Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS

HERPES ZOSTER
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin di RSUD Salatiga

Disusun Oleh: Ayudya Septarizky 20070310082 Diajukan Kepada Yth: dr. Bambang Sudarto, Sp. KK

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA RSUD SALATIGA 2012

Halaman Pengesahan

Telah diajukan dan disahkan, presentasi kasus dengan judul HERPES ZOSTER

Disusun Oleh: Nama NIM : Ayudya Septarizky : 20070310082

Telah dipresentasikan Hari/ Tanggal : November 2012

Disahkan Oleh: Dosen Pembimbing,

dr. Bambang Sudarto, Sp.KK

KATA PENGANTAR

Puji syukur, alhamdulillah penulis telah dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus dengan judul HERPES ZOSTER. Penulisan presentasi kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi sebagian syarat untuk mengikuti kepaniteraan klinik di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Salatiga. Dalam kesempatan ini ijinkanlah penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada : 1. Allah SWT, yang telah memberikan segala nikmat, yang tak terhingga sehingga penulis mampu menyelesaikan presentasi kasus ini dengan baik, serta junjungan Nabi Muhammad SAW. 2. dr. Ardi Pramono, Sp. An selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 3. dr. Bambang Sudarto, Sp. KK, dosen kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UMY di RSUD Salatiga yang telah membimbing penulis selama menjalani Ko-assisten di Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Salatiga. 4. Ayah dan Ibu yang telah memberikan doa dan semangatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas presentasi kasus ini pada waktunya. 5. Teman-teman Ko-assisten FKIK UMY, terutama bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis. Semoga presentasi kasus ini bermanfaat bagi kemajuan ilmu kedokteran walaupun dalam penulisan presentasi kasus ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan penulis. Akhirnya, sangat diharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan presentasi kasus ini.

Salatiga, November 2012 Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................. i HALAMAN PENGESAHAN................................................................................... ii KATA PENGANTAR............................................................................................... iii DAFTAR ISI............................................................................................................. v BAB I KASUS..........................................................................................................1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 4 HERPES ZOSTER A. B. C. D. E. F. G. H. I. J. K. L. Definisi ............................................... Epidemiologi................................................................... Etiologi............................................................. Gambaran Klinik.............................................................. Histopatologi.................................................................... Patogenesis....................................................... 8 9 11 11 13 15

Komplikasi.............................................................. 16 Diagnosis......................................................................... Diagnosis Banding.......................................................... Pencegahan...................................................................... Penatalaksanaan............................................................... Prognosis.......................................................................... 16 17 17 17 18 19 20

BAB III PEMBAHASAN.................................................................................. BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...........................................................

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 21

BAB I KASUS

A. IDENTITAS PASIEN Nama Usia Jenis Kelamin Pendidikan Agama Alamat No. CM Tanggal periksa : Sdr. AH : 16 tahun : Laki - laki : Pelajar : Islam : Ngasinan, Bringin , Semarang : 09-10-141075 : 26 Oktober 2012

B. ANAMNESIS Keluhan utama : Panas dan nyeri di badan

Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Salatiga dengan keluhan nyeri dan panas di badan yang timbul sejak 5 hari yang lalu, kadang disertai rasa gatal. Awalnya perut bagian kanan terasa nyeri, lalu muncul bintil-bintil kecil, makin lama makin banyak dan membesar, seperti ada air di dalamnya. Kemudian bintil-bintil tersebut menggerombol dan menjalar hingga punggung sebelah kanan. Demam (-), lemas (+), pusing (-). Saat ini bintil-bintil sudah tidak bertambah banyak. Pasien belum melakukan pengobatan.

Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien pernah mengalami cacar air sebelumnya Riwayat mengkomsumsi obat-obatan tertentu sebelumnya di sangkal Riwayat kontak dengan bahan alergi/iritan sebelumnya di sangkal Riwayat alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti ini sebelumnya Riwayat alergi pada keluarga disangkal

C. PEMERIKSAAN FISIK Status general Kesan umum: cukup Kesadaran: Compos mentis Tanda-tanda vital : dalam batas normal Status dermatologi Predileksi : region torak dekstra hingga punggung dekstra UKK : vesikel dan pustul bergerombol diatas dasar eritem, , dan lesi yang khas bersifat

unilateral sesuai dermatom, serta terdapat krusta diatasnya.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang

E. DIAGNOSIS BANDING Herpes Zoster Varisela Dermatitis Herpetiformis

F. DIAGNOSIS Herpes Zoster Regio Torakolumbalis Dextra

G. TERAPI R/ Clinium gel tube I S 2 dd u.e R/ Supramox tab mg500 No XV S 3 dd tab I R/ Proneuron tab No XV S.3 dd tab I R/ Solaxin tab No XV S. 3 dd tab I

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


A. DEFINISI Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat terutama terjadi pada orang tua yang khas ditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus kranialis. Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela-zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalam bentuk laten setelah infeksi primer oleh virus.

B. EPIDEMIOLOGI Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini seperti yang diterangkan dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita mendapat varisela. Kadangkadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada pendapat yang menyatakan kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang menderita varisela atau herpes zoster.

C. ETIOLOGI Herpes zoster disebabkan oleh varicella-zoster virus (VZV). VZV merupakan virus berinti DNA. VZV mempunyai kapsid yang tersusun dari 162 unit protein dan berbentuk simetri ikosehedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius. Infeksiositas virus dengan cepat dapat dihancurkan oleh bahan organik, detergen, enzim proteolitik, panas dan lingkungan pH yang tinggi.

D. GAMBARAN KLINIK Gejala prodromal lokal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang keluarnya erupsi atau bersama-sama dengan kelainan kulit. Gejala prodromal sistemik, seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5 % penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi. Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan hampir selalu unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik. Erupsi mulai dengan makulopapulo-erimatous. Dua belas hingga 24 jam kemudian terbentuk vesikula yang berkelompok dengan dasar kulit yang eritematosa dan edema.vesikel ini cepat membesar dan menyatu sehingga membentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh (berwarna abu-abu), dan dapat pula bercampur darah. Vesikel dapat menjadi pustula pada hari ke-3 atau jika terjadi absorbsi vesikula atau bula mengering menjadi krusta seminggu sampai 10 hari kemudian. Krusta ini dapat menetap selama 2-3 minggu. Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak (jarang), hanya timbul keluhan ringan dan erupsinya cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita usia lanjut dapat menetap, walaupan krustanya sudah menghilang. Masa tunasnya 7-12 hari. Masa aktif penyakit ini berupa lesi-lesi baru yang tetap timbul berlangsung kira-kira seminggu, sedangkan masa resolusi berlangsung kira-kira 1-2 minggu. Disamping gejala kulit dapat juga dijumpai pembesaran kelenjar getah bening regional. Lokalisasi penyakit ini adalah unilateral dan bersifat dermatomal sesuai dengan tempat

persarafan. Pada susunan saraf tepi jarang timbul kelainan motorik, tetapi pada susunan saraf pusat kelainan ini lebih sering karena struktur ganglion kranialis memungkinkan hal tersebut. Hiperestesi pada daerah yang terkena memberi gejala yang khas. Kelainan pada muka sering disebabkan oleh karena gangguan pada nervus trigeminus (ganglion gaseri) atau nervus fasialis dan otikus (dari ganglion genikulatum). Menurut daerah penyerangannya dikenal: 1. Herpes Zoster Oftalmika : menyerang dahi dan sekitar mata. 2. Herpes Zoster Servikalis : menyerang pundak dan lengan. 3. Herpes Zoster Torakalis 4. Herpes Zoster Lumbalis 5. Herpes Zoster Sakralis 6. Herpes Zoster Otikum : menyerang dada dan perut. : menyerang bokong dan paha. : menyerang sekitar anus dan genitalia : menyerang telinga.

