Anda di halaman 1dari 29

pendidikan pancasila

TRAGEDI TALANG SARI DAN TANJUNG PRIOK

MAKMUR ARIFIN TPHP 1 0220120085

POLITEKNIK MANUFAKTUR ASTRA


2012/2013
1

DAFTAR ISI halaman Daftar Isi ................................................................................................................................................... 2 BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................................................... 3.................................................................................................................................................... Pengertian HAM ................................................................................................................................................... 3 Ruang lingkup HAM .................................................................................................................... 4 HAM dalam konsep Negara

hukum7

BAB II pelanggaran HAM ................................................................................................................................................... 13 Pelanggaran HAM ................................................................................................................................................... 13

BAB III Kasus pelanggaran HAM .................................................................................................................... 16 Tragedy talang sari ................................................................................................................................................... 18 Tragedy tanjung priok ................................................................................................................................................... 18 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................................................................... 26 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................................... 28

BAB I PENDAHULUAN

Pengertian
HAM adalah Hak yang dimiliki setiap manusia yang dibawa sejak ia lahir kedunia hingga ia meninggal dan tidak seorangpun atau kelompok yang boleh mengganggu hak setiap orang karena itulah kita sebagai warga negara harus selalu menjunjung tingga nilai HAM tanpa membedakan status, golongan, keturunan, agama, suku, warna kulit, jabatan dan lain sebagainya, jadi setiap orang terlahir dengan hak yang sama tanpa ada pengecualian dimata hukum termasuk hak berbicara. Hak asasi manusia merujuk kepada hak yang dimiliki oleh semua insan. Konsep hak asasi manusia adalah berdasarkan memiliki suatu bentuk yang sama sebagaimana yang dimiliki oleh semua insan manusia yang tidak dipengaruhi oleh asal, ras, dan warga negara. Oleh karena itu secara umum hak asasi manusia dapat diartikan sebgai hak-hak yang telah dimiliki seseorang sejak ia lahir dan merupakan pemberian Tuhan. Ruang lingkup hak asasi manusia itu sendiri adalah: 1. 2. 3. 4. 5. Hak untuk hidup Hak untuk memperoleh pendidikan Hak untuk hidup bersama-sama seperti orang lain Hak untuk mendapatkan perlakuan yang sama Hak untuk mendapatkan pekerjaan

HAM merupakan hak-hak yang seharusnya diakui secara universal sebagai hak-hak yang melekat pada manusia karena hakekat dan kodratnya sebagai manusia. Adapun pembatasan terhadap HAM tersebut dapat dibagi menjadi :

1. universal

tanpa

melihat

perbedaan

suku,

agama,

ras,

kepercayaan, usia, latar belakang, jenis kelamin, warna kulit. 2. Melekat (inherent) : hak tersebut bukan hasil pemberian kekuasaan/ orang lain.

Ruang Lingkup dari HAM

a. Larangan Diskriminasi Prinsip non diskriminasi adalah suatu konsep sentral dalam kaidah hak asasi manusia. Prinsip tersebut dapat diketemukan dalam instrumen umum hak asasi manusia. Komite Hak Asasi Manusia telah menyatakan bahwa dengan mengacu pada persamaan jenis kelamin Kovenan International mengenai hak sipil dan politik tidak hanya memerlukan perlindungan tetapi juga memerlukan tindakan penguat yang dimaksudkan untuk menjamin perolehan positif hak-hak yang sama.

b. Hak atas Penghidupan, Kemerdekaan, dan Keselamatan seseorang. Hak atas penghidupan dalam instrumen tidak dijamin sebagai hak mutlak. Misalnya, menurut Konvensi Eropa, pencabutan nyawa tidak bertentangan dengan hak atas penghidupan, apabila pencabutan ini diakibatkan oleh tindakan tertentu yang sudah ditetapkan. Dalam beberapa instrumen, laran gan hukuman mati dimuat dalam sebuah Protokol tersendiri. Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik dan Konvensi Amerika keduanya membatasi hukuman mati pada kejahatan yang paling berat, keduanya mengatur bahwa hukuman mati harus hanya boleh dikenakan dengan suatu keputusan final suatu pengadilan yang berwenang sesuai dengan undang-undang yang tidak retroaktif. Kedua perjanjian internasional ini memberikan hak untuk mencari pengampunan atau keringanan hukuman dan melarang pengenaan hukuman mati pada orang di bawah usia delapan belas tahun pada saat melakukan kejahatan, dan melarang eksekusinya pada wanita hamil. Konvensi Eropa mensyaratkan hukuman mati dikenakan oleh suatu pengadilan, sesudah memperoleh keyakinan mengenai suatu kejahatan yang karena keputusannya ditetapkan oleh undang-undang. c. Larangan .penganiayaan ataupun cara Semua instrumen atau umum melarang yang

penganiayaan atau perlakuan secara kejam deng an tak mengingat kemanusiaan perlakuan hukuman menghinakan. Konvensi melawan penganiayaan atau perlakuan secara kejam dengan tak mengingat kemanusiaan ataupun cara perlakuan atau hukuman yang menghinakan ini disetujui pada tahun 1984 oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Konvensi tersebut menetapkan bahwa Negara berkewajiban mengekstradisi pelaku penganiayaan dan menuntutnya. Prinsip ini melibatkan yurisdiksi universal yang berarti bahwa setiap negara mempunyai yurisdiksi dan memiliki hak untuk mengekstradiksi atau menuntut pelaku penganiayaan tanpa dibatasi

oleh kewarganegaraan pelaku penganiayaan atau tempat pelanggaran yang dituduhkan. d. Hak Persamaan di Muka Hukum. Ketentuan ini pada dasarnya merupakan suatu klausul nondiskriminasi. Ada tiga aspek yang dicakup oleh ketentuan ini. Aspek pertama adalah persamaan di muka hukum. Aspek kedua yaitu perlindungan hukum yang sama, dan aspek ketiga adalah perlindungan dari diskriminasi. e. Hak Kebebasan Bergerak dan Berdiam Dalam perjanjian-perjanjian internasional hak-hak asasi manusia umum, hak kebebasan bergerak dan berdiam mencakup kebebasan memilih tempat tinggal dalam suatu Negara, kebebasan meninggalkan dan memasuki negerinya sendiri, hak untuk tidak dikeluarkan dari suatu negeri tanpa diberi kesempatan untuk menyanggah keputusan tersebut, dan bebas dari pengasingan. f. Hak atas Kebebasan Pikiran, Hati Nurani, dan Agama

Kovenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan politik menyatakan bahwa perwujudan agama dan kepercayaan seseorang boleh dijadikan sasaran pembatasan seperti itu hanya karena ditentukan oleh undangundang dan diperlukan untuk melindungi keselamatan umum, ketertiban umum, kesehatan masyarakat, atau moral umum, atau hak-hak dasar dan kebebasan orang lain.

HAM Dalam Konsep Negara Hukum

hubungan

antara

HAM

dengan

konsep

Negara

hukum

Negara hukum (the rule of law) lahir pada zaman Paus VII and Henriech IV th 1122, dimana kekuasaan raja/ gereja sebelumnya bersifat mutlak, perintahnya mengingkat kepada orang lain namun tidak pernah mengikat raja tersebut dimana kekuasaan semacam ini dikenal sebagai (the rule of man titah). Jadi dengan lahirnya konsep the rule of law maka segala hukum yang lahir dari konsep kesepakatan ditempatkan pada posisi paling tinggi, yang pada akhirnya mendorong lahirnya magna charta yang isinya membatasi kekuasaan raja dan menghormati hak-hak warga kota (citizen). Jadi dalam suatu negara yang menerapkan konsep the rule of law, maka jaminan akan dihormatinya HAM lebih mudah diwujudkan. Hak asasi manusia disingkat HAM, merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Di Indonesia HAM dijamin dalam UUD 1945 pasal 27 tentang hak atas pekerjaan dan penghidupan tulisan. yang layak bagi kemanusiaan serta kemerdekaan berserikat untuk berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan

Melanggar HAM seseorang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia. Hak asasi manusia memiliki wadah organisasi yang mengurus permasalahan seputar hak asasi manusia yaitu Komnas HAM. Kasus pelanggaran HAM di Indonesia memang masih banyak yang belum terselesaikan/tuntas sehingga diharapkan perkembangan dunia HAM di Indonesia dapat terwujud ke arah yang lebih baik. Salah satu tokoh HAM di Indonesia adalah Munir yang tewas dibunuh di atas pesawat udara saat menuju Belanda dari Indonesia. Pada kenyataannya HAM seringkali disalahartikan, dilain sisi digunakan sebagai tameng untuk membela kepentingan perorangan atau kelompok yang merasa dirugikan baik secara moril maupun materil karena telah melakukan pelanggaran Undang-Undang sehingga menyebabkan terjadinya pidana atau perdata, misal pemberlakukan hukuman mati atau hukum cambuk, pelarangan kegiatan beberapa artis yang mempertontonkan aksi yang mengandung unsur pornografi dan pornoaksi. Istilah HAM selalu berbenturan dengan hukum yang berlaku di suatu negara, misalnya hukuman mati. Beberapa pemikiran yang menyatakan tidak ada tempat yang untuk cocok untuk bertemunya HAM dengan atau pemberlakuan hukuman mati. Hal ini disebabkan, pengertian HAM yang disalah-salahkan melindungi kepentingan seseorang kelompok, misalnya pada kasus hukuman mati yang dijatuhkan pada Tibo Cs, atas nama HAM mereka merasa tidak pantas untuk dihukum mati, malah kelompoknya sampai mengadukan kasus tersebut ke Pengadilan melakukan Internasional. pelanggaran Padahal HAM di mereka Poso. Di sendirilah saat yang telah dan membunuh

membantai Tibo Cs tidak merasa HAM juga milik para korban, tapi pada saat hukum ditegakkan merekalah yang berteriak keras atas nama HAM.

Dalam makalah ini penulis tidak membahas hubungan antara HAM dan hukuman mati, penulis akan mengangkat terjadinya beberapa kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh pemerintahan masa lalu. Pada masa pemerintahan orde baru kerap terjadi pelanggaran hak azasi manusia dengan dalih perbuatan subversif, pemberontak atau percobaan merubah Pancasila. Hal ini mereka lakukan untuk melindungi kepentingan mereka dalam berkuasa di pemerintahan. Kegiatan atau pernyataan dari kelompok tertentu yang nyata-nyata membahayakan kekuasaan orde baru dianggap sebagai pemberontak. Lalu dengan alasan membela negara, para elit tertentu memberikan perintah untuk melakukan penumpasan media atau massa pemusnahan namun massal. Pembantaian, dengan pembunuhan dan pelarangan selalu didengung-dengunkan dengan memanfaatkan dipublikasikan pemutarbalikkan fakta. Hukum milik penguasa dan mereka yang

menentang layak dieksekusi tanpa melalui proses hukum yang berlaku di Indonesia. Hukum ibarat jaring laba-laba, menjerat yang lemah dan tak berarti bagi yang kuat. Pemerintah orde baru menggunakan kekuasaannya untuk melindungi kekuasaannya juga. Banyak kasus pelanggaran HAM yang hingga sekarangpun tidak jelas bagaimana akhirnya. Semua kasus seperti misteri yang dirangkum dalam kisah The X-Files. Belum ada pemimpin pemerintahan setelah orde baru yang mau mengungkap kembali kasus HAM berat. Apakah mereka juga terlibat atau malah demi melindungi teman sendiri. Padahal Undang-undang pelanggaran HAM dan pengadilan HAM telah diterbitkan, segala macam komisi HAM telah dibentuk namun belum juga ada satupun aktor intelektual yang berhasil diseret ke pengadilan. Mungkin UU HAM dibentuk untuk sekedar menenangkan rakyat atau hanya untuk membuat fakta menjadi cerita misteri dalam karangan fiksi. Penulis berharap pemerintah tidak hanya sibuk urusi hukuman ringan bagi siapa saja yang menjadi koruptor namun keadilan dalam HAM juga harus ditegakkan. 10

Dalam hal proses penegakan hukum, apabila implementasi lebih berorientasi pada penghoirmatan terhadaphak asasi manusia maka akan lebih menggugah masyarakat untuk menjunjung tinggi hukum itu sendiri. Dalam hubungannya dengan hal ini, hak asasi manusia memiliki dua segi yaitu segi moral dan segi perundangan. Apabila dilihat dari segi moral, hak asasi manusia merupakan suatu tanggapan moral yang didukung oleh anggota masyarakat. Sehubungan dengan segi ini anggota masyarakat akan mengakui wujud hak tertentu yang harus dinikmati oleh setiap individu, yang dianggap sebagai sebagaian dari sifat manusia, walaupun mungkin tidak tercantum dalam undangundang. Jadi, masyarakat pun mengakui secara moral akan eksistensi hak asasi yang dimiliki oleh setiap manusia. Dari segi perundangan, hak asasi manusia diartikan sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta di perlindungan harkat dan martabat manusia. Dalam konteks nasional, tak dapat dipungkiri bahwa isi dari adat istiadat dan budaya yang ada Indonesia juga mengandung pengakuan terhadap hak dasar dari seorang manusia. Apabila dilihat dari konteks ini, maka sebenarnya bangsa Indonesia sudah memiliki pola dasar dalam pengakuannya terhadap hak asasi manusia. Dasar-dasar hak asasi manusia di Indonesia terletak pada pasal 27 ayat 1, pasal 28, pasal 29 ayat 2, pasal 30 ayat 1, dan pasal 31 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.

11

Sedangkan dalam hubungannya dengan konteks internasional, hak asasi manusia (HAM) merupakan substansi dasar dalam kehidupan bermasyarakat di dunia, yang terdiri dari berbagai macam unsur adat istiadat serta budaya yang tumbuh dan berkembang di dalamnya. Jadi yang dimaksud dengan hukum hak asasi manusia internasional adalah hukum mengenai perlindungan terhadap hak-hak individu atau kelompok yang dilindungi secara internasional dari pelanggaran yang terutama dilakukan oleh pemerintah atau aparatnya, termasuk di dalam upaya penggalakan hak-hak tersebut. Oleh karena itu, dengan dilakukan dialog dan pedekatan antar suku bangsa di dunia, maka dimungkinkan dapat mewujudkan penerapan hak asasi manusia yang jujur dan berkeadilan. Dalam pun hal hak asasi manusia bila dilihat dari konteks dengan internasional ini, tentu penerapan, mekanisme penegakan hingga penyelesaiannya lebih kompleks dibandingkan penanganan hak asasi manusia dalam lingkup nasional. Walaupun perkembangan dunia sudah semakin maju dan

kompleks, selama ini penegakan hak asasi manusia hanya diikat perjanjian bilateral antarnegara yang sifatnya moral. Padahal di sisi lain, masyarat internasional harusloah tunduk pada mekanisme internasional dalam hal penegakan hak asasi manusia. Oleh karena itu, instrumen internasional sangatlah dibutuhkan untuk mewujudkannya. Dalam hubungannya dengan penulisan makalah ini, sebagai awal kita harus mengetahui mengenai konsep hukum internasional itu sendiri. Hukum internasional diartikan sebagai hukum yang hanya mengatur hubungan antar negara.

12

Kemudian pada masa setelah Perang Dunia ke-II diperluas hingga mencakup organisasi internasional sebagai subyek hukum internasional yang memiliki hak-hak tertentu berdasarkan hukum internasional. Manusia sebagai individu dianggap tidak memiliki hak-hak menurut hukum internasional, sehingga manusia lebih dianggap sebagai obyek hukum daripada sebagai subyek hukum internasional. Teori-teori sifat hukum internasional ini kemudian membentuk mengenai

kesimpulan bahwa perlakuan negara terhadap warga negaranya tidak diatur oleh hukum internasional, sehingga tidak ada pengaruhnya terhadap hak negara-negara lainnya. Karena hukum internasional tidak dapat diterapkan terhadap pelanggaran HAM suatu negara terhadap warga negaranya, maka seluruh permasalahan ini secara eksklusif berada di bawah yurisdiksi domestik setiap negara. Dengan kata lain, masalah HAM merupakan urusan dalam negeri setiap negara sehingga negara lain tidak berhak bahkan dilarang untuk turut campur tangan terhadap pelanggaran HAM di dalam suatu negara. Dari keseluruhan alasan itulah, maka kelompok kami ingin mendeskripsikan mengenai mekanisme penegakan hak asasi manusia internasional baik dari konsep mekanisme, perkembangannya dari dahulu maupun implementasinya dalam perkembangan dunia saat ini.

13

BAB II

Kasus HAM sering kali terjadi, tidak hanya di indonesia tapi juga dinegara-negara lain didunia. Di Indonesia sendiri kasus seperti ini masih sering terjadi walaupun sudah ada lembaga yang berfungsi melakukan pengawasan terhadap kemungknan terjadinya Pelanggaran HAM di indonesia seperti Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas Ham) Banyak macam Pelanggaran HAM di indonesia, dari sekian banyak kasus ham yang terjadi, tidak sedikit juga yang belum tuntas secara hukum, hal itu tentu saja tak lepas dari kemauan dan itikad baik pemerintah untuk menyelesaikannya keadilan bagi sebagai bangsa pemegang ini. kekuasaan sekaligus tetap pengendali Namun pemerintah

berkometmen untuk menyelesaikan semua kasus Ham yang terjadi di indonesia. Penyebab Timbulnya Pelanggaran Ham : Pelanggaran Ham tidak hanya mencakup prilaku pelanggaran pihak penguasa terhadap rakyat namun bisa terjadi pada siapapun yang melakukan tindakan penghakiman pada pihak lain secara paksa yang bisa menimbulkan kerugian pihak lain seperti baik dilakukan pemerintah, pengusaha, majikan maupun masyarakat umum. Saat ini sudah ada undang-undang yang memberikan perlindungan normatif atas HAM, Namun kasus pelanggaran Ham dan kekerasan masih sering terjadi, mengutip inti dari pendapat Guru besar Fisipol UGM Prof Dr Mohtar Masoed kurang lebihnya seperti ini: Bahwatimbulnya pelanggaran yang seringkali terjadi dikarenakan Pola pikir pemerintah yang berorientasi pada upaya untuk mengumpulkan dan mengakumulasikan kapital, Dampaknya, dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi berifek pada timbulnya ketimpangan sosial dan politik, kemudian lahir kesenjangan ditengah kehidupan 14

masyarakat yang kemudian memicu timbulnya ketegangan dan tindak kekerasan oleh masyarakat dan negara. Contoh-Contoh Kasus PelanggaranHAM : Contoh Pelanggaran Ham terhadap perempuan : Kasus kekerasan yang dilakukan terhadap peremouan dan biasanya dilakukan suami terhadap istri dan kasus ini terus meningkat dari tahun ke tahun seperti yang tercatat di Komnas Perempuan (KP) bahwa kasus ini pada tahun 2010 ada 105 kasus kemudian pada tahun 2011 naik menjadi 195 kasus. Dari semua kasus itu berdasarkan laporan dan tentu saja masih banyak kasus lain yang belum diketahui Contoh Kasus Ham anak berkaitan dengan kekerasan terhadap anak : sebagaimana kita tahu bahwa hak asasi manusia berlaku pada setiap orang (individu) seperti hak untuk hidup, hak hidup damai, hak hidup lebih baik dan sebagianya. Karena penting nya Hak Asasi pada setiap manusia maka HAM mulai mendapat perlindungan di setiap negara didunia termasuk di indonesia. Salah satu pelangaran ham yang seringkali terjadi adalah tindakan kekerasan terhadap anak, seperti pemukulan (penganiayaan), pembuangan anak (bayi), serta barbagai pelanggaran ham anak lainnya Contoh Kasus Pelanggaran Ham yang dilakukan pemerintah : Kasus ini sering kita temukan di negara kita tercinta ini terutama pada masa orde baru, bahkan banyak kasus yang hingga saat ini masih membutuhkan penanganan dan belum terselesaikan. Kasum pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Perusahaan : Kasus ini juga sering sering terjadi meski tidak begitu tampak namun tingkat pelanggaran yang dilakukan perusahaan tergolong tinggi seperti kasus agraria yang banyak menimbulkan korban jiwa Contoh kasus pelanggaran Ham diatas hanya sebagian kecil contoh yang sering terjadi di Indonesia maupun dinegara lain . Di indonesia sudah ada Undang-Undang yang mengatur dengan jelas terhadap pelindungan Ham seperti yang tercantum dalam Undang Undang No. 39 tahun 1999 pasal 2 bahwa Negara Republik Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia". Terlepas masih banyaknya kasus Ham dan hingga saat 15

ini masih banyak kasus yang belum terselesaikan kita hanya berharap bahwa pemerintah akan bekerja lebih maksimal untuk menyelesaikan semua kasus yang ada guna meminimalisir terjadinya pelanggaran ham. Pada makalah ini, penulis akan mengemukakan bebarapa contoh permasalahan tentang pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia pada masa berkuasanya Pemerintahan Orde Baru. Kasus ini merupakan kasus lama yang hampir terlupakan dan tidak jelas bagaimana ujung penyelesaiannya. Dengan mengangkat pokok pembahasan ini, kami berharap dapat menyingkap kembali misteri apa sebenarnya yang terjadi sehingga menyebabkan adanya pelanggaran HAM berat.

Bab iii

16

Pelanggaran ham tragedy talang sari dan tanjung priok


Sudah empat belas tahun sejak reformasi bergulir di tahun 1998, namun proses penyelesaian berbagai kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dinilai tak mengalami kemajuan signifikan. Sebenarnya hal itu bisa dilihat dari mandeknya upaya pemulihan hak dasar dari para korban walau sempat digelar pengadilan HAM ad hoc untuk kasus pelanggaran HAM di Timor Timur 1999 dan Tanjung Priok 1984. Dari sekian banyak lembaga negara yang mestinya bertanggungjawab atas perwujudan pemulihan itu, hanya terlihat Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang cukup aktif berkontribusi atas proses pemulihan hak korban. Alih-alih membenahi kemandekan yang terjadi, hal ini terasa dalam kurun waktu lima tahun terakhir malah muncul kebijakan pemerintah yang cenderung mengarah represif. Misalnya, diterbitkannya UU Intelijen, pembahasan RUU Kamnas yang diajukan pemerintah dan lainnya. Menurutnya, berbagai produk perundangundangan itu harusnya tidak diterbitkan, karena berpotensi kuat mengembalikan kondisi kekuasaan yang represif seperti masa kepemimpinan Soeharto. Masih banyak peraturan lain yang dapat diterbitkan pemerintah untuk memperkuat penegakan hukum dan HAM di Indonesia. Seperti meratifikasi Statuta Roma, konvensi anti penghilangan paksa dan lainnya. Lemahnya perspektif HAM juga dapat dilihat di bidang reformasi sektor keamanan. Walau dalam produk perundang-undangan yang ada terkait keamanan sudah termaktub perspektif HAM, seperti UU Polri dan UU TNI, namun dalam praktik tindak pelanggaran HAM seperti yang dilakukan pada masa lalu kerap terjadi misalnya, penyiksaan. 17

Berulangnya penyebabnya

tindakan

pelanggaran

HAM

serupa

salah

satu dalam

adalah

ketidakmampuan

pemerintah

mengungkapkan kebenaran atas kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu. Pasalnya pemerintah kesulitan mengevaluasi berbagai kasus pelanggaran HAM berat masa lalu agar tak terulang di masa depan. Misalnya, ketika kasus peristiwa pelanggaran HAM berat dalam tragedi kemanusiaan 19651966 tidak dituntaskan, maka tindak kekerasan serupa akan terjadi lagi. Yang terjadi saat ini mengulang kembali tindak kekerasan tersebut. Misalnya, ketika ada satu kelompok masyarakat yang berideologi tertentu, merasa legal untuk melakukan penyerangan terhadap kelompok lain yang ideologinya berbeda atau berseberangan. Pada kesempatan yang sama, Sebenarnya Indonesia dapat dikatakan sebagai negara yang mengalami keadaan transisional. Dimana Indonesia bergerak dari negara yang tadinya dipimpin oleh pemerintahan otoriter di bawah kepemimpinan Soeharto, beralih ke pemerintahan demokratis. hal ini tidak hanya dialami oleh Indonesia, tapi juga negara lainnya khususnya di wilayah Afrika, Amerika Latin dan Eropa Timur. Tantangan dari rezim transisional itu adalah bagaimana membangun Negara demokrasi pasca rezim otoriter runtuh. Mengutip teori ilmuwan politik asal Amerika Serikat, Samuel P. Huntington, pertama kali yang harus dilakukan sebuah negara yang mengalami proses transisi itu adalah menanamkan nilai demokratik. Salah satu caranya, dengan menyeret rezim yang bersalah ke pengadilan. Pasalnya, nilai terpenting dalam demokrasi adalah penegakan hukum untuk mewujudkan keadilan. Namun, dalam praktik,tiap Negara menggunakan mekanisme yang berbeda-beda dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Misalnya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu dilakukan secara bertahap. Pertama, membentuk komisi pengungkapan 18

kebenaran. Kedua, dalam jangka waktu berikutnya dibentuklah komisi rekonsiliasi. Dalam penentuan mekanisme penyelesaian itu,kerap kali terjadi perdebatan antara mengutamakan mekanisme pengadilan HAM atau mengungkapkan kebenaran dan tidak membawa pelaku ke pengadilan HAM. Hal itu menurutnya Soeharto. terjadi di Indonesia pasca runtuhnya di pemerintahan Namun, mekanisme yang digunakan

Indonesia adalah lewat pengadilan HAM atau alternatif lain, misalnya lewat komisi kebenaran dan rekonsiliasi (KKR). Berikut salah beberapa kasus pelanggarah HAM di Indonesia:

1.

Tragedi Talang Sari

Sebagaimana diketahui, dua puluh tahun lalu, tepatnya 7 Februari 1989, lebih dari sekitar satu batalyon aparat keamanan menyerbu perkampungan Cihideung, Talangsari, Lampung. Penyerbuan aparat keamanan di subuh hari, yang dilengkapi dengan senjata laras panjang, bahan peledak seperti granat dan dua buah helikopter itu, mengakibatkan warga Cihideung, Talangsari dan sekitar perkampungan tidak dapat menyelamatkan diri. Lantaran terdesak pasukan Garuda Hitam pimpinan Kolonel Hendropriyono, warga membentengi diri dengan senjata seadanya. Meski demikian, usaha perlawanan itu tidak berarti. Akibat serangan membabi-buta aparat tersebut, ratusan warga sipil yang kebanyakan perempuan dan anak-anak menemui maut, luka-luka dan hilang. 2. Tragedi Tanjung Priok

Mungkin sudah usang dalam ingatan kita peristiwa berdarah di Tanjung Priok yang melibatkan petinggi militer saat itu Mayjen TNI Try Soetrisno, Pangdam V Jaya, yang kemudian diangkat menjadi wakil

19

Presiden RI era orde baru berdampingan dengan Soeharto, kasus ini menjadi tanda tanya besar. LATAR BELAKANG dan PERISTIWA Kejadian berawal dari ditahannya empat orang, masing-masing bernama Achmad Sahi, Syafwan Sulaeman, Syarifuddin Rambe dan M. Nur, yang diduga terlibat pembakaran sepeda motor Babinsa. Mereka ditangkap oleh Polres Jakarta Utara, dan kemudian di bon dan ditahan di Kodim Jakarta Utara.Pada tanggal 12 September 1984, diadakan tabligh akbar di Jalan Sindang oleh, Amir Biki, salah seorang tokoh masyarakat setempat, di dalam ceramahnya menuntut pada aparat keamanan untuk membebaskan empat orang jemaah Mushola As Saadah yang ditahan. Setelah mengetahui keempat orang tersebut belum dibebaskan pada pukul 23.00, 12 september 1984, Amir Biki mengerahkan massa ke kantor Kodim Jakarta Utara dan Polsek Koja. Massa yang bergerak ke arah Kodim, di depan Polres Metro Jakarta Utara, dihadang oleh satu regu Arhanud yang dipimpin Sersan Dua Sutrisno Mascung di bawah komando Kapten Sriyanto, Pasi II Ops. Kodim Jakarta Utara. Situasi berkembang sampai terjadi penembakan yang menimbulkan korban sebanyak 79 orang yang terdiri dari korban luka sebanyak 55 orang dan meninggal 24 orang.

KATEGORI

PELANGGARAN

HAK

ASASI

MANUSIA

YANG

TERJADI

1. Pembunuhan secara kilat (summary killing) Tindakan pembunuhan secara kilat (summary killing) terjadi di depan Mapolres Metro Jakarta Utara tanggal 12 September 1984 pkl 23.00 akibat penggunaan kekerasan yang berlebihan dari yang sepatutnya terhadap kelompok massa oleh satu regu pasukan dari Kodim Jakarta Utara dibawah pimpinan Serda Sutrisno Mascung dengan 20

senjata semi otomatis. Para anggota pasukan masing-masing membawa peluru yang diambil dari gudang masing-masing sekitar 5-10 peluru tajam. Atas tindakan ini jatuh korban 24 orang tewas, 54 luka berat dan ringan. Atas perintah Mayjen Try Soetrisno Pangdam V Jaya korban kemudian dibawa dengan tiga truk ke RSPAD Gatot Subroto.

2. Penangkapan dan penahanan sewenang-wenang (unlawful arrest and detention) Setelah peristiwa, aparat TNI melakukan penggeledahan dan penangkapan terhadap orang-orang yang dicurigai mempunyai hubungan dengan peristiwa Tanjung Priok. Korban diambil di rumah atau ditangkap disekitar lokasi penembakan. Semua korban sekitar 160 orang ditangkap tanpa prosedur dan surat perintah penangkapan dari yang berwenang. Keluarga korban juga tidak diberitahu atau diberi tembusan surat perintah penahanan. Para korban ditahan di Laksusda Jaya Kramat V, Mapomdam Guntur dan RTM Cimanggis.

3.Penyiksaan (Torture) Semua korban yang ditahan di Laksusda Jaya, Kodim, Guntur dan RTM Cimanggis mengalami penyiksaan, intimidasi dan teror dari aparat. Bentuk penyiksaan antara lain dipukul dengan popor senjata, ditendang, dipukul 4. Penghilangan orang dan secara paksa (Enforced or lain-lain. involuntary

disappearance) Penghilangan orang ini terjadi dalam tiga tahap, pertama; menyembunyikan identitas dan jumlah korban yang tewas dari publik dan keluarganya. Hal itu terlihat dari cara penguburan yang dilakukan secara diam-diam ditempat terpencil, terpisah-pisah dan dilakukan di malam hari. Lokasi penguburan juga tidak dibuat tandatanda, sehingga sulit untuk diketahui. 21

Kedua; menyembunyikan korban dengan cara melarang keluarga korban untuk melihat kondisi dan keberadaan korban selama dalam perawatan dan penahanan aparat. Ketiga adalah merusak dan memusnahkan barang bukti dan keterangan serta identitas korban. Akibat tindakan penggelapan identitas dan barang bukti tersebut sulit untuk mengetahui keberadaan dan jumlah korban yang sebenarnya secarapasti.

Peristiwa Talang Sari tidak bisa dilihat sebagai kasus kejahatan biasa (ordinary crime), tapi merupakan kejahatan luar biasa yang termasuk dalam kategori pelanggaran berat hak asasi manusia (gross violation of human rights) sesuai UU 26 / 2000 tentang Pengadilan HAM. Temuan tentang adanya dugaan terjadinya pelanggaran HAM berat hanya dapat dilakukan oleh Komnas HAM pada fungsi Komnas sebagai lembaga penyelidik dengan membentuk KPP HAM. Kekerasan militer yang terjadi dalam peristiwa Talangsari merupakan tindakan eksesif yang dilakukan sebagai kelanjutan dari kebijakan-kebijakan pemerintahan Suharto. Kebijakan tersebut amat terlihat sebelum terjadinya penyerbuan aparat militer (ABRI) terhadap warga sipil di wilayah perkampungan Talangsari. Lebih jauh, peristiwa ini diikuti dengan pernyataan pembenaran, penangkapan, penyiksaan, penahanan dan pengadilan terhadap korban dan masyarakat yang dianggap terkait dengan kasus tersebut.
Tuntutan para Jaksa terhadap seluruh korban umumnya adalah tuduhan makar ingin mengganti Pancasila dengan Al-Quran dan Hadits dengan menggunakan UU No.11/PNPS/1963 (UU Subversiv) terhadap seluruh korban peristiwa Lampung yang berada di Lampung, Jakarta, Bandung, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat. Tuntutan ini, patut diduga berkaitan dengan pernyataan Menkopolkam Soedomo di

22

harian Pelita sepekan setelah peristiwa lampung terjadi 14 Februari 2001, bahwa Pelaku Kasus Lampung Subversif. Peristiwa Talang Sari terjadi akibat kecurigaan pemerintah terhadap Islam dan kritik keras serta penolakan masyarakat terhadap kebijakan soal asas tunggal Pancasila yang dihadapi oleh aparat dengan pembantaian.

Sepantasnya otak pembantaian ditangkap dan dijatuhi hukuman mati sesuai UU 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM dan KUHP tentang pembunuhan berencana, pemusnahan dan menghilangkan nyawa manusia dengan sengaja. Pengaruh sisa-sisa kekuasan orde baru masih sangat kuat hingga masa pemerintahan sekarang. Sehingga sangat sulit menjerat pelakunya, malahan aktor utamanya dipercayakan menjadi salah satu pejabat negara yaitu Letjend Hendropriyono, Kepala BIN beberapa tahun yang lalu, dan dengan kekuasaannya ia diduga merancang skenario pembunuhan aktivis HAM Munir yang berusaha mengungkap kebusukan militer masa pemerintahan rezim Soeharto termasuk kasus Talang Sari. Siapakah Munir? Dialah aktivis HAM yang tidak pernah takut dan gentar untuk membela yang benar, segudang informasi pelanggaran HAM ada di memori otaknya. Tidak peduli apapun pangkat dan jabatannya, yang salah harus bertanggungjawab. Kematiannya tidak menyurutkan semangat Munir-Munir yang lain untuk menyingkirkan kebusukan di muka bumi pertiwi ini. Tak jauh beda dengan Kasus Talang Sari, tragedi Tanjung Priok juga menyisakan duka yang sangat mendalam hingga sekarang, tidak hanya oleh keluarga para korban namun seluruh umat Islam yang ada di negara ini. Berbagai alasan atas nama UU dan Pancasila digelontorkan oleh para pelaku untuk melakukan pembantaian di Tanjung Priok. Sikap paranoid saja rezim Soeharto yang berlebihan telinganya. dan takut kehilangan bertindak, kekuasaannya mendoktrin antek-anteknya untuk menyingkirkan siapa yang coba-coba mengusik Jangankan bersuara sajapun akan dibasmi.

23

Tumbangnya Soeharto dari kursi kekuasaan pada bulan Mei l998 membuka peluang lebih lebar bagi perbaikan kondisi hak asasi manusia di Indonesia. Pemerintahan transisi di bawah kepemimpinan Presiden BJ. Habibie nampaknya menjanjikan bagi perbaikan kondisi hak asasi manusia. Langkah perbaikan itu antara lain, dimulai dengan pelepasan para tahanan politik, pembuatan Undang-undang Hak Asasi Manusia, reformasi UU Politik dan Pemilu, dan lain sebagainya. Pada masa ini para korban pelanggaran HAM Pemerintah Soeharto, termasuk para korban Priok menuntut keadilan. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) tak terelakkan wajib menanggapi secara positif tuntutan masyarakat. Dalam upaya untuk menegakkan keadilan bagi para korban Priok, dan tentunya bagi masyarakat Indonesia yang cinta keadilan. KOMNAS HAM membentuk Team Ad Hoc (atau lebih dikenal dengan KPP) penyelidik Pro Justisia kasus pelanggaran HAM di Tanjung Priok. Hasil penyelidikan KPP kasus Tanjung Priok ini menyimpulkan, bahwa pada peristiwa berdarah di Tanjung Priok pada tahun l984 itu memenuhi unsur-unsur tindak pidana pelanggaran HAM berat, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan. Hasil penyelidikan KOMNAS HAM tersebut kemudian diserahkan kepada Jaksa Agung untuk ditindak-lanjuti dengan penyidikan dan penuntutan. KPP kasus Tanjung Priok berhasil mengidentifikasi 33 (tiga puluh tiga) orang pejabat, termasuk militer yang diduga bertanggungjawab berkenaan dengan tragedi berdarah di Tanjung Priok. Di antara yang diduga bertanggungjawab itu adalah, Jenderal LB Moerdani, dan Jenderal Try Soetrisno. Hampir tiga tahun berkas hasil penyelidikan KOMNAS HAM itu ngendon di kantor Jaksa Agung. Dalam pada itu DPR sudah mengusulkan kepada Presiden untuk membentuk pengadilan ad hoc HAM kasus Tanjung Priok. Dalam kurun waktu hampir tiga tahun itu berbagai peristiwa terjadi. Jaksa Agung terus-menerus disorot dan di demo oleh para korban dan masyarakat luas untuk segera menyelesaikan tugas penyidikannya dan segera menyerahkan berkas 24

perkara ke pengadilan Ham Ad hoc. Di tengah tuntutan untuk menggelar pengadilan ham ad hoc itu terjadi Islah antara Jenderal Try Soetrisno dengan sebagian korban pelanggaran Ham Tanjung Priok. Jelas Islah tersebut merupakan sebuah tindakan di luar proses hukum. Karena itu tidak bisa dijadikan dasar untuk menunda apalagi meniadakan proses pengadilan Ham Ad Hoc Tanjung Priok. Akhirnya pihak Kejaksaan Agung harus memenuhi desakan dan tuntutan masyarakat, yaitu menggelar pengadilan Ham Ad Hoc Tanjung Priok. Dari 33 mantan aparat militer Orde Baru yang oleh KOMNASHAM diduga bertanggungjawab berkenaan dengan tragedi Tanjung Priok, hanya 14 ( empat belas ) orang oleh Jaksa Agung ditetapkan sebagai tersangka. Umumnya para tersangka itu adalah para pelaku di lapangan yang pada saat peristiwa itu terjadi masih berpangkat rendah atau perwira menengah. Jaksa Agung tidak memberikan penjelasan yang memadai mengapa pihaknya hanya menetapkan 14 tersangka dari 33 orang yang diduga KOMNAS HAM harus bertanggungjawab dalam peristiwa berdarah di Tanjung Priok. Berkenaan dengan itu pimpinan KOMNAS HAM melayangkan surat pada Jaksa Agung menanyakan apakah masih ada tersangka yang lain ? Jaksa Agung hanya menjawab tidak ada. Hal ini menunjukkan sikap tertutup dan tidak akuntabel Jaksa Agung terhadap masyarakat. Padahal dalam era reformasi negara hukum Indonesia Jaksa Agung sebagai institusi negara dituntut untuk bersikap transparan dan akuntabel kepada masyarakat (publik). Apa lagi tragedi Priok merupakan perhatian peristiwa dari kejahatan masyarakat kemanusiaan domestik yang memperoleh baik maupun

internasional. Karena itu sangat bisa difahami bila masyarakat luas, khususnya para korban Priok meragukan kredibilitas Jasksa Agung dalam menangani perkara ini. Bahkan terbentuk persepsi umum, bahwa dalam kasus Priok itu Jaksa Agung menjalankan kebijakan impunity, yang berarti berpihak pada kepentingan pelaku pelanggaran HAM.

