinga dan mngeluarkan secret seperti cairan ataupun nanah? e. Apakah mengalami demam atau tidak?
2. Tujuan pemberian kombinasi Amoksisilin/potassium clavulanate yaitu di

mana potassium clavulanate bekerja sebagai penghambat betalaktamase yaitu penghambat enzim betalaktamse yang dihasilkan oleh bakteri di mana enzim betalaktamse dapat merusak antibiotika betalaktam, tetapi penghambatan tersebut tidak memperlihatkan aktivitas antibakteri sehingga tidak dapat digunakan sebagai obat tunggal untuk menanggulangi penyakit infeksi. Bila dikombinasi dengan antibiotika belataktam seperti amoksisillin, penghambat ini (potassium clavulanate) akan mengikat enzim betalaktamase, sehingga antibiotika pasangannya (amoksisillin) bebas dari pengrusakan oleh enzim tersebut dan dapat menghambat sintesis dinding sel bakteri yang dituju. Sediaan yang beredar : Bellamox Komposisi : Amoksisillin 500 mg {125 mg} [250 mg], kalium klavulanat 125 mg {31,25 mg} [62,5 mg] tiap kaplet 500 mg {5 ml sirup} [5 ml sirup forte] Indikasi KI ES Dosis : Infeksi saluran nafas atas dan bawah, kulit dan jaringan lunak, saluran genitourinaria, paska bedah : hipersensitif, bayi dilahirkan oleh ibu diketahui peka terhada penisilina : reaksi hipersensitif, anafilaksis dan angioneurotik oedema : dewasa dan anak > 12 th : infeksi ringan sampai berat, 3x sehari 1 kaplet 250 mg; infeksi berat, 3x sehari 1 kaplet 500 mg; anak < 12 th, 25-50 mg/KgBB/hari; anak 7-12 th, 3x sehari 10 ml sirup 125 mg/5 ml atau 5 nl sirup 250 mg/5 ml; anak 2-7 th, 3x sehari 5 ml sirup 125 mg/5 ml; anak 9 bulan-2 th, 3x sehari 2,5

ml sirup 125 mg/5 ml; infeksi berat dosis dapat digandakan; dosis pada keadaan fungsi ginjal terganggu , dewasa, klirens kreatinin < 10 ml/menit, 1 tablet 250 mg tiap 12 jam; klirens kreatinin 10-30 ml/menit, 1 tablet 250 mg atau 1 tablet 500 mg tiap 12 jam; klirens kreatinin . 30 ml/menit, tidak perlu penyesuaian dosis; pengobatan tidak boleh melebihi 14 hari tanpa pemeriksaan kembali
3.

Penggunaan ciprofloksasin tidak dianjurkan pada otitis media akut

karena ciprofloksasin resisten terhadap sreptococus pnemonii (bakteri gram positif ) sedangkan otitis media akut sering disebabkan oleh bakteri gram positif yaitu Streptococus. Penggunaan ciprofloksasin juga dikontra indikasikan pada anak anak karena dapat menyebabkan menghambat pertumbuh pada anak (intoksisitas). Jika ingin ada penukaran obat, hendaklah di lihat dan di cek kultur cairan melalui mambran timpani yang pecah untuk mengetahui organisme penyebab sehingga tahu obat mana yang harus diberikan sesuai dengan organisme penyebab. Nasehat saat menyerahkan obat-obatan : a. Obat di minum secara teratur selama 10 hari di mana pemakaian 10 hari 150 ml sedangkan sediaan yang beredar 60 ml, di berikan 3 botol (3 x 60 ml = 180 ml => 180 ml - 150 ml = 30 ml) dan terdapat kelebihan 30 ml dapat di keluarkan 30 ml dari botol baru diserahkan ke pasien atau di katakana kepada pasien bahwa obat akan ada kelebihan 30 ml sehingga tidak harus habis sebanyak 3 botol.
b.

Hindari terjadinya trauma lokal dan ringan pada epitel liang telinga luar(meatus akustikus eksternus), misalnya setelah mengorek telinga menggunakan lidi kapas atau benda lainnya.

c.

Hindari terjadinya sumbat liang telinga yang sakit dari benda asing seperti manik-manik, biji-bijian, serangga dan tertinggal kapas

d.

Hindari telinga terpapar air (masuknya air) di mana adanya bentuk lekukan pada liang telinga sehingga menjadi media yang bagus buat pertumbuhan bakteri.

DAFTAR PUSTAKA

Elin Yulinah, dkk., Iso Farmakoterapi, PT. ISFI: Jakarta DEPKES, 1990, Farmakope Indonesia., Edisi 4, Jakarta

DEPKES., 2005., Pharmacetical Care ISPA., Jakarta. Dipiro, Joseph. T., 1999., Pharmacoterapy A Pathophysiologi Approach, edisi 6., New York. Lieberman H.A; Rieger m.H; bankes G.S, 1996, Pharmaceutical Dosage Form, Dysperse System, Vol 1, Marcel Dekker Inc., New York. Michael Heinrich., Joanne Barnes, dkk., 2009., Farmakognosi dan Fitoterapi., Jakarata., EGC. Remigton, 2000., The Science and Practice Of Pharmacy., Edisi 28th, Philadhelpia, PP 316 322, B35 355. Sweetman, Sean C., 2009, Martindale The Complete Drug Reference Edition 36th, Pharmaceutical Press, USA.

Anda mungkin juga menyukai