Anda di halaman 1dari 37

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Lingkungan atmosfer tediri dari campuran gas yang meliputi kira-kira 1016 km dari permukaan bumi. Tetdiri dari oksigen (21%), nitrogen (7k%), karbon dioksida (sekitar 0,03%), argon (kurang dari 1%) dan gas runutan lainya serta uap air yang jumlahnya beragam. Komposisi ini telah terbentuk secara perlahan-lahan sejak awal kehidupan bumi, sebelum jumlah karbon dioksida jauh melebihi kandungan oksigen. Sejalan dengan evolusi tanaman hijau, karbon dioksida diubah melalui fotosintesis menjadi oksigen atmmosfer dan karbon disimpan dilapisan sedimen. Suatu campuran heterogen dari zat yang bahaya, seperti debu, garam, dan berbagai gas, memasukin atmosfer dari sumber alamnya dan antropogenik. Tambahan antropogenik yang penting dihasilkan dari penggunaan bahan bakar dari fosil, khususnya dalam mesin pembakaran internal, pembangkit tenaga listrik, dan peleburan bijih-bijih mineral. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal. Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapat berasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebut merupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapat disebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia.

2.2. Perkembangan Pencemaran Udara Kasus pencemaran udara pertama kali ditemukan di Inggis dan dikenal dengan sebutan Smog. Pada sejarah ditemukannya pencemaran udara kala itu udara dipenuhi dengan asap dan kabut. Hal ini pertama kali diteliti dan dikemukakan oleh Dr. Henry Antoine Des Voeux pada tahun 1950 lalu dia memasukkan ke dalam karya ilmiahnya "Fog and Smoke". Dr Henry menyatakan bahwa sebenarnya tidak diperlukan pengetahuan ilmiah apapun untuk mendeteksi keberadaan sesuatu yang telah diproduksi di kota besar tetapi tidak ditemukan di perkampungan, yaitu "smoky fog" (kabut bersifat asap), atau disebut juga dengan smog (asap dan kabut). Kasus pertama ini dijadikan penelitian pertama oleh Dr. Henry dan dia menyatakan bahwa asap dan kabut yang tebal itu berasal dari hasil pembakaran bahan kimia yang dikatalisasi oleh kehadiran cahaya matahari. Asap dan kabut ini menurut penelitiannya mengandung:

hasil oksidasi nitrogen, misalnya nitrogen dioksida ozon troposferik VOC (Volatile Organic Compounds) Peroxy Acyl Nitrat (PAN) Volatile Organic Compounds (VOC) adalah hasil penguapan dari bahan

bakar minyak, cat, solven, pestisida dan bahan kimia lain. Sementara oksida nitrogen banyak dihasilkan oleh proses pembakaran dalam bahan bakar fosil seperti mesin mobil, pembangkit listrik, dan truk. Sejak ditemukannya teknologi beratus-ratus tahun lalu ditambah lagi di kota-kota besar terjadi pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang amat pesat, sehingga meningkatnya tempat-tempat pemukiman, transportasi, dan perindustrian dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia itu sendiri baik berupa sarana dan prasarana. Selain itu, kemajuan teknologi yang dicapai oleh manusia dalam upaya untuk meningkatkan kualitas dan kenyamanan hidupnya memberi dampak yang positif dan negatif . Dampak negatifnya berupa kerugian bagi keseimbangan lingkungan hidup. Salah satu bentuk dampak negatifnya, yaitu sulitnya untuk memperoleh udara berkualitas baik dan bersih. Pencemaran udara yang terjadi merupakan masalah

pencemaran lingkungan yang terberat bagi daerah perkotaan. Akibat pencemaran udara dapat membahayakan kesehatan manusia, kelestarian tanaman dan hewan, dapat merusak bahan-bahan, menurunkan daya penglihatan, serta menghasilkan bau yang tidak menyenangkan. Kualitas udara saat ini telah menjadi persoalan global, karena udara telah tercemar akibat aktivitas manusia dan proses alam. Masuknya zat pencemar ke dalam udara dapat secara alamiah, misalnya asap kebakaran hutan, akibat gunung berapi, debu meteorit dan pancaran garam dari laut juga sebagian besar

disebabkan oleh kegiatan manusia, misalnya akibat aktivitas transportasi, industri, pembuangan sampah, baik akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran serta kegiatan rumah tangga.

2.3. Peraturan Yang Berhubungan Dengan Pencemaran Udara Dalam menghadapi masalah pencemaran udara maka perlu dilakukan tindakan pencegahan dari pada penanganan. Hal ini dimaksudkan agar pencemaran itu dapat dicegah maupun diminimasi resikonya. Oleh karena itu maka disusunlah peraturan perundangan yang mengatur konsentrasi bahan pencemar yang diperbolehkan berada di udara. A. Peraturan Perundangan Nasional Pemerintah Republik Indonesia menyusun beberapa peraturan yang dapat digunakan untuk meminimasi ata mengatasi berbagai bentuk pencemaran udara. Mengingat pencemaran udara dapat terdiri dari berbagai macam bentuk maka disusunlah peraturan tersebut, antara lain: 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Udara Ambien 2. Peraturan Menteri Kesehatan No.718 Tahun 1987 Tahun 1987 Tentang Kebisingan Yang Berhubungan Dengan Kesehatan 3. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 45 Tahun 1997 Tentang Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) Peraturan yang digunakan oleh pemerintah Indonesia dalam

mengendalikan masalah pencemaran udara adalah Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Ketentuan ini merupakan

pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pengendalian pencemaran udara meliputi pengendalian dari usaha dan atau kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak spesifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak spesifik yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber emisi dan atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah turunnya mutu udara ambien. Perlindungan mutu udara ambien didasarkan pada baku mutu udara ambien, status mutu udara ambien, baku mutu emisi, ambang batas emisi gas buang, baku tingkat gangguan, ambang batas kebisingan dan Indeks Standar Pencemar Udara. Pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan dan penanggulangan pencemaran, serta pemulihan mutu udara dengan melakukan inventarisasi mutu udara ambien, pencegahan sumber pencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak bergerak termasuk sumber gangguan serta penanggulangan keadaan darurat. Di dalam perundangan tersebut dijelaskan bahwa menteri melakukan pengawasan terhadap penataan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Dalam hal wewenang, pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Gubernur atau Bupati atau Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II juga dapat melakukan pengawasan terhadap penataan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang emisi dan atau gangguan. Segala biaya yang timbul sebagai akibat dari upaya pengendalian pencemaran udara dan atau gangguan dari sumber tidak bergerak yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan. Setiap orang atau penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran udara wajib menanggung biaya penanggulangan pencemaran udara serta biaya pemulihannya. Berikut adalah uraian singkat Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara yang menguraikan parameter pencemar udara dan konsentrasi yang diizinkan berada di udara.

BAKU MUTU UDARA AMBIEN NASIONAL No. Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu Metode Analisis Peralatan

SO2 (Sulfur Dioksida)

1 Jam 24 Jam 1 Thn

900 ug/Nm 365 ug/Nm 60 ug/Nm

Pararosanilin

Spektrofotometer

CO (Karbon Monoksida)

1 Jam 24 Jam

30.000 ug/Nm 10.000 ug/Nm

NDIR

NDIR Analyzer

1 Thn

NO2 (Nitrogen Dioksida)

1 Jam 24 Jam 1 Thn

400 ug/Nm 150 ug/Nm 100 ug/Nm

Saltzman

Spektrofotometer

O3 (Oksidan)

1 Jam 1 Thn

235 ug/Nm 50 ug/Nm

Chemiluminescent

Spektrofotometer

HC (Hidro Karbon)

3 Jam

160 ug/Nm

Flame Ionization

Gas Chromatogarfi

PM10 (Partikel < 10 um ) PM2,5 (*) (Partikel < 2,5 um )

24 Jam

150 ug/Nm

Gravimetric

Hi - Vol

24 Jam 1 Thn

65 ug/Nm 15 ug/Nm

Gravimetric Gravimetric

Hi - Vol Hi - Vol

TSP (Debu)

24 Jam 1 Thn

230 ug/Nm 90 ug/Nm

Gravimetric

Hi - Vol

Pb (Timah Hitam)

24 Jam 1 Thn

2 ug/Nm 1 ug/Nm

Gravimetric Ekstraktif Pengabuan

Hi Vol

AAS

9.

