Anda di halaman 1dari 8

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG SUBAK

I. PENDAHULUAN Naskah Akademik ini disusun berdasarkan ketentuan Pasal 5 Peraturan Gubernur Bali Nomor 2 Tahun 2006 tentang Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Peraturan Daerah Yang Berasal dari Gubenur Ketentuan tersebut pada intinya menyatakan bahwa Naskah Akademik tersebut dapat disertakan dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah, yang materinya sekurang-kurangnya memuat : dasar filosofis, dasar sosiologis dan yuridis. Naskah Akademik ini mnjadi pegangan atau acuan bagi para pembahas (DPRD dan Pemerintah Daerah) dalam membahas Rancangan Peraturan Daerah agar dapat lebih terfokus dan terarah sesuai dengan mekanisme dan prosedur yang berlaku dalam rangka mendapatkan persetujuan bersama, dan lebih lanjut Rancangan Peraturan Daerah tersebut dapat ditetapkan dan diundangkan sebagaimana mestinya. Naskah Akademik disusun dengan sistematika sebagai berikut : I. II. III. IV. Pendahuluan Latar Belakang Maksud dan Tujuan Landasan (dasar) a. Filosofis b. Yuridis c. Sosiologis V. VI. Ruang Lingkup Penutup.

II. LATAR BELAKANG: Lembaga Subak sebagai bagian dari budaya Bali merupakan masyarakat hukum adat yang bercorak sosio religius yang sangat spesifik dan khas yang tumbuh dan berkembang sepanjang sejarah berabad-abad telah memberikan sumbangan yang sangat berharga terhadap kelangsungan kehidupan masyarakat dan pembanguan di Provinsi Bali. Subak yang selama ini dikenal di Bali pada dasarnya adalah suatu wadah atau organisasi tempat berhimpunnya para petani dengan tekad dan semangat yang tinggi untuk bekerja sama secara bergotong royong dalam upaya mendapatkan air dengan tujuan memproduksi tanaman pangan khususnya padi dan palawija. dan pada umumnya beranggapan bahwa bagaimana sebaiknya irigasi itu dapat dikelola agar mampu mencukupi kebutuhan air berbagai tanaman pada saat tanaman itu kekurangan air. Karena lingkungan topografi dan kondisi sungai-sungai di Bali yang umumnya curam, maka hal itu menyebabkan sumber air untuk komplek petani persawahan umumnya cukup jauh, dan kadang-kadang mereka harus membuat terowongan. (aungan). Kondisi ini yang menyebabkan para petani tidak mampu bekerja sendiri-sendiri, dan mereka harus menghimpun diri dalam bentuk kelompok, yang dikenal dengan sebutan organisiasi Subak yang berlandaskan konsepsi Tri Hita Karana (THK), yang bermakna bahwa dalam proses berkehidupan menuju hidup yang sejahtera, manusia harus berusaha menjaga kesejahteraan (mokshartam jagadhita), manusia harus berusaha menjaga keserasihan hubungan antara manusia dengan penciptanya yakni Tuhan Yang Maha Esa (parhyangan), manusia dengan manusia (pawongan) dan manusia dengan alam lingkungannya (palemahan). Secara implisit konsepsi holistik Tri Hita Karana mengandung pesan agar manusia mengelola dan menjaga kelestarian sumberdaya alam dan lingkungannya secara arif dan bijaksana dan alam merupakan anugrah Tuhan yang dapat memberikan sumber kehidupan dan penghidupan bagi umat manusia. Oleh karena itu alam haruslah dijaga dan dipelihara kelestariannya agar dapat dimanfaatkan bukan saja oleh generasi masa kini melainkan juga oleh generasi-generasi seterusnya. Konsep Tri Hita Karana sungguh relevan dengan konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang kini begitu populer dan sering dijadikan rujukan oleh setiap perencanaan pembangunan diberbagai sektor. Berkembangnya sektor sektor lain diluar sektor pertanian menyebabkan kebutuhan air semakin meningkat dengan adanya alih fungsi lahan, baik secara kuantitas, maupun kualitas, karena nanti persaingan terhadap keperluan pemukiman dan sumber daya air semakin ketat sektor irigasi sangat penting peranannya untuk menyediakan bahan makanan bagi penduduk maka disarankan (i) sistem irigasi harus responsive terhadap kepentingan petani, (ii) penawaran dan permintaan terhadap air harus dapat dipertemukan sedekat mungkin.(iii) kehilangan air dan alih fungsi lahan harus diminimalkan. Untuk mencapai hal-hal tersebut diperlukan penantaan kembali sistem fisik dan manajemen, serta adanya modernisasi serta pengakuan dan penghormatan tersebut mesti diatur dalam undang-undang yang bermakna diatur berdasarkan ketentuan undang-undang, atau pengakuan dan penghormatan negara atas kesatuan mayarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya harus memenuhi ketentuan Undang-Undang.

