Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EFUSI PLEURAL,EMPIEMA DAN PLEURITIS

Oleh: Priska Rasmania Lagut 0902047

STIKES BETHESDA YAKKUM 2010/2011

EFUSI PLEURA

A. ANATOMI FISIOLOGI PLEURA Pleura adalah suatu lapisan ganda jaringan tipis yang terdiri dari; sel-sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluhpembuluh darah kapiler, dan pembuluhpembuluh getah bening. Seluruh jaringan tersebut memisahkan paruparu dari dinding dada dan mediastinum.Pleura terdiri dari 2 lapisan yang berbeda yakni pleura viseralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaan antara kedua pleura ini yakni: a. Pleura viseralis, bagian permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesotelial yang tipis (tebalnya tidak lebih dari 30 um). Diantara celahcelah sel ini terdapat beberapa sel limfosit. Dibawah selsel mesotellial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Seterusnya dibawah ini (dinamakan lapisan tengah) terdapat jaringan kolagen dan seratserat elastik. Pada lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang sangat banyak mengandung pembuluh darah kapiler dari Arteri pulmonalis dan Arteri brakialis serta pembuluh getah bening. Keseluruhan jaringan pleura viseral ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru. b. Pleura parietalis, disini lapisan jaringan lebih tebal dan terdiri juga dari sel-sel mesotelial dan jaringan ikat (jaringan kolagen dan seratserat elastik). Dalam jaringan ikat ini terdapat pembuluh kapiler dari arteri interkostalis dan arteri mammaria interna, pembuluh getah bening dan banyak reseptor saraf - saraf sensoris yang peka terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Sistem persyarafan ini berasal dari nervus interkostalis dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada. Keseluruhan jaringan pleura parietalis ini menempel dengan mudah, tapi juga mudah dilepaskan dari dinding dada diatasnya.

B. PENGERTIAN Efusi pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan ( terjadi penumpukkan cairan dalam rongga pleura).Efusi dapat berupa cairan jernih, yang mungkin merupakan transudat, eksudat, atau dapat berupa darah atau pus. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis dapat berupa

cairan transudat atau cairan eksudat ( Pedoman Diagnosis danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111). Berdasarkan jenis cairan yang terbnetuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat, eksudat dan hemoragis: o Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung kiri), sindroma nefrotik, asites (oleh karena sirosis kepatis), syndroma vena cava superior, tumor, sindroma meig. o Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, preumonia dan sebagainya, tumor, ifark paru, radiasi, penyakit kolagen. o Effusi hemoragis dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark Pleura merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis yang melapisi rongga dada (pleura parietalis) dan menyelubungi paru (pleura visceralis). Diantara pleura parietalis dan pleura visceralis terdapat suatu rongga yang berisi cairan pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan bergerak selama pernafasan. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfer, sehingga mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura menyebabkan paru tertekan atau kolaps. Cairan dalam keadaan normal dalam rongga pleura bergerak dari kapiler didalam pleura parietalis ke ruang pleura dan kemudian diserap kembali melalui pleura visceralis. Selisih perbedaan absorpsi cairan pleura melalui pleura visceralis lebih besar daripada selisih perbedaan pembentukan cairan oleh pleura parietalis dan permukaan pleura visceralis lebih besar daripada pleura parietalis sehingga pada ruang pleura dalam keadaan normal hanya terdapat beberapa mililiter cairan.

C. PATOFISIOLOGI Patofisiologi terjadinya efusi pleura tergantung pada keseimbangan antara cairan dan protein dalam rongga pleura.dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler.Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan osmotik plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial masuk kedalam rongga pleura.Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar pleura.

