Anda di halaman 1dari 17

APRESIASI PROSA FIKSI ROMAN DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM KARANGAN SULTAN TAKDIR ALISYAHBANA

Ditulis untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Apresiasi Prosa Fiksi

Disusun Oleh :

PROGRAM STUDI DIKSATRASIADA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATHLAUL ANWAR
BANTEN 2012/2013

APRESIASI PROSA FIKSI

A. Identitas Buku Judul Roman Pengarang Penerbit Tahun Terbit Tebal Buku : Dian yang Tak Kunjung Padam : Sultan Takdir Alisyahbana : Dian Rakyat : Cetakan ke dua puluh satu 2011 : 156 halaman

B. Biografi Pengarang Sutan Takdir Alisyahbana dilahirkan di Natal, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, 11 Februari 1908, dan meninggal di Jakarta, 17 Juli 1994 dalam usia 86 tahun. Dinamai Takdir karena jari tanganna hanya ada 4. Ibunya seorang Minangkabau yang telah turun temurun menetap di Natal, Sumatera Utara sementara ayahnya, Raden Alisyahbana gelar Sutan Arbi, ialah seorang guru. Kakeknya, Sutan Mohamad Zahab, dikenal sebagai seseorang yang dianggap memiliki pengetahuan agama dan hukum yang luas. Mula-mula STA sekolah di HIS (Hollandsch Inlandsche School) di Bengkulu (1915-1921) kemudian melanjutkan sekolahnya di Kweekschool, Bukit Tinggi, Lahat, Muara Enim (1921-1925) dan Hogere Kweekschool, Bandung ( 1925-1928) serta Hoofdacte Cursus di Jakarta (1931-1933), yang merupakan sumber kualifikasi tertinggi bagi guru di Hindia Belanda pada saat itu. Kemudian di Rechtschogeschool, Jakarta. Pada tahun 1942 Sutan Takdir Alisyahbana mendapat gelar Meester in de rechten (Sarjana Hukum). Sutan Takdir juga mengikuti kuliah-kuliah tentang ilmu bahasa umum, kebudayaan Asia, dan filsafat. Ia menerima gelar Dr. Honoris Causa dari UI (1979) dan Universiti Sains, Penang, Malaysia (1987). Sutan Takdir pernah menjadi redaktur Panji Pustaka dan Balai Pustaka (1930-1933), kemudian mendirikan dan memimpin majalah Pujangga Baru (19331942 dan 1948-1953), Pembina Bahasa Indonesia (1947-1952), dan Konfrontasi (1954-1962). Pernah menjadi guru HKS di Palembang (1928-1929), dosen Bahasa

Indonesia, Sejarah, dan Kebudayaan di UI (1946-1948), guru besar Bahasa Indonesia, Filsafat Kesusastraan dan Kebudayaan di Universitas Nasional, Jakarta (1950-1958), guru besar Tata Bahasa Indonesia di Universitas Andalas, Padang (1956-1958), dan guru besar & Ketua Departemen Studi Melayu Universitas Malaya, Kuala Lumpur (1963-1968). Sutan Takdir merupakan tokoh terkemuka dalam sejarah kesusastraan dan pemikiran kebudayaan di Indonesia. Dia banyak menulis puisi, roman, esai-esai sastra, bahasa serta tulisan ilmiah mengenai filsafat, ilmu-ilmu sosial dan kemanusiaan. Dia juga menaruh minat pada sejarah intelektual Islam, khususnya pemikiran Ibn Rusyd dan menjelang akhir hayatnya kepada Muhammad Iqbal. Kiprahnya di dunia sastra dimulai dengan tulisannya Tak Putus Dirundung Malang (1929). Disusul dengan karyanya yang lain, yaitu Diam Tak Kunjung padam (1932), Layar Terkembang 1936, Anak Perawan di Sarang Penyamun (1941l), Grotta Azzura (1970), Tebaran Mega, Kalah dan Menang (1978), Puisi Lama (1941), dan puisi Baru (1946). Dalam roman Layar Terkembang yang sudah beberapa kali di cetak ulang STA merenuangkan gagasannya dalam memajukan masyarakat, terutama gagasan memajukan peranan kaum wanita melalui tokoh Tuti sebagai wanita Indonesia yang berpikiran maju yang aktif dalam pergerakan wanita. Diantara Karya-karyanya: Tak Putus Dirundung Malang (roman, 1929) Dian Tak Kunjung Padam (roman, 1932) Tebaran Mega (kumpulan sajak, 1935) Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia (1936) Layar Terkembang (roman, 1936) Anak Perawan di Sarang Penyamun (roman, 1940) Sajak-Sajak dan Renungan (1987).