Dustfall (Debu Jatuh )

30 hari 10 2 Ton/km /Bulan (Pemukiman) 20 2 Ton/km /Bulan (Industri) Gravimetric Cannister

10

Total Fluorides (as F)

24 Jam

3 ug/Nm

Spesific Ion
3

Impinger atau

90 hari

0,5 ug/Nm

Electrode
2

Countinous Analyzer Limed Filter Paper

11.

Fluor Indeks

30 hari

40 u g/100 cm dari kertas limed filter

Colourimetric

12.

Khlorine & Khlorine Dioksida

24 Jam

150 ug/Nm

Spesific Ion Electrode

Impinger atau Countinous Analyzer

13.

Sulphat Indeks

30 hari

1 mg SO3/100 3 cm Dari Lead Peroksida

Colourimetric

Lead

Peroxida Candle

B. Peraturan Perudangan Internasional Sebuah kesepakatan dunia, yaitu Clean Air Act, yang terakhir diubah pada tahun 1990 mengatur National Ambient Air Quality Standards (Standar Nasional Kualitas Udara ambien) untuk bahan pencemar (polutan) yang dianggap berbahaya bagi masyarakat dan kesehatan lingkungan. Berdasarkan kesepakatan Clean Air Act maka dibentuk dua jenis standar kualitas udara nasional, yaitu Batasan Primer yang ditetapkan untuk melindungi kesehatan masyarakat,

termasuk kesehatan "sensitif" seperti populasi penderita asma, anak-anak, dan orang tua. Yang berikutnya adalah Batasan Sekunder yang menetapkan batas standar untuk melindungi kesejahteraan masyarakat, termasuk perlindungan terhadap visibilitas menurun, kerusakan pada binatang, tanaman, vegetasi, dan bangunan.
Badan ini telah menetapkan Standar Kualitas Udara Ambien untuk enam polutan utama, yang disebut Parameter Polutan. Parameter tersebut terdaftar di bawah ini

dan satuan ukuran untuk standar adalah bagian per juta (ppm) dengan volume, bagian per miliar (ppb - 1 bagian dalam 1.000.000.000) oleh volume, miligram per meter kubik udara (mg / m 3), dan mikrogram per meter kubik udara (ug / m 3). Tabel Konsentrasi Parameter Pencemar Udara Menurut National Ambient Air Quality Standards Polutant Karbon Monoksida Nitrogen Diokside PM 10 PM 2.5 Ozon Belerang Dioxide Konsentrasi Minimum 9 ppm (10 mg/m3) 53 ppb tidak dianjurkan 15 g/m3 0,075 ppm 0,03 ppm Maximum 35 ppm (40 mg/m3) 100 ppb 150 g/ m3 35 g/ m3 0,12 ppm 0,14 ppm

C. Peraturan Perudangan Regional (Semarang) Pemerintah Provinsi Jawa Tengah menyusun Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang direvisi dengan UU No 32 Tahun 2004 dalam derajat tertentu memberi harapan baru terhadap perkembangan

desentralisasi dan diharapkan akan meningkatkan akuntabilitas para pejabat daerah pada publiknya. Melaui undang-undang ini maka disusun beberapa peraturan yang berhubungan dengan pencemaran udara, yaitu: 1. Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 08 Tahun 2001 Tentang Baku Mutu Kualitas Udara Ambien Provinsi Jawa Tengah 2. Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah No. 05 Tahun 2004 Tentang Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Di Provinsi Jawa Tengah 3. Surat Keputusan Walikota Semarang No. 660.3/05/67 Tahun 2005 Tentang Pembentukan Tim Pelaksana ProgramPerbaikan Kualitas Udara Di Kota Semarang Peraturan-peraturan tersebut dapat dijadikan dasar Pemerintah Kota Semarang dalam menentukan kebijakan-kebijakan untuk penanggulangan pencemaran udara dari sektor transportasi dan sampai saat ini telah banyak kebijakan yang telah dibuat dan dilaksanakan di Kota Semarang dalam rangka penanggulangan pencemaran udara dari sektor transportasi tersebut, namun sejauh ini hasilnya belum memuaskan. Kebijakan-kebijakan tersebut belum tentu efektif dan efisien

diimplementasikan serta berpihak kepada publik. Suatu mekanisme pelaksanaan yang dianggap efektif dan berdampak luas antara lain adalah melalui uji emisi kendaraan bermotor yang dilaksanakan pada saat uji petik kendaraan bermotor umum dan barang dan dilaksanakan oleh tim penguji emisi yang terdiri dari Bapedalda, Dinas Perhubungan, dan Kepolisian pada kendaraan bermotor pribadi.

BAB II PARAMETER PENCEMAR UDARA


2.1. Sulfur Dioksida a. Sifat Fisika dan Kimia Pencemaran oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua komponen sulfur bentuk gas yang tidak berwarna, yaitu sulfur dioksida (SO2) dan Sulfur trioksida (SO3), dan keduanya disebut sulfur oksida (SOx). Sulfur dioksida mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak mudah terbakar diudara, sedangkan sulfur trioksida merupakan komponen yang tidak reaktif. Pembakaran bahan-bahan yang mengandung sulfur akan menghasilkan kedua bentuk sulfur oksida, tetapi jumlah relative masing-masing tidak dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang tersedia. Di udara SO2 selalu terbentuk dalam jumlah besar. Jumlah SO3 yang terbentuk bervariasi dari 1 sampai 10% dari total SOx. Mekanisme pembentukan SOx dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai berikut : S + O2 < --------- > SO2 2 SO2 + O2 < --------- > 2 SO3 SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin ada jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika uap air terdapat dalam jumlah cukup, SO3 dan uap air akan segera bergabung membentuk droplet asam sulfat (H2SO4 ) dengan reaksi sebagai berikut : SO SO2 + H2O2 ------------ > H2SO4 Komponen yang normal terdapat di udara bukan SO3 melainkan H2SO4 Tetapi jumlah H2SO4 di atmosfir lebih banyak dari pada yang dihasilkan dari emisi SO3 hal ini menunjukkan bahwa produksi H2SO4 juga berasal dari mekanisme lainnya. Setelah berada diatmosfir sebagai SO2 akan diubah menjadi SO3 (Kemudian menjadi H2SO4) oleh proses-proses fotolitik dan katalitik Jumlah SO2 yang teroksidasi menjadi SO3 dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk jumlah air yang tersedia, intensitas, waktu dan distribusi spektrum sinar matahari, Jumlah bahan katalik, bahan sorptif dan alkalin yang tersedia.

Pada malam hari atau kondisi lembab atau selama hujan SO2 di udara diaborpsi oleh droplet air alkalin dan bereaksi pada kecepatan tertentu untuk membentuk sulfat di dalam droplet.

b. Sumber dan Distribusi Sepertiga dari jumlah sulfur yang terdapat di atmosfir merupakan hasil kegiatan manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga hasil kegiatan manusia dan kebanyakan dalam bentuk SO2. Dua pertiga bagian lagi berasal dari sumber-sumber alam seperti vulkano dan terdapat dalam bentuk H2S dan oksida. Masalah yang ditimbulkan oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia adalah ditimbulkan oleh bahan pencemar yang dibuat oleh manusia adalah dalam hal distribusinya yang tidak merata sehingga terkonsentrasi pada daerah tertentu. Sedangkan pencemaran yang berasal dari sumber alam biasanya lebih tersebar merata. Tetapi pembakaran bahan bakar pada sumbernya merupakan sumber pencemaran Sox, misalnya pembakaran arang, minyak bakar gas, kayu dan sebagainya Sumber SOx yang kedua adalah dari proses-proses industri seperti pemurnian petroleum, industri asam sulfat, industri peleburan baja dan sebagainya. Pabrik peleburan baja merupakan industri terbesar yang menghasilkan Sox. Hal ini disebabkan adanya elemen penting alami dalam bentuk garam sulfida misalnya tembaga ( CUFeS2 dan CU2S ), zink (ZnS), Merkuri (HgS) dan Timbal (PbS). Kerbanyakan senyawa logam sulfida dipekatkan dan dipanggang di udara untuk mengubah sulfida menjadi oksida yang mudah tereduksi. Selain itu sulfur merupakan kontaminan yang tidak dikehandaki didalam logam dan biasanya lebih mudah untuk menghasilkan sulfur dari logam kasar dari pada menghasilkannya dari produk logam akhirnya. Oleh karena itu SO2 secara rutin diproduksi sebagai produk samping dalam industri logam dan sebagian akan terdapat di udara. 2.2. Carbon Monoksida a. Sifat Fisika dan Kimia Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senjawa karbon monoksida (CO) sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon

dioksida (CO2) sebagai hasil pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Tidak seperti senyawa CO mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang kuat dengan pigmen darah yaitu haemoglobin.