Pada umumnya, efusi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat) , sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi yang berhubungan dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura parietalis sekunder ( akibat samping) terhadap peradangan atau adanya neoplasma. Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika terjadi payah jantung/gagal jantung kongestif.Saat jantung tidak dapat memompakkan darahnya secara maksimal keseluruh tubuh maka akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya timbul hipertensi kapiler sistemik dan cairan yang berada didalam pembuluh darah pada area tersebut bocor dan masuk kedalam pleura, ditambah dengan adanya penurunan reabsorbsi cairan tadi oleh kelenjar limfe di pleura mengakibatkan pengumpulan cairan yang abnormal/berlebihan.Hipoalbuminemia (misal pada klien nefrotik sindrom, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites dan edema anasarka) akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukkan cairan pleura dan reabsorbsi yang berkurang.Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskular yang mengakibatkan cairan akan lebih mudah masuk kedalam rongga pleura. Luas efusi pleura yang mengancam volume paru, sebagian akan bergantung pada kekakuan relatif paru dan dinding dada.Pada volume paru dalam batas pernapasan normal, dinding dada cenderung rekoil keluar sementara paru-paru cenderung untuk rekoil kedalam. D. ETIOLOGI 1. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, sindroma meig (tumor ovarium) dan sindroma vena kava superior. 2. Pembentukan cairan yang berlebihan, karena radang (tuberculosis, pneumonia, virus), bronkiektasis, abses amuba subfrenik yang menembus ke rongga pleura, karena tumor dimana masuk cairan berdarah dan karena trauma. Di Indonesia 80% karena tuberculosis. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastik, tromboembolik, kardiovaskuler, dan infeksi. Ini disebabkan oleh sedikitnya satu dari empat mekanisme dasar : Peningkatan tekanan kapiler subpleural atau limfatik Penurunan tekanan osmotic koloid darah Peningkatan tekanan negative intrapleural Adanya inflamasi atau neoplastik pleura

3. Neoplasma, seperti neoplasma bronkogenik dan metastatik. 4. Kardiovaskuler, seperti gagal jantung kongestif, embolus pulmonary dan perikarditis. 5. Penyakit pada abdomen, seperti pankreatitis, asites, abses dan sindrom Meigs. 6. Infeksi yang disebabkan bakteri, virus, jamur, mikobakterial dan parasit. 7. Trauma 8. Penyebab lain seperti lupus eritematosus sistemik, rematoid arthritis, sindroms nefrotik dan uremia

E. TANDA DAN GEJALA 1. Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas. 2. Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosisi), banyak keringat, batuk, banyak riak. Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifikan. Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu). Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Segitiga Grocco-Rochfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki. Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.

3.

4.

5.

6.

F. KOMPLIKASI 1. Fibrotoraks

Efusi pleura yang berupa eksudat yang tidak ditangani dengan drainase yang baik akan terjadi perlekatan fibrosa antara pleura parietalis dan pleura viseralis. Keadaan ini disebut dengan fibrotoraks. Jika fibrotoraks meluas dapat menimbulkan hambatan mekanis yang berat pada jaringan-jaringan yang berada dibawahnya. Pembedahan pengupasan(dekortikasi) perlu dilakukan untuk memisahkan membrane-membran pleura tersebut. 2. Atalektasis

Atalektasis adalah pengembangan paru yang tidak sempurna yang disebabkan oleh penekanan akibat efusi pleura. 3. Fibrosis paru

Fibrosis paru merupakan keadaan patologis dimana terdapat jaringan ikat paru dalam jumlah yang berlebihan. Fibrosis timbul akibat cara perbaikan jaringan sebagai kelanjutan suatu proses penyakit paru yang menimbulkan peradangan. Pada efusi pleura, atalektasis yang berkepanjangan dapat menyebabkan penggantian jaringan paru yang terserang dengan jaringan fibrosis. 4. Kolaps Paru Pada efusi pleura, atalektasis tekanan yang diakibatkan oleh tekanan ektrinsik pada sebagian / semua bagian paru akan mendorong udara keluar dan mengakibatkan kolaps paru.

G. PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan adalah untuk menemukan penyebab yang mendasari untuk mencegah kembali penumpukan cairan, dan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman serta dispnea. Pengobatan spesifik diarahkan pada penyebab yang mendasari. 1. Torasentesis dilakukan untuk membuang cairan, mengumpulkan spesimen untuk analisis, dan menghilangkan dispnea. 2. Selang dada dan drainase water-seal mungkin diperlukan untuk pneumotoraks ( kadang merupakan akibat torasentesis berulang ) 3. Obat dimasukkan kedalam ruang pleural untuk mengobliterasi ruang pleura dan mencegah penumpukan cairan lebih lanjut. 4. Modalitas pengobatan lainnya : radiasi dinding dada, operasi pleuraktomi, dan terapi diuretik.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Sinar Tembus Dada Yang dapat terlihat dalam foto efusi pleura adalah terdorongnya mediastinum pada sisi yang berlawanan dengan cairan. Akan tetapi, bila terdapat atelektasis pada sisi yang bersamaan dengan cairan, mediastinum akan tetap pada tempatnya. 2. Torakosintesis Aspirasi cairan pleura berguna sebagai sarana untuk diagnostik maupun terapeutik. Torakosentesis sebaiknya dilakukan pada posisi duduk. Lokasi aspirasi adalah pada bagian bawah paru disela iga ke-9 garis aksila posterior dengan memakai jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran cairan sebaiknya tidak lebih dari 1000-1.500 cc pada setiap kali aspirasi. Jika aspirasi dilakukan sekaligus dalam jumlah banyak, maka akan menimbulkan syok pleural ( hipotensi ) atau edema paru. Edema paru terjadi karena paru-paru terlalu cepat mengembang. 3. Biopsi Pleura Pemeriksaan histologis satu atau beberapa contoh jaringan pleura dapat menunjukkan 50-75% diagnosis kasus pleuritis tuberkulosis dan tumor pleura. Bila hasil biopsi pertama tidak memuaskan dapat dilakukan biopsi ulangan. Komplikasi biopsi adalah pneumotorak, hemotorak, penyebaran infeksi atau tumor pada dinding dada. 4. Pendekatan pada Efusi yang tidak terdiagnosis Pemeriksaan penunjang lainnya: Bronkoskopi: pada kasus-kasus neoplasma, korpus alienum, abses paru. Scanning isotop: pada kasus-kasus dengan emboli paru. Totakoskopi ( fiber-optik pleuroscopy ) : pada kasus dengan neoplasma atau TBC.

Perbedaan cairan transudat dan eksudat No 1 2 3 Warna Bekuan Berat jenis Transudat Kuning pucat, jernih < 1018 Eksudat Jernih,keruh,purulen,hemoragik -/+ >1018

4 5 6

Leukosit Eritrosit Hitung jenis

<1000uL Sedikit MN(limfosit/mesotel)

Bervariasi,>1000uL Biasanya banyak Terutama (PMN) >50% serum >60% serum =/<plasma 4-6 % atau lebih >50% serum -/+ polimorfonuklear

7 8 9 10 11 12

Protein total LDH Glukosa Fibrinogen Amilase Bakteri

<50% serum <60% serum = plasma 0,3- 4 % -

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EFUSI PLEURA

A. PENGAJIAN 1. Identitas klien Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin, tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita TB patu yang lain. (dr. Hendrawan Nodesul, 1996. Hal 1). 2. Keluhan Utama Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong pasien mencari pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan effusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokasilir terutama pada saat batuk dan bernafas serta batuk non produktif. 3. Riwayat penyakit sekarang Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk mencari pengobatan. Pasien dengan effusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhannya tersebut. 4. Riwayat penyakit dahulu Keadaan atau penyakit penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif. 5. Riwayat penyakit keluarga Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan penularannya. 6. Riwayat psikososial Meliputi perasaan pasien terhadap penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya. Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan sanitasi kesehatan yang kurang

ditunjang dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru yang lain (dr. Hendrawan Nodesul, 1996). 7. Pola fungsi kesehatan a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Adanya tindakan medis dan perawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alkohol dan penggunaan obat-obatan bisa menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit. Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang berdesak desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi udara dan tinggal dirumah yang sumpek. b. Pola nutrisi dan metabolic Dalam pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien, selain juga perlu ditanyakan kebiasaan makan dan minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi akibat proses penyakit. pasien dengan effusi pleura keadaan umumnya lemah. Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu makan menurun. c. Pola eliminasi Dalam pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan ilusi dan defekasi sebelumdan sesudah MRS. Karena keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot tractus degestivus. Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam miksi maupun defekasi. d. Pola aktivitas dan latihan