25

Pengadilan Ham Ad Hoc Priok memeriksa dan mengadili para pelaku lapangan yang berpangkat rendah. Sementara mereka yang berpangkat tinggi dan diduga banyak mengetahui sisi kebijakan yang menimbulkan tragedi itu tetap tidak tersentuh. Dari sejak penyidikan dan penuntutan proses peradilan Priok berjalan tersendat-sendat, terutama karena kinerja Jaksa Agung. Ini tentu bukan semata-mata masalah tekhnis hukum. Tapi karena faktor politik, yaitu tidak adanya komitmen yang sungguh-sungguh dari Pemerintah, DPR sebagai komunitas perwakilan rakyat, dan tak sulit untuk dibantah tekanan tentara. Hal itu dapat menjelaskan mengapa jalannya pengadilan Ham Ad Hoc Priok masih jauh dari standar Internasional, yaitu imparsial, fair, obyektif, dan transparan, serta bebas dari pengaruh politik. Hingga sekarang kasus Tanjung Priok masih merupakan tragedi yang masih menyisakan misteri. Orang yang seharusnya bertanggungjawab masih saja menghirup udara bebas tanpa pernah berpikir bagaimana bau anyir darah manusia tak bersalah yang dibantai dengan kebijakannya. Harusnya TNI menempa prajurit-prajurit yang setia, pemberani dan berjiwa ksatria. Tapi kenapa yang keluar sosok Jenderal yang pengecut, berusaha bersembunyi dibalik kekuasaan adik juniornya yang menjadi pemimpin sekarang. Rasa kesetiakawanan untuk melindungi teman walaupun salah mungkin sudah di doktrin sejak awal di dalam tubuh TNI.

26

Bab iv Kesimpulan dan saran A.Kesimpulan


Negara Indonesia telah menjamin HAM di dalam UUD 1945 pasal 27, ini berarti setiap warga negara siapapun orangnya, berpangkat, berharta tidak ada bedanya di mata hukum. Setiap orang di dalam lingkup negara kesatuan Republik Indonesia berhak dilindungi, mendapat pengayoman, bersuara secara lisan dan tulisan karena memang menjadi hak dasar manusia itu sendiri, bagi siapa yang melanggar HAM harus ditindak karena negara ini juga mengatur perlindungan HAM. Tragedi Talang Sari dan Tanjung Priok merupakan contoh kasus pelanggaran HAM berat yang dilakukan aparat militer waktu itu dengan dalih ingin merubah dasar negara (subversif). Namun penanganannya masih saja mendapat halangan yang cukup berat sehingga menjadi misteri yang tak terungkap oleh hukum. Ini menandakan demokrasi di Indonesia masih belum berjalan maksimal walaupun dari segi hukum dalam kategori tertentu kita sudah selangkah lebih maju. Untuk itu, diperlukan sisa-sisa harus komitmen yang kuat antara di masyarakat, Pemerintah sebagai eksekutif dan lembaga terkait untuk kembali Indonesia. membersihkan Yang yang mengotori demokrasi tanpa bersalah bertanggungjawab harus

memandang kawan atau saudara sendiri. Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut hak asasi manusia yang melekat pada manusia secara kodrati sebagai anugerah tuhan yang maha esa. Hakhak ini tidak dapat diingkari. Pengingkaran terhadap hak tersebut berarti mengingkari martabat kemanusiaan. Oleh karena itu, negara, pemerintah, atau organisasi apapun mengemban kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak asasi manusia pada setiap manusia tanpa 27

kecuali. Ini berarti bahwa hak asasi manusia harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara sebagimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang berbasis hak asasi manusia.

B.Saran
Pemilu sebagai simbol demokrasi di Indonesia telah dilaksanakan. Rakyat yang menentukan sendiri wakilnya untuk ikut bersuara mengatur negara ini. Mudah-mudahan para caleg yang terpilih adalah benar-benar manusia terpilih yang berjuang demi rakyat, untuk rakyat dan atas nama rakyat. Selayaknya para manusia terpilih ini nantinya ikut bersama-sama menegakkan perjuangan rakyat demi supremasi hukum yang seadil-adilnya. Di masa Pemerintahan ini dan akan datang, penulis berharap Pemerintah tidak hanya fokus menegakkan hukum bagi para koruptor tapi juga harus menaruh perhatian yang penuh bagi para pelanggar HAM tanpa memandang bulu, walaupun teman dekat atau Calon Presiden sekalipun.

28

Daaftar pustaka
-http://www.hukumonline.com

Http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50743a66d6bcd/ tak-pernah terselesaikan--pelanggaranham-terus-berulang

- nasional.kompas.com/.../Sejumlah.Kasus.Pelanggaran ham 24 Sep 2012

- id.wikipedia.org/wiki/Kategori:Pelanggaran_HAM

- www.hukumonline.com/.../pelanggaran-ham-tanjung priok

- ml.scribd.com School Work Homework

- sherlynurman.wordpress.com/.../artikelpelanggaran HAM

29

Anda mungkin juga menyukai