b. Sumber dan Distribusi Karbon monoksida di lingkungan dapat terbentuk secara alamiah, tetapi sumber utamanya adalah dari kegiatan manusia, Korban monoksida yang berasal dari alam termasuk dari lautan, oksidasi metal di atmosfir, pegunungan, kebakaran hutan dan badai listrik alam. Sumber CO buatan antara lain kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar bensin. Berdasarkan estimasi, Jumlah CO dari sumber buatan diperkirakan mendekati 60 juta Ton per tahun. Separuh dari jumlah ini berasal dari kendaraan bermotor yang menggunakan bakan bakar bensin dan sepertiganya berasal dari sumber tidak bergerak seperti pembakaran batubara dan minyak dari industri dan pembakaran sampah domestik. Didalam laporan WHO (1992) dinyatakan paling tidak 90% dari CO diudara perkotaan berasal dari emisi kendaraan bermotor. Selain itu asap rokok juga mengandung CO, sehingga para perokok dapat memajan dirinya sendiri dari asap rokok yang sedang dihisapnya. Sumber CO dari dalam ruang (indoor) termasuk dari tungku dapur rumah tangga dan tungku pemanas ruang. Dalam beberapa penelitian ditemukan kadar CO yang cukup tinggi didalam kendaraan sedan maupun bus. Kadar CO diperkotaan cukup bervariasi tergantung dari kepadatan kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin dan umumnya ditemukan kadar maksimum CO yang bersamaan dengan jam-jam sibuk pada pagi dan malam hari. Selain cuaca, variasi dari kadar CO juga dipengaruhi oleh topografi jalan dan bangunan disekitarnya. Pemajanan CO dari udara ambien dapat direfleksikan dalam bentuk kadar karboksi-haemoglobin (HbCO) dalam darah yang terbentuk dengan sangat pelahan karena butuh waktu 4-12 jam untuk tercapainya keseimbangan antara kadar CO diudara dan HbCO dalam darah. Oleh karena itu kadar CO didalam lingkungan, cenderung

dinyatakan sebagai kadar rata-rata dalam 8 jam pemajanan Data CO yang dinyatakan dalam rata-rata setiap 8 jam pengukuran sepajang hari (moving 8 hour average concentration) adalah lebih baik dibandingkan dari data CO yang dinyatakan dalam rata-rata dari 3 kali pengukuran pada periode waktu 8 jam yang berbeda dalam sehari. Perhitungan tersebut akan lebih mendekati gambaran dari respons tubuh manusia tyerhadap keracunan CO dari udara. Karbon monoksida yang bersumber dari dalam ruang (indoor) terutama berasal dari alat pemanas ruang yang menggunakan bahan bakar fosil dan tungku masak. Kadar nya akan lebih tinggi bila ruangan tempat alat tersebut bekerja, tidak memadai ventilasinya. Namun umunnya pemajanan yang berasal dari dalam ruangan kadarnya lebih kecil dibandingkan dari kadar CO hasil pemajanan asap rokok. Beberapa Individu juga dapat terpajan oleh CO karena lingkungan kerjanya. Kelompok masyarakat yang paling terpajan oleh CO termasuk polisi lalu lintas atau tukang pakir, pekerja bengkel mobil, petugas industri logam, industri bahan bakar bensin, industri gas kimia dan pemadam kebakaran. Pemajanan Co dari lingkungan kerja seperti yang tersebut diatas perlu mendapat perhatian. Misalnya kadar CO di bengkel kendaraan bermotor ditemukan mencapai setinggi 600 mg/m3 dan didalam darah para pekerja bengkel tersebut bias mengandung HbCO sampai lima kali lebih tinggi dari kadar nomal. Para petugas yang bekerja dijalan raya diketahui mengandung HbCO dengan kadar 47,6% (porokok) dan 1,43,8% (bukan perokok) selama sehari bekarja. Sebaliknya kadar HbCO pada masyarakat umum jarang yang melampaui 1% walaupun studi yang dilakukan di 18 kota besar di Amerika Utara menunjukan bahwa 45 % dari masyarakat bukan perokok yang terpajan oleh CO udara, di dalam darahnya terkandung HbCO melampaui 1,5%. Perlu juga diketahui bahwa manusia sendiri dapat memproduksi CO akibat proses metabolismenya yang normal. Produksi CO didalam tubuh sendiri ini (endogenous) bisa sekitar 0,1+1% dari total HbCO dalam darah.

2.3. Nitrogen Dioksida a. Sifat Fisika dan Kimia Oksida Nitrogen (NOx) adalah kelompok gas nitrogen yang terdapat di atmosfir yang terdiri dari nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2). Walaupun ada bentuk oksida nitrogen lainnya, tetapi kedua gas tersebut yang paling banyak diketahui sebagai bahan pencemar udara. Nitrogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau sebaliknya nitrogen dioksida berwarna coklat kemerahan dan berbau tajam. Nitrogen monoksida terdapat diudara dalam jumlah lebih besar daripada NO2. Pembentukan NO dan NO2 merupakan reaksi antara nitrogen dan oksigen diudara sehingga membentuk NO, yang bereaksi lebih lanjut dengan lebih banyak oksigen membentuk NO2. Udara terdiri dari 80% Volume nitrogen dan 20% Volume oksigen. Pada suhu kamar, hanya sedikit kecendrungan nitrogen dan oksigen untuk bereaksi satu sama lainnya. Pada suhu yang lebih tinggi (diatas 1210C) keduanya dapat bereaksi membentuk NO dalam jumlah banyak sehingga mengakibatkan pencemaran udara. Dalam proses pembakaran, suhu yang digunakan biasanya mencapai 1210 1.765 C, oleh karena itu reaksi ini merupakan sumber NO yang penting. Jadi reaksi pembentukan NO merupakan hasil samping dari proses pembakaran.

b. Sumber dan Distribusi Dari seluruh jumlah oksigen nitrogen ( NOx ) yang dibebaskan ke udara, jumlah yang terbanyak adalah dalam bentuk NO yang diproduksi oleh aktivitas bakteri. Akan tetapi pencemaran NO dari sumber alami ini tidak merupakan masalah karena tersebar secara merata sehingga jumlah nya menjadi kecil. Yang menjadi masalah adalah pencemaran NO yang diproduksi oleh kegiatan manusia karena jumlahnya akan meningkat pada tempat-tempat tertentu. Kadar NOx diudara perkotaan biasanya 10100 kali lebih tinggi dari pada di udara pedesaan. Kadar NOx diudara daerah perkotaan dapat mencapai 0,5 ppm (500 ppb). Seperti halnya CO, emisi NOx dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber utama NOx yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran dan

kebanyakan pembakaran disebabkan oleh kendaraan bermotor, produksi energi dan pembuangan sampah. Sebagian besar emisi NOx buatan manusia berasal dari pembakaran arang, minyak, gas, dan bensin. Kadar NOx di udara dalam suatu kota bervariasi sepanjang hari tergantung dari intensitas sinar mataharia dan aktivitas kendaraan bermotor. Perubahan kadar NOx berlangsung sebagai berikut : a. Sebelum matahari terbit, kadar NO dan NO2 tetap stabil dengan kadar sedikit lebih tinggi dari kadar minimum seharihari. b. Setelah aktifitas manusia meningkat ( jam 6-8 pagi ) kadar NO meningkat terutama karena meningkatnya aktivitas lalulintas yaitu kendaraan bermotor. Kadar NO tetinggi pada saat ini dapat mencapai 1-2 ppm. c. Dengan terbitnya sinar matahari yang memancarkan sinar ultra violet kadar NO2 (sekunder ) kadar NO2 pada saat ini dapat mencapai 0,5 ppm. d. Kadar ozon meningkat dengan menurunnya kadar NO sampai 0,1 ppm. e. Jika intensitas sinar matahari menurun pada sore hari ( jam 5-8 malam ) kadar NO meningkat kembali. f. Energi matahari tidak mengubah NO menjadi NO2 (melalui reaksi hidrokarbon) tetapi O3 yang terkumpul sepanjang hari akan bereaksi dengan NO. Akibatnya terjadi kenaikan kadar NO2 dan penurunan kadar O3. g. Produk akhir dari pencemaran NOx di udara dapat berupa asam nitrat, yang kemudian diendapkan sebagai garam-garam nitrat didalam air hujan atau debu. Merkanisme utama pembentukan asam nitrat dari NO2 di udara masih terus dipelajari Salah satu reaksi dibawah ini diduga juga terjadi diudara tetapi diudara tetapi peranannya mungkin sangat kecil dalam menentukan jumlah asam nitrat di udara. h. Kemungkinan lain pembentukan HNO3 didalam udara tercemar adalah adanya reaksi dengan ozon pada kadar NO2 maksimum O3 memegang peranan penting dan kemungkinan terjadi tahapan reaksi sebagai berikut : O3 + NO2 ---- NO3 + O2 NO3 + NO2 ----- N2O5 N2O5 + 2HNO3 ---- 2HNO3