Akibat sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi dan Px akan cepat mengalami kelelahan pada aktivitas minimal. Disamping itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Dan untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien dibantu oleh perawat dan keluarganya. Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan menganggu aktivitas. e. Pola tidur dan istirahat

Adanya nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan tidur dan istirahat, selain itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondarmandir, berisik dan lain sebagainya. Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan istirahat. f. Pola hubungan dan peran Akibat dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping itu, peran pasien di masyarakatpun juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal pasien. Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena penyakit menular. g. Pola sensori dan kognitif Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan pendengaran) tidak ada gangguan. h. Pola persepsi dan konsep diri Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Sebagai seorang awam, pasien mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran positif terhadap dirinya. Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya. i. Pola reproduksi dan seksual Kebutuhan seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih lemah. Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan berubah karena kelemahan dan nyeri dada. j. Pola penanggulangan stress Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai penyakitnya. Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan penolakan terhadap pengobatan.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan. Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan terganggunya aktifitas ibadah klien. 8. Pemeriksaan fisik

Status Kesehatan Umum Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Diagnosa keperawatan yang muncul untuk penyakit efusi pleural adalah: Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan keletihan, anorerksia atau dispnea. Resiko terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko potogen. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaan perawatan dirumah. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk. Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif proses dan kerusakan membran alveolar kapiler. Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur berhubungan daerah sesak napas dan nyeri dada.

Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen. Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas). Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan Ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan keletihan (keadaan fisik yang lemah) Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.

C.INTERVENSI KEPERAWATAN N o 1 Diagnosa kep. Ketidakefektif an pola pernapasan berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan kurangnya upaya batuk Tujuan & kriteria Intervensi Rasional hasil Setelah dilakukan Kaji kualitas Mengetahui tindakan keperawatan dan penurunan bunyi selama 3x24 jam kedalaman napas karena diharapkan pasien pernapasan, adanya sekret. dapa: penggunaan Tujuan : otot aksesori pola nafas efektif pernapasan : Mengetahui Kriteria hasil : catat setiap perubahan yang peruhan terjadi untuk klien Kaji kualitas memudahkan mempertahan sputum : perawatan dan kan pola warna, bau, pengobatan pernafasan konsistensi selanjutnya. yang efektif Mengetahui frekwensi sendini mungkin irama dan Auskultasi perubahan pada kedalaman bunyi napas bunyi napas. pernafasan setiap 4 jam Membantu normal (RR Baringan mengembangkan 16 20 klien untuk paru secara kali/menit) mengoptimal maksimal. dipsnea kan berkurang pernapasan : posisi semi Batuk dan napas fowler tinggi. dalam yang tetap Bantu dan dapat mendorong ajakan klien sekret laluar. berbalik posisi, batuk Mencegah dan napas kekeringan dalam setiap mukosa 2 jam sampai membran, 4 jam. mengurangi Kolaborasi kekentalan sekret dengan tim dan memperbesar dokter dalam ukuran lumen pemberian trakeobroncial.

Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan keletihan, anorerksia atau dispnea

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat: Tujuan : terjadi peningkatan nafsu makan, berat badan yang stabil dan bebas tanda malnutrisi Kriteria hasil: Klien dapat mempertahan kan status malnutrisi yang adekuat Berat badan stabil dalam batas yang normal

obat obatan Mencatat status nutrisi klien, turgor kulit, berat badan, integritas mukosa oral, riwayat mual / muntah atau diare. Pastikan pola diet biasa klien yang disukai atau tidak

Berguna dalam mendefenisikan derajat / wasnya masalah dan pilihan indervensi yang tepat. Membantu dalam mengidentifukasi kebutuhan / kekuatan khusus. Pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masakan diet. Berguna dalam mengukur keepektifan nutrisi dan dukungan cairan Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputun atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah. Memaksimalkan masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu / legaster. Memberikan

Mengkaji masukan dan pengeluaran dan berat badan secara periodik Berikan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan

Dorong makan sedikit dan

Resiko terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang resiko potogen

