Anda di halaman 1dari 8

EFEK ESTROGEN LINGKUNGAN PADA KESAHATAN MANUSIA

Oleh: Eneng Nunuz Rohmatullayaly Jurusan Biosains Hewan, Departemen Biologi, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Hormon dan mekanismenya Hormon merupakan sinyal kimia yang membawa pesan melalui darah, namun bekerja pada satu atau lebih sel dan akan bekerja saat sinyal bertemu dengan reseptor. Hormon berperan penting dalam pertumbuhan dan

perkembangan, metabolisme, dan homeostatik. Efek yang diberikan hormon dapat berupa pemicu atau triger, homeostasis, dan pengendalian (POST 1998; BCERF 2000; Willmer et al. 2005). Hormon memberikan efek pemicu (triger effect) ketika suatu peristiwa terjadi secara ireversibel. Hormon memberikan efek homeostatik yaitu ketika kerja suatu hormon terintegrasi dengan hormon lain yang memberikan umpan balik negatif, atau pasang hormon yang bertindak secara antagonistik. Hormon juga bertindak sebagai pengendalian proses sintetik, terutama untuk perkembangan, pertumbuhan, fisiologi dan reproduksi, sehingga menghubungkan fisiologi dengan siklus hidup (Willmer et al. 2005). Hormon memiliki dua tipe yaitu hormon peptida dan steroid. Hormon peptida (asam amino dan polipeptida) yang larut dalam air dan dapat mengalir dalam darah. Hormon ini bercampur dengan lipid, sehingga mereka tidak benarbenar melewati membran sel dan masuk ke sel target. Hormon peptida bekerja pada permukaan membran sel untuk mengikat dan memicu reseptor eksternal sehingga terjadi efek second messenger internal. Hormon steroid adalah lipofilik (yaitu larut dalam lipid), sehingga mereka menyeberangi membran sel yang kaya lipid dan mengikat reseptor intraseluler (BCREF 2000; Willmer et al. 2005). Jenis-jenis utama dari hormon steroid adalah estrogen, androgen, progestin, dan kortikosteroid (dengan hidroksil tambahan). Androgen adalah hormon seks steroid yang membentuk sifat maskulin, sedangkan estrogen adalah hormon yang membentuk sifat feminin (Bogin 1999; Ganong 2003; Willmer et al. 2005).

Mekanisme kerja hormon diatur oleh hipotalamus yang merupakan struktur otak yang berfungsi sebagai pusat kontrol neurologis dan endokrin. Hipotalamus menghasilkan Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) yang memicu disekresikannya Luteinizing Hormone (LH) dan Follicel Stimulating Hormone (FSH). LH dan FSH kemudian didistribusikan ke gonad (ovarium dan testis) melalui aliran darah yang kemudian merangsang sekresi hormon estrogen dan androgen (Bogin 1999; Ganong 2003). Reseptor hormon estrogen adalah protein besar dengan situs yang berbedabeda, sehingga dapat melakukan fungsi yang berbada. Fungsi salah satu situsnya adalah untuk mengenali dan mengikat hormon estrogen endogen sedangkan yang lainnya membantu reseptor ligan kompleks mengikat DNA yang disebut elemen respon estrogen (ERE) (McLachlan & Arnold 1996; Hollander 1997). Pada intinya, mekanisme hormon yaitu apabila sinyal/hormon bertemu dengan reseptor maka akan timbul reaksi atau efek di target yang tempatnya berlainan dengan tempat disekresikannya hormon tersebut (McLachlan & Arnold 1996). Karena sistem kerjanya yang sederhana, akhir-akhir ini banyak ditemukan bahan kimia sintetik dari makanan maupun lingkungan yang menyerupai hormon alaminya (hormon endogen). Bahan kimia sintetik ini bisa meniru efek dari hormon endogen, melawan efek dari hormon endogen, serta mengganggu sistesis dan metabolisme hormon endogen. Hal tersebut menimbulkan efek samping pada kesehatan manusia.

Hormon lingkungan Hormon lingkungan merupakan bahan kimia sintetik yang teridentifikasi meniru mekanisme hormon endogen (mimikri). Mekanisme mereka bisa berlawanan dengan hormon endogen, mengubah pola sintesis dan metabolisme hormon endogen, dan memodifikasi kadar reseptor hormon sehingga

menimbulkan efek yang salah. Efek dari hormon lingkungan disebut Effect of Endocrine Disrupting Chemicals (EDCs) (POST 1998; Sonnenschein & Soto 1998). Hormon lingkungan yang paling banyak diteliti adalah xestrogen atau estrogen lingkungan (Shekhar et al. 1997).

