Anda di halaman 1dari 5

BAB I PENDAHULUAN A.

Latar Belakang Masalah Tari adalah keindahan ekspresi jiwa man usia yang diungkapkan berbentuk gerak tubuh yang diperhalus melalui estetika. Unsur utama yang paling pokok dalam tari adalah gerak tubuh manusia yang sama sekali lepas dari unsur ruang, dan waktu, dan tenaga. Akan tetapi di Era sekarang ini tidak sedikit orang yang kurang bisa memahami akan arti seni tari. Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya. Seni tari adalah salah satunya. Memori kita terlalu lemah akan ingatan budaya sendiri. Maka dari itu kami disini akan sedikit mengulas masalah tentang seni tari Indonesia. Tari Sisingaan salah satunya. Dalam makalah ini kami membahas setidaknya sedikit tetang latar belakang serta fungsi dari Tari Sisingaan. B. Tujuan Penulisan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui latar belakang Tari Sisingaan 2. Mengatahui fungsi penggunaan Tari Sisingaan

BAB II PEMBAHASAN A. Latar Belakang Tari Sisingaan Tari Sisingaan adalah jenis tari tradisional yang tumbuh dan berkembang di Kabupaten Subang, kesenian ini mempunyai ciri khas atau identitas sepasang patung sisingaan atau binatang yang menyerupai singa. Tari Sisingaan mulai muncul pada saat kaum penjajah menguasai Subang, yakni pada masa pemerintahan Belanda tahun 1812. Subang pada saat itu dikenal dengan Doble Bestuur, dan dijadikan kawasan perkebunan di bawah perusahaan P & T Lands (Pamanoekan en Tjiasemlanden). Pada saat Subang di bawah kekuasaan Belanda, masyarakat setempat mulai diperkenalkan dengan lambang negara Belanda yakni crown atau mahkota kerajaan. Dalam waktu yang bersamaan daerah Subang juga di bawah kekuasaan Inggris, yang memperkenalkan lambang negaranya yakni singa. Sehingga secara administratif daerah Subang terbagi dalam dua bagian, yakni secara politis dikuasai oleh Belanda dan secara ekonomi dikuasai oleh Inggris. Masyarakat Subang saat itu mendapatkan tekanan secara politis, ekonomis, sosial, dan budaya dari pihak Belanda maupun Inggris. Namun masyarakat tidak tinggal diam, mereka melakukan perlawanan, perlawanan tersebut tidak hanya berupa perlawanan fisik, namun juga perlawanan yang diwujudkan dalam bentuk kesenian. Bentuk kesenian tersebut mengandung silib (yakni pembicaraan yang tidak langsung pada maksud dan tujuan), sindir (ironi atau sesuatu yang bertentangan dengan kenyataan), siloka (kiasan atau melambangkan), sasmita (contoh cerita yang mengandung arti atau makna). Dengan demikian masyarakat Subang bisa mengekspresikan atau mewujudkan perasaan mereka secara terselubung, melalui sindiran, perumpamaan yang terjadi atau yang menjadi kenyataan pada saat itu. Salah satu perwujudan atau bentuk ekspresi masyarakat Subang, dengan menciptakan salah satu bentuk kesenian yang kemudian dikenal dengan nama sisingaan. Tari Sisingaan merupakan bentuk ungkapan rasa ketidakpuasan, ketidaksenangan, atau upaya pemberontakan dari masyarakat Subang kepada pihak penjajah. Perwujudan dari rasa ketidaksenangan tersebut digambarkan dalam bentuk sepasang sisingaan, yaitu melambangkan kaum penjajah Belanda dan Inggris. Kedua Negara penjajah tersebut menindas masyarakat Subang, yang dianggap bodoh dan dalam kondisi miskin, sehingga para seniman berharap suatu saat nanti generasi muda harus bisa bangkit, mengusir penjajah dari tanah air dan masyarakat bisa menikmati kehidupan yang sejahtera. Tari Sisingaan secara garis besarnya terdiri dari 4 orang pengusung sisingaan sepasang patung sisingaan, penunggang sisingaan, waditra nayaga, dan sinden atau juru kawih. Secara filosofis 4 orang pengusung sisingaan melambangkan masyarakat pribumi/terjajah/tertindas, sepasang patung sisingaan melambangkan kedua penjajah yakni Belanda dan Inggris, sedangkan penunggang sisingaan melambangkan generasi muda yang nantinya harus mampu mengusir penjajah, nayaga melambangkan masyarakat yang bergembira atau masyarakat yang berjuang dan memberi motivasi/semangat kepada generasi muda untuk dapat mengalahkan serta mengusir penjajah dari daerah mereka. Tari Sisingaan yang diciptakan oleh para seniman pada saat itu, sangat tepat dan jitu menggunakan sisingaan sebagai sarana/perwujudan/alat perjuangan, dalam melepaskan diri dari tekanan kaum penjajah. Sementara itu pihak kaum penjajah tidak merasa disindir, tidak

terusik, akan tetapi malah merasa bangga melihat kesenian sisingaan, karena lambang negara mereka (singa) dijadikan sebagai bentuk kesenian rakyat. Pihak penjajah hanya memahami bahwa Tari Sisingaan merupakan karya seni hasil kreativitas masyarakat secara spontan, sangat sederhana untuk sarana hiburan pada saat ada hajatan khitanan anak. Padahal maksud masyarakat Subang tidaklah demikian, dengan menggunakan lambang kebesaran Negara mereka, kemudian ada seorang anak yang naik di atasnya dengan menjambak rambut sisingaan, merupakan salah bentuk ekspresi kebencian kepada kaum penjajah. Pada awal terbentuknya sisingaan tidak seperti sisingaan pada saat sekarang ini, cikal bakal sisingaan sekarang yakni singa abrug. Disebut dengan singa abrug karena patung singa ini dimainkan dengan cara diusung, dan pengusungnya aktif menari, sedangkan singa abrug tersebut digerakkan ke sana kemari seperti hendak diadu. Singa abrug untuk pertama kalinya berkembang di daerah Tambakan, Kecamatan Jalancagak. Pada zaman dahulu sisingaan atau singa abrug dibuat dengan sangat sederhana, bagian muka atau kepala sisingaan terbuat dari kayu yang ringan seperti kayu randu atau albasia, rambut terbuat dari bunga atau daun kaso dan daun pinus. Sedangkan badan sisingaan terbuat dari carangka (keranjang atau anyaman bambu) yang besar dan ditutupi dengan karung kadut (karung goni) atau terbuat dari kayu yang masih utuh atau kayu gelondongan. Untuk usungan sisingaan terbuat dari bambu untuk bisa dipikul oleh 4 orang. Proses pembuatan sisingaan biasanya dilakuakan secara bersama-sama, secara gotong royong oleh masyarakat.

B. Fungsi Tari Sisingaan Seiring dengan perkembangan zaman, tari ini juga mengalami perkembangan secara keseluruhan, baik dari bentuk patung sisingaan, waditra, busana, dan fungsi sisingaan. Sehingga bisa dikatakan bahwa kesenian ini juga bersifat dinamis, mengikuti perkembangan zaman, dan menyesuaikan dengan perubahan zaman. Pada awal terbentuknya Tari Sisingaan terbatas hanya sebagai ungkapan kegembiraan pada saat acara khitanan (dengan cara melakukan helaran keliling kampong) atau acara-acara yang dianggap penting lainnya, seperti upacara pelantikan pejabat desa. Namun pada saat ini Tari Sisingaan mempunyai fungsi yang beragam antara lain untuk prosesi penyambutan tamu terhormat, dengan jalan naik di atas sisingaan. Fungsi lain yakni untuk menyambut atlit yang berhasil memenangkan suatu pertandingan, bisa ditampilkan secara eksklusif berdasarkan permintaan.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Tari Sisingaan adalah jenis kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di Kabupaten Subang, kesenian ini mempunyai ciri khas atau identitas sepasang patung sisingaan atau binatang yang menyerupai singa. Tari Sisingaan mulai muncul pada saat kaum penjajah menguasai Subang, yakni pada masa pemerintahan Belanda tahun 1812. Subang pada saat itu dikenal dengan Doble Bestuur, dan dijadikan kawasan perkebunan di bawah perusahaan P & T Lands (Pamanoekan en Tjiasemlanden). Pada saat Subang di bawah kekuasaan Belanda, masyarakat setempat mulai diperkenalkan dengan lambang negara Belanda yakni crown atau mahkota kerajaan. Dalam waktu yang bersamaan daerah Subang juga di bawah kekuasaan Inggris, yang memperkenalkan lambang negaranya yakni singa. Sehingga secara administratif daerah Subang terbagi dalam dua bagian, yakni secara politis dikuasai oleh Belanda dan secara ekonomi dikuasai oleh Inggris. Seiring dengan perkembangan zaman, tariini juga mengalami perkembangan secara keseluruhan, baik dari bentuk patung sisingaan, waditra, busana, dan fungsi sisingaan. Sehingga bisa dikatakan bahwa kesenian ini juga bersifat dinamis, mengikuti perkembangan zaman, dan menyesuaikan dengan perubahan zaman. Pada awal terbentuknya tari sisingaan terbatas hanya untuk sarana hiburan sebagai ungkapan kegembiraan pada saat acara khitanan (dengan cara melakukan helaran keliling kampong) atau acara-acara yang dianggap penting lainnya, seperti upacara pelantikan pejabat desa. Namun pada saat ini kesenian sisingaan mempunyai fungsi yang beragam antara lain untuk prosesi penyambutan tamu terhormat, dengan jalan naik di atas sisingaan. Fungsi lain yakni untuk menyambut atlit yang berhasil memenangkan suatu pertandingan, bisa ditampilkan secara eksklusif berdasarkan permintaan.

Anda mungkin juga menyukai