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat: Tujuan : klien mengalami penurunan resiko untuk menularkan penyakit seperti yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien untuk mengubah tes kulit positif. Kriteria hasil : klien mengalami penurunan potensi menularkan penyakit yang ditunjukkan oleh kegagalan kontak klien

sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan komposisi diet Identifikasi orang lain yang berisiko. Contah anggota rumah, sahabat. Anjurkan klien untuk batuk / bersin dan mengeluarka n pada tisu dan hindari meludah serta tehnik mencuci tangan yang tepat. Kaji tindakan. Kontrol infeksi sementara, contoh masker atau isolasi

bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet

Orang yang terpajan ini perlu program terapi obat intuk mencegah penyebaran infeksi Perilaku yang diperlukan untuk mencegah penyebaran infeksi

Dapat membantu menurunkan rasa terisolasi klien dengan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular Pengetahuan tentang faktor ini membantu klien untuk mengubah pola hidup dan

pernafasan. Identifikasi faktor resiko individu terhadap pengatifan berulang tuberkulasis. Tekankan pentingnya tidak menghentika n terapi obat.

Kurang pengetahuan mengenai kondisi, aturan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan penatalaksanaa

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam: Tujuan : klien mengetahui pengetahuan imformasi tentang penyakitnya. Kriteria hasil : Klien memperlihatk an

Kolaborasi dan melaporkan ke tim dokter dan Depertemen Kesehatan lokal. Kaji kemampuan klien untuk belajar mengetahui masalah, kelemahan, lingkungan, media yang terbaik bagi klien. Identifikasi

menghindari insiden eksaserbasi Periode singkat berakhir 2 sampai 3 hari setelah kemoterapi awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan Membantu mengidentifikasi lembaga yang dapat dihubungi untuk menurunkan penyebaran infeksi.

Belajar tergantung pada emosi dan kesiapan fisik dan ditingkatkan pada tahapan individu.

Dapat menunjukkan kemajuan atau pengaktifan ulang

n perawatan dirumah

peningkatan tingkah pengetahuan mengenai perawatan diri.

gejala yang harus dilaporkan keperawatan, contoh hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas. Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan alasan pengobatan lama,kaji potensial interaksi dengan obat lain. Kaji potensial efek samping pengobatan dan pemecahan masalah. Dorong klien atau orang terdekat untuk menyatakan takut atau masalah, jawab pertanyaan

penyakit atau efek obat yang memerlukan evaluasi lanjut. Meningkatkan kerjasama dalam program pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi klien.

Mencegah dan menurunkan ketidaknyamanan sehubungan dengan terapi dan meningkatkan kerjasama dalam program. Memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan konsepsi / peningkatan ansietas. Informasi tertulis menurunkan hambatan klien untuk mengingat sejumlah besar informasi. Pengulangan penguatkan belajar.

secara nyata. Berikan intruksi dan imformasi tertulis khusus pada klien untuk rujukan contoh jadwal obat.

Terpajan pada debu silikon berlebihan dapat meningkatkan resiko silikosis, yang dapat secara nagatif mempengaruhi fungsi pernafasan

Evaluasi kerja pada pengecoran logam / tambang gunung, semburan pasir. 5 Ketidakefektif an bersihan jalan napas yang berhubugan dengan sekret kental, kelemahan dan upaya untuk batuk Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam: Tujuan : jalan nafas efektif Kriteria hasil : klien dapat mengeluarkan sekret tanpa bantuan klien dapat mempertahan kan jalan nafas pernafasan klien normal (16 20 kali per menit). Kaji fungsi pernafasan seperti, bunyi nafas, kecepatan, irama, dan kedalaman penggunaan otot aksesori. Penurunan bunyi nafas dapat menunjukan atelektasis, ronkhi, mengi menunjukkan akumulasi sekret / ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat menimbulkan penggunaan otot aksesori pernafasan dan peningkatan kerja penafasan. Pengeluaran sulit

Catat kemampuan untuk mengeluarka n mukosa /

batuk efektif.

Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi, bantu klien untuk batuk dan latihan untuk nafas dalam.

Bersihkan sekret dari mulut dan trakea.

Pertahanan masukan cairan seditnya 2500 ml / hari, kecuali ada kontraindikas i . Lembabkan udara respirasi.