Pada laki-laki dewasa, estrogen lingkungan mengganggu fungsi normal dari hipotalamus, hipofisis, dan gonad. Hal itu menyebabkan penurunan tingkat konsentrasi androgen dalam darah, menurunkan maskulinitas, penurunan libido, impotensi dan penurunan jumlah sperma, serta kanker testis (POST 1998; Sonnenscheins & Soto 1998). Produksi sperma dipengaruhi oleh keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen yang dihasilkan testis. Pembentukan spermatozoa diatur oleh testosteron dan FSH. Agen pembentuk sperma seperti sel sertoli berfungsi mengubah testosteron ke estrogen (estradiol) melalui efek umpan balik negatif. Estradiol inilah yang berperan meningkatkan konsentrasi sperma. Testosteron dapat bertindak sebagai pembawa sinyal kimia yang dikonversi menjadi estrogen ketika sampai ditarget (McLachlan & Arnold 1996; POST 1998). Pada perempuan estrogen adalah faktor utama yang mempengaruhi perkembangan payudara dan kanker endometrium. Estrogen lingkungan berperan terhadap meningkatnya kanker payudara dan endometrium (Sonnenscheins & Soto 1998). Estradiol pada perempuan adalah estrogen utama yang disekresikan oleh ovarium selama siklus menstruasi. Peranan estradiol pada perempuan sangat banyak yaitu menjaga kinerja saluran reproduksi, produksi sel telur,

meningkatkan kemampuan sel telur berpindah ke rahim, dan pertumbuhan payudara, serta pemeliharaan struktur tulang dan sistem sirkulasi. Abnormalitas pada estrogen ini menyebabkan poliferasi jaringan yang mengarah ke kanker. Estrogen merupakan hormon yang mengaktifkan pertumbuhan dari sel-sel kanker. Perempuan mengalami resiko lebih tinggi karena mensekresikan estrogen seumur hidupnya. Pubertas dini pada anak-anak diduga dipicu oleh hormon steroid pada makanan yang nantinya menjadi penyebab kanker payudara (McLachlan &Arnold 1996; POST 1998; BCERF 2000; Krimsky 2001). Para peneliti masih memperdebatkan efek dari hormon ini karena masih banyak faktor-faktor lainnya seperti usia, jenis kelamin, ras/etnis, merokok, asupan alkohol, aktifitas fisik, dan kreatin urin yang tidak dianalisis dalam menilai keterkaitan antara hormon lingkungan dengan efek yang ditimbulkan pada kesehatan manusia. Tahun 1995, Medical Research Councils institute for Environment and Health (IEH) menemukan bahwa ada efek dari bahan kimia

terhadap kesehatan reproduksi manusia (EDCs) (Sonnenscheins & Soto 1998; Zota et al. 2010). Estrogen lingkungan yang alami ada pada sayuran yaitu fitoestrogen. Fitoestrogen dapat berinteraksi dengan reseptor estrogen untuk menghasilkan efek estrogenik namun tidak diakumulasi dalam tubuh. Fitoestrogen dibagi menjadi dua kelompok utama yaitu isoflavonoid dan lignan. Isoflavonoid berupa daidziein, genistein, O-desmethylangolensin, glycitein, dan equol. Lignan meliputi matairesinol, secoisolariciresinol, enterolactone, dan enterdiol. Banyak bahan kimia sintetik beredar dilingkungan yang merupakan estrogen lingkungan diantaranya Dichloro Diphenyl Trichloroethane (DTT), Dietilstilbestol (DES), Polychlorinated biphenyls (PCBs), Bisphenol-A (BPA), OPP, Di(2-ethylhexyl) phthalate (DEHP), Polyethylene terephhalate (PET), Pil KB, dioxin, dan limbahlimbah sintetik lainnya (McLachlan &Arnold 1996; Hollander 1997; POST 1998; CDC 2005). Penggunaan DTT dan PCBs yang luas dilingkungan sebagai perekat, peralatan listrik, dan plasticizer dapat mengganggu fisiologi. Kemudian ada PET yang terdapat pada botol minuman ringan dan yogurth yang mengeluarkan phatalase. Estrogen lingkungan ini meniru estrogen endogen sehingga

