Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT karena atas rahmat dan petunjuk-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan. Namun, berkat bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu walaupun masih terdapat beberapa kekurangan. Penulis menyadari, sebagai seorang mahasiswa yang pengetahuannya belum seberapa dan masih perlu banyak belajar dalam penulisan makalah ini, bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran positif agar makalah ini menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa yang akan datang, dan juga sebagai bahan evaluasi untuk penyempurnaan tugas berikutnya. Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga makalah yang sederhana ini benar-benar bermanfaat bagi kita semua dan mendapat ridha-Nya. Amin.

Samata, 9 Oktober 2012

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar 1 Daftar Isi . 2 BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang . 3 B. Maksud dan Tujua 3 BAB II Pembahasan BAB III Penutup A. Kesimpulan 15 B. Saran 16 Daftar Pustaka ... 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kimia analisis merupakan ilmu teoritis dan terapan yang telah dipraktekkan di hampir semua laboratorium. Metode-metode analisis secara rutin dikembangkan ,divalidasi, dikaji secara bersama-sama dan diaplikasikan. Komplikasi metodemetode analisis muncul di sejumlah kompedia seperti Farmakope Indonesia,USP (United States Pharcopeia),AOAC (Association Of Official Analitycal Chemist), dan sebagainya. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan ferifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis. Istilah Validasi pertama kali dicetuskan oleh Dr. Bernard T. Loftus, Direktur Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat pada akhir tahun 1970-an, sebagai bagian penting dari upaya untuk meningkatkan mutu produk industri farmasi. Hal ini dilatar belakangi adanya berbagai masalah mutu yang timbul pada saat itu yang mana masalah-masalah tersebut tidak terdeteksi dari pengujian rutin yang dilaksanakan oleh industri farmasi yang bersangkutan.Selanjutnya, Validasi juga diadopsi oleh negara-negara yang tergabung dalam the Pharmaceutical Inspection Co-

operation/Scheme (PIC/S), Uni Eropa (EU) dan World Health Organization (WHO).Bahkan, Validasi merupakan aspek kritis (substantial aspect) dalam penilaian kualitas industri farmasi yang bersangkutan.

B. Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuannya adalah sebagai berikut : 1. Memahami teknik Analisis Instrumen Farmasi 2. Kriteria-kriteria pemilihan metode analisis; presisi, bias, sensitivitas, limit deteksi, dynamic range dan selektivitas

BAB II PEMBAHASAN Analisis Instrumen Farmasi berhubungan dengan teknik metode pemisahan, pengidentifikasian dan perhitungan /kuantifikasi bahan aktif farmasi dengan tujuan untuk menentukan identitas, kemurnian serta untuk menentukan struktur atom, molekul, gugus fungsi, bioavailabilitas atau disolusinya dengan menggunakan instrumen-instrumen kimia. Sebagaimana biasa dalam pengamatan eksperimen secara umum, hasil yang diperoleh pasti tidak dapat terlepas dari faktor kesalahan. Nilai parameter sebenarnya yang akan ditentukan dari suatu perhitungan analitik tersebut adalah ukuran ideal. Nilai tersebut ini hanya bisa diperoleh jika semua penyebab kesalahan pengukuran dihilangkan dan jumlah populasi tidak terbatas. Faktor penyebab kesalahan ini dapat disebabkan oleh berbagai hal antara lain adalah faktor bahan kimia, peralatan, pemakai, dan kondisi pengukuran dan lain-lain. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengurangi kesalahan dalam pengukuran analitik ini adalah dengan proses validasi. Validasi biasanya diperuntukkan untuk metode analisa yang baru dibuat dan dikembangkan. Sedangkan untuk metode yang memang telah tersedia dan baku (misal dari AOAC, ASTM, dan lainnya), namun metode tersebut baru pertama kali akan digunakan di laboratorium tertentu, biasanya tidak perlu dilakukan validasi, namun hanya verifikasi. Tahapan verifikasi mirip dengan validasi hanya saja parameter yang dilakukan tidak selengkap validasi.

Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan ferifikasi bahwa parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis karenanya suatu metode harus divalidasi ketika : 1. Metode baru dikembangkan untuk mengatasi problem analisis tertentu. 2. Metode yang sudah baku direvisi untuk menyusuaikan perkembangan atau ketika munculnya suatu problem yang mengarah bahwa metode baku tersebut harus direvisis. 3. Penjaminan mutu yang mengindikasikan bahwa metode baku telah berubah seiring berjalannya waktu. 4. Untuk mendemonstrasikan kesetaraan antara 2 metode. Menurut USP ada 8 langkah dalam validasi metode analisis sebagaimana sebagai berikut (Rahman Abdul, 2009) : Validasi metode, Ketahanan, Kekasaran, Linieritas & Rentang, Spesifitasi, Batas deteksi, Akurasii, Presisi, Batas kuantifikasi Sementara itu, ICH membagi karakteristik validasi metode yang sedikit berbeda berbeda dengan USP sebagaimana sebagai berikut (Rahman Abdul, 2009) : Validasi metode, Ketahanan, Kisaran, Linieritas, Spesifitas, Batas deteksi, Akurasi, Presisi, Batas Kuantifikasi, Kesesuaian Sistem. Namun, dalam metode analisis secara umum dapat dibagi menjadi sebagaimana sebagai berikut: presisi, bias, sensitivitas, limit deteksi, dynamic range dan selektivitas.

PRESISI Keseksamaan (presisi) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen. Presisi merupakan ukuran kedekatan antara serangkaian hasil analisis yang diperoleh dari beberapa kali pengukuran pada sampel homogen yang sama. Presisi biasanya dilakukan pada tiga tingkatan yang berbeda yaitu: a. Keterulangan (repetibility) yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang sama (berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya. b. Presisi antara (intermediate precision) yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang berbeda, baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya. c. Ketertiruan (reproduksibility) merujuk pada hasil-hasil dari laboratorium yang lain. Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif (koefisien variasi). Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan

(repeatability) atau ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah keseksamaan metode jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan dalam interval waktu yang pendek. Keterulangan dinilai melalui pelaksanaan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik yang terpisah dari batch yang sama, jadi memberikan ukuran keseksamaan pada kondisi yang normal.

Ketertiruan adalah keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda. Biasanya analisis dilakukan dalam laboratorium-laboratorium yang berbeda menggunakan peralatan, pereaksi, pelarut, dan analis yang berbeda pula. Analis dilakukan terhadap sampel-sampel yang diduga identik yang dicuplik dari batch yang sama. Ketertiruan dapat juga dilakukan dalam laboratorium yang sama dengan menggunakan peralatan, pereaksi, dan analis yang berbeda. Kriteria seksama diberikan jika metode memberikan simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang. Akan tetapi kriteria ini sangat fleksibel tergantung pada konsentrasi analit yang diperiksa, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium. Dari penelitian dijumpai bahwa koefisien variasi meningkat dengan menurunnya kadar analit yang dianalisis. Ditemukan bahwa koefisien variasi meningkat seiring dengan menurunnya konsentrasi analit. Pada kadar 1% atau lebih, standar deviasi relatif antara laboratorium adalah sekitar 2,5% ada pada satu per seribu adalah 5%. Pada kadar satu per sejuta (ppm) RSDnya adalah 16%, dan pada kadar part per bilion (ppb) adalah 32%. Pada metode yang sangat kritis, secara umum diterima bahwa RSD harus lebih dari 2%.

BIAS Bias memberikan pengukuran sistematik, atau menentukan eror dari sebuah metode analitik.

SENSITIVITAS Sensitivitas metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal, seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang berbeda, dll. Sensitivitas biasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji. Sensitivitas metode merupakan ukuran ketertiruan pada kondisi operasi normal antara lab dan antar analis. Cara penentuan: Ketangguhan (sensitivitas) metode ditentukan dengan menganalisis beningan suatu lot sampel yang homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama. Derajat ketertiruan hasil uji kemudian ditentukan sebagai fungsi dari variabel penentuan. Ketertiruan dapat dibandingkan terhadap keseksamaan penentuan di bawah kondisi normal untuk mendapatkan ukuran ketangguhan metode. Perhitungannya dilakukan secara statistic menggunakan ANOVA pada kajian kolaboratif yang disusun oleh Youden dan Stainer.

LIMIT DETEKSI Batas deteksi adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

Batas deteksi didefenisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi merupakan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan. Cara penentuan: Penentuan batas deteksi suatu metode berbeda-beda tergantung pada metode analisis itu menggunakan instrumen atau tidak. Pada analisis yang tidak menggunakan instrumen batas tersebut ditentukan dengan mendeteksi analit dalam sampel pada pengenceran bertingkat. Pada analisis instrumen batas deteksi dapat dihitung dengan mengukur respon blangko beberapa kali lalu dihitung simpangan baku respon blangko.

DYNAMIC RANGE Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan, dan linearitas yang dapat diterima. Cara penentuan: Linearitas biasanya dinyatakan dalam istilah variansi sekitar arah garis regresi yang dihitung berdasarkan persamaan matematik data yang diperoleh dari hasil uji analit dalam sampel dengan berbagai konsentrasi analit. Perlakuan matematik dalam pengujian linearitas adalah melalui persamaan garis lurus dengan metode kuadrat terkecil antara hasil analisis terhadap konsentrasi analit.

Dalam beberapa kasus, untuk memperoleh hubungan proporsional antara hasil pengukuran dengan konsentrasi analit, data yang diperoleh diolah melalui transformasi matematik dulu sebelum dibuat analisis regresinya. Dalam praktek, digunakan satu seri larutan yang berbeda konsentrasinya antara 50 150% kadar analit dalam sampel. Di dalam pustaka, sering ditemukan rentang konsentrasi yang digunakan antara 0 200%. Jumlah sampel yang dianalisis sekurang-kurangnya delapan buah sampel blanko. Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis regresi linier.

SELEKTIVITAS Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang ditambahkan. ICH membagi spesifisitas dalam dua ategori yakni uji identifikasi dan uji kemurnian atau pengukuran. Untuk tujuan identifikasi, spesifisitas ditunjukkan dengan suatu metode analisis untuk membedakan antar senyawa yang mempunyai struktur molekul yang hampir sama. Untuk tujuan uji kemurnian dan tujuan pengukuran kadar spesifsitas ditunjjukkan oleh daya pisah dua senyawa yang

berdekatan. Senyawa-senyawa tersebut biasanya adalah komponen utama atau komponen aktif dan atau suatu pengotor. Penentuan spesifisitas metode dapat diperoleh dengan dua jalan yang pertama adalah dengan melakukanoptimasi sehingga diperoleh senyawa yang dituju terpisah secara sempurna dari senyawa-senyawa lain (pada solusi senyawa yang dituju > dua). Cara kedua untuk memperoleh spesifisitas adalah dengan meggunakan detektif selektif, terutama untuk senyawa-senyawa yang terelusi secara bersama-sama. Sebagai contoh detector elektro kimia atau detector fluoresen hanya akan mendeteksi senyawa tertetu, sementara senyawa yang lainnya tidak terdeteksi. Cara penentuan: Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa penambahan bahan-bahan tadi. Penyimpangan hasil jika ada merupakan selisih dari hasil uji keduanya. Jika cemaran dan hasil urai tidak dapat diidentifikasi atau tidak dapat diperoleh, maka selektivitas dapat ditunjukkan dengan cara menganalisis sampel yang mengandung cemaran atau hasil uji urai dengan metode yang hendak diuji lalu dibandingkan dengan metode lain untuk pengujian kemurnian seperti kromatografi, analisis kelarutan fase, dan Differential Scanning Calorimetry. Derajat kesesuaian kedua hasil analisis tersebut merupakan ukuran selektivitas. Pada metode analisis yang melibatkan kromatografi, selektivitas ditentukan melalui perhitungan daya resolusinya (Rs).

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Analisis Instrumen Farmasi berhubungan dengan teknik metode pemisahan, pengidentifikasian dan perhitungan/kuantifikasi bahan aktif farmasi. Kriteria-kriteria pemilihan metode analisis : a. Presisi , menggambarkan reprodusibilitas dari hasil, yaitu kesesuaian antara nilai numerik utk satu atau lebih replikasi pengukuran, atau pengukuran yang telah dibuat dalam cara yang tepat. b. Bias, memberikan pengukuran sistematik, atau menentukan eror dari sebuah metode analitik. c. Sensitivitas, pengukuran kemampuan sebuah metode utk mengenal perbedaan-perbedaan kecil dalam konsentrasi analit. d. Limit Deteksi, konsentrasi minimum dari massa analit yg dapat dideteksi pada confidence level yg diketahui. e. Dynamic range , range yang terbentang dari konsentrasi terendah dimana pengukuran kuantitatif dapat dibuat (LOQ ; limit of quantitation) sampai konsentrasi dimana kurva kalibrasi meninggalkan linearitas dengan sejumlah tertentu sampel (LOL ; limit of linearity) f. Selektivitas, derajat dimana metode bebas dari interferensi oleh spesies lain yang terkandung dalam matriks sampel.

B. Saran Adapun saran yang kami harapkan setelah pembaca membacanya adalah semoga makalah ini dapat menjadi manfaat dan menjadi bahan referensi untuk menambah khazanah keilmuan dan pendidikan. Serta semoga pembaca tidak merasa cukup puas akan makalah ini, sehingga masih dapat membandingkan dan mencari referensi lain diluar sana.

DAFTAR PUSTAKA

Carr, G.P., Wahlich, J.C., Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis.1990. 8:612-618. Debesis, E. et al., Submitting HPLC methodes to the compendia and regulatory agencies. Pharm. Tech., September 1982. p. 120 Fabre. H. et.al., Assay validation for an active ingredient in a pharmaceutical formulation: Practical approach using ultraviolet spectrophotometry. Analyst, 1993. 118: 1061. Garfield, F.M. Quality Assurance Principles for Analytical Laboratories. AOAC International, USA, 1991. p. 71 Gholib, Ibnu. Kimia Analisis Farmasi. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pustaka Pelajar, 2008. Ibrahim S. Penggunaan Statistika dalam Validasi Metode Analitik dan

Penerapannya. Dalam Prosiding temu ilmiah nasional bidang Farmasi. VI 15. 2001. Indrayanto G, Seminar Sehari Instrumentasi PT Ditek Jaya, Surabaya, 1994. Rahman, Abdul. Kromatografi Untuk Analisis Obat. Graha Ilmu. Yogyakarta, 2009.

Anda mungkin juga menyukai