Berikan obatobatan sesuai indikasi :

jika sekret sangat tebal sputum berdarah kental diakbatkan oleh kerusakan paru atau luka brongkial dan dapat memerlukan evaluasi lanjut. Posisi membatu memaksimalkan ekspansi paru dan men urunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan napas bebas untuk dilakukan. Mencegah obstruksi /aspirasi penghisapan dapat diperlukan bila klien tak mampu mengeluaran sekret. Pemasukan tinggi cairan membantu untuk mengecerkan sekret membuatnya mudah dilakukan. Mencegah pengeringan

agen mukolitik, bronkodilator , dan kortikosteroi d.

mambran mukosa, membantu pengenceran sekret. Menurunkan kekentalan dan perlengketan paru, meningkatkan ukuran kemen percabangan trakeobronkial berguna padu adanya keterlibatan luas dengan hipoksemia.

Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efektif proses dan kerusakan membran alveolar kapiler.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam : Tujuan : Pertukaran gas berlangsung normal Kreteria hasil: Melaporkan tak adanya / penurunan dispnea Klien menunjukan tidak ada gejala distres pernapasan Menunjukan perbaikan ventilasi dan oksigen

Kaji dispnea, takipnea, menurunya bunyi napas, peningkatan upaya pernapasan terbatasnya ekspansi dinding dada

Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sionosis perubahan warna kulit, termasuk

TB paru menyebabkan efek luas dari bagian kecil bronko pneumonia sampai inflamasidifus luas. Efek pernapasan dapat dari ringan sampai dispnea berat sampai distress pernapasan Akumulasi sekret . pengaruh jalan napas dapat menganggu oksigenasi organ

jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.

membran mukosa Tujukkan / dorong bernapas bibir selama ekshalasi

vital dan jarigan Membuat, sehingga tahanan melawan udara luar, untuk mencegah kolaps membantu menyebabkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurtunkan napas pendek Menurunkan konsumsi oksigen selama periode menurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala Penurunan kandungan oksigen (PaO2) dan atau saturasi atau peningkatan PaCO2 menunjukan kebutuhan untuk intervensi / perubahan program terapi Alat dalam memperbaiki hipoksemia yang dapat terjadi sekunder

Tingkatkan tirah bang / batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan diri sesuai keperluan Awasi segi GDA / nadi oksimetri

Berikan oksigen tambahan yang sesuai.

terhadap penurunan ventilasi atau menurunya permukaan alveolar paru. 7 Ganggguan pemenuhan kebutuhan tidur berhubungan daerah sesak napas dan nyeri dada Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam : Tujuan : kebutuhan tidur terpenuhi. Kriteria hasil: memahami faktor yang menyebabkan gangguan tidur Dapat menangani penyebab tidur yang tidak adekuat Tanda tanda kurang tidur dan istirahat tidak ada. kaji kebiasaan tidur penderita sebelum sakit dan saat sakit Observasi efek abot obatan yang dapat di derita klien Untuk mengetahui sejauh mana gangguan tidur penderita Gangguan psikis dapat terjadi bila dapat menggunakan kartifosteroid temasuk perubahan mood dan uisomnia Untuk mengetahui apa penyebab gangguan tidur penderita Memudahkan klien untuk bisa tidur Lingkungan dan suasana yang nyaman akan mempermudah penderita untuk tidur.

Mengawasi aktivitas kebiasaan penderita Anjurkan klien untuk relaksasi pada waktu akan tidur. Ciptakan suasana dan lingkungan yang nyaman.

Ketidakefektif an pola pernafasan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam:

Identifikasi faktor penyebab.

Dengan mengidentifikasik an penyebab, kita

berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura.

Tujuan : Pasien mampu mempertahankan fungsi paru secara normal Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas terdengar jelas.

Kaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, laporkan setiap perubahan yang terjadi.

dapat menentukan jenis effusi pleura sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat mengetahui sejauh mana perubahan kondisi pasien.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC Somantri Irman.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-tuberkolusis-paru.html http://asuhankeperawatans.blogspot.com/2010/11/asuhan-keperawatan-klien-dengan-efusi.html http://askep-asuhankeperawatan.blogspot.com/2009_07_01_archive.html http://as-kep.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-efusi-pleura.html

Anda mungkin juga menyukai