Anda di halaman 1dari 6

TEORI SOSIOLOGI KLASIK EMILE DURKHEIM -FAKTA SOSIAL

Fakta sosial adalah seluruh cara bertindak, baku maupun tidak, yang dapat berlaku pada diri individu sebagai sebuah paksaan eksternal; atau bisa juga dikatakan bahwa fakta sosial adalah seluruh cara bertindak yang umum dipakai suatu masyarakat, dan pada saat yang sama keberadaannya terlepas dari manifestasi-manifestasi individual. Durkheim membedakan dua tipe ranah fakta sosial: 1. Fakta sosial Material Fakta sosial material lebih mudah dipahami karena bisa diamati. Fakta sosial material tersebut sering kali mengekspresikan kekuatan moral yang lebih besar dan kuta yang sama-sama berada diluar individu dan memaksa mereka. Kekuatan moral inilah yang disebut dengan fakta sosial nonmaterial. 2. Fakta sosial Nonmaterial Durkheim mengakui bahwa fakta sosial nonmaterial memiliki batasan tertentu, ia ada dalam fikiran individu. Akan tetapi dia yakin bahwa ketika orang memulai berinteraksi secara sempurna, maka interaksi itu akan mematuhi hukumnya sendiri. Individu masih perlu sebagai satu jenis lapisan bagi fakta sosial nonmaterial, namun bentuk dan isi partikularnya akan ditentukan oleh interaksi dan tidak oleh individu. Oleh karena itu dalam karya yang sama Durkheim menulis : bahwa hal-hal yang bersifat sosial hanya bisa teraktualisasi melalui manusia; mereka adalah produk aktivitas manusia. Jenis-jenis fakta sosial nonmaterial: a. Moralitas Perspektif Durkheim tentang moralitas terdiri dari dua aspek. Pertama, Durkheim yakin bahwa moralitas adalah fakta sosial, dengan kata lain, moralitas bisa dipelajari secara empiris, karena ia berada di luar individu, ia memaksa individu, dan bisa dijelaskan dengan fakta-fakta sosial lain. Artinya, moralitas bukanlah sesuatu yang bisa dipikirkan secara filosofis, namun sesuatu yang mesti dipelajari sebagai fenomena empiris. Kedua, Durkheim dianggap sebagai sosiolog moralitas karena studinya didorong oleh kepeduliannya kepada kesehatan moral masyarakat modern. 2. Kesadaran Kolektif Durkheim mendefinisikan kesadaran kolektif sebagai berikut; seluruh kepercayaan dan perasaan bersama orang kebanyakan dalam sebuah masyarakat akan membentuk suatu sistem yang tetap yang punya kehidupan sendiri, kita boleh menyebutnya dengan kesadaran kolektif atau kesadaran umum. Dengan demikian, dia

tidak sama dengan kesadaran partikular, kendati hanya bisa disadari lewat kesadarankesadaran partikular. Ada beberapa hal yang patut dicatat dari definisi ini. Pertama, kesadaran kolektif terdapat dalam kehidupan sebuah masyarakat ketika dia menyebut keseluruhan kepercayaan dan sentimen bersama. Kedua, Durkheim memahami kesadaran kolektif sebagai sesuatu terlepas dari dan mampu menciptakan fakta sosial yang lain. Kesadaran kolektif bukan hanya sekedar cerminan dari basis material sebagaimana yang dikemukakan Marx. Ketiga, kesadaran kolektif baru bisa terwujud melalui kesadaran-kesadaran individual. Kesadaran kolektif merujuk pada struktur umum pengertian, norma, dan kepercayaan bersama. Oleh karena itu dia adalah konsep yang sangat terbuka dan tidak tetap. Durkheim menggunakan konsep ini untuk menyatakan bahwa masyarakat primitif memiliki kesadaran kolektif yang kuat, yaitu pengertian, norma, dan kepercayaan bersama , lebih dari masyarakat modern.

3. Representasi Kolektif Contoh representasi kolektif adalah simbol agama, mitos, dan legenda populer. Semuanya mempresentasikan kepercayaan, norma, dan nilai kolektif, dan mendorong kita untuk menyesuaikan diri dengan klaim kolektif. Representasi kolektif juga tidak bisa direduksi kepada individu-individu, karena ia muncul dari interaksi sosial, dan hanya bisa dipelajari secara langsung karena cenderung berhubungan dengan simbol material seperti isyarat, ikon, dan gambar atau berhubungan dengan praktik seperti ritual.

4. Arus Sosial Menurut Durkheim, arus sosial merupakan fakta sosial yang tidak menghadirkan diri dalam bentuk yang jelas. Durkheim mencontohkan dengan dengan luapan semangat, amarah, dan rasa kasihan yang terbentuk dalam kumpulan publik.

5. Pikiran Kelompok Durkheim menyatakan bahwa pikiran kolektif sebenarnya adalah kumpulan pikiran individu. Akan tetapi pikiran individual tidak secara mekanis saling bersinggungan dan tertutup satu sama lain. Pikiran-pikiran individual terus-menerus berinteraksi melalui pertukaran simbol: mereka megelompokkan diri berdasarkan hubungan alami mereka, mereka menyusun dan mengatur diri mereka sendiri. Dalam hal ini terbentuklah suatu hal baru yang murni bersifat psikologis, hal yang tak ada bandingannya di dunia biasa.

PEMIKIRAN MAX WEBER Tekanan Weber pada konsep rasionalitas, mengidentifikasikan dua tipe tindakan rasional yang berbeda dan dua tipe tindakan yang nonrasional. Ketiga tipe otoritasnya yang terkenal yakni, Otoritas tradisional, Kharismatik, dan legal rasional. Pertumbuhan masyarakat kota modern yang bersifat industrial, dapat dilihat sebagai perubahan dari struktur otoritas tradisional ke struktur legalrasional. Analisanya mengenai etika protestan serta pengaruhnya dalam meningkatkan pertumbuhan kapitalisme menunjukkan pengertiannya mengenai pentingnya kepercayaan agama serta nilai dalam membentuk pola motivasional individu serta tidakan ekonominya. Pengaruh agama terhadap pola perilaku individu serta bentuk-bentuk organisasi sosial juga dapat dilihat dalam analisa perbandingannya mengenai agama-agama dunia yang besar.Weber juga mengemukakan mengenai analisa tipe-ideal dimana memungkinkan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa khusus dan untuk memberikan analisa perbandingan dengan menggunakan kategori-kategori teoritis yang umum sifatnya. Keseluruhan pendekatannya menekankan bahwa kepentingan ideal dan materiil mengatur tindakan orang, dan bahwa hubungan antara ideal agama dan kepentingan ekonomi sebenarnya bersifat saling tergantung. Dengan kata lain, hubungannnya itu bersifat timbal-balik, termasuk saling ketergantungan anatara Protestantisme dan kapitalisme. Titik tolak baginya adalah mengenai individu yang bertidak yang tindakan-tindakannya itu hanya dapat dimengerti menurut arti subyektifnya. Kenyataan sosial baginya pada dasarnya terdiri dari tindakantindakan sosial individu. Titik tolak Weber pada tingkat individual mengingatkan kita bahwa struktur sosial atau sistem budaya tidak dapat dipikirkan sebagai sesuatu yang berada secara terlepas dari individu yang terlibat di dalamnya.

1. TINDAKAN INDIVIDU DAN ARTI SUBYEKTIF Weber sangat tertarik pada masalah masalah sosiologis yang luas mengenai struktur sosial dan kebudayaan, tetapi dia melihat bahwa kenyataan sosial secara mendasar terdiri dari individu individu dan tindakan tindakan sosialnya yang berarti. Dia mendefinisikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang berusaha memperoleh pemahaman interpretatif mengenai tindakan sosial agar dengan demikian bisa sampai ke suatu penjelasan kausal mengenai arah dan akibat akibatnya. Dengan tindakan dimaksudkan bahwa semua perilaku manusia, apabila atau sepanjang individu yang bertindak itu memberikan arti subyektif kepada tindakan itu. Tindakan itu deisebut tindakan sosial karena arti subyektif tadi dihubungkan dengannya oleh individu yang bertindak, memperhitungkan perilaku orang lain dan karena itu diarahkan ke tujuannya. Posisi Weber berkaitan dengan posisis Nominalis. Kaum nominalis berpendirian bahwa hanya individu individulah yang riil secara obyektif, dan bahwa

masyarakat hanyalah satu nama yang menunjuk pada sekumpulan individu individu. Tujuan Weber sebenarnya adalah untuk masuk ke arti arti subyektif yang berhubungan dengan berbagai kategori interaksi manusia, untuk menggunakannya dalam membedakan antara tipe tipe struktur sosial dan untuk memahami arah perubahan sosial yang besar dalam masyarakat masyarakat Barat. Mungkin aspek pemikiran Weber yang paling terkenal yang mencerminkan tradisi idealis adalah tekanannya pada verstehen (pemahaman subyektif) sebagai metoda untuk memperolrh pemahaman yang valid mengenai arti arti subyektif tindakan sosial. 1. TIPE TIPE TINDAKAN SOSIAL Rasionalitas merupakan konsep dasar yang digunakan Weber dalam klasifikasinya mengenai tipe tipe tindakan sosial. Pembedaan pokok yang diberikan adalah antara tindakan rasional dan yang nonrasional. Singkatnya, tindakan rasional (menurut Weber) berhubungan dengan pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan. Di dalam kedua kategori utama mengenai tindakan rasional dan nonrasional itu, ada dua bagian yang berbeda satu sama lain. 1. Tindakan Rasionalitas Instrumental (Zweckrationalitat) Tindakan ini dilakukan dengan memperhitungkan kesesuaian antara cara yang digunakan dengan tujuan yang akan dicapai. Tindakan ini yang paling tinggi rasionalitasnya. Meliputi pertimbangan dan pilihan yang sadar yang berhubungan dengan tuuan dan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan itu. Individu memiliki berbagai tujuan yang harus dilakukan. Berdasarkan kriteria tertentu, ia memilih satu diantara banyak tujuan yang kadang kadang saling bersaing. Sebagai contoh, seorang anak yang ingin menjadi pemain sepak bola memilih membeli sepatu sepak bola untuk berlatih dari pada membeli mainan. 2.. Tindakan Rasionalitas yang Berorientasi Nilai (Wertrationalitat) Tindakan ini dilakukan seseorang yang didasari oleh nilai-nilai dasar dalam masyarakat. Sifat rasionalitas yang berorientasi nilai yang penting adalah bahwa alat alat hanya merupakan obyek pertimbangan dan perhitungan yang sadar, tujuannya sudah ada dalam hubungannya dengan nilai nilai individu yang bersifat absolut atau merupakan nilai akhir baginya. Nilai nilai akhir bersifat nonrasional dalam hal dimana seseorang tidak dapat memperhitungkannya secara obyektif mengenai tujuan tujuan mana yang harus dipilih. Contohnya, tindakan tindakan yang bersifat religius.

3. Tindakan Tradisional Tindakan ini dilakukan atas dasar kebiasaan, adat istiadat yang turun temurun tanpa. Tindakan ini biasa dilakukan pada masyarakat yang hukum adat masih kental, sehingga dalam melakukan tindakan ini tanpa mengkritisi dan memikirkan terlebih dulu. Walaupun bila dipikir ulang sebenarnya tidak masuk akal. Ini merupakan tindakan yang nonrasional. Contohnya, di masyarakat Jawa adat adat mitoni yaitu upacara yang dilakukan dalam bulan ke tujuh usia kandungan pertama seorang istri. Ini dilakukan agar diberi keselamatan pada saat kelahiran nanti. Seperti yang telah saya ungkapkan di atas, tindakan tersebut tidak masuk akal. Tapi itu karena sudah menjadi kebiasaan atau tradisi, maka masyarakat tetap ada yang mau melakukan. 4. Tindakan Afektif Tipe tindakan ini ditandai oleh dominasi perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang sadar. Seseorang yang sedang mengalami perasaan meluap luap seperti cinta, kemarahan, ketakutan, atau kegembiraan, dan secara spontan mengungkapkan perasaan itu tanpa refleksi, berarti sedang memperlihatkan tindakan afektif. Misalnya saja sese orang begitu mendengar cerita yang menyedihkan, ia sampai menitikkan air mata.

Anda mungkin juga menyukai