2.4. Oksidan a. Sifat fisik dan Kimia Oksidan (O3) merupakan senyawa di udara selain oksigen yang memiliki sifat sebagai pengoksidasi. Oksidan adalah komponen atmosfir yang diproduksi oleh proses fotokimia, yaitu suatu proses kimia yang membutuhkan sinar matahari mengoksidasi komponen-komponen yang tak segera dioksidasi oleh oksigen. Senyawa yang terbentuk merupakan bahan pencemar sekunder yang diproduksi karena interaksi antara bahan pencemar primer dengan sinar. Hidrokarbon merupakan komponen yang berperan dalam produksi oksidan fotokimia. Reaksi ini juga melibatkan siklus fotolitik NO2. Polutan sekunder yang dihasilkan dari reaksi hidrokarbon dalam siklus ini adalah ozon dan peroksiasetilnitrat. Ozon merupakan salah satu zat pengoksidasi yang sangat kuat setelah fluor, oksigen dan oksigen fluorida (OF2). Meskipun di alam terdapat dalam jumlah kecil tetapi lapisan lain dengan bahan pencemar udara Ozon sangat berguna untuk melindungi bumi dari radiasi ultraviolet (UV-B). Ozon terbentuk diudara pada ketinggian 30 km dimana radiasi UV matahari dengan panjang gelombang 242 nm secara perlahan memecah molekul oksigen (O2) menjadi atom oksigen tergantung dari jumlah molekul O2 atom-atom oksigen secara cepat membentuk ozon. Ozon menyerap radiasi sinar matahari dengan kuat didaerah panjang gelombang 240-320 nm. Absorpsi radiasi elektromagnetik oleh ozon didaerah ultraviolet dan inframerah digunakan dalam metode-metode analitik. Hidrogen peroksida telah diidentifikasi sebagai oksidan fotokimia yang potensial. Akan tetapi hidrogen peroksida ini merupakan senyawa yang sangat sulit dideteksi secara spesifik di udara. Oleh arena itu tidak mungkin memperkirakan dengan pasti bahwa hidrogen peroksida sebagai pencemar fotokimia udara.

b. Sumber dan Distribusi Yang dimaksud dengan oksidan fotokimia meliputi Ozon, Nitrogen dioksida, dan peroksiasetilnitrat (PAN) karena lebih dari 90% total oksidan terdapat dalam bentuk ozon maka hasil monitoring udara ambien dinyatakan sebagai kadar ozon. Karena pengaruh pencemaran udara jenis oksidan cukup akut dan cepatnya

perubahan pola pencemaran selama sehari dan dari suatu tempat ketempat lain, maka waktu dimana kadar Ozon paling tinggi secara umum ditentukan dalam pemantauan. Mencatat jumlah perjam per hari, perminggu, per musim atau per tahun selama kadar tertentu dilampaui juga merupakan cara yang berguna untuk melaporkan sejauh mana Ozon menjadi masalah. Kadar ozon alami yang berubahubah sesuai dengan musim pertahunnya berkisar antara 10100mg/m3 (0,005 0,05 ppm). Diwilayah pedesaan kadar ozon dapat menjadi tinggi karena adanya kiriman jarak jauh O3 dari udara yang berasal dari perkotaan. Didaerah perkotaan yang besar, tingkat ozon atau total oksidan maksimum 1 jam dapat berkisar dari 300800 mg/ m3 (0,15-0,40 ppm) atau lebih. 530% hasil pemantauan di beberapa kota besar didapatkan kadar oksida maksimum 1jam yang melampaui 200 mg/m3 (0,1 ppm). Peroksiasetilnitrat umumnya terbentuk secara serentak bersama dengan ozon. Pengukuran kadar PAN di udara ambien yang telah dilakukan relatif sedikit, tetapi dari hasil pengukuran Pb dapat diamati perbandingan antara PAN dengan ozon antara 1:50 dan 1:100, dan variasi kadar kadang-kadang mengikuti ozon.

2.5. Hidrokarbon a. Sifat dan Karakteristik Struktur Hidrokarban (HC) terdiri dari elemen hidrogen dan korbon dan sifat fisik HC dipengaruhi oleh jumlah atom karbon yang menyusun molekul HC. HC adalah bahan pencemar udara yang dapat berbentuk gas, cairan maupun padatan. Semakin tinggi jumlah atom karbon, unsur ini akan cenderung berbentuk padatan. Hidrokarbon dengan kandungan unsur C antara 1-4 atom karbon akan berbentuk gas pada suhu kamar, sedangkan kandungan karbon diatas 5 akan berbentuk cairan dan padatan. HC yang berupa gas akan tercampur dengan gasgas hasil buangan lainnya. Sedangkan bila berupa cair maka HC akan membentuk semacam kabut minyak, bila berbentuk padatan akan membentuk asap yang pekat dan akhirnya menggumpal menjadi debu. Berdasarkan struktur molekulnya, hidrokarbon dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu hidrokarban alifalik, hidrokarbon aromatik dan hidrokarbon

alisiklis. Molekul hidrokarbon alifalik tidak mengandung cincin atom karbon dan semua atom karbon tersusun dalam bentuk rantai lurus atau bercabang.

b. Sumber dan Distribusi Sebagai bahan pencemar udara, Hidrokarbon dapat berasal dari proses industri yang diemisikan ke udara dan kemudian merupakan sumber fotokimia dari ozon. HC merupakan polutan primer karena dilepas ke udara ambien secara langsung, sedangkan oksidan fotokima merupakan polutan sekunder yang dihasilkan di atmosfir dari hasil reaksi-reaksi yang melibatkan polutan primer. Kegiatan industri yang berpotensi menimbulkan cemaran dalam bentuk HC adalah industri plastik, resin, pigmen, zat warna, pestisida dan pemrosesan karet. Diperkirakan emisi industri sebesar 10 % berupa HC. Sumber HC dapat pula berasal dari sarana transportasi. Kondisi mesin yang kurang baik akan menghasilkan HC. Pada umumnya pada pagi hari kadar HC di udara tinggi, namun pada siang hari menurun. Sore hari kadar HC akan meningkat dan kemudian menurun lagi pada malam hari. Adanya hidrokarbon di udara terutama metana, dapat berasal dari sumber-sumber alami terutama proses biologi aktivitas geothermal seperti explorasi dan pemanfaatan gas alam dan minyak bumi dan sebagainya Jumlah yang cukup besar juga berasal dari proses dekomposisi bahan organik pada permukaan tanah, Demikian juga pembuangan sampah, kebakaran hutan dan kegiatan manusia lainnya mempunyai peranan yang cukup besar dalam memproduksi gas hidrokarbon di atmosfir.