C. Sinopsis Yasin merupakan anak tunggal dari keluarga uluan. Dia seorang pemuda yang baru berumur dua puluh tahun. Tiga bulan yang telah lallu ayahnya

berpulang ke Rahmatullah. Sekarang tinggalah ia berdua saja dengan ibunya. Yang sudah tua. Ia sangat menyayangi ibunya. Setiap hari Yasin dan ibunya berjualan hasil kebun ke enam belas ilir. Ia berjualan dengan menggunakan perahu melewati aliran sungai Musi. Suatu pagi ketika perahu Yasin melewati sebuah rumah besar, ia melihat seorang gadis yang termashur cantik. Gadis itu bernama Molek. Molek merupakan anak dari Raden Mahmud yang terkenal kaya dan pedagang yang terkenal dan ibunya bernama Cek Sitti. Molek merupakan perawan bangsawan yang baru berumur 17 tahun. Ia anak ketiga dari tiga bersaudara. Molek seorang gadis rendah hati, pengiba dan penyayang. Ketika Yasin memandang Molek. Ia merasakan sesuatu yang aneh dalam hatinya. Ia menjadi riang. Setelah menjual paranya, esoknya ia pulang ke dusun. Semenjak ia bertemu dengan Molek, Yasin jadi sering tepekur. Ia pun merasakan hal yang sama dengan Molek. Yasin tidak bisa melupakan Molek.

Setiap yasin melewati rumah Molek, mereka berpandang-pandangan dengan tak berhenti-henti, penuh dendam birahi. Tanpa saling mengenal, Yasin dan Molek saling jatuh cinta. Yasin mempunyai kebun para dan menyadapnya sendiri, di sebelah kebun paranya ada sebidang tanah yang ditumbuhi pohon pisang. Dua bulan sekali Yasin menjual pisangnya ke Palembang, perjalanan itu membutuh waktu sehari semalam dan ketika ia kembali ke kebunnya untuk menjemput ibunya, ia naik kereta api sampai ke dusun Gunung Megang. Kalau Ysin pergi berjualan pisang, ibunya tidak pernah dibawa tetapi diantarkan dulu ke rumahnya di dusun.

Sebenarnya Yasin berasal dari Gunung Megang, rumahnya tidak jauh dari halte kecil di dusun itu. Namun sudah sembilan tahun Yasin dan ibunya tinggal di kebun para dan hanya sekali-kali mereka pulang. Biasanya mereka pulang, ketika ada pernikahan atau aku memakamkan mayat sanak saudaranya juga beberapa hari sebelum puasa dan pada hari raya. Sejak kanak-kanak Yasin telah menjadi bujang besar sehingga berbeda dengan anak-anak sebayanya. Hanya buku cerita dan buku melayu yang menemani hari-harinya ketika tidak ada pekerjaan.