menimbulkan efek yang sama seperti efek estrogen endogen (Shekhar et al. 1997; Gray et al. 2000; Jayachandra et al. 2005; Farhoodi et al. 2008). Dietilstilbestol (DES) adalah estrogen sintetik pertama yang sengaja dibuat untuk kepentingan komersial di Amerika Serikat untuk menggemukan ayam dan obat-obatan untuk manusia. Penggunaannya telah dihapuskan karena diduga penyebab kanker pada tahun 1970. Tahun 1980, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menguji kembali dan tidak ditemukan residu DES dan zenol pada sampel daging ayam di Puerto Rico (BCERF 2000). DES juga terkait

dengan perkembangan abnormal atau disfungsi organ reproduksi dan kelahiran yang prematur. Terjadi penurunan kesuburan pada perempuan, namun hal ini belum jelas (Hollander 1997). DES mempengaruhi penurunan sperma 50 tahun terakhir (Gambar 1). Namun bukti belum menunjukkan bahwa memang hanya estrogen lingkungan yang mempengaruhinya (Fisch et al. 2000).

Gambar 1 Data penurunan sperma dalam penelitian Carlsen et al. 1992 dalam Jayachandra et al. 2005)

Gambar 2 Struktur kimia dari bahan kima sintetik yang merupakan estrogen lingkungan (Han et al. 2001)

Han et al. (2001) menyelidiki tiga kelompok estrogen lingkungan yaitu bahan kimia farmasi diethylstilbestrol (DES), 17a-ethynylestradiol (17ES), tamoxifen (Tam), mestranol (Mes) , dan clomiphene (Clo), bahan kimia industri Bisphenol A (BisA), 4-octylphenol (OP), 4-nonylphenol (NP), dan p,p9-biphenol

(BIP), dan Flavonoid daidzein (D), genistein (G), quercetin (Q), dan luteolin (L) (Gambar 2). Hasilnya menunjukkan bahwa konsentrasi dari bahan kimia tersebut yang menentukan efek yang ditimbulkan, karena ternyata 10 nM flavonoid Q dan L, mampu menghambat poliferasi di sel MCF-7 oleh 1mM estrogen lingkungan. Konsentrasi sebanyak beberapa nano molar (nM) dari 17ES, BisA, OP, dan NP cukup untuk merangsang poliferasi sel MCF-7. Hanya 1 mM BisA yang dapat merangsang aktivitas poliferasi setara denga 10nM 17b-estradiol (Han et al. 2001). MCF-7 merupakan penanda terjadinya paparan estrogen lingkungan (Sonnenscheins & Soto 1998). Penilaian paparan bahan kimia pada manusia dilakukan dengan Biomonitoring. Biomonitoring adalah penilaian paparan bahan kimia terhadap manusia dengan mengukur bahan kimia atau metabolitnya dalam spesimen manusia misalkan darah dan urin. Perubahan senyawa metabolit darah dan urin akan mencerminkan jumlah bahan kimia yang masuk kedalam tubuh (CDC 2005). Teppala et al. (2012) melakukan analisis pada kadar BPA pada urin orang dewasa di Amerika Serikat. Bisphenol-A (BPA) adalah monomer dari polikarbonat plastik yang banyak digunakan dalam kaleng makanan, botol air, dan kemasan makanan lainnya (Sonnenscheins & Soto 1998; Vandenberg et al. 2007). BPA terdeteksi dalam urin lebih dari 95% orang dewasa di Amerika Serikat. Studi berbasis populasi menunjukkan bahwa BPA berkaitan dengan metabolic syndrome (metS) pada individu. Meningkatnya BPA dalam urin mengakibatkan metS meningkat. Hasil ini juga menunjukkan tidak ada keterkaitan efek yang ditimbulkan oleh BPA dengan faktor bias seperti usia, jenis kelamin, ras/etnis, merokok, asupan alkohol, aktivitas fisik, dan kreatin urin (Teppala et al. 2012). Penelitian farmokinetika BPA menunjukkan bahwa asosiasi antara BPA dan metS tmungkin tidak dipengaruhi oleh diet sehat, karena BPA dimetabolisme sebelum mencapai sirkulasi sistemik (Pottenger et al. 2000; Pritchett et al. 2002). BPA juga ditemukan berbeda-beda antara di darah, urin dan keringat. Sehingga dianjurkan untuk menganalisis pengeluaran zat kimia melalui keringat (Genius at al. 2012).