2.6.Khlorine a. Sifat Fisika dan Kimia Senyawa khlorine yang mengandung khlor yang dapat mereduksi atau mengkonversi zat inert atau zat kurang aktif dalam air, yang termasuk senyawa khlorin adalah asam hipokhlorit (HOCL) dan garam hipokhlorit (OCL). Gas Khlorin ( Cl2) adalah gas berwarna hijau dengan bau sangat menyengat. Berat jenis gas khlorin 2,47 kali berat udara dan 20 kali berat gas hidrogen khlorida yang toksik. Gas khlorin sangat terkenal sebagai gas beracun yang digunakan pada perang dunia ke-1.

b. Sumber dan Distribusi Khlorin merupakan bahan kimia penting dalam industri yang digunakan untuk khlorinasi pada proses produksi yang menghasilkan produk organik sintetik, seperti plastik (khususnya polivinil khlorida), insektisida (DDT, Lindan, dan aldrin) dan herbisida (2,4 dikhloropenoksi asetat) selain itu [juga digunakan sebagai pemutih (bleaching agent) dalam pemrosesan sellulosa, industri kertas, pabrik pencucian (tekstill) dan desinfektan untuk air minum dan kolam renang. Terbentuknya gas khlorin di udara ambien merupakan efek samping dari proses pemutihan (bleaching) dan produksi zat/senyawa organik yang

mengandung khlor. Karena banyaknya penggunaan senyawa khlor di lapangan atau dalam industry dalam dosis berlebihan seringkali terjadi pelepasan gas khlorin akibat penggunaan yang kurang efektif. Hal ini dapat menyebabkan terdapatnya gas pencemar khlorin dalam kadar tinggi di udara ambien.

2.7. Partikel Debu a. Sifat Fisika dan Kimia Partikulat debu melayang (Suspended Particulate Matter/SPM) merupakan campuran yang sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang terbesar di udara dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan maksimal 500 mikron. Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu yang relatif lama dalam keadaan melayanglayang di udara dan masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan. Selain dapat berpengaruh negatif terhadap kesehatan, partikel debu juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan juga mengadakan berbagai reaksi kimia di udara. Partikel debu SPM pada umumnya mengandung berbagai senyawa kimia yang berbeda, dengan berbagai ukuran dan bentuk yang berbada pula, tergantung dari mana sumber emisinya. Karena Komposisi partikulat debu udara yang rumit, dan pentingnya ukuran partikulat dalam menentukan pajanan, banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan partikulat debu di udara. Beberapa istilah digunakan dengan mengacu pada metode pengambilan sampel udara seperti : Suspended Particulate Matter (SPM), Total Suspended Particulate (TSP), balack smake. Istilah lainnya lagi lebih mengacu pada tempat di saluran pernafasan dimana

partikulat debu dapat mengedap, seperti inhalable/thoracic particulate yang terutama mengedap disaluran pernafasan bagian bawah, yaitu dibawah pangkal tenggorokan (larynx ). Istilah lainnya yang juga digunakan adalah PM-10 (partikulat debu dengan ukuran diameter aerodinamik <10 mikron), yang mengacu pada unsur fisiologi maupun metode pengambilan sampel. Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi. Pembakaran yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan murni atau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin disel yang tidak terpelihara dengan baik. Partikulat debu melayang (SPM) juga dihasilkan dari pembakaran batu bara yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran tar. Dibandingkan dengan pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada umunya menghasilkan SPM lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu. Demikian juga pembakaran sampah domestik dan sampah komersial bisa merupakan sumber SPM yang cukup penting. Berbagai proses industri seperti proses penggilingan dan penyemprotan, dapat

menyebabkan abu berterbangan di udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor.

BAB III METEOROLOGI DAN PENCEMARAN UDARA


Pencemaran udara tidak mengenal secara tegas batas wilayah

pengaruhnya, baik di kota maupun di daerah-daerah lainnya. Masalah yang ditimbulkan oleh pencemaran udara bahkan dapat meliputi ruang lingkup antar negara. Hal ini, disebabkan oleh berbagai faktor yang memengaruhi penyebaran, seperti volume bahan pencemar, geografis, topografi, dan klimatologi. Akan tetapi, Kastiyowati (http://buletinlitbang.dephan.go.id/index.asp), menyatakan bahwa pencemaran udara adalah kondisi udara yang tercemar dengan adanya bahan, zat-zat asing atau komponen lain di udara yang menyebabkan berubahnya tatanan udara oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas udara menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Pencemaran udara mempengaruhi sistem kehidupan makhluk hidup seperti gangguan kesehatan, ekosistem yang berkaitan dengan manusia. Jenis-jenis pencemaran udara, yaitu menurut bentuk (gas, partikel) dan menurut tempat (ruangan /indoor dan udara bebas /outdoor) . Gangguan kesehatan : Iritansia, asfiksia, anetesia, toksis . Menurut asal : primer, sekunder. Bahan atau Zat pencemaran udara dapat berbentuk gas dan partikel : Pencemaran udara berbentuk gas dapat dibedakan menjadi : Golongan belerang terdiri dari sulfur dioksida (SO2), hidrogen sulfide (H2S) dan sulfat aerosol. Golongan nitrogen terdiri dari nitrogen oksida (N2O), nitrogen monoksida (NO), amoniak (NH3) dan nitrogen dioksida (NO2). Golongan karbon terdiri dari karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), hidrokarbon . Golongan gas yang berbahaya terdiri dari benzen, vinyl klorida, air raksa uap. Pencemaran udara berbentuk partikel dibedakan menjadi : Mineral (anorganik) dapat berupa racun seperti air raksa dan timah. Bahan organik terdiri dari ikatan hidrokarbon, klorinasi alkan, Benzen. Makhluk hidup terdiri dari bakteri, virus, telur cacing.

Pencemaran udara menurut tempat dan sumbernya ada dua macam : Pencemaran udara bebas (Out door air pollution), sumber pencemaran udara bebas: alamiah, berasal dari letusan gunung berapi, pembusukan, dll. Kegiatan manusia, misalnya berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, asap kendaraan, dll. Pencemaran udara ruangan (In door air pollution), berupa pencemaran udara didalam ruangan yang berasal dari pemukiman, perkantoran ataupun gedung tinggi. Pencemaran udara dapat pula dikelompokkan ke dalam : Pencemar primer. Polutan yang bentuk dan komposisinya sama dengan ketika dipancarkan, lazim disebut sebagai pencemar primer, antara lain CO, CO2, hidrokarbon, SO, nitrogen oksida, ozon serta berbagai partikel. Pencemar sekunder. Berbagai bahan pencemar kadangkala bereaksi satu sama lain menghasilkan jenis pencemar baru, yang justru lebih membahayakan kehidupan. Reaksi ini dapat terjadi secara otomatis ataupun dengan cara bantuan katalisator, seperti sinar matahari. Pencemar hasil reaksi disebut sebagai pencemar sekunder. Contoh pencemar sekunder adalah Ozon, formal dehida, dan Peroxy Acyl Nitrate (PAN).

3.1 Meteorologi Udara di Troposfer Troposfer merupakan lapisan terendah yang tebalnya kira-kira 10 km diatas permukaan bumi. Troposfer mengandung 75 % massa gas kering, 100 % uap air dan erosol dan berlangsungnya evaporasi dan kondensasi. Troposfer adalah ruang terjadinya sirkulasi dan turbulensi seluruh bahan atmosfer sehingga menjadi satu-satunya lapisan yang mengalami pembentukan dan perubahan cuaca seperti angin, awan, presipitasi, badai, kilat dan guntur. Kecepatan angin bertambah dengan naiknya ketinggian, dan di troposfer ini pemindahan energy berlangsung. Radiasi surya menyebabkan pemanasan permukaan bumi yang selanjutnya panas tersebut diserap oleh air untuk berubah menjadi uap. Oleh proses evaporasi, energy panas diangkat oleh uap ke lapisan atas yang lebih tinggi berupa panas laten. Setelah terjadi pendinginan akhirnya berlangsung proses kondensasi, uap air berubah menjadi titik-titik air pembentuk

awan, sedangkan panas latennya dilepas memasuki atmosfer dan menaikkan suhunya.