Artinya, pengakuan dan penghormatan kesatuan mayarakat hukum adat dapat diatur dengan Peraturan Daerah, asalkan berdasarkan atau memenuhi ketentuan undang-undang, maka Subak pun perlu diakui dan dihormati dengan mengaturnya dalam Peraturan Daerah. Pengaturan tentang Subak sudah dilakukan pada tahun 1972 yakni dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 02/PD/DPRD/1972 tentang irigasi yang ditetapkan pada tanggal 13 Desember 1972 oleh DPRD Provinsi Bali. Namun sesuai perkembangan hukum dan masyarakat, menyebabkan Perda tersebut tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masyarakat, disamping ada kecendrungan masyarakat untuk melakukan pemekaran Subak serta membentuk Subak yang baru. Untuk menyikapi kecendrungan dimaksud perlu dibuatkan Perda tentang Subak sehingga perlu diakui dan dihormati keberadaannya beserta hak-hak tradisionalnya. III. MAKSUD DAN TUJUAN : Maksud dan tujuan Naskah Akdemik ini adalah : 1. Terfokusnya dan terarahnya pembahasan Rancangan Peraturan Daerah dalam rangka tersusun dan terbentuknya Peraturan Daerah tentang Urusan Pemerintah Daerah Provinsi Bali, yang dapat diberlakukan secara efektif, baik dari segi normatif maupun segi sosiologis. 2. Dengan efektifnya pemberlakuan Peraturan Daerah dimaksud, maka Peraturan Daerah tersebut, merupakan dasar hukum kewenangan yang sah (legal), bagi Perangkat Daerah melaksanakan pembangunan. IV. LANDASAN : Landasan (dasar) pembentukan Rancangan Peraturan Daerah ini ada 3 (tiga) yaitu 1. Landasan (dasar) filosofis Secara filosofis Rancangan Peraturan Daerah ini dibentuk sesuai dengan falsafah Negara,didasarkan pada azas utilitas atau azas manfaat dalam rangka penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan, guna terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat atau kesejahteraan masyarakat seluruhnya (the social service state). Berdasarkan UndangUndang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan NKRI di bagi atas daerah-daerah provinsi dan Provinsi terdiri dari daerah Kabupaten/Kota, dimana tiap-tiap daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, maka perlu diakui dan dihormati serta diayomi keberadaan Subak sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang melakukan kegiatan dibidang kelembagaan masyarakat pemakai air untuk irigasi di Bali, sehingga Subak dapat dengan tentram menjalankan kegiatannya dalam rangka memajukan kesejahteraan, yakni para petani pemilik atau petani penggarap. tugas dan fungsinya dalam penyelenggaraan pemerintah dan