Herpes zoster oftalmikus disebabkan oleh infeksi cabang pertama nervus trigeminus, sehingga menimbulkan kelainan pada mata, disamping itu juga cabang kedua dan ketiga menyebabkan kelainan kulit pada daerah persarafannya. Sindrom Ramsay Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikan gejala paralisis otot muka ( Bells palsy), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan pengecapan. Daerah yang yang paling sering terkena infeksi adalah daerah torakal, kemudian daerah mata, walaupun daerahdaerah lain tidak jarang. Herpes zoster generalisata terdapat kelainan kulit yang unilateral dan segmental disertai kelainan kulit yang menyebar secara generalisata berupa vesikula dengan umbilikasi. Kasus ini

terutama terjadi pada orang tua atau pada orang yang kondisi fisiknya sangat lemah, misalnya pada penderita limfoma maligna. Herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang singkat dan kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem. Bentuk lain herpes zoster yaitu herpes zoster hemoragika (vesikula-vesikulanya tampak berwarna merah-kehitaman karena berisi darah).

E. HISTOPATOLOGI Tampak vesikula bersifat unilokular, biasanya pada stratum granulosum, kadang-kadang subepidermal. Yang penting adalah temuan sel balon yaitu sel stratum pinosum yang mengalami degenerasi dan membesar, juga badan inklusi (lipschutz) yang tersebar dalam inti sel epidermis, dalam jaringan ikat dan endotel pembuluh darah. Dermis : dilatasi pembuluh darah dan sebukan limfosit. Ditemukan sebukan sel limfosit yang mencolok, nekrosis sel dan serabut saraf, proliferasi endotel pembuluh darah kecil, hemorargi fokal, dan inflamasi bungkus ganglion. Partikel virus dapat dilihat dengan mikroskop elektron dan antigen VZV dapat dilihat secara imunofluoresensi.

F. PATOGENESIS Melihat data epidemiologi klinik dan histopatologik, patogenesis herpes zooster mirip dengan infeksi herpes simpleks kambuhan. Selama terjadinya infeksi varisela, VZV meninggalkan lesi dikulit dan permukaan mukosa ke ujung serabut saraf sensorik. Kemudian secara sentripetal virus ini dibawa melalui serabut saraf sensorik tersebut menuju ke ganglion

saraf sensorik. Dalam ganglion ini, virus memasuki masa laten dan di sini tidak infeksius dan tidak mengadakan multiplikasi lagi, namun tidak berarti kehilangan daya infeksinya.

Gbr. Reaktivasi virus hingga timbul manifestasi klinis

Bila daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan, akan terjadi reaktivasi virus. Virus mengalami multiplikasi dan menyebar di dalam ganglion. Ini menyebabkan nekrosis pada saraf serta terjadi inflamasi yang berat, dan biasanya disertai neuralgia yang hebat. VZV yang infeksius ini mengikuti serabut saraf sensorik, sehingga terjadi neuritis. Neuritis ini berakhir pada ujung serabut saraf sensorik di kulit dengan gambaran erupsi yang khas untuk erupsi herpes zoster.

G. KOMPLIKASI Neuralgia pasca herpetika adalah rasa nyeri yang timbul pada daeerah bekas penyembuhan. Neuralgia ini dapat berlangsung berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan

ini cenderung terjadi pada penderita diatas usia 40 tahun dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Sepertiga kasus diatas usia 60 tahun dikatakan akan mengalami komplikasi ini, sedang pada usis muda hanya terjadi pada 10 % kasus. 1 Makin tua penderita makin tinggi persentasenya. Pada penderita tanpa disertai difisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada yang disertai difisiensi imunitas, infeksi HIV, keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi. Vesikel sering menjadi ulkus dengan jaringan nekrotik. Infeksi sekunder oleh bakteri akan menyebabkan terhambatnya penyembuhan dan akan meninggalkan bekas sebagai sikatriks. Pada herpes zoster oftalmikus dapat terjadi berbagai komplikasi, diantaranya ptosis paralitik, keratitis, skleritis, uveitis, korioretinitis, dan neuritis optik. Paralisis motorik terdapat pada 1-5 % kasus, yang terjadi akibat penjalaran virus secara perkontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis motorik terjadi terutama bila virus juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis. Paralisis biasanya timbul dalam 2 minggu sejak awitan munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya dimuka, diafragma, batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria, anus. Umumnya akan sembuh spontan.