Empat hari jalan kelima Yasin dan ibunya meninggalkan Palembang dan kembali ke kebun. Namun kalau dari ke Palembang hanya membutuhkan waktu sehari semalam saja. Suatu hari ketika yasin dan ibunya sedang di kebun para, tiba-tiba saudara yang bernama Muluk datang. Muluk disuruh bapak dan kakak Thalib menjemput Yasin dan ibunya. Sembilan hari lagi majid akan menikah dengan anak haji Tohir. Keesokan harinya Yasin, ibunya dan Muluk pergi ke Gunung Megang untuk mengunjungi ke makam kaum kerabatnya dan keesokan harinya lagi mereka membersihkan rumah Yasin. Hari itu juga mereka pergi ke peranggiran untuk menemui sanak saudaranya. Dalam beberapa hari pernikahan hanya disiapkan. Sejak ia tiba di penanggiran ia berusaha membantu persiapan itu sehingga sejenak bisa melupakan Molek. Namun pada saat pernikahan dimulai, Yasin malah termenung selalu memikirkan Molek. Ia takut cintanya kepada Molek tidak terbalaskan. Dalam keramaian ia merasa sendiri. Termenung memikirkan nasib percintaannya. Yasin sadar bahwa cintanya kepada Molek banyak alangannya. Alangan itu karena perbedaan keturunan. Yasin hanyalah seorang anak dusun biasa sementara Molek, ia seorang anak bangsawan yang kaya raya. Ibu Yasin pun merasa sedih dengar nasib perantauan anaknya itu. Hari terakhir pada peralatan itu berangkatlah Yasin dengan kereta api petang ke Gunung Megang. Di Gunung Megang malam itu yasin tidur sendiri di rumahnya. Ia tidak mau pergi ke rumah saudara sepupu ibunya. Karena ia ingin mengasingkan dirinya. Esoknya ia ingin menemui Molek. Ia ingin mengetahui apakah citanya dibalas oleh Molek atau tidak. Pada malam itu ia memikirkan bagaimana caranya mengungkapkan perasaannya kepada Yasin setelah lama berpikir, Yasin menemukan ide bahwa untuk mengungkapkan perasaan itu yaitu dengan menulis surat. Setelah sampai di Palembang, ia membeli sehelai sampul dan sebatang pinsil di kedai orang Cina. Setelah itu mendekati rumah Molek, namun ia tidak melihat Molek. Ia menjadi kecewa kemudian ia mencari tempat yang baik untuk mencurahkan isi kalbunya itu. Tempat yang dipilihnya yaitu tempat tidur. Setelah selesai surat itu, lalu dibacanya beberapa kali. Esoknya Yasin pergi ke rumah

Molek . Ia menyimpan surat itu, maka ia pun mengayuh sampannya ke muara anak air itu kembali. Hari itu Molek bangun sedia kala. Ketika ia pergi ke kamar mandi, ia menemukan sepucuk surat yang terselip. Ia sangat kaget, kemudian perlahanlahan ia membaca surat dari Yasin itu. Setelah membaca surat itu, Molek menjadi bahagia. Ternyata ia pun mencintai Yasin. Namun kebahagiaan itu terhempas oleh perbedaan keturunan antara Yasin dengan Molek. Sejak berumur sebelas tahun Molek dipingit oleh orang tuanya. Molek menyimpan surat berharga itu diantara lipatan bajunya, kemudian ia membalas surat dari Yasin. Dalam surat itu Molek menyatakan bahwa ia pun mencintai Yasin. Surat itupun diletakan di suatu tempat tepian. Hari bertukar minggu, minggu bertukar bulan pun telah bertukar beberapa kali berganti sehingga telah menjelang setahun dalam masa itu percintaan antara Yasin tiada berkurang tetapi malah betambah. Tetapi meskipun demikian kasih sayang mereka hanya dari jauh sebab mereka belum pernah bertemu, di tepian tempat mandi ada sebuah sudut yang tersembunyi di sanalah mereka meletakan surat-suratnya dengan tiada diketahui orang lain selam berkasih-kasihan itu, telah banyak mereka berkirim-kiriman surat. Akhirnya pada suatu hari mereka ketemuan. Mereka saling berpandangan dan melepaskan rindu. Namun pertemuan tidak lama, karena kalau ketahuan celakalah mereka. Setelah betemu dengan Molek