2. Landasan (dasar) Yuridis) Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bahwa setiap peraturan perundang-undangan yang dibentuk, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum dan peraturan daerah lainnya. Berdasarkan amanat tersebut maka Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibentuk, wajib berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang terkait. Selanjutnya Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibentuk, dalam rangka penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan adalah untuk kepentingan umum dan bukan untuk kepentingan kelompok atu individu. Disamping itu Rancangan Peraturan Daerah yang akan disusun juga tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Daerah lainnya yang terkait, dalam rangka mewujudkan harmonisasi dan keselarasan antar yang satu dengan yang lainnya. Berdasarkan uraian analisis hukum positif, menunjukkan Pasal 136 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Pemda dan Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) dan Pasal 34 ayat (3) huruf Undang-Undang Sumber Daya Alam (SDA) merupakan landasan hukum pembentukan Perda Provinsi tentang Subak. Dengan perkataan lain, bahwa Subak sesuai UndangUndang Pemda dan Undang-Undang Sumber Daya Alam dapat diatur dengan Perda. Berdasarkan hal tersebut maka pengaturan tentang Subak sebagai kesatuan masyarakat hukum adat (KMHA) diarahkan pada pengakuan dan penghormatan terhadap Subak beserta hak-hak tradisionalnya. Pengakuan bermakna pernyataan penerimaan dan pemberian status keabsahan oleh Negara dan dalam hukum Negara terhadap eksistensi hukum dan hak-hak tradisional kesatuan masyarakat hukum adat baik sebagai perseorangan maupun kesatuan masyarakat sebagai perwujudan kewajiban konstitutif dari Negara untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak asasi kesatuan masyarakat hukum adat. Kewajiban untuk menghormati mengharuskan Negara untuk mencegah pelanggaran hak-hak Subak sebagai kesatuan mayarakat hukum adat (KMHA) tersebut oleh pihak ketiga. Kewajiban untuk memenuhi mengharuskan Negara untuk mengambil tindakan-tindakan legislatif administratif, anggaran, hukum dan semua tindakan yang memadai guna pemenuhan sepenuhnya hak-hak Subak sebagai kesatuan mayarakat hukum adat (KMHA). Negara tidak boleh intervensi terhadap Subak yang menyebabkan Subak tidak bisa menikmati hak-haknya, atau melakukan pembiaran terjadinya pelanggaran terhadap hak-hak Subak, serta melakukan tindakan memeadai yang menyebabkan Subak tidak berdaya memenuhi hak-haknya.

Sesuai dengan kedudukan dan posisi Peraturan Daerah dalam sistem peraturan perundang-undangan, maka peraturan perundang-undangan yang melandasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Subak ini adalah sebagai berikut : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649); 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lemabaran Negara Republik Indonesia 4389); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lemabaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437); 4. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32) ; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140); 6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan ( Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2009 149); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44 ; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3445); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624); 9. Dan 10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 tahun 1997 tentang Pemberdayaan Pelestarian serta Pengembangan Adat Isitiadat, Kebiasaan-kebiasaan Masyarakat, dan Lembaaga Adat di Daerah; Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 1998 tentang Penunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pemberdayaan dan Pelestarian serta Pengembangan Adat Istiadat, Kebiasaankebiasaan Masyarakat, dan Lembaga Adat di Daerah;

3. Landasan Sosiologis : Berdasarkan azas Otonomi Daerah, dalam rangka penyelenggaraan Pemerintah dan Pembangunan maka Peraturan Daerah yang akan dibentuk harus berdasarkan kondisi dan potensi obyektif daerah serta kekhasan daerah. Kondisi dan potensi obyektif ini didasarkan pada luas wilayah , jumlah penduduk, perkembangan sosial, ekonomi dan budaya yang dapat menentukan besaran (cakupan) urusan yang dapat dilaksanakan dan menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Bali. Berdasarkan konsepsi Tri Hita Karana dan persyaratan pengakuan Subak, yakni (Parhyangan Pawongan dan Palemahan) adanya satu pura atau lebih Pura Bedugul (untuk memuja Dewi Sri dan Sang Hyang Sangkara, manifestasi Tuhan sebagai Dewi Kesuburan) dan juga Krama Subak, Prajuru Subak dan aturan (Awig-Awig) di wilayah Subak. Termasuk hak dan kewajiban subak baik sebagai kesatuan mayarakat maupun individu (anggota/krama) badan kerja sama Subak dan penyelesaian sengketa juga mengenai pembentukan dan penghapusan Subak yang merupakan kewenangan atau otonomi Subak. V. RUANG LINGKUP : Ruang lingkup pengaturan Rancangan Peraturan Daerah ini meliputi : 1. BAB I KETENTUAN UMUM Bab ini mengatur tentang pengertian-pengertian, mengenai istilah dan kalimat-kalimat secara berulang-ulang dalam rancangan Peraturan Daerah 2. BAB II LANDASAN DAN TUJUAN UMUM Bab ini mengatur tentang landasan, konsepsi Subak dan tujuan dari Subak 3. BAB III WILAYAN DAN KEANGGOTAAN Bab ini mengatur wilayah a. Palemahan Subak b. Batas Pelemahan Subak c. Krama Subak (keanggotaan Subak) d. Tata cara dan syarat menjadi krama. 4. BAB IV KEDUDUKAN DAN FUNGSI SUBAK Bab ini mengatur tentang kedudukan dan fungsi Subak yang bersifat sosio agraris religius membantu pemerintah dalam meningkatkan pembangunan dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat meliputi : 5. BAB V AWIG-AWIG SUBAK Bab ini mengatur tentang aturan-aturan secara tertulis yang dituangkan ke dalam Awig- Awig Subak beserta saknsi dan proses pengesahannya, meliputi : a. Kepemilikan awig-awig. b. Tata cara pengesahan awig-awig c. Sanksi. batas-batas yang ditetapkan oleh masing-masing Subak dan Tata cara syarat menjadi krama meliputi :