Gambar Lapisan Atmosfer

3.2

Kaitan Meteorologi Dengan Pencemar Udara Pencemaran udara adalah adanya atau dimasukkannya zat atau bahan

pencemar di udara dalam jumlah dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan terhadap makhluk hidup, tumbuh-tumbuhan ataupun benda. Zat-zat pencemar udara yang dihasilkan dari kegiatan manusia akan naik ke atmosfer dan akan berkumpul pada lapisan troposfer dari atmosfer bumi. Troposfer yang mempunyai jumlah hanya 10% dari jumlah ozon yang ada di atmosfer mempunyai peran penting pada perubahan iklim di bumi, karena sifatnya sebagai gas rumah kaca. Kenaikan konsentrasi ozon troposfer 2 3 DU dapat mengakibatkan pemanasan atmosfer sekitar 0,1 sampai 0,25 Watt/m2. Zat pencemar yang berada di udara ini dipengaruhi oleh faktor-faktor meteorologis seperti angin, suhu, dan faktor lain, sehingga pencemaran udara baik dalam skala mikro, meso ataupun makro sangat berkaitan dan saling berpengaruh dengan faktor-faktor meteorologist dalam penyebaran zat pencemar udara di alam. Semakin banyak jumlah zat pencemar yang berada di lapisan troposfer ini, maka akan menyebabkan terjadinya perubahan yang signifikan terhadap wilayah troposfer, sehingga dapat mengakibatkan efek yang tidak baik terhadap udara yang ada di sekitar lapisan troposfer ini.

3.3

Zat Pencemar Udara Zat pencemar yang terdapat di udara berasal dari proses alamiah dan

kegiatan manusia. Zat pencemar terbagi pada skala mikro, meso dan makro. 1. Skala Mikro Zat pencemar skala mikro merupakan zat pencemar yang mencemari daerah atau wilayah yang berada di sekitar atau tidak jauh dari sumber pencemar. Contohnya adalah: SOx, NOx, Timah, dan Gas CO. SOx Polusi oleh sulfur oksida terutama disebabkan oleh dua komponen gas yang tidak berwarna yaitu sulfur diokside ( SO2 ) dan sulfur trioksida ( SO3 ), dan keduanya disebut sebagai SOx. sulfur diokside mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar diudara, sedangkan sulfur triokside merupakan komponen yang reaktif. Mekanisme pembentukan Sox dapat dituliskan dalam dua tahap reaksi sebagai berikut : S + 2SO2 O2 + O2 SO2 2SO3

SO3 bisanya diproduksi dalam jumlah kecil selama pembakaran. Hal ini disebabkan 2dua faktor yang menyangkut reaksi diatas. Faktor pertama adalah kecepatan reaksi yang terjadi dan faktor kedua adalah konsentrasi SO3 dalam campuran ekuilibrium yang dihasilkan dari reaksi tersebut. Adanya SO3 di udara dalam bentuk gas hanya mungkin jika konsentrasi uap air sangat rendah. Jika uap air terdapat dalam jumlah cukup seperti biasanya , SO3 dan air akan segera bergabung membentuk droplet asam sulfat ( H2SO4 ) dengan reaksi sebagai berikut : SO3 + H2O H2SO4

Oleh karena itu komponen yang normal terdapat di dalam atmosfer bukan SO3 melainkan H2SO4. Tetapi jumlah H2SO4 atmosfer ternyata lebih tinggi dripada yang dihasilkan dari emisi SO3, hal ini

menunjukkan bahwa produksi H2SO4 juga berasal dari mekanismemekanisme lainnya. NOx Nitrogen Oksida sering disebut sebagai NOx karena oksida nitrogen mempunyai 2 macam bentuk yang sifatnya berbeda, yaitu gas NO2 dan gas NO. Sifat gas NO2 adalah berwarna dan berbau, sedangkan gas NO tidak berwarna dan tidak berbau. Warna gas NO2 adalah merah kecoklatan dan berbau tajam menyengat hidung. Kadar NOx diudara di daerah perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih tinggi dari daerah pedesaan yang berpenduduk lebih sedikit. Hal ini disebabkan karena berbagai macam kegiatan yang menunjang kehidupan manusia akan menambah kadar NOx diudara, seperti transportasi, generator pembangkit listrik, pembuangan sampah dan lain-lain. Pencemaran gas NOx di udara terutama berasal dari gas buangan hasil pembakaran yang keluar dari generator pembangkit listirk stasioner atau mesin-mesinn yang mneggunakan bahan bakar gas alam. Sumber pencemaran NOx dapat dilihat dalam tabel dibawah yang merupakaan data dari hasil penelitian di Amerika. Timah Timah dapat ditemukan di udara, air dan makanan yang kita makan. Keracunan timah dapat terjadi jika timah terakumulasi di dalam tubuh dalam periode yang lama. Dalam konsentrasi tinggi, timah dapat menyebabkan tubuh kehilangan kontrol terhadap tangan dan kaki, kram, koma dan kematian. Gas CO Karbon monoksida adalah suatu komponen tidak berwarna tidak berbau dan tidak punya rasa yang terdapat dalam bentuk gas pada suhu di atas 192 C. Komponen ini mempunyai berat sebesar 96,5 % dari berat air dan tidak larut di dalam air. Karbon monoksida yang terdapat di alam dari salah satu proses sebagai berikut:

1. Pembakaran tidak lengkap terhadap karbon atau komponen yang mengandung karbon 2. Reaksi antara karbon dioksida dan komponen yang mengandung karbon pada suhu tinggi. 3. Pada suhu tinggi,karbon dioksida terurai menjadi karbon monoksida dan oksigen. Sedangkan CO dapat dihasilkan dari berbagai sumber ,yaitu : 1. Berbagai proses geofisika dan biologis dapat memproduksi CO tetapi kontribusi CO ke atmosfer relatif kecil. 2. Transportasi terutama dari kendaraan kendaraan yang

menggunakan bensin sebagai bahan bakar. 3. Pembakaran hasil-hasil pertanian seperti sampah, sisa-sisa kayu di hutan dan sisa-sisa tanaman di perkebunan. 4. Proses-proses industri terutama industri besi dan baja.

2. Skala Meso (Regional) Zat pencemar udara dalam skala meso atau skala regional adalah zat pencemar yang wilayah cemarannya lebih luas dari pencemaran skala mikro, seperti pencemaran pada suatu daerah atau Negara. Contohnya adalah Hujan Asam. Dua gas yang dihasilkan dari pembakaran mesin kendaraan serta pembangkit listrik tenaga disel dan batubara yang utama adalah sulfur dioksida (SO2) dan nitrogen dioksida (NO2). Gas yang dihasilkan tersebut bereaksi dengan oksigen dan uap air di udara membentuk asam. Misalnya, sulfur dioksida dengan oksigen membentuk sulfur trioksida: 2 SO2 + 2 O2 SO3 Sulfur trioksida kemudian bereaksi dengan uap air membentuk asam sulfat: SO3 + H2O H2SO4

Uap air yang telah mengandung asam ini menjadi bagian dari awan yang akhirnya turun ke bumi sebagai hujan asam. Hujan asam juga mengakibatkan berkaratnya benda-benda yang terbuat dari logam misalnya jembatan dan rel kereta api, serta rusaknya berbagai bangunan. Selain itu, hujan asam juga dapat menyebabkan menurunnya pH tanah, sungai, dan danau, sehingga mempengaruhi kehidupan organisme tanah dan air, serta kesehatan manusia.

Gambar Proses Hujan Asam

3. Skala Makro Zat pencemar udara dalam skala makro atau skala global adalah zat pencemar yang sudah mencemari wilayah dengan cakupan yang lebih luas dari pada pencemaran dalam skala mikro ataupun skala meso. Zat pencemar ini dikatakan zat pencemar global karena wilayah cakupan pencemarannya bisa pada suatu negara, benua ataupun dunia. Contohnya adalah Efek Rumah Kaca. Secara alamiah cahaya matahari (radiasi gelombang pendek) yang menyentuh permukaan bumi akan berubah menjadi panas dan menghangatkan bumi. Sebagian dari panas ini akan dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke angkasa luar sebagai radiasi infra merah gelombang panjang. Sebagian panas sinar matahari yang

dipantulkan itu akan diserap oleh gas-gas di atmosfer yang menyelimuti bumi (disebut gas rumah kaca seperti : uap air, karbon-dioksida/CO2 dan metana ) sehingga panas sinar tersebut terperangkap di atmosfer bumi. Peristiwa ini dikenal dengan Efek Rumah Kaca (ERK) karena peristiwanya sama dengan rumah kaca, dimana panas yang masuk akan terperangkap di dalamnya, tidak dapat menembus ke luar kaca, sehingga dapat menghangatkan seisi rumah kaca tersebut. Peristiwa alam ini menyebabkan bumi menjadi hangat dan layak ditempati manusia, karena jika tidak ada Efek Rumah Kaca maka suhu permukaan bumi akan 33 derajat Celcius lebih dingin. Semua kehidupan di Bumi tergantung pada efek rumah kaca ini, karena tanpanya, planet ini akan sangat dingin sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi, bila gas-gas ini semakin berlebih di atmosfer dan berlanjut, akibatnya pemanasan bumi akan berkelebihan dan akan semakin berlanjut.

Gambar Efek Rumah Kaca

BAB IV SKALA PENCEMARAN UDARA

4.1. Indeks Standar Pencemar Udara ISPU ISPU ( indeks Standar Pencemar Udara) adalah angka yang tidak mempunyai satuan yang menggambarkan kondisi kualitas udara ambien di lokasi dan waktu tertentu yang didasarkan kepada dampak terhadap kesehatan manusia, nilai estetika dan mahluk hidup lainnya. ISPU dapat digunakan sebagai bahan informasi kepada masyarakat tentang kualitas udara ambien dilokasi dan waktu tertentu dan sebagai bahan pertimbangan pemertintah pusat dan pemerintah daerah dalam melaksanakan pengelolaan dan pengendalian pencemaran udara. ISPU merupakan perangkat analisis yang digunakan untuk

menyederhanakan informasi terhadap peubah pencemaran udara (CO, NOx, Ox, Sox, TSP) dalam suatu nilai tunggal, sehingga dapat dibandingkan antara tempat yang satu dengan tempat lain. Perhitungan besarnya indeks parameter-parameter dasar didasarkan pula pada lampiran Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan

(Bapedal) No. KEP-107/KABAPEDAL/II/1997 Tentang Pedoman Teknis Perhitungan dan Pelaporan Serta Informasi Indeks Standar Pencemar Udara.

A. Secara Perhitungan Konsentrasi nyata ambien (Xx) / ppm, mg/m3, dll. Angka nyata ISPU (I)

Rumus yang digunakan dalam perhitungan adalah:

I = ISPU terhitung Ia = ISPU batas atas Ib = ISPU batas bawah Xa = Ambien batas atas Xb = Ambien batas bawah Xx = Kadar ambien nyata hasil pengukuran Contoh perhitungan : Diketahui konsentrasi udara ambient untuk jenis parameter SO2 adalah 332 g/m3. Konsentrasi tersebut jika dirubah ke dalam angka Indeks Standar Pencemar Udara adalah sebagai berikut : Dari Tabel "Batas Indeks Standart Pencemar Udara (Dalam Satuan SI)"

Maka : Xx = Kadar ambien nyata hasil pengukuran = 322 g/m3 Ia = ISPU batas atas = 100 (baris 3) Ib = ISPU batas bawah = 50 (baris 2) Xa = Ambien batas atas = 365 (baris 3) Xb = Ambien batas bawah = 80 (baris 2) Sehingga angka-angka tersebut dimasukkan dalam rumus (*) menjadi : 100 50 I = ----------- (322 80) + 50 365 80 = 92.45 = 92 (pembulatan) Jadi konsentrasi udara ambien SO2 322 mg/m3 dirubah menjadi Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) : 92

4.2. Faktor Dispersi dan Persamaan matematis Model dispersi A. Faktor Dispersi Faktor dispersi merupakan faktor yang berhubungan dengan atmosfer dan fotografik lingkungannya. Pada dasarnya kegiatan manusia tidak sampai menimbulkan pengaruh yang berarti terhadap faktor lingkungan tersebut. Namun demikian, aktivitas tertentu, seperti hujan buatan akan menimbulkan pengaruh dalam batas-batas tertentu. Hujan buatan adalah suatu proses presipitasi yang terjadi akibat adanya penambahan unsur N dan garam-garam oleh alam dan kegiatan manusia, yang berlebihan di udara sehingga ketika unsur tersebut bercampur dengan polutan lain di udara dan melalui proses presipitasi seperti biasa yaitu dibantu dengan angin sebagai media penyebaranya sebelum dijatuhkan menjadi hujan buatan. Dampak suatu kegiatan khusus seperti yang telah disebutkan diatas mungkin akan menimbulkan pengaruh yang besar terhadap lingkungan udara, modifikasi cuaca dalam hubungannya dengan hujan buatan, perataan bukit atau perubahan topografi, mungkin akan menyebabkan perubahan pola presipitasi.

Persamaan matematis Model dispersi Data dari intensitas emisi baik dari sumber-sumber yang sudah ada maupun dari rencana kegiatan sendiri, perkiraan perubahan konsentrasi pencemar dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa model matematik dispersi. Model matematik yang dapat digunakan secara sederhana adalah antara model Gauss dan model kotak. 1. Model Gaussian . Sampai saat ini, model Gaussian tetap dianggap paling tepat untuk melukiskan secara matematis pola 3 dimensi dari perjalanan semburan (plume) emisi. Dari sumbernya, emisi polutan akan bergerak sebagai plume mengikuti arah angin, dan menyebar ke arah samping dan vertikal. Konsentrasi polutan akan lebih tinggi di garis tengah plume dan rendah di wilayah-wilayah tepi plume. Semakin ke tepi, konsentrasi semakin rendah. Jika diamati, distribusi

konsentrasi plume memiliki bentuk yang sama dengan kurva distribusi normal atau kurva Gauss. Formula perhitungan C yang mengikuti model Gaussian ini dikembangkan pertama kali oleh Sir Graham Sutton di tahun 1947. Ilustrasi berikut menunjukkan Formula Dispersi Gaussian.

2. Model Kotak Sub-model dispersi menggunakan metode Eulerian Multi Box Model (Model Multi kotak Eulerian), jika model Gaussian pertama-tama

dikembangkan untuk mengolah emisi dari sebuah sumber titik (plumes) dalam skala lokal, model multi kotak sengaja dikembangkan sebagai model regional (skala meso) untuk menangani pencemaran di daerah urban yang spesifik akan menangani pencemaran di daerah berdasarkan distribusi emisi pencemarnya. Di dalam model multi kotak, atmosfer di atas daerah studi dibagi-bagi dalam grid (kotak), dan aliran pencemar ke dalam dan ke luar setiap kotak dapat dihitung. Kotak-kotak inin berbentuk sel di atas tanah yang mempunyai ketinggian tertentu sesuai dengan ketinggian lapisan pencampuran atau ketinggian inversi temperatur. Dalam bentuknya yang paling sederhana perubahan konsentrasi pencemar dCij dalam kotak (i,j) pada suatu waktu dt dihitung dari penjumlahan aliran pencemaran dari setiap sisi kotak, ditambah dengan emisi pencemar di dalam kotak sendiri, dan dibagi dengan volume kotak. dCij= {[1/2*(Fi(i,j)-Fij)+1/2*(F(i-j)j-Fij)+Sij]/Vij}dt dimana : Sij = emisi pencemar dalam kotak i,J Vij = volume kotak i,j Fi,(i-j) = flux pencemar melalui sisi kotak antara 2 kotak (i,j) dan (i, i-j) Yang didefinisikan sebagai berikut : Fi,(i-j) = Ci,(i-1)*A i,(i-1)*U i,(i-1) Dengan : Ai,(i-j) & A(i-1)j = area kotak sisi Ui,(i-j) & U(i-1)j = kecepatan aliran (angin) melalui kotak sisi

