Anda di halaman 1dari 26

BAB I LATAR BELAKANG

A. Pengertian Lansia Usia (Lansia)

Usia lanjut adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik yag dimulai dengan adanya beberapa perubahan dalam hidup. Sebagaimana diketahui ketika manusia mencapai usia dewasa, ia mempunyai reproduksi dan melahirkan anak. ketika kondisi hidup berubah, seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan memasuki fase yang selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati. Bagi manusai normal, siapapun orangnya, tentu telah siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan mencoba menyesuaiklan diri dengan kondisi lingkungannya. Menua (menjadi tua) adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dalam mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat berthan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita.
B. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Lansia

Masyarakat saat ini memandang para lanjut usia sebagai orang-orang yang kurang produktif, kurang menarik, kurang energik, mudah lupa, barangkali kurang bernilai dibandingkan dengan mereka yang masih dalam keadaan prima. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dalam kesehatan jiwa lansia. Faktor- faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak pada orang-orang disekitarnya, sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan mereka adalah sebagai berikut: a Penurunan kondisi fisik Setelah orang memasuki lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis yang berganda (multiple pathologis), misalnya : tenaga berkuranng, energi menurun, kulit semakin keriput, gigi semakin rontok, tulang rapuh, penglihatan semakin rabun dan pendengaran menurun. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat

menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologis maupun sosial, yang selanjutnya dapat mengakibatkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan. Fisik dengan kodisi psikologis maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memfosir diri fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik. Misalnya makan, tidur, istirahat, dan bekerja secara seimbang. Penurunan aspek secara psikososial. Pada umumnya setelah orang memasuki lansia ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi , pemahaman,pengertian, perhahatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku menjadi lambat. Sementara fumgsi psikomotorik meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan. b Penurunan Aspek Psikologis. Aspek dari psikologis pada lansia tidak dapat langsung tampak. Pengertian yang salah tentang lansia adalah mereka mempunyai kemampuan memori dan kecerdasan mental yang kurang. Faktor yang mempengaruhi penuaan dari aspek psikologis sebagai berikut: 1) Kepribadian., intelegen dan sikap Intelegensi dengan jelas memperlihatkan adanya penurunan kecerdasan pada lansia. Lansia seringkali mempertahan sikap yang kuat, sehingga sikapnya stabil dan sedikit sulit untuk diubah. 2) Teori aktivitas dan pelepasan Teori pelepasan pada lansia secara berangsur-angsur mengurangi aktivitas dan bersama menarik dari masyarakat sedangkan dari teori aktivitas merupakan sebagai orang yang telah berumur, mereka meninggalkan bentuk aktivitas yang pasti, dan mengkonpensasi banyak aktivitas yang baru. dengan melakukan

C. Perubahan Fisik Dan Psikososial Normal Pada Lansia

Perubahan fisik yang terjadi meliputi: 1 Sel a) Lebih sedikit jumlahnya. b) Lebih besar ukurannya. c) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler. d) Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal darah dan hati. e) Jumlah sel otak menurun f) Terganggungnya mekanisme perbaikan sel g) Otak menjadi atropis beratnya berkurang 5-10 % Sistem persyarafan a) Berat otak meurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya. b) Cepatnya menurun hubungan persyarafan c) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi khususnya dengan stres. d) Mengecilnya syaraf panca indera, berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin. e) Kurang sensitif terhadap sentuhan

3 Sistem pendengaran a) Presbiakusis (gangguan dalam pendengaran). Hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga dalam, terutan terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.

b) Otosklerosis akibat atrofi membran tympani. c) Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena

meningkatnya keratin.
d) Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami

ketegangan jiwa/stres. Sistem penglihatan Timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar. Kornea lebih berbentuk sferis (bola). Kekeruhan pada lensa menyebabkan katarak. d) Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah melihat dalam cahaya gelap. e) Hilangnya daya akomodasi. f) Menurunnya lapangan pandang, berkurang luas pandangnya. g) Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau. Sistem kardiovaskuler Elastisitas dinding aorta menurun. Katup jantung menebal dan menjadi kaku. c) Kemampuan jantung memompa darahh menurun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d) Kehilangan

elastisitas pembuluh darah, kuranngnya efektivitas

pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi. Perubahan posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan darah menurun, mengakibatkan pusing mendadak. e) Tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

Sistem pengaturan temperatur tubuh a) Temperatur tubuh menurun (hipotermia). Secara fisiologis akibat metabolisme yang menurun. b) Ketebatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas akibatnya ektivitas otot menurun. Sistem Respirasi Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku. Menurunnya aktivitas dari silia. c) Paru-paru kehilangan elasttisitas, mmenarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasn maksimum menurun dan kedalam bernafas menurun. d) Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang. e) Kemampuan untuk batuk berkurang. f) Kemampuan kekuatan otot pernafasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia. Sistem Gastrointestinal a) Kehilangan gigi akibat periodental disease, kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk. b) Indera pengecap menurun, hilangnya sensitivitas saraf pengecap di lidah terhadap rasa manis, asam, pedas, asam, pahit. c) Esopagus melebar. d) Rasa lapar menurun dan asam lambung menurun.
e) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi. f) Daya absorsi melemah.

Sistem Resproduksi Menciutnya ovari dan uterus.

Atrofi payudara. c) Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur. d) Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia asal kondisi kesehatan baik. e) Selaput lendir vagina menurun. Sistem Perkemihan a) Ginjal. b) Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh melalui urin darah yang masuk keginjal disaring glomerulus (nefron). Nefron menjadi atrofi dan aliran darah ginjal menurun sampai 50%. c) Otot-otot vesika urinaria menjadi lemah, frekuensi buang air kecil meningkat dan terrkadang menyebabkan retensi urin pada pria. Sistem Endokrin
a) Produksi semua hormon menurun. b) Menurunnya aktivitas tyroid, menurunnya BMR (Basal Metabolic

Rate), dan menurunnya daya pertukaran zat. c) Menurunnya daya pertukaran zat. d) Menurunnya sekresi hormon kelamin misalnya, prosteron, estrogen, dan testosteron. Sistem Kulit (sistem integumen) a) Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan lemak. b) Permukaan kulit kasar dan berbisik karen kehilangan proses keratinisasi, serta perubahan ukuran dan bentuk-bentuk sel epidermis. c) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.

d) Rambut dalam hidung dan telinga menebal. e) Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan

vaskularisasi. Pertumbuhan kuku lebih lambat. f) Kuku jari manjadi keras dan rapuh, pudar dan kurang bercahaya. g) Kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya. Sistem Muskuloskeletal a) Tulang kehilangan density (cairan) dan main rapuh. b) Kifosis. c) Pergerakan pinggang, lutut, dan jari-jari terbatas. d) Persendian membesar dan menjadi kaku. e) Tendon mengerut dan mengalami sklerosis. f) Atrofi serabut otot (otot-otot serabut mengecil). Otot-otot serabut mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-otot kram dan menjadi tremor. g) Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh. Perubahan Psikososial pada Lansia Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cetakan. 1. Pensiun: nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila seseorang pensiun (purna tugas), ia akan mengalami kehilangan-kehilangan, antara lain:

a) Kehilangan finansial (income berkurang). b) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang

cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya).


c) Kehilangan teman/kenalan atau relasi.

d) Kehilangan pekerjaan/kegiatan
2. Merasakan atau sadar akan kematian (sense of awareness of mortality). 3. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan

bergerak lebih sempit. 4. Ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan (economic deprivation). 5. Meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya biaya pengobatan. 6. Penyakit kronis dan ketidakmampuan. 7. Gangguan saraf pancaindra, timbul kebutaan dan ketulian.
8. Gangguan gizi akibat kehilangan jabatan. 9. Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman-

teman dan family. 10. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri. Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa penurunan tersebut dapat dibedakan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut: 1 Tipe kepribadian konstruktif (Construction Personality),

biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.

Tipe Kepribadian Mandiri (Independent Personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak di isi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya.

Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent Personality), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.

Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility Personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.

Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate Personality), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

GASTRITIS

A.

DEFINISI GASTRITIS Gastritis berasal dari kata gaster yang artinya lambung dan itis yang berarti

inflamasi/peradangan. Menurut Hirlan dalam Suyono (2001: 127), gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain.Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan, menurut Lindseth dalam Prince (2005: 422), gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks empedu atau terapi radiasi (Brunner, 2000 : 187). Dari defenisi-defenisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gastritis adalah suatu peradangan atau perdarahan pada mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi, infeksi, dan ketidakteraturan dalam pola makan, misalnya telat makan, makan terlalu banyak, cepat, makan makanan yang terlalu banyak bumbu dan pedas. Hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Gastritis berarti peradangan mukosa lambung. Peradangan dari gastritis dapat hanya superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung, dan pada kasus-kasus yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung yang hampir lengkap. Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan berat, dengan ekskoriasi ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri (Guyton, 2001). Secara garis besar, gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan pada manifestasi klinis, gambaran hispatologi yang khas, distribusi anatomi, dan kemungkinan patogenesis gastritis. Didasarkan pada manifestasi klinis, gastritis dapat dibagi menjadi akut dan kronik. Harus diingat, bahwa walaupun dilakukan pembagian menjadi akut dan kronik, tetapi keduanya tidak saling berhubungan. Gastritis kronik bukan merupakan kelanjutan gastritis akut (Suyono, 2001).

B.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB GASTRITIS Pola Makan Menurut Yayuk Farida Baliwati (2004), terjadinya gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung meningkat. 1) Frekuensi Makan Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika ratarata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung (Okviani, 2011). Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri (Ester, 2001). Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta menimbulkan rasa nyeri di seitar epigastrium (Baliwati, 2004). Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang menimbulkan rasa panas terbakar (Nadesul, 2005).

Produksi asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh pengaturan sefalik, yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut secara refleks akan merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia, melihat dan memikirkan makanan dapat merangsang sekresi asam lambung (Ganong 2001). 2) Jenis Makanan Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan diserap akan menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti halnya makanan pedas (Okviani, 2011). Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan nyeri di uluhati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita makin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis (Okviani, 2011). Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok. Makanan tertentu yang dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging mentah, kari, dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega. Bukan berarti makanan ini tidak dapat dicerna, melainkan karena lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk mencerna makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus selebih-nya. Akibatnya, isi lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu hati dan dapat mengiritasi (Iskandar, 2009). 3) Porsi Makan

Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada tiap kali makan. Setiap orang harus makan makanan dalam jumlah benar sebagai bahan bakar untuk semua kebutuhan tubuh. Jika konsumsi makanan berlebihan, kelebihannya akan disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, Makanan dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung, yang pada akhirnya membuat kekuatan dinding lambung menurun. Kondisi seperti ini dapat menimbulkan peradangan atau luka pada lambung (Baliwati, 2004). Kopi Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan fenol, vitamin dan mineral. Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Ada dua unsur yang bisa mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung, yaitu kafein dan asam chlorogenic. Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan bahwa berbagai faktor seperti keasaman, kafein atau kandungan mineral lain dalam kopi bisa memicu tingginya asam lambung. Sehingga tidak ada komponen tunggal yang harus bertanggung jawab (Anonim, 2011). Kafein dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak), sistem pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak heran setiap minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar, bergairah, daya pikir lebih cepat, tidak mudah lelah atau mengantuk.Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem saraf

pusat sehingga dapat meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada lambung dan pepsin. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek sekresi getah lambung yang sangat asam dari bagian fundus lambung. Sekresi asam yang meningkat dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung(Okviani, 2011). Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering minum kopi adalah gastritis (peradangan pada lapisan lambung). Beberapa orang yang memilliki gangguan pencernaan dan ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya disaranakan untuk menghindari atau membatasi minum kopi agar kondisinya tidak bertambah parah (Warianto, 2011). Teh Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD., dalam buku The Miracle of Enzymemenemukan bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan lebih dari dua gelas secara teratur, sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai contoh Teh Hijau, yang mengandung banyak antioksidan dapat membunuh bakteri dan memiliki efek antioksidan berjenis polifenol yang mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang merusak. Namun, jika beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin. Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat dan mudah teroksidasi (Shinya, 2008). Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap protein pada mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang permeabel. Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat

kimia iritan. Dosis tinggi tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat mengakibatkan iritasi pada membran mukosa usus (Shinya, 2008). Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah berubah menjadi asam tanat. Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein mukosa lambung. Asam tanat akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel mukosa lambung menjadi atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang tersebut menderita berbagai masalah lambung, seperti gastritis atrofi, ulcus peptic, hingga mengarah pada keganasan lambung (Shinya, 2008). Rokok Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam sebatang rokok, terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida, arsen, nitrogen oksida, amonia, benzene, coumarine, methanol, perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen, bensaldehid, benzopyrene, urethane, ortocresol, nitrosamin, nikotin, tar, dan lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi racun lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan (Budiyanto, 2010). rokok pada saluran gastrointdstinal antara lain melemahkan katup esofagus dan pilorus, meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH duodenum. Sekresi asam lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau asetilkolin. Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat asam lambung) dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari, dimana hal

tersebut

memegang

peranan

penting

dalam

proses timbulnya peradangan pada mukosa lambung. Rokok dapat mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori. Merokok juga dapat menghambat penyembuhan spontan dan meningkatkan risiko kekambuhan tukak peptik (Beyer, 2004). Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan bagi perokok menderita penyakit lambung (gastritis) sampai tukak lambung. Penyembuhan berbagai penyakit di saluran cerna juga lebih sulit selama orang tersebut tidak berhenti merokok (Departemen Kesehatan RI, 2001). AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid) Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian besar obat anti inflamasi non steroid (Suyono, 2001). Asam asetil salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Asam asetil salisilat merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam karboksilat derivat asam salisilat yang dapat dipakai secara sistemik. Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen menghambat aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor tromboksan dari asam arakhidonat.Siklooksigenase merupakan enzim yang penting untuk pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu faktor defensive mukosa lambung yang amat penting, selain menghambat produksi prostaglandin mukosa, aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak mukosa secara topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam

dalam obat tersebut bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu. Jika pemakaian obat-obat tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau berlebihan dapat mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum. Pemakaian setiap hari selama minimal 3 bulan dapat menyebabkan gastritis(Rosniyanti, 2010). Stress Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap Definisi situasi lain yang menakutkan, bahwa mengejutkan, stress merupakan membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang. menyebutkan ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (Potter, 2005). Stress Psikis

Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress,misalnya pada beban kerja berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi mukosa lambung dan jika hal ini dibiarkan, lama-kelamaan dapat menyebabkan terjadinya gastritis. Bagi sebagian orang, keadaan stres umumnya tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, maka kuncinya adalah mengendalikannya secara efektif dengan cara diet sesuai dengan kebutuhan nutrisi, istirahat cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup (Friscaan, 2010).