DAFTAR PUSTAKA

[BCERF ] Cornell University Program on Breast Cancer and Environmental Risk Factors in New York State. 2000. Consumer Concerns About Hormones in Food. New York, United States: Institute for Comparative and Environmental Toxicology, Cornell University. [CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2005. Third National Report on Human Exposure to Environmental Chemicals. Atlanta, Georgia:

Department of Health and Human Services Centers for Disease Control and Prevention. National Center for Environmental Health Laboratory Sciences. Bogin B. 1999. Pattern of Human Growth. Ed ke-2. Cambridge : Cambridge Univ Pr. Farhoodi M, Emam-Djomeh Z, Ehsani MR. 2008. Effect of Environmental Conditions on The Migration of DI(2-Ethylhexyl) Phthalate from Pet Bottle Yogurth Drinks: Influence of Time, Temperature, and Food Simultan. Arabian J for Sci. and Engineer 33(2B):279-287. Fisch H, Hyun G, Golden R. 2000. Estrogen Disrupters on Reproductive Health. Current Urology Reports1:253261. Ganong WF. 2003. Fisiologi Kedokteran Ed ke-20. Widjajakusumah MD, Irawati D, Siagian M, Moeloek D, Pendit BU, penerjemah; Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. Genuis SJ, Beesoon S, Birkholz D, Lobo RA. 2012. Human Excretion of Bisphenol A: Blood, Urine, and Sweat (BUS) Study. J of Environmental and Public Health 2012. Gray et al. 2000. Perinatal Exposure to the Phthalates DEHP, BBP, and DINP, but Not DEP, DMP, or DOTP, Alters Sexual Differentiation of the Male Rat. Toxicol. Sci. 58(2):350-365. Han DH, Tachibana H, Yamada A. 2001. Inhibition of Environmental EstrogenInduced Proliferation of Human Breast Carsunima MCF-7 Cells by Flavonoids. In Vitro Cell. Dev. Biol.Animal 37:275282. Division of

Hollander D. 1997. Environmental Effects on Reproductive Health: The Endocrine Disruption Hypothesis. Family Planning Perspectives: 82-89. Jayachandra S, Pinto , Souza JADU. 2005. Decline in Human Sperm Counts during the Past 50 years?. Malta Med J 17:48-50. Krimsky S. 2001. Hormone Disruptors: A Clue to Understanding the Environmental Causes of Disease. Environment 43(i5):p22. McLachlan JA, Arnold SF. 1996. Estrogens Environmental. Am Sci 84:452-461. POST. 1998. Hormone Mimicking Chemicals. P.O.S.T. Technical Report 108. Pottenger et al. 2000. The Relative Bioavailability and Metabolism of Bisphenol A in Rats Is Dependent upon the Route of Administration. Toxicology Sci. 54:3-18. Pritchett JJ, Kuester RK, Sipes AG. 2002. Metabolism of Bisphenol A in Primary Cultured Hepatocytes from Mice, Rats, adn Humans. Drug metabolism and disposition 30(11):1180-1185. Shekhar PVM, Werdell J, Basrur VS. 1997. Environmental Estrogen Stimulation of Growth and Estrogen Receptor Function in Preneoplastic and Cancerous Human Breast Cell Lines. J Natl Cancer Inst 89:17741782. Sonnenschein C, Soto AM. 1998. An Updated Review of Environmental Estrogen and Androgen Mimics and Antagonists. J Steroid Biochem. Molec. Biol. 65(1): 143-150. Teppala S, Madhavan S, Shankar A. 2012. Bisphenol A and Metabolic Syndrome: Results from NHANES. Int J Endocrinol 2012:1-5. Willmer P, Stone G, Johnston I. 2005. Environmental Physiology of Animals. Ed ke-2. Australia: a Blackwell Publishing company. Zota Ar, Aschengrau A, Rudel RA, Brody JG. 2010. Self-reported chemicals exposure, beliefs about disease causation, and risk of breast cancer in the Cape Cod Breast Cancer and Environment Study: a case-control study. Environmental Health 9:40.

Anda mungkin juga menyukai