6. BAB VI PRAJURU SUBAK Bab ini mengatur tentang susunan kepengurusan Subak yang telah ditetapkan dalam awig-awig 7. BAB VII TUGAS-TUGAS PRAJURU SUBAK Bab ini mengatur tentang tugas dari masing masing prajuru Subak sesuai konsepsi Tri Hita Karana yaitu dimasing masing wibaga (Parhyangan, Pawongan dan Palemahan) 8. BAB PEMBINAAN DAN HUBUNGAN KERJA Bab ini mengatur tentang pembinaan oleh Instansi/lembaga teknis terkait meliputi : a. Pembinaan Subak. b. Hubungan kerja antara prajuru Subak dengan lembaga-lembaga lainnya. 9. BAB IX HARTA KEKAYAAN DAN PENDAPATAN SUBAK Bab ini mengatur tentang penggunaan dan pengelolaan harta kekayaan Subak menjadi hak miliknya sebagaimana yang telah diatur dalam awig-awig meliputi : a. Harta Kekayaan b. Pengelolaan harta kekayaan c. Penggunaan harta kekayaan d. Pendapatan Subak e. Tata Cara Pengelolaan 10. BAB X TATA GUNA AIR Bab ini mengatur tentang pemanfaatan, tatacara pemeliharaan air berserta sanksi sanksi sesuai dengan awig-awig setempat meliputi : 11. BAB XI PEKASEH AGUNG Bab ini mengatur tentang pembentukan susunan organisasi dan tugasnya pada masingmasing tingkatan meliputi : a. Susunan Pekaseh Agung (Kelian Subak ) b. Susunan organisasi Pekaseh Agung c. Urusan masing masing Prajuru d. Tugas Pekaseh Agung. 12. BAB XII KETENTUAN PERALIHAN DAN PENUTUP Bab ini mengatur tentang ketentuan dari Peraturan Daerah tentang Subak dan penegasan hal-hal yang belum diatur dalam Perda ini. VI. PENUTUP. Demikian Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Subak ini disusun, untuk dapat dijadikan pedoman dan acuan bagi para pembahas, agar pembahasan lebih terfokus dan terarah sesuai dengan kewenangan, mekanisme dan prosedur yang berlaku. yang

BAGAN NASKAH AKADEMIS

A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Tujuan dan Kegunaan yang ingin dicapai 3. Metode dan Pendekatan 4. Materi Muatan 5. Inventarisasi Peraturan Perundang-undangan B. RUANG LINGKUP NASKAH AKADEMIK ( Materi yang hendak diatur) 1. Umum (pengertian dan asas-asas) 2. Materi 3. Sanksi 4. Peralihan 5. Penutup. C. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Perlunya Pengaturan 2. Jenis /bentuk pengaturan 3. Pokok-pokok materi yang perlu diatur. D. LAMPIRAN 1. Daftar Kepustakaan 2. Hasil atau penelitian makalah-makalah yang membahas materi hokum.

Anda mungkin juga menyukai