Anda di halaman 1dari 22

PENGARUH PENDIDIKAN GURU TERHADAP PROFESIONALISME DALAM MENGAJAR DI SEKOLAH DASAR SE-GUGUS 21 KECAMATAN MANDALAJATI KOTA BANDUNG TAHUN

AJARAN 2012-2013

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Penelitian Pendidikan (GD401) Dosen Dr. H. Y. Suyitno, M.Pd. (0465) Ira Rengganis, M.Sn. (2616)

Disusun oleh : Nama NIM Kelas : ULFAH : 1003269 : 3 Matematika

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PEDAGOGIK FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013

A. Judul Penelitian Pengaruh Pendidikan Guru terhadap Profesionalisme dalam Mengajar di Sekolah Dasar se-Gugus 21 Kecamatan Mandalajati Kota Bandung Tahun Ajaran 2012-2013.

B. Latar Belakang Masalah Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa tujuan nasional adalah untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, pendidikan merupakan faktor yang sangat menentukan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting. Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir semua negara menempatkan variabel pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Begitu juga Indonesia menempatkan pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Pendidikan yang bermutu pada dasarnya menghasilkan sumber daya manusia yang bermutu pula. Sumber daya manusia yang bermutu itu dipupuk sesuai dengan perkembangan potensi peserta didik semenjak pendidikan dasar, menengah, maupun tinggi. Mereka yang mendapatkan layanan pendidikan itu kemudian menjadi manusia dewasa yang memiliki indikator kualifikasi ahli, terampil, kreatif, inovatif, serta memiliki sifat dan perilaku yang positif. Salah satu komponen penting dalam pendidikan adalah guru. Guru dalam konteks pendidikan mempunyai peranan yang besar dan strategis. Hal ini yang disebabkan gurulah yang berada dalam barisan terdepan pelaksanaan pendidikan. Guru berhadapan langsung dengan para peserta didik di kelas melalui proses

belajar mengajar. Di tangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian), kematangan emosional, dan moral serta spiritual. Dengan demikian, akan dihasilkan generasi masa depan yang siap hidup dengan tantangan zamannya. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya. Guru mempunyai tugas dan misi yang berat, namun mulia dalam mengantarkan tunas-tunas bangsa ke puncak cita-cita. Oleh karena itu, sudah selayaknya guru mempunyai berbagai kompetensi yang berkaitan dengan tugas dan tanggung jawabnya. Dengan kompetensi tersebut, maka akan menjadi guru yang profesional, baik secara akademis maupun nonakademis. Apalagi dalam perubahan kurikulum yang menekankan kompetensi, guru memegang peranan penting terhadap implementasi KTSP, karena gurulah yang pada akhirnya akan melaksanakan kurikulum di dalam kelas. Guru adalah kurikulum berjalan. Menurut mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Fuad Hasan, sebaik apapun kurikulum dan sistem pendidikan yang ada, tanpa didukung oleh mutu guru yang memenuhi syarat, maka semuanya akan sia-sia (Kompas, 15 April 2004). Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia tidak cukup dengan pembenahan di bidang kurikulum saja, tetapi harus juga diikuti dengan peningkatan mutu guru di jenjang tingkat dasar dan menengah. Tanpa upaya meningkatkan mutu guru, semangat tersebut tidak akan mencapai harapan yang diinginkan. Kualitas pendidikan Indonesia dianggap oleh banyak kalangan masih rendah. Saat ini banyak terdapat guru-guru yang mengajar bukan dari lulusan kependidikan. Guru-guru tersebut banyak yang tidak profesional. Berbeda dengan lulusan kependidikan, ketika kuliah mereka belajar tentang pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan profesionalisme. Mata kuliah inilah yang mampu meningkatkan kualitas guru. Jelas berbeda dengan sarjana nonkependidikan yang tidak belajar tentang hal-hal tersebut, sehingga ketika mengajar guru menjadi tidak profesional.

Dalam banyak kasus di lapangan, banyak sekali ditemukan guru yang salah kamar (missmatch), banyak guru di suatu sekolah memegang suatu mata pelajaran yang bukan vaks-nya, yakni seorang guru non-keguruan yang minus metodologi pembelajaran. Berpijak pada uraian latar belakang masalah diatas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih luas permasalahan, yaitu dengan penelitian yang berjudul Pengaruh Pendidikan Guru terhadap Profesionalisme dalam Mengajar di Sekolah Dasar se-Gugus 21 Kecamatan Mandalajati Kota Bandung Tahun Ajaran 20122013.

C. Batasan Masalah Uraian latar belakang masalah yang telah diungkapkan sebelumnya secara aktual membatasi penelitian ini pada pengaruh pendidikan guru, seperti perbedaan guru yang lulusan sarjana kependidikan dengan non kependidikan dan guru-guru yang belum sarjana atau hanya lulus SMA/D1, D2, atau D3. Disini akan terlihat apakah pendidikan akan berpengaruh atau tidak. Selain itu, aspek profesionalismenya dilihat dari cara mengajar guru. Selanjutnya batasan masalah ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan, Bagaimana pengaruh pendidikan guru terhadap profesionalisme dalam mengajar di Sekolah Dasar se-Gugus 21 Kecamatan Mandalajati Kota Bandung Tahun Ajaran 2012-2013?

D. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas, secara umum permasalahan yang akan diteliti adalah Bagaimana pengaruh pendidikan guru terhadap profesionalisme dalam mengajar di Sekolah Dasar seGugus 21 Kecamatan Mandalajati Kota Bandung Tahun Ajaran 2012-2013? Masalah tersebut dijabarkan kedalam rumusan masalah yang lebih khusus yaitu berupa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana cara mengajar guru yang non sarjana di kelas? 2. Bagaimana cara mengajar guru yang lulusan non kependidikan di kelas?

3. Bagaimana cara mengajar guru yang lulusan kependidikan di kelas? 4. Bagaimana pengaruh pendidikan guru terhadap profesionalisme dalam mengajar di kelas?

E. Tujuan Penelitian Sejalan dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1. Cara mengajar guru non sarjana di kelas. 2. Cara mengajar guru yang lulusan non kependidikan di kelas. 3. Cara mengajar guru yang lulusan kependidikan di kelas. 4. Terdapat pengaruh atau tidak pendidikan guru terhadap profesionalisme dalam mengajar di kelas.

F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: Bagi guru : a. Memberikan informasi bahwa profesionalisme guru merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan. b. Memberi wacana baru untuk terus meningkatkan profesionalisme guru dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan. c. Memberikan informasi bahwa guru yang berpendidikan sangat diperlukan untuk pendidikan Indonesia yang lebih baik. Bagi sekolah : a. Sebagai informasi untuk memotivasi tenaga kependidikan agar lebih meningkatkan profesionalismenya. b. Sebagai informasi untuk menjadikan profesionalisme sebagai aspek yang sangat diperlukan untuk menjadi guru di sekolah tersebut.

c. Sebagai informasi untuk meningkatkan kualitas profesionalisme di sekolah sebagai upaya meningkatkan mutu pendidikan.

G. Kajian Teori 1. Pengertian Profesionalisme Guru Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan dan sebagainya) tertentu. Profesional adalah (1) bersangkutan dengan profesi; (2) memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya; dan (3) mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya. Jadi, dalam pekerjaan profesional digunakan teknik dan prosedur intelektual yang harus dipelajari secara sengaja sehingga dapat diterapkan untuk kemaslahatan orang lain. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif (Webstar, 1989). Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen). Oxford Dictonary menjelaskan profesional adalah orang yang melakukan sesuatu dengan memperoleh pembayaran, sedangkan yang lain tanpa pembayaran. Artinya profesionalisme adalah suatu terminologi yang menjelaskan bahwa setiap pekerjaan hendaklah dikerjakan oleh seorang yang mempunyai keahlian dalam bidangnya atau profesinya. Seseorang akan menjadi profesional bila ia memiliki pengethuan dan keterampilan bekerja dalam bidangnya. Hakekat profesi memiliki fungsi yang penting dalam kehidupan dan perkembangan masyarakat. Setiap profesi mengklaim bahwa ia memiliki ilmudan kemampuan yang mumpuni yang sangat berperan bagi perkembangan masyarakat. Kecakapan atau keahlian

seorang profesional bukan sekadar hasil pembiasaan atau latihan rutin yang terkondisi. Tetapi perlu didasari wawasan yang mantap, memiliki wawasan yang luas, bermotivasi dan berusaha untuk berkarya. Kata profesional menunjukkan kepada seseorang yang memenuhi persyaratan untuk memangku jabatan profesi dan atas dasar itu ia memperoleh imbalan atau bayaran atas kinerja pelaksanaan tugas-tugas jabatannya itu. Ia juga dipandang sebagai pakar (expert) karena telah menguasai suatu cabang bidang keilmuan dan perangkat kemahiran praksis tertentu. Bagi guru yang telah memadai persyaratan dan melaksanakan tugas jabatan profesi serta memperoleh imbalan yang layak atas pelaksanaan tugas jabatannya maka dapat diakui sebagai guru yang profesional. Profesionalisasi menunjukkan kepada suatu proses usaha, baik yang dilakukan seseorang secara individual maupun sekelompok orang, untuk menuju dan mencapai tingkat kualifikasi dan atau sertifikasi dalam bidang keprofesian tertentu. Berbagai jalan menuju pencapaian profesi itu dapat ditempuh melalui pendidikan formal atau nonformal, berperan serta dalam kegiatan organisasi asosiasi profesi, dan atau secara mendiri mengembangkan kemampuan profesionalnya sebagaimana yang tengah ditempuh guru-guru di Indonesia. Profesionalitas menunjukkan ukuran standar mutu kinerja yang telah dicapai seorang profesional. Dengan kata lain, seberapa jauh tingkat kinerja yang dipersyaratkan profesi seseorang telah terpenuhi dengan memperoleh pengakuan, kepercayaan, dan penghargaan sebagaimana layaknya. Dalam jabatan profesi guru dapat dilihat dan ditunjukkan dengan jabatan fungsional yang diraihnya. Maka, profesionalisme dapat dimaknai sebagai paham atau pandangan yang mengandung pengakuan, penghayatan atau penyikapan, penghargaan dan pencitraan serta komitmen bahwa suatu bidang pekerjaan tertentu termasuk kependidikan atau kegurun itu layak disebut sebagai suatu profesi. Dengan demikian, profesionalisme guru merupakan paham yang memandang bahwa pekerjaan guru itu harus menempuh proses profesionalisasi agar ia memperoleh status sebagai profesional, yang kinerjanya dapat memadai standar mutu

profesionalitas dengan memperoleh kepercayaan, pengakuan, dan penghargaan yang layak dari para pihak yang berkepentingan. Sesungguhnya kebijakan pemerintah yang bertalian dengan

profesionalisme guru telah diamanatkan dan digariskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 39 ayat 2), Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Pasal 1-44), dan Peraturan Pemerintah RI No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Pasal 28-41). Esesnsi kebijakan itu bertujuan meningkatkan kualitas kinerja tata pamong penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, yang menyangkut kepentingan sebagian besar hak dan hajat hidup warga masyarakat. Kebijakan itu juga dimaksudkan untuk meletakkan landasan yang kokoh bagi jenjang pendidikan selanjutnya, dengan jalan di satu sisi menetapkan persyaratan dan prinsip dasar kompetensi profesional yang harus dimiliki oleh para guru untuk diizinkan menyelenggarakan pelayanan keahlian di lapangan, dan di sisi lain menyediakan imbalan yang layak kepada para guru. Dengan demikian, diharapkan jabatan guru itu menjadi lebih menarik bagi putera-puteri bangsa terbaik, disamping lebih membetahkan mereka yang tengah mengabdikan dirinya sebagai guru dan tidak menjadikan pendidikan hanya sebagai teminal atau batu loncatan ke bidang lain yang dipandang lebih menjanjikan bagi kehidupannya. Menurut Surya (2005), guru yang profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan keahlian baik dalam materi maupun metode. Selain itu, juga ditunjukkan melalui tanggung jawabnya dalam melaksanakan seluruh pengabdiannya. Guru yang profesional hendaknya mampu memikul dan melaksanakan tanggung jawab sebagai guru kepada peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara, dan agamanya. Guru profesional mempunyai tanggung jawab pribadi, sosial, intelektual, moral, dan spiritual. Tanggung jawab pribadi yang mandiri yang mampu memahami dirinya, mengelola dirinya, mengendalikan dirinya, dan menghargai serta

mengembangkan dirinya. Tanggung jawab sosial diwujudkan melalui kompetensi guru dalam memahami dirinya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari

lingkungan sosial serta memiliki kemampuan interaktif yang efektif. Tanggung jawab intelektual diwujudkan melalui penguasaan berbagai perangkat

pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk menunjang tugas-tugasnya. Tanggung jawab spiritual dan moral diwujudkan melalui penampilan guru sebagai makhluk beragama yang perilakunya senantiasa tidak menyimpang dari normanorma agama dan moral. Berikut beberapa ciri guru yang profesional yang mungkin dapat jadi patokan bagi para guru untuk mengembangkan diri sehingga benar-benar profesional. Selalu mempunyai energi untuk siswanya Seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di setiap percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya kemampuan mendengar dengan seksama. Mempunyai tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran Seorang guru yang baik menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi tujuan tertentu dalam setiap kelas. Mempunyai keterampilan mendisiplinkan yang efektif Seorang guru yang baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga bisa mempromosikan perubahan perilaku positif di dalam kelas. Mempunyai keterampilan manajemen kelas yang baik Seorang guru yang baik memiliki keterampilan manajemen kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang baik. Saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif, guru membiasakan menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen di dalam kelas. Dapat berkomunikasi baik dengan orang tua Seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan orang tua dan membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya.

Mempunyai harapan yang tinggi pada siswanya Seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi pada siswa dan mendorong semua siswa di kelasnya untuk selalu bekerja dan mengerahkan potensi terbaik mereka.

Pengetahuan tentang kurikulum Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan mendalam tentang kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya. Mereka dengan sekuat tenaga memastikan pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu.

Pengetahuan tentang subjek yang diajarkan Hal ini mungkin sudah jelas, tetapi kadang-kadang diabaikan. Seorang guru yang baik memiliki pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan. Mereka siap untuk menjawab pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para siswa, bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang kolaboratif.

Selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anak Seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja dengan anak-anak. Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan mereka dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan siswanya, sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa.

Mempunyai hubungan yang berkualitas dengan siswa Seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.

2. Tugas dan Tanggung Jawab Guru Guru sebagai pekerjaan profesi, secara holistik adalah berada pada tingkatan tertinggi dalam sistem pendidikan nasional. Karena guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya memiliki otonomi yang kuat. Adapun tugas guru sangat banyak, baik yang terkait dengan kedinasan dan profesinya di sekolah. Seperti mengajar dan membimbing para muridnya, memberikan penilaian hasil belajar peserta didiknya, mempersiapkan administrasi

pembelajaran yang diperlukan, dan kegiatan lain yang berkaitan dengan pembelajaran. Di samping itu, guru haruslah senantiasa berupaya meningkatkan dan mengembangkan ilmu yang menjadi bidang studinya agar tidak ketinggalan zaman, ataupun di luar kedinasan yang terkait dengan tugas kemanusiaan dan kemasyarakatan secara umum di luar sekolah. Dalam melaksanakan perannya sebagai pengajar, hal-hal yang harus dilakukan guru adalah: pertama, mampu menyusun program pengajaran selama kurun waktu tertentu secara berkelanjutan. Kedua, membuat persiapan mengajar dan rencana kegiatan belajar mengajar untuk tiap bahan kajian yang akan diajarkan berkaitan dengan penggunaan metode tertentu. Ketiga, menyiapkan alat peraga yang dapat membantu terlaksananya kegiatan belajar mengajar yang efektif. Keempat, merencanakan dan menyiapkan alat evaluasi belajar dengan tepat. Kelima, menyiapkan hal-hal yang berkaitan dengan pelajaran yang merupakan program sekolah. Misalnya, program pengajaran perbaikan dan pengajaran pengayaan serta ekstrakurikuler. Keenam, mengatur ruangan kelas yang kondusif bagi proses belajar mengajar. Ketujuh, mengatur tempat duduk siswa sesuai dengan kemampuan dan kondisi fisik serta daya tangkap siswa terhadap pelajaran. Dalam menjalankan tugasnya seorang guru setidaknya harus memiliki kemampuan dan sikap sebagai berikut: pertama, menguasai kurikulum. Guru harus tahu batas-batas materi yang harus disajikan dalam kegiatan belajar mengajar, baik keluasan materi, konsep, maupun tingkat kesulitannya sesuai dengan yang digariskan dalam kurikulum. Kedua, menguasai substansi materi yang diajarkannya. Guru tidak hanya dituntut untuk menyelesaikan bahan pelajaran yang telah ditetapkan, tetapi guru juga harus menguasai dan menghayati secara mendalam semua materi yang akan diajarkan. Ketiga, menguasai metode dan evaluasi belajar. Keempat, tanggung jawab terhadap tugas. Kelima, disiplin dalam arti luas. Kemampuan dan keterampilan mengajar merupakan suatu hal yang dapat dipelajari serta diterapkan atau dipraktikkan oleh setiap guru. Mutu pengajaran akan meningkat apabila seorang guru dapat mempergunakannya secara tepat.

10

Guru yang bermutu atau berkualitas ada lima komponen, yakni: pertama, bekerja dengan siswa secara individual. Kedua, persiapan dan perencanaan mengajar. Ketiga, pendayagunaan alat pelajaran. Keempat, melibatkan siswa dalam berbagai pengalaman. Kelima, kepemimpinan aktif dari guru (Piet A. Sahertian dan Ida Alaida Sahertian, 1990). Kemampuan pribadi guru dalam proses belajar mengajar meliputi: (1) kemantapan dan integritas pribadi, yaitu dapat bekerja teratur, konsisten, dan kreatif; (2) peka terhadap perubahan dan pembaharuan; (3) berpikir alternatif; (4) adil, jujur, dan kreatif; (5) berdisiplin dalam melaksanakan tugas; (6) ulet dan tekun bekerja; (7) berusaha memperoleh hasil kerja yang sebaikbaiknya; (8) simpatik dan menarik, luwes, bijaksana dan sederhana dalam bertindak; (9) bersifat terbuka; (10) berwibawa. Sementara itu, Departemen Pendidikan Amerika Serikat menggambarkan bahwa guru yang baik adalah dengan ciri-ciri sebagai berikut. 1. Guru yang baik adalah guru yang waspada secara profesiobal. Ia terus berusaha untuk menjadikan masyarakat sekolah menjadi tempat yang paling baik bagi anak-anak muda. 2. Mereka yakin akan nilai atau manfaat pekerjaannya. Mereka terus berusaha memperbaiki dan meningkatkan mutu pekerjaannya. 3. Mereka tidak lekas tersinggung oleh larangan-larangan dalam hubungannya dengan kebebasan pribadi yang dikemukakan oleh beberapa orang untuk menggambarkan profesi keguruan. Mereka secara psikologis lebih matang sehingga rangsangan-rangsangan terhadap dirinya dapat ditaksir. 4. Mereka memiliki seni dalam hubungan manusiawi yang diperolehnya dari pengamatannya tentang bekerjanya psikologi, biologi, dan antropologi kultural di dalam kelas 5. Mereka berkeinginan untuk terus tumbuh. Mereka sadar bahwa dibawah pengaruhnya, sumber-sumber manusia dapat berubah nasibnya (Hamalik, 2002). Seorang pendidik berkewajiban membimbing, mengarahkan,

mengantarkan, dan mengembangkan potensi anak didik seoptimal mungkin. Tentu saja, pekerjaan ini tidaklah mudah bagi seorang pendidik, sebab ia harus mampu

11

menggali atau mengungkap potensi peserta didik yang masih tersembunyi (hidden talent) menjadi potensi yang tumbuh dan berkembang ke permukaan. Sebuah layanan yang bukan saja membutuhkan waktu, akan tetapi membutuhkan pula proses layanan pendidikan yang tepat dan benar. Dengan dasar di atas, seorang pendidik perlu pandangan yang luas, sehingga memiliki pemahaman yang mendalam terkait dengan beragam konsep pendidikan. Peristiwa memilah, memilih, dan menerapkan beragam teori pendidikan menjadi bagian yang kerap dilakukan oleh seorang pendidik. Selain itu, mengkaji dan menentukan keberpihakan pada beragam aliran dari beberapa tokoh pendahulu juga merupakan bagian yang senantiasa dilakukan oleh seorang pendidik yang berkeinginan memberikan layanan yang terbaik bagi peserta didiknya.

3. Standar Profesional Guru di Indonesia Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, standar berarti sesuatu yang dipakai sebagai contoh atau dasar yang sah bagi ukuran, takaran, dan timbangan. Standar juga dapat dipahami sebagai kriteria minimal yang harus dipenuhi. Jadi, standar profesional guru mempunyai kriteria minimal berpendidikan sarjana atau diploma empat serta dilengkapi dengan sertifikasi profesi. Dalam kasus dunia pendidikan di Indonesia, seringkali standar bagi pemula atau guru baru belum dapat dipenuhi. Namun setelah mereka aktif sebagai guru, kemudian ada langkah-langkah memenuhi standar tersebut. Misalnya para guru yang understandard tadi melakukan upaya secara sungguh-sungguh untuk meningkatkan kualitas diri, baik dengan cara melanjutkan studi atau kegiatan lain yang semisal. Untuk dapat melaksanakan tugasnya sebagai guru yang baik, pemerintah Indonesia bersama berbagai lembaga terkait telah merumuskan dan menyusun butir penting yang harus dipenuhi oleh para guru. Namun, mengingat tingkatan guru juga beberapa jenjang, yakni tingkat pra-sekolah, taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah umum atau kejuruan, dan selanjutnya, maka persoalan ini menjadi kompleks.

12

Guru yang memenuhi standar adalah guru yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan dan memahami benar apa yang harus dilakukan, baik ketika di dalam maupun di luar kelas. Di samping tugas mengajar sebagai tugas pokok seorang guru, ada juga beberapa persoalan atau tugas prinsip yang semua guru harus mengetahui dan menguasainya sebagai bagian dari tugas seorang guru yang profesional. Yakni tugas administrasi kurikulum dan pengembangannya, pengelolaan peserta didik, personel, prasarana dan sarana, keuangan, layanan khusus, dan hubungan sekolah-masyarakat. Memang dilihat dari segi

pembebanan, jelas persoalan di atas merupakan yang dapat memberatkan tugas guru karena tidak terkait langsung dengan tugas mengajarnya. Akan tetapi, jika dicermati ternyata tugas-tugas tersebut ada kaitannya dengan ketertiban, kerapihan tugas guru, dan profesionalisme guru. Umumnya, kata pendidik seringkali diwakiili oleh istilah guru. Guru, sebagaimana diurai Hadari Nawawi (1989), adalah orang yang pekerjaannya mengajar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di dalam kelas. Secara lebih khusus, guru berarti orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggungjawab dalam membantu anak didik mencapai kedewasaan masing-masing. Guru dalam pengetian tersebut, bukan hanya sekadar orang yang berdiri di depan kelas untuk menyampaikan materi pengetahuan (mata pelajaran) tertentu, akan tetapi guru adalah anggota masyarakat yang harus ikut dan berjiwa bebas serta kreatif dalam mengarahkan perkembangan anak didiknya untuk menjadi anggota masyarakat sebagai orang dewasa. Kualitas pendidikan Indonesia dianggap oleh banyak kalangan masih rendah. Karena saat ini banyak terdapat guru-guru yang mengajar bukan dari lulusan kependidikan. Guru-guru tersebut banyak yang tidak profesional. Berbeda dengan lulusan kependidikan, ketika kuliah mereka belajar tentang pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan profesionalisme. Mata kuliah inilah yang mampu meningkatkan kualitas guru. Jelas berbeda dengan sarjana nonkependidikan yang tidak belajar tentang hal-hal tersebut, sehingga ketika mengajar guru menjadi tidak profesional. Berikut ini akan dipaparkan tabel mengenai jumlah guru di Indonesia menurut ijazah tertinggi.

13

Guru Menurut Ijazah Tertinggi Tahun 2002/2003 (dalam %) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Jenjang TK SLB SD SMP SMA SMK PT Jumlah Guru 137.069 8.304 1.234.927 466.748 230.114 147.559 236.286 SMA/D1 90,57 47,58 49,33 11,23 1,10 3,54 D2 5,55 40,14 21,33 1,89 1,79 D3 5,62 2,17 25,10 23,92 30,18 S1 3,88 46,35 8,30 42,03 72,75 64,16 56,54 S2/S3 0,45 0,05 0,31 0,33 0,33 43,46

Sumber: Balitbang Depdiknas Seperti yang terlihat di tabel diatas, saat ini profesi guru SD hampir 50% persen diisi oleh guru yang hanya lulusan SMA atau D1, sedangkan 40,14% diisi oleh guru lulusan D2, 2,17% oleh D3, dan hanya 8,30% diisi oleh guru lulusan S1 atau sarjana. Sedangkan untuk lulusan S2/S3 hanya 0,05%. Hal ini tentu sangat memperihatinkan, mengingat profesionalisme guru sangat diperlukan. Salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru. Gurulah yang berada di garda terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Guru berhadapan langsung dengan para peserta didik di kelas melalui proses belajar mengajar. Di tangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian), kematangan emosional, dan moral serta spiritual. Dengan demikian, akan dihasilkan generasi masa depan yang siap hidup dengan tantangan zamannya. Oleh karena itu, diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya. Realitas menunjukkan bahwa mutu guru di Indonesia dinilai masih memperihatinkan. Input guru di Indonesia sangat rendah. Selain tabel yang diatas, Data Balitbang Depdiknas (1999) menunjukkan dari peserta tes calon guru PNS setelah dilakukan tes bidang studi ternyata rata-rata skor tes seleksinya sangat rendah. Dari 6.164 calon guru Biologi ketika dites Biologi rata-rata skornya hanya 44,96; dari 396 calon guru Kimia ketika dites Kimia rata-rata

14

skornya hanya 43,55; dari 7.558 calon guru Bahasa Inggris rata-rata skornya hanya 37,57; dari 7.863 calon guru Matematika ketika dites Matematika rata-rata skornya hanya 27,67; dan dari 1.164 calon guru Fisika ketika dites Fisika ratarata skornya hanya 27,35. Data Balitbang Depdiknas tahun 2001 juga menunjukkan guru SD (negeri dan swasta) yang dinilai layak mengajar hanya 38% dari 1.141.168 guru se-Indonesia. Begitu pula untuk jenjang menengah, julmah guru yang dinilai layak mengajar masih dibawah 70% (Kompas, 25 Januari 2004). Profesi guru masih dihadapkan kepada banyak permasalahan, karena profesi guru merupakan suatu profesi yang sedang tumbuh. Semua

permasalahannya masih relevan untuk dibicarakan, salah satu diantaranya profesi harus melalui pendidikan tinggi keguruan. Hal ini sejalan dengan UU No. 14 Tahun 2005 Pasal 8 menyatakan guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kemudian Pasal 9 menyatakan kualifikasi akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana atau program diploma empat. Penegasan dari UU ini menyatakan secara jelas bahwa kualifikasi guru setidak-tidaknya berpendidikan sarjana atau program diploma empat. Menurut Undang-Undang Guru dan Dosen Tahun 2005 ini juga menggariskan prinsip profesional dengan memberikan batasan pekerjaan guru sebagai profesi yang memerlukan keahlian, kearifan, dan keteladanan yang mempunyai kekhususan dalam pengembangan kemampuan dan pembentukan watak peserta didik serta pembangunan peradaban bangsa yang bermartabat dan melalui waktu yang panjang. Disebutkan secara eksplisit dalam UU ini bahwa guru yang profesional harus memenuhi syarat, yakni: a. Memiliki latar belakang pendidikan dan pelatihan sesuai dengan bidang profesinya. b. Memperoleh kehormatan dan penghargaan dari masyarakat atas jasa pengabdian pada bidang profesinya.

15

c. Menjadi anggota organisasi profesi yang memperoleh pengakuan secara nasional maupun internasional. d. Melaksanakan tugas berdasarkan kode etik profesi guru. e. Memperoleh penghasilan layak yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi dan mencerminkan martabat guru yang profesional, termasuk kesejahteraan, jaminan sosial, dan perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya. Selain itu, Undang-Undang juga menegaskan bahwa pemberdayaan profesi guru hendaknya diselenggarakan secara demokratis, berkeadilan, dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, kemajemukan bangsa, dan nilai profesionalisme.

4. Kompetensi Guru Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV Pasal 10 dan dijelaskan pula dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada Bab VI Pasal 28 Ayat (3), ada empat kompetensi guru yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman terhadap peserta didik dan pengelolaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian merupakan kemampuan personal yang

mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi profesional berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di

16

sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta secara terus menerus menambah wawasan keilmuan sebagai guru. Selanjutnya adalah kompetensi sosial yakni berkenaan dengan

kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

H. Definisi Operasional Agar tidak terjadi salah penafsiran terhadap masalah yang diteliti, maka ada beberapa istilah yang perlu didefinisikan yaitu sebagai berikut. 1. Pengaruh adalah daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (orang atau benda). 2. Profesionalisme guru adalah paham yang memandang bahwa pekerjaan guru itu harus menempuh proses profesionalisasi agar ia memperoleh status sebagai profesional, yang kinerjanya dapat memadai standar mutu profesionalitas dengan memperoleh kepercayaan, pengakuan, dan

penghargaan yang layak dari para pihak yang berkepentingan. 3. Mengajar adalah menyajikan bahan ajar tertentu berupa seperangkat pengetahuan, nilai, dan/atau deskripsi keterampilan kepada seseorang atau sekumpulan orang dengan maksud agar pengetahuan yang diperlukannya sekarang atau untuk pekerjaan yang akan dijalaninya tumbuh, sehingga ia dapat mengembangkan atau meningkatkan intelegensinya secara intelektual.

I. Metodologi Penelitian 1. Metode dan Pendekatan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif karena metode ini menitikberatkan pada proses penyusunan dan pengumpulan data, analisis, dan interpretasi data, serta memusatkan diri pada pemecahan masalah yang sedang berlangsung saat ini. Menurut Surakhmad (2002 : 140),

17

Metode deskriptif adalah metode yang mempunyai ciri memusatkan diri pada pemecahan masalah-masalah yang ada pada masa sekarang, pada masalahmasalah yang aktual. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan kemudian dianalisis. Dari segi pendekatan analisis dan pengumpulan data digunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan karena ada proses pengumpulan data menggunakan teknik wawancara dan studi dokumentasi yang analisis datanya juga menggunakan analisis data kualitatif.

2. Instrumen Penelitian a. Instrumen Pengumpulan Data Angket Angket adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respons (responden) sesuai dengan permintaan pengguna. Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini yaitu angket tertutup. Wawancara Wawancara merupakan bentuk komunikasi verbal antara peneliti dengan guru bidang studi, semacam percakapan untuk memperoleh informasi. Pada penelitian ini dilakukan secara bebas tanpa terikat oleh pertanyaan tertulis agar dapat berlangsung luwes dengan arah yang terbuka. Pengamatan (Observasi) Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan. Pengamatan yang dilakukan yaitu pengamatan ketika guru mengajar. Dokumentasi Dokumentasi bertujuan untuk memperoleh data langsung dari tempat penelitian. Dokumentasi dalam penelitian ini meliputi fotofoto, video guru mengajar, dan data-data yang relevan lainnya.

18

3. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah guru Sekolah Dasar se-Gugus 21 Kecamatan Mandalajati Kota Bandung. Sampelnya adalah guru Sekolah Dasar Komplek Jatihandap, Cicabe, dan Cikadut. Teknik sampling yang digunakan yaitu teknik non-probability sampling yaitu teknik sampling yang tidak memberikan kesempatan (peluang) pada setiap anggota populasi untuk dijadikan anggota sampel. Kemudian digunakan teknik sampling sistematis. Peneliti menginginkan jumlah sampel sebanyak 15 guru dari jumlah populasi sebanyak 90 guru.

4. Analisis Data Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif merupakan pengolahan data yang dilakukan melalui penggunaan kata-kata atau kalimat. Kegiatan utama dalam pengolahan data kualitatif yaitu reduksi data, data yang terkumpul melalui berbagai teknik pengumpulan data (kualitatif) diseleksi, dirangkum, dan diikhtisarkan sesuai dengan fokus penelitian. Pendekatan kualitatif digunakan karena analisis ini bertalian dengan uraian deskriptif mengenai profesionalisme guru dalam kegiatan belajar mengajar. Teknik tersebut mencakup kegiatan mengungkap kelebihan dan kelemahan kinerja guru dalam proses kegiatan belajar mengajar. Hasil analisis tersebut nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk pengumpulan data.

J. Sistematika Penulisan Hasil penelitian ini dilaporkan dalam wujud skripsi. Skripsi yang dimaksud disusun atas lima bab. Bab I Pendahuluhan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Bab II Kajian Teoritik yang meliputi

19

konsep pendidikan guru, profesionalisme guru, cara mengajar dan beberapa penelitian terdahulu. Bab III Metode Penelitian mencakup definisi operasional variabel, populasi dan sampel penelitian, persiapan pelaksanaan dan analisis data penelitian. Sedangkab Bab IV tentang hasil dan pembahasan penelitian mencakup deskripsi dan uraian bahasan hasil penelitian. Bab V Penutup meliputi kesimpulan dan rekomendasi.

K. Jadwal Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan, dimulai dari Bulan Januari 2013 sampai bulan April 2013. Bulan Januari Februari Maret April

No. 1. 2.

Kegiatan Perencanaan Pelaksanaan a. Pengumpulan Data b. Analisis Data

3.

Penyusunan

L. Daftar Pustaka Barizi, Ahmad & Muhammad Idris. 2009. Menjadi Guru Unggul. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Barnawi & Mohammad Arifin. 2012. Etika dan Profesi Kependidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Chaedar, A. Alwasilah, dkk. 2008. Pendidikan di Indonesia Masalah dan Solusi. Jakarta: Kedeputian Bidang Koordinasi Pendidikan, Agama, dan Aparatur Negara. Kusnandar. 2007. Guru Profesional. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Riduwan. 2011. Belajar Mudah Penelitian. Bandung: Alfabeta.

20

Sagala, Syaiful. 2008. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta. Sukardjo & Ukim Komarudin. 2012. Landasan Pendidikan Konsep dan Aplikasinya. Jakarta: Rajawali Pers. Tilaar, H.A.R. 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sampurno, Agus. 2009. Sepuluh Ciri Guru Profesional. [Online]. Tersedia: http://gurukreatif.wordpress.com/2009/11/06/10-ciri-guru-profesional/ (6 Januari 2012)

21

Anda mungkin juga menyukai