Ci,(i-j) & C(i-1)j = konsentrasi kotak sisi

4.3. Prediksi Sebaran Pencemaran Udara berdasarkan model dispersi Ada beberapa teknik yang dapat dipakai untuk mensimu-lasi sebaran polutan. Simulasi dapat dilakukan secara manual maupun dengan menggunakan perangkat lunak komputer yang khusus dibuat untuk pemodelan dispersi polutan. A. Perhitungan Manual Walau formula dispersi Gaussian terkesan rumit, perhitungan secara manual sebenarnya masih dimungkinkan. Artinya, nilai C masih bisa dihitung tanpa bantuan komputer dan perangkat lunak (software) pemodelan dispersi polutan. Boks di halaman selanjutnya menunjukkan langkah kerja perhitungan manual saat kita ingin mendapatkan satu nilai konsentrasi polutan yang akan digunakan untuk pembuatan Peta Isopleth Semburan. Kelemahan utama dari perhitungan manual ini adalah lamanya waktu untuk menyelesaikan satu hitungan. Perhitungan manual sangat sulit diandalkan saat kita perlu melakukan perhitungan berulang sebagaimana dibutuhkan dalam penentuan batas wilayah studi dan pembuat-an peta-peta isopleth. Pola penyebaran polutan di bidang datar melintang arah angin (crosswind) dan vertikal akan mengikuti pola distribusi normal (Gauss). Semakin menjauh dari sumbernya, bentuk plume ke arah crosswind dan vertikal akan semakin melebar. Dengan kata lain, standar deviasinya akan semakin besar. Besarnya standar deviasi di arah crosswind dan vertikal sa-ngat dipengaruhi oleh stabilitas atmosfer dan jarak objek penerima dampak terhadap sumber emisi. Semakin jauh dari garis pusat semburan (plume axis), nilai C akan semakin mengecil. B. Pilihan Software 1. Model penyaring (screening models); yang tepat digunakan untuk mendapatkan nilai-nilai konsentrasi sebaran polutan maksimal (CMAX) sebagaimana dibutuhkan untuk pengembangan Tabel Output Prakiraan Dampak Kualitas Udara (lihat bahasan terkait di Bagian 1). Simulasi penyebaran polutan dilakukan dengan menggunakan data meteorologis yang konservatif. Di negara-negara lain, model screening banyak

digunakan untuk memilih polutan-polutan penting yang membutuhkan pemodelan rinci (lihat bahasan mengenai Menseleksi Polutan Penting di Bagian 2). Jika hasil pemodelan screening menyimpulkan bahwa sebaran dari suatu polutan tidak akan melampaui tolok ukur-nya, maka pemodelan rinci tidak perlu lagi dilakukan. Model screening umumnya memberikan hasil perhitungan CMAX dalam waktu rata-rata 1 jam. 2. Model rinci (refined models); yang lebih banyak digunakan untuk mendapatkan nilai C di lokasi objek penerima dampak dengan lebih akurat. Model rinci membutuhkan input data meteorologis yang ekstensif (setidaknya data satu tahun) dan lebih rinci diban-dingkan model screening. Pengoperasiannya juga lebih rumit daripada pemodelan screening. Oleh karena itu, penggunaan seringkali dibatasi hanya untuk mengkonfirmasi nilai C di lokasi objek penerima dampak yang menurut pemodelan screening akan melampaui nilai tolok-ukurnya. Beberapa software (lihat tabel) yang dapat digunakan untuk kepentingan simulasi penyebaran polutan antara lain adalah: 1. SCREEN3; merupakan model sumber emisi tunggal (single source) yang dikembangkan USEPA untuk mendapatkan konsentrasi maksimal dari sebaran polutan. SCREEN3 biasanya digunakan sebagai model

pendahuluan bagi ISC3 (lihat bahasan selanjutnya). Model ini tidak membutuhkan data meteorologis yang ekstensif. Cukup hanya dengan satu set data masing-masing untuk kecepatan angin, stabilitas atmosfer, dan suhu udara ambien di sekitar titik lepasan emisi. Hasil hitungan SCREEN3 umumnya merupakan angka untuk waktu rata-rata 1 jam. Model ini juga dilengkapi dengan kemampuan untuk memperhitungkan pengaruh lapisan inversi, fumigasi, tarikan bangunan (buliding downwash). Model ini dapat di-download dari www.epa.gov/scram001/dispersion_screening.htm.

Penggunaan SCREEN3 di dalam kajian AMDAL dalam batasan tertentu dapat dibenarkan. Hasil simulasi model ini selalu dianggap bersifat konservatif. Artinya, penilaian sifat penting akan dilakukan terhadap nilai konsentrasi polutan yang lebih besar dari nilai sesungguhnya. De-ngan demikian, kajian AMDAL akan memberikan hasil yang lebih aman.

2. CAL3QHC; atau CALINE3 with Queing and Hotspot Calculations merupakan model screening untuk emisi polutan dari sumber lalu-lintas kendaraan bermotor (ranmor). Seperti terlihat dari namanya, model ini merupakan penambahan kemampuan model CALINE 3, khususnya dalam menghitung CMAX di persimpangan jalan dan sekitarnya. CAL3QHC biasanya digunakan sebagai model pendahuluan bagi CAL3QHCR (lihat bahasan selanjutnya). Sama dengan SCREEN3, model ini akan mengkombinasikan data kecepatan angin dan kelas stabilitas atmosfer untuk mendapatkan nilai CMAX. Model ini membutuhkan data rancangan jalan, lokasi objek penerima dampak, laju emisi ranmor (termasuk saat idle), pengaturan waktu lampu lalu-lintas, konfigurasi persimpangan jalan, jumlah jalur ranmor, dan lainnya. Hasil hitungan CAL3QHC merupakan angka untuk waktu rata-rata 1 jam. CAL3QHC dapat di-download dari www.epa.gov/scram001/dispersion_prefrec.htm. 3. CAL3QHCR; merupakan model versi rinci (refined mo-del) dari CAL3QHC. Penggunaannya dikhususkan untuk emisi polutan lalu-lintas ranmor, khususnya untuk polutan CO dan partikulat. Hasilnya bisa memiliki re-solusi yang lebih halus karena model ini menggunakan data meteorologis 1 tahun (on-site) atau 5 tahun (stasiun pengukuran terdekat). Data tinggi pencampuran (2 data per hari) juga diperhitungkan dalam model ini. Selain data meteorologis, model ini membutuhkan data lebih rinci yang terkait dengan wilayah sebaran dampak. Model ini dapat mengerjakan perhitungan untuk mendapatkan nilai C untuk waktu ratarata 1 jam sampai 24 jam. 4. ISC3; merupakan versi ketiga dari seri model Industrial Source Complex yang dikembangkan USEPA. Model ini mampu mensimulasi sebaran polutan yang berasal dari sumber majemuk (multiple source), baik itu sumber titik, sumber area, dan sumber volume. Dengan beberapa kiat khusus, model ISC3 sebenarnya dapat digunakan untuk mensimulasi sebaran polutan dari sumber garis. Model ISC3 membutuhkan data meteorologis yang ekstensif berupa data tiap jam (hourly condition data) untuk jangka waktu setahun. Data yang dibutuhkan termasuk arah angin,

kecepatan angin, suhu, dan kelas stabilitas atmosfer. Tinggi campuran (mixing heights) setidaknya harus tersedia 2 data untuk tiap hari prakiraan. Data meteorologis harus terlebih dahulu diolah oleh subprogram PCRAMMET sebelum di-input ke dalam model ISC3. Model ISC3 terdiri dari 3 jenis, yaitu ISC3-ST (short term) untuk simulasi jangka waktu pendek (skala prakiraan dampak dalam AMDAL), ISC3-LT (long term) untuk simulasi jangka waktu panjang (skala regional), dan ISC3-PRIME (Plume Rise Model Enhancements). Sampai November 2005, model ISC3 merupakan model yang direkomendasikan USEPA untuk digunakan dalam kajian prakiraan dampak kualitas udara. Setelah waktu itu, USEPA merekomendasikan

BAB V KESIMPULAN
Pencemaran udara disebabkan adanya campuran gas-gas yang dapat yang dapat membahayakan ekosistem dan komunitas disekitarnya. Pembakaran bahan bakar fosil menghasilkan sulfur dioksida dan diubah menjadi asam sulfurat. Upaya mengatasi pencemaraan udara tergantung dari sifat dan sumber polutan udara, seperti mengurangi polutan, mengubah polutan, melarutkan polutan dan mendisfersikan polutan. Diharapkan agar keadaan lingkungan tetap sehat dan bersih dari pencemaran udara.
Penghitungan Pencemaran udara juga dapat dilakukan dengan mengetahui Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU), sedangkan predeksi pencemaran dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan baik secara manual dan teknologi misalnya dengan menggunakan software.

DAFTAR PUSTAKA

Fardiaz, Srrikandi. 1992. Polusi Air dan Udara. Bogor: Kanisius Soedomo, Moestikahadi. 2001. Pencemaran Udara. Bandung: Institut Pertanian Bogor Ziegler, N Edward and James R. Prafflin. 2006. Encyclopedia of Environmental Science and Engineering 5 Th Edition. New York: Taylor & Francis Group Zaman, Badrus. ST.MT dan Syafrudin, Ir. CES,MT. 2005. Pengelolaan Kualitas Lingkungan. Teknik Lingkungan Undip. Semarang

Anda mungkin juga menyukai