Stress Fisik Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluks empedu atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis dan jugaulkus serta pendarahan pada lambung. Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan ulkus peptik. Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut penghasil menjadi asam permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar lambung (Anonim, 2010). Refluks dari empedu juga dapat menyebabkan

gastritis. Bile (empedu) adalah cairan yang membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil. Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve) akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja dengan benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan dan gastritis. Alkohol Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan kemampuannya sebagai pelarut lipida. Kemampuannya melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel tersebut. Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat

dalam minuman seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol (Almatsier, 2002). Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan hati, oleh karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak hanya berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit, alkohol merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual, sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum. Konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak peptik. Alkohol mengakibatkan menurunnya kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan perubahan morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal (Beyer 2004). Helicobacter pylori Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang berbentuk kurva dan batang. Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan lambung yang kronis (gastritis) pada manusia. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri Helicobacter pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. Infeksi Helicobacter pylori sering terjadi pada masa kanakkanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak dilakukan perawatan. Infeksi Helicobacter pylori ini sekarang diketahui

sebagai

penyebab

utama

terjadinya ulkus

peptikum dan

penyebab tersering terjadinya gastritis (Prince, 2005). Usia Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan dengan usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi Helicobacter Pylory atau gangguan autoimun daripada orang yang lebih muda. Sebaliknya,jika mengenai usia muda biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat. Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80% menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis adalah refluks kronik cairanpenereatotilien, empedu dan lisolesitin (Suyono, 2001). C. PATOFISOLOGI Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor agresif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan alkohol, menelan substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat mengancam ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan gejala berupa nyeri, sakit, atau ketidaknyamanan yang terpusat pada perut bagian atas (Brunner, 2000). Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai faktor endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung, pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan, alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa

lambung, misalnya Helicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian sel-sel epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi asam bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai komponen utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek toksik metabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat dari mekanisme pelindung ini hilang atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki pelindung terhadap asam lambung (Prince, 2005).
Menurut Brunner dan Suddart (2000 : 187), perjalanan penyakit gastritis bisa dilihat dari skema gambar di bawah ini :

F. Imunologi, F. Bakteriologik, Faktor lain (obat-obatan, pola makan, stress dll)

Infiltrasi sel-sel radang

Atropi progresif sel epitel kelenjar mukosa

Kehilangan sel parietal dan chief cell

Produksi asam klorida, pepsin dan faktor intrinsik menurun

Dinding lambung menipis

Kerusakan mukosa lambung

Nyeri ulu hati, Mual, Muntah, Anoreksia Pada skema di atas, dijelaskan bahwa obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain dapat merusak mukosa lambung, mengganggu pertahanan mukosa lambung, dan memungkinkan difusi kembali asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respons mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi mukosa, karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya. Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan. Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan peradangan dan nekrosis pada dinding lambung. Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis.

D.

MANIFESTASI KLINIS Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan

muntah merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, tanpa riwayat penggunaan obat-obatan atau bahan kimia tertentu(Suyono, 2001). Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi,

ketidaknyamanan abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi muntah, serta cegukan beberapa pasien adalah asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi jika makanan pengiritasi tidak dimuntahkan, tetapi jika sudah mencapai usus besar, pasien biasanya sembuh kira-kira dalam sehari meskipun nafsu makan kurang atau menurun selama 2 sampai 3 hari (Ester, 2001). Adapun keluhan lain, seperti :

Perih atau sakit seperti terbakar pada perut bagian atas yang dapat menjadi lebih baik atau lebih buruk ketika makan Kehilangan selera makan Kembung Terasa penuh pada perut bagian atas setelah makan Kehilangan berat badan Gastritis yang terjadi tiba-tiba (akut) biasanya mempunyai gejala mual dan sakit

pada perut bagian atas, sedangkan gastritis kronik yang berkembang secara bertahap biasanya mempunyai gejala seperti sakit yang ringan pada perut bagian atas dan terasa penuh atau kehilangan selera. Gastritis dapat menyebabkan pendarahan pada lambung, tapi hal ini jarang menjadi parah kecuali bila pada saat yang sama juga terjadi borok/luka pada lambung. Pendarahan pada lambung dapat menyebabkan muntah darah atau terdapat darah pada feces dan memerlukan perawatan segera. Sebagian besar penderita gastritis kronik tidak memiliki keluhan. Sebagian kecil saja yang mempunyai keluhan biasanya berupa : nyeri ulu hati, anoreksia, nausea, nyeri seperti ulkus peptik dan keluhan-keluhan anemia. Pada pemeriksaan fisis sering tidak dapat dijumpai kelainan. Kadang-kadang dapat dijumpai nyeri tekan midepigastrium yang ringan saja. Pemeriksaan laboratorium juga tidak banyak membantu. Kadang-kadang dapat dijumpai anemia makrositik. Uji coba ciling tidak normal. Analisis cairan lambung kadang-kadang terganggu. Dapat terjadi aklorhidria. Kadar gastrin serum meninggi pada penderita gastritis kronik fundus yang berat. Antibodi terhadap sel parietal dapat dijumpai pada sebagian penderita gastritis kronik fundus. E. KOMPLIKASI Menurut Hirlan dalam Suyono (2001:129), komplikasi yang timbul pada gastritis, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, berakhir dengan syok hemoragik, terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi. Jika dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus peptikum dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan

resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung(Prince, 2005). Kebanyakan kanker lambung adalah adenocarcinoma, yang bermula pada selsel kelenjar dalam mukosa. Adenocarcinoma tipe 1 biasanya terjadi akibat infeksi Helicobacter pylori. Kanker jenis lain yang terkait dengan infeksi akibatHelicobacter pylori adalah MALT (mucosa associated lyphoid tissue) lymphomas, kanker ini berkembang secara perlahan pada jaringan sistem kekebalan pada dinding lambung. Kanker jenis ini dapat disembuhkan bila ditemukan pada tahap awal (Anonim, 2010).

F. -

PENCEGAHAN Makan yang teratur Hindari alcohol Makan dalam porsi kecil dan sering Menghindari stress Mengunyah 32 kali Menghindari rokok PENATALAKSNAAN
-

G.

Medikamentosa Bila diakibatkan oleh mencerna makanan yang sangat asam atau alkali, pengobatan terdiri dari pengenceran dan penetralisasian agen penyebab. Untuk menetralisasi asam, digunakan antasida umum (misalnya aluminium hidroksida); untuk menetralisasi alkali, digunakan jus lemon encer atau cuka encer. Bila korosi luas atau berat, anetik dan lafase dihindari karena bahaya perforasi. Pemberian obat-obat H2 bloking, antasid atau obat-obat ulkus lambung yang lain. Terapi yang lain mencakup intubas, analgesik dan sedatif, anatasida serta cairan intravena. Endoskopi fiberoptik dapat digunakan apabila diperlukan. Gizi

Menghindari makanan dan minuman yang dapat memperparah kerusakan pada mukosa lambung, seperti : Makanan dan minuman yang banyak mengandung gas dan terlalu banyak serat, antara lain sayuran tertentu (sawi, kol), buah-buahan tertentu (nangka, pisang ambon) Makanan yang sulit dicerna yang dapat memperlambat pengosongan lambung. Karena hal ini dapat meningkatkan asam lambung, seperti makanan berlemak, kue tart, coklat dan keju. Menghindari minuman yang mengandung kafein karena kafein adalah stimulan sistem saraf pusat yang meningkatkan aktivitaas lambung dan sekrisi pepsin. Penggunaan alkohol juga dihindari demikian pula dengan rokok, karena nikotin akan mengurangi sekresi bikarbonat pankreas dan karenanya menghambat netralisasi asam lambung dalam duodenum. Selain itu nikotin juga meningkatkan stimulasi parasimpatis, yang menigkatkan aktivitas otot dalam usus dan dapat menyebabkan mual dan muntah.

LAPORAN PENDAHULUAN RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN GERONTIK PADA KLIEN GASTRITIS DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDHI DHARMA BEKASI

Pebri Hanto 09.156.01.11.045

STIKES MEDISTRA INDONESIA JLN. CUT MEUTIA RAYA N0. 88 A, KEL. SEPANJANG JAYA BEKASI TIMUR 2012

Anda mungkin juga menyukai