Anda di halaman 1dari 3

Tiga Hal Penyebab Kecelakaan Elpiji, Sekali Lagi

OPINI Taufik Mahlan


| 2 Agustus 2010 | 08:01

296 34 4 dari 5 Kompasianer menilai Bermanfaat.

Ribut-ribut soal kecelakaan Elpiji ini sudah sampai pada tingkat yang kurang sehat, karena masing-masing pihak berusaha memaksakan pendapatnya tanpa penjelasan atau bukti yang memadai. Tuduhan ditujukan kepada tabung, regulator, dan selang. Mari kita lihat. Tabung. Tabung Elpiji, terutama yang tiga kiloan, diproduksi dalam skala yang sangat besar, khususnya untuk pasar Indonesia. Pabriknya tersebar di Indonesia dan di Cina. Setiap tabung wajib menjalani inspeksi dan ujicoba tertentu untuk menjamin kelayakannya menyimpan zat berbahaya bertekanan. Sekalipun semua tabung telah menjalani semua inspeksi dan ujicoba yang ditentukan, jumlahnya yang sangat besar yang telah beredar di Indonesia (100 jutaan) memastikan akan ada yang gagal. Cuma soal waktu. Tetapi coba hitung jumlah tabung yang gagal (bocor lasannya, sobek, pecah) dalam sebulan, kemudian bagi dengan 100 juta. Adakah 1%? Atau 0,001%? Atau 0,00001%? Kementrian Perdagangan dan Pertamina mestinya dapat melakukannya. Sebagai perbandingan, hitung jumlah sepeda motor yang beredar,hitung jumlah kecelakaan fatal yang melibatkan sepeda motor dalam sebulan, lalu dibagi dengan jumlah sepeda motor yang beredar. Bandingkan persentasenya dengan kecelakaan Elpiji. Baru sama-sama dibahas. Regulator. Regulator tugasnya membatasi arus Elpiji yang keluar, dan menahan tekanan keluarannya pada 30 milibar. Tiga puluh milibar ini rendah. Cara mengujinya begini. Ambil ember dengan kedalaman sekitar 60 sentimeter, isi penuh dengan air. Celupkan ujung selang gas sampai ke dasarnya. Pasang regulator pada ujung selang yang lain, lalu pasang ke tabung Elpiji. 60 sentimeter di bawah permukaan air artinya perlu tekanan lebih dari 60 milibar bagi Elpiji untuk dapat keluar dari selang. Setiap sentimeter kedalaman air, tekanannya 1 milibar. 60 sentimeter, 60 milibar. Jadi pada posisi ini gas tak akan keluar dari selang. Angkat ujung selang perlahan-lahan, perhatikan pada kedalaman berapa sentimeter gelembung gas mulai keluar. Kalau gas mulai keluar pada kedalaman 25 sentimeter, maka tekanan keluaran regulator mungkin memang 30 milibar. Makin mendekati permukaan, gelembung gas yang keluar akan makin banyak. Selang. Seperti ditunjukkan dalam eksperimen di atas, tekanan dalam selang rendah sekali. Selang yang ditusuk oleh paku sampai tembus mungkin tak akan menyebabkan gas keluar dari situ. Selang rusak hanya karena usia atau gangguan lain (lembab, kena minyak, terjepit, dsb.). Bukan karena tekanan gas. Selang tidak bekerja keras. Sampai saat ini tak terdengar diskusi atau tindakan pihak manapun mengenai tiga hal yang saya kira merupakan penyebab utama kecelakaan.

Page 1 of 3

1. Karet/cincin penyekat antara valve dengan regulator.

Cincin ini bentuknya dirancang agar tekanan Elpiji membantu menyekat sambungan (self sealing, pressure assisted sealing). Makin tinggi tekanannya, makin kencang ia menyekat. Itu kalau bahan dan bentuknya baik. Kalau tidak, Elpiji keluar dari celah antara cincin ini dengan regulator. Singkatnya, cincin tidak bekerja. Cincin ini harus menahan tekanan penuh dari Elpiji. Itulah sebabnya rancangannya dibuat agar tekanan Elpiji membantu menyekat. Kalau bahan dan bentuknya tidak tepat, makin tinggi tekanan Elpiji malah makin bocor. Kalau bocornya di sini, ruangan akan cepat terisi Elpiji sampai pada kadar yang berbahaya (2 10% volume) dalam waktu singkat. Satu kilogram Elpiji yang bocor dapat membuat dapur berukuran sedang menjadi eksplosif. 2. Bau Gas. Elpiji murni tidak berwarna dan tidak berbau. Oleh sebab itu Elpiji harus diberi bau tidak kurang dari 50 mililiter setiap 1000 galon Elpiji (Surat Keputusan Dirje Migas). Pembau yang umum digunakan untuk Elpiji adalah Ethanethiol atau Ethyl Mercaptan, zat yang dicatat oleh Guiness Book of World Record tahun 2000 sebagai zat paling bau di dunia. Banyak orang yang sudah mengenalnya dan menyebutnya sebagai bau gas. Kalau bau gas tercium, diharapkan orang waspada. Tapi, apakah semua Elpiji tabung itu berbau, atau sudah betul baunya? Bau yang betul artinya kadar ethanethiolnya tidak kurang dari yang ditentukan oleh Dirjen Migas. Orang pilek-pun masih akan dapat mencium baunya. Rasanya banyak laporan yang menyebutkan tak tercium bau gas, tiba-tiba, booom! Kalau Elpiji tak tercium baunya, siapa yang salah? Apakah cara memberi baunya sudah baik? Apakah ethanethiol teraduk sempurna dan homogen dengan Elpiji? Ethanethiol dua kali lebih berat dari Elpiji, dengan keenceran seperti premium. Kalau ethanethiol dimasukkan ke dalam Elpiji begitu saja, ia akan mengendap dan diam di dasar tabung, seperti kalau kita menambahkan sirop ke dalam air minum. Bagian atasnya tak berbau, bagian bawahnya bau banget. Sudahkah pengelola Elpiji melakukan penelitian dan pengawasan mengenai ini? 3. Pendidikan untuk masyarakat. Elpiji sudah beredar sejak puluhan tahun yang lalu. Tapi jumlahnya tidak sebanyak sekarang. Dulu Elpiji hanya sampai ke kalangan menengah atas. Sekarang sampai ke perkampungan, dimana pengetahuan umum masyarakatnya juga kurang memadai untuk bergaul dengan zat bersih tapi berbahaya yang namanya Elpiji. Sudahkan mereka mengenal bau gas? Tahukah mereka apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan kalau tercium bau gas? Bila diasumsikan semua Elpiji yang beredar sudah berbau secukupnya, masalah sosialisasi ini perlu intensifikasi dan ekstensifikasi. Kalau bau gas-nya memang kurang, sosialisasi ini jadi seperti penipuan.

Page 2 of 3

Seandainya pun tiga hal tersebut di atas sudah sesuai aturan dan spesifikasi, kita tak dapat berharap masalah ledakan Elpiji akan lenyap 100%. Statistik tak dapat dilawan. Kalau sudah demikian banyak tabung gas yang beredar, selalu akan ada masalah.

Page 3 of 3

Anda mungkin juga menyukai