Anda di halaman 1dari 4

1

Zona Agroekologi
Sistem pertanian berkelanjutan akan terwujud hanya apabila lahan dipergunakan untuk sistem pertanian yang tepat dengan cara pengelolaan yang sesuai. Apabila lahan tidak digunakan dengan tepat maka produktivitasnya akan cepat menurun dan ekosistem menjadi terancam rusak. Penggunaan lahan yang tepat tidak hanya menjamin bahwa lahan dan alam ini memberi manfaat untuk pemakai pada masa kini, tetapi juga menjamin bahwa sumberdaya alam ini bermanfaat untuk generasi penerus di masa mendatang. Setiap agroekosistem mempunyai karakteristik yang berbeda. Salah satu perbedaan yang dapat langsung diamati adalah kegiatan pertanian serta jumlah dan jenis komoditas yang dihasilkan (Kepas, 1989). Pada dasarnya suatu ekosistem dibentuk oleh beberapa unsur (tanah, air, iklim, tumbuhan, manusia dan makhluk hidup lainnya) yang saling berinteraksi, sehingga semua karakteristik yang ada pada setiap unsur ekosistem tersebut juga akan salaing berpengaruh yang akhirnya berdampak pada output komoditas yang dihasilkan (Arsyad, et al., 1985). Menurut Basit et al.,(1989), cara mengintroduksikan masukan-masukan baru ke dalam agroekosistem dengan harapan keluaran yang dihasilkan menjadi lebih baik yang dikenal sebagai perencanaan kegiatan pertanian. Karakteristik unsur-unsur yang membentuk agroekosistem perlu dikenali, baik jumlah, jenis, perilaku maupun keterkaitannya satu sama lain agar keluaran yang diharapkan dapat diarahkan sesuai keinginan. Tanpa mengenali karakteristik unsur-unsur agroekosistem tersebut hampir mustahil untuk membuat strategi perencanaan dengan baik. Zona agroekologis merupakan suatu himpunan dari sejumlah faktor alam (iklim, topografi dan tanah) dan kegiatan pertanian (usahatani dan kelompok masyarakat tani) yang memanfaatkan lingkungannya. Pengelompokan wilayah ini mempunyai kondisi biofisik dan tanam an serta hewan yang relatif lebih seragam. Setiap wilayah dapat digolongkan dalam zone egroekologis tertentu berdasarkan kemiripan faktor-fakor alam dan kegiatan pertanian yang dilakukan pada wilayah tersebut. Sehingga petani yang ada dalam suatu zone agroekologi tertentu memiliki kesamaan baik dalam permasalahan dan kebutuhan akan teknologi, dimana permasalahan dan kebutuhan akan teknologi tersebut berbeda dengan petani yang tinggal pada zone agroekologi lainnya (Rhoades, 1987). Pada prinsipnya pengelompokan agroekologi mengacu pada kondisi biofisik lahan (karakteristik lahan dan iklim) yang mempunyai kesamaan dan secara sistematis pengelompokan tersebut dilakukan berdasarkan perbedaan beberapa parameter biofisik yang berkaitan dengan lingkungan yaitu relief (lereng), iklim (suhu dan kelembaban udara) serta kelas drainase tanah (Sudaryanto et al., 2002). Menurut Amien et al. (1994) pemilahan wilayah ke dalam zona-zona agroekologi akan benyak membantu ke daerah mana suatu paket teknologi yang telah dirakit untuk kondisi fisik lingkungan tertentu dapat dialihkan, sehingga waktu, biaya dan tenaga dalam pelaksanaan penelitian dapat digunakan dengan lebih berdaya guna dan berhasil guna. Penelitian dan pengembangan teknologi zona agroekologi dilaksanakan dalam tiga tingkat hirarki dengan keluaran dan data masukan yang berbeda yaitu : a). pada tingkat hirarki yang paling tinggi setara dengan tingkat pemetaan tinjau samapai eksplorasi diharapkan memberikan petunjuk untuk sistem pertanian tangguh yang berkelanjutan baik secara fisik maupun ekonomi dan pilihan-pilihan komoditas untuk masing-masing sistem pertanian, b) pada hirarki yang kedua teknologi zona agroekologi diharapkan sudah dapat memberikan keluaran berupa pengeloaan tanah dan tanaman dan hirarki ini setara dengan tingkat semi detail samapi tinjau mendalam dengan minimum data masukan yang lebih rinci yaitu keadan fisik dan kimia tanah ditunjang dengan informasi iklim dan c) tingkat hirarki yang ketiga yang setara dengan tingkat pemetaan detail dari masing-masing zona diharapkan sudah dapat diperoleh dugaan hasil dari komoditas pilihan serta perhitungan keuntungannya secara ekonomi dengan mempertimbangkan nilai-nilai masukan dan hasil (Amien et al., 1994)

2 Alternatif penggunaan lahan untuk masing-masing zona diberikan dengan mempertimbangkan kelestarian lingkungan dalam menunjang tujuan untuk mencapai sistem pertanian yang berkelanjutan. Sistem pertaniannya dapat berupa kehutanan, perkebunan tanaman tahunan, wana tani dan tanaman semusim. Kehutanan meliputi hutan lindung, hutan produksi maupun hutan penyangga di pantai dengan tanaman bakau dan nipah, aliran sungai dan sekeliling mata air. Sistem pertanian lahan semusim dapat berupa pertanian lahan basah pada tanah-tanah dengan drainase buruk dimana air selalu berlebihan dan pertanian lahan kering. Apabila secara ekonomis lebih menguntungkan lahan yang relatif datar dapat juga diusahakan untuk tanaman keras seperti tanaman hortikultura (Amien, 1994). Parameter utama dalam zona agroekologi adalah lereng dan dikelompokkan menjadi 4 (empat zona utama yaitu : zoana I ( lereng > 40 %), zona II (lereng 16 40 %), zona III (lereng 8 15 %) dan zona IV (lereng < 8 %). Pada daerah dengan lereng < 3 % dengan jenis tanah gambut atau jenis tanah dengan kandungan garam atau sulfat yang tinggi atau jenis tanah yang berkembang dari pasir kwarsa dikelompokkan ke dalam zona tersendiri yaitu masingmasing zona V, VI, VII dan VIII (Sudaryanto, et al 2002). Berdasarkan kriteria zona utama tersebut suatu wilayah dapat dibagi menjadi 8 zona egroekologi dengan spesifikasi sistem pertanian atau kehutanan sebagai berikut : 1. Zona I adalah suatu wilayah dengan lereng > 40 % dengan tipe pemanfaatan lahan adalah untuk kehutanan. 2. Zona II adalah suatu wilayah dengan lereng 16 40 % dengan dengan type pemanfaatan lahan adalah perkebunan (budidaya tanaman tahunan). 3. Zona III adalah sutau wilayah dengan lereng 8 15 % dengan type pemanfaatan lahan adalah wana tani (agro- forestry). 4. Zona IV adalah suatu wilayah dengan lereng 0 8 % dengan type pemanfaatan lahan adalah untuk tanaman pangan yaitu pada tanah yang berdrainase tanah buruk untuk pengembangan padi sawah dan pada tanah yang berdrainase baik untuk pengembangan tanaman pangan lahan kering. 5. Zona V adalah suatu wilayah dengan lereng < 3 % dengan jenis tanah gambut dengan type pemanfaatan lahan adalah adalah tanaman hortikultura (gambut dangkal dengan ketebalan 1,5 m) atau kehutanan (gambut dalam dengan ketebalan > 1,5 m). 6. Zona VI adalah suatu wilayah dengan lereng < 3 % dengan jenis tanah yang mempunyai kandungan sulfat masam atau kandungan garam yang tinggi dengan type pemanfaatan lahan adalah untuk sistem perikanan (tambak payau, budidaya udang, kepiting, bakau, dan lainlain). 7. Zona VII adalah suatu wilayah dengan lereng < 3 % dan jenis tanah yang berkembang dari pasir kuarsa dengan type pemanfaatan lahan adalah untuk kehutanan (hutan produksi, hutan tanaman industri). 8. Zona VIII adalah suatu wilayah dengan lereng < 3 % dan tanah dangkal rumput dengan type pemanfaatan lahan adalah untuk sistem peternakan. Pembagian zona ke dalam sub zona beserta sub kelompok tanaman yang sesuai dikembangkan pada setiap sub zona didasarkan pada rejim iklim yaitu kombinasi antara kelembaban dan suhu udara. Kombinasi rejim kelembaban dan rejim suhu udara membagi lingkungan menjadi kelas-kelas yang tanaman tertentu dapat tumbuh dengan baik. Beberapa tanaman disilangkan untuk memperoleh turunan yang bisa tahan untuk keadaan tertentu dan hal ini mungkin akan melangkahi batas-batas kesesuaian atau pindah ke kelas yang lain (Eswaran, 1984 dalam Amien et al., 1994). Rejim kelembaban udara suatu wilayah dibedakan berdasarkan jumlah bulan kering dalam satu tahun. Bulan kering yaitu bulan yang mempunyai curah hujan < 60 mm dan pembagian rejim iklim yaitu (Sudaryanto, et al., 2002) :

3 a. Disebut lembab (perudic) apabila jumlah bulan kering < 3 bulan dalam setahun (simbol x). b. Disebut agak kering (udic) apabila jumlah bulan kering antara 4 sampai 7 bulan dalam setahun (simbol y). c. Disebut kering (ustic) apabila jumlah bulan kering > 7 bulan dalam setahun (simbol z). Sedangkan rejim suhu dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu rejim suhu panas dan rejim suhu sejuk. Rejim suhu panas yaitu selisih suhu udara rata-rata maksimum dan minimum harian lebih besar dari 6 o C, sedangkan rejim suhu sejuk jika perbedaan suhu udara rata-rata maksimum dan minimum kurang dari 6 oC. Dalam pelaksanaannya pembagian rejim suhu udara diduga dari ketinggian tempat dari permukaan laut dengan ketentuan : rejim suhu panas terdapat pada daerah dengan ketinggian tempat 750 m dari permukaan laut (dataran rendah). Sedangkan rejim suhu sejuk terdapat pada daerah dengan ketinggian 750 2000 m dari permukaan laut (dataran tinggi). Penentuan cara lain juga dapat dihitung berdasarkan elevasi (ketinggian tempat) dengan menggunakan rumus Braak yaitu : 26,3 oC (0.01 x elevasi x 0,6 o C). Pertanian dengan pengusahaan tanaman semusim hanya dianjurkan pada lahan dengan lereng lebih kecil dari 8 % apabila tanahnya sesuai dan tidak dianjurkan pada lahan datar apabila tanahnya dari bahan induk pasir kuarsa maupun gambut dalam serta tanah terlalu berbatu sehingga menyulitkan pengolahan tanah. Pada lahan dengan lereng 8 15 % dianjurkan untuk sistem wanatani, dimana tanaman semusim diusahakan secara bersamaan dengan tanaman keras. Lahan dengan lereng antara 16 40 % sebaiknya hanya diusahakan tanaman permanen seperti perkebunan, tanaman keras maupun kehutanan. Pemilihan tanaman yang sesuai diusahakan pada suatu lahan, ditentukan berdasar kan keadaan lereng, tekstur, kemasaman dan dilengkapi dengan data rejim kelembaban dan rejim suhu. Kesesuaian tanaman umumnya dibatasi oleh kekurangan ataupun kelebihan air maupun suhu yang ekstrim. Sedangkan kendala tanah umumnya dapat diatasi dengan lebih mudah dan biaya yang lebih rendah (Amien, 1994). Selanjutnya Amien (1994), menyatakan bahwa untuk sistem usaha kehutanan dapat dipilih tanaman meranti, sungkai, sengon, kehu untuk daerah dengan curah hujan yang cukup dan rezim suhu panas, tetapi apabila keadaan tanah selalu basah seperti lembah atau rawa-rawa sebaiknya dipilih tanaman yang lebih sesuai seperti damar, ramin, kruing dan kapur. Daerah dengan musim kering yang jelas diusahakan tanaman jati, sono keling atau mahoni. Sedangkan untuk daerah yang beriklim sejuk seperti di dataran tinggi dapat diusahakan berbagai macam tanaman seperti pinus dan dari kelompok Rapaea, Lauraccea, Quercus dan Casuarina. Hutan dari berbagai jenis dituntut agar secara terus menerus memiliki fungsi lindung yang pada hakikatnya dapat menjaga tata air (sehingga bisa mencegah kekeringan dan banjir), mampu mencegah terjadinya erosi dan longsor dan dapat menjaga kebersihan/kesejukan udara. Selain hutan, sistem pertanian perkebunan tanaman tahunan untuk daerah lembab dan panas dapat dipilih karet, kakao, kelapa, kelapa sawit serta berbagai tanaman buah-buahan tropis seperti durian, rambutan, duku, manggis dan lain-lain. Sedangkan untuk daerah dataran tinggi dapat diusahakan tanaman teh, kina atau kopi jenis Arabica, maupun buah-buahan seperti alpukat. Apabila daerah tersebut memiliki musim kering yang jelas tanaman seperti mangga, jambu mete mapupun tebu dapat diusahakan. Untuk sistem pertanian tanaman semusim dapat dipilih tanaman dari berbagai macam serealia, umbi-umbian, kacang-kacangan, sayur-sayuran dan lain-lain yang didasarkan pada keadaan tanah dan iklim. Penetapan zona agroekologi Mengolah peta kontur, peta ketinggian, data curah hujan menjadi peta dijital kemiringan, kelembaban, rejim suhu dan drainase. Kemudian peta-peta tersebut ditumpang-susunkan sehingga diperoleh zona agroekologi sebagai satuan pemetaan. Penentuan zona agroekologi dilakukan berdasarkan :

4 1. Lereng. Berdasarkan kemiringan lahan, wilayah dikelompokkan menjadi empat zona utama, yaitu : Zona I : Kemiringan > 40%, Zona II : 16-40%, Zona III : 8-15%, dan Zona IV : Kemiringan < 8% 2. Pengelompokkan sub zona dilakukan berdasarkan rejim kelembaban dan rejim suhu. Rejim kelembaban dibedakan berdasarkan jumlah bulan kering (curah hujan < 60 mm per bulan) dalam satu tahun. Sedangkan rejim suhu didasarkan pada ketinggian tempat dari permukaan laut. Wilayah dibagi berdasarkan rejim kelembaban menjadi 3 kelompok, yaitu : Lembab (simbol x), yaitu bulan kering < 3 bulan dalam setahun Agak kering (simbol y), yaitu jika jumlah bulan kering antara 4 -7 bulan dalam setahun Kering (simbol z) yaitu jika jumlah bulan kering > 7 bulan dalam satu tahun Rejim suhu terbagi menjadi 2 kelompok, yaitu : Panas (simbol a) yaitu daerah pada ketinggian 750 meter di atas permukaan laut Sejuk (symbol b) yaitu daerah pada ketinggian 750 m dpl 3. Sub zona juga dikelompokkan lagi berdasarkan keadaan drainase tanah (mudah tidaknya air hilang dari tanah), yaitu : Drainase baik (simbol 1), yaitu daerah yang tanahnya tidak tergenang, Drainase buruk (simbol 2), yaitu daerah yang tanahnya selalu tergenang 4. Maka pada setiap zona agroekologi terdapat beberapa kombinasi sub zona. Contoh kombinasi zona agroekologi dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini (II ay1), yakni suatu zona yang mempunyai kelas kemiringan lahan II (lereng 16 40%), mempunyai rejim suhu a (panas), rejim kelembaban y (sedang atau agak kering), dan kondisi drainase 1 (baik). Penetapan zona-zona dilakukan dengan bantuan program land use.
Zona I Zona II Zona III Zona IV

Lereng Suhu

Panas (a) Sejuk (b)

II ay1

Drainase

Baik (1) Buruk (2)

Lembab (x) Sedang (y) Kering (z)

Kelembaban

Gambar 2. Struktur Zona Agroekologi

Anda mungkin juga menyukai