H. DIAGNOSIS Dalam stadium pra-erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya. Bila erupsi mulai terlihat, diagnosis menjadi mudah ditegakkan. Secara laboratorik, pemeriksaan sediaan apusan secara Tzanck membantu menegakkan diagnosis dengan menemukan sel datia berinti banyak, demikian pula pemeriksaan cairan vesikula atau material biopsi dengan mikroskop elektron, serta tes serologis.

Gbr. Histopatologi

Gbr. Sel Datia multinuklei

I. DIAGNOSIS BANDING 1. Varisela Umur : Sangat menular, terutama menyerang anak-anak. Bila menyerang orang

dewasa gejala biasanya lebih berat. Predileksi : Terutama pada badan dan sedikit pada wajah dan ekstrimitas. Mungkin

juga timbul pada mulut, palatum mole dan faring. UKK : Vesikel berukuran miliar sampai lentikular, disekitar terdapat daerah

eritematosa. Dapat ditemukan beberapa stadium perkembangan vesikel mulai dari eritem, vesikel, pustule, skuama, hingga sikatriks (polimorf). 2. Dermatitis Herpetiformis Umur : terjadi pada semua umur, laki-laki lebih sering daripada perempuan. : terutama pada lipat ketiak bagian belakang, oksiput, daerah sakrum,

Predileksi

bokong, ekstensor lengan, siku, lutut.

UKK : berupa rasa gatal yang sangat dan panas ditandai dengan adanya vesikula berkelompok atau urtika diatas dasar ertitem pada daerah predileksi, polimorfi, biasanya simetris.

J. PENCEGAHAN Pencegahan penyakit herpes seharusnya mencakup pencegahan infeksi virus laten dan pencegahan reaktivasi virus yang laten tersebut. Tetapi sampai sekarang belum ditemukan cara untuk pencegahan tersebut.

K. PENATALAKSANAAN 1. Terapi umum : pasien sebaiknya beristirahat. 2. Terapi sistemik Terapi sistemik hanya bersifat simtomatik, misalnya pemberian analgetika untuk mengurangi neuralgia. Dapat pula ditambahkan neurotropik, vitamin B1, B6 dan B12. Pemberian secara oral prednison 30 mg per hari atau triamsinolon 48 mg sehari akan memperpendek masa neuralgia pasca herpetika, terutama pada orang tua dan seyogyanya sudah diberikan sejak awal timbulnya erupsi. Indikasi pemberian kortikosteroid ialah untuk sindrom ramsay Hunt. Pemberian harus sedini-dininya untuk mencegah terjadinya paralisis. Biasanya diberikan prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah eminggu dosis diturunkan secara bertahap. Dengan dosis prednisosn setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik digabung dengan obat antiviral. Dikatakan kegunaannya untuk mencegah fibrosis ganglion. Pengobatan dengan imunostimulator, seperti isoprinosin dan antivirus seperti interferon dapat pula dipertimbangkan. Imunostimulator yang biasa digunakan ialah isoprinosin 50 mg/kg BB/hari, dosis maksimal 3000 mg sehari. Obat ini juga diberikan dalam 3 hari pertama lesi

muncul. Ada pendapat yang mengatakan isoprinosin sebagai imunostimulator tidak berguna karena awitan kerjanya baru setelah 2-8 minggu, sedangkan masa aktif penyakit kira-kira hanya seminggu. Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi imunitas mengingat komplikasinya. Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir. Sebaiknya diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul karena lewat dari masa ini pengobatan tidak efektif. . Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 x 800 mg sehari dan biasanya diberikan 7 hari, atas pertimbangan biaya dapat digunakan dosis 5 x 400 mg selama 7 hari, sedangkan valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih dapat diteruskan dan dihentikan ssudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi. 3. Terapi lokal Pengobatan topikal bergantung pada stadiumnya. Jika masih stadium vesikel diberikan bedak dengan tujuan protektif untuk mencegah pecahnya vesikel agar tidak terjadi infeksi sekunder. Bila erosif diberikan kompres terbuka. Kalau terjadi ulserasi dapat diberikan salep antibiotik. Usahakan supaya vesikel tidak pecah untuk menghindari infeksi sekunder, yaitu dengan bedak salisil 2 %. Jika terjadi infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik lokal misal : salep kloramfenikol 2 %, maupun antibiotik tetrasiklin. Lokal diberi bedak. Losio kalamin dapat diberikan untuk mengurangi rasa tidak enak dan mengeringkan lesi vesikuler. IDU 5-40 % dalam 100% DMSO (dimetilsulfoksid) dipakai secara topikal. sistemik spektrum luas misalnya kloramfenikol,

Solusio Burowi : digunakan sebagai kompres.

L. PROGNOSIS Pada orang tua dan anak-anak pada umumnya baik. Pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindakan perawatan secara dini.

BAB III PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan berupa nyeri, panas, dan kadang gatal pada badan, sejak 5 hari yang lalu, diikuti munculnya bintil-bintil berair yang makin lama makin besar dan banyak. Riwayat cacar air sebelumnya positif. Lalu dari pemeriksaan fisik didapatkan lesi pada kulit berupa vesikel bergerombol di atas dasar eritem, pada satu sisi. Dari pemeriksaan tersebut diagnosis bandingnya adalah herpes simpleks, varisela dan juga dermatitis herpetiformis. Namun melihat tanda khas berupa lesi yang unilateral dan nyeri serta riwayat sebelumnya pernah menderita cacar air (varisela) maka diagnosis kerjanya adalah Herpes Zoster. Regio yang terkena adalah thorak hingga lumbal dekstra, sehingga diagnosa lengkap nya adalah Herpes Zoster Torakolumbalis Dekstra. Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang . Untuk membantu penegakan diagnosis selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik yaitu dapat dilakukan Tzanck test, yang nantinya akan didapatkan sel datia berinti banyak. Terapi di poli diberikan supramox yang berisi amoksisillin untuk mengatasi infeksi sekunder, dan juga melihat lesi yang sudah cukup luas sekiranya tidak cukup hanya diberikan antibiotic tipokal. Diberikan proneuron yang berisi metampiron dan diazepam untuk mengatasi neuralgia, clinium gel yang berisi clindamisin sebagai antibiotik topikal dan solaxin untuk mengatasi gejala spasme otot karena inflamasi . Pada pasien ini tidak diberikan antivirus dengan pertimbangan sudah tidak dalam masa aktif , sudah tidak muncul lesi baru dan dikarenakan pasien dating berobat sudah hari ke lima, antivirus sebaiknya diberikan sejak awal timbulnya lesi. Kortikosteroid juga tidak diberikan karena pemberiannya terhadap herpes zoster masih

kontroversial.

BAB IV KESIMPULAN

1. Herpes zooster adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus varisela-zooster yang menyerang kulit dan mukosa, infeksi ini merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah infeksi primer. 2. Ciri khas dari herpes zooster adalah nyeri segmental dan erupsi kulit berupa vesikel berkelompok di atas dasar yang eritematosa pada dermatom tertentu. 3. Pengobatan yang diberikan adalah terapi simptomatik dan obat antivirus, pada stadium vesikel dapat diberikan bedak salisil 2 %.

BAB V DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A., Sani, A., dkk, 2009, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, 8th ed, PT. InfoMaster lisensi dari CMPMedica, Jakarta 2. Moon,J.,2009,Herpes zoster, Medscape, http//:www.emedicine.medscape.com 3. Mulyono, 1986, Pedoman Pengobatan Penyakit Kulit dan Kelamin, 1st ed, Meidian Mulya Jaya : Jakarta 4. Siregar, R. S., 2005, Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit, 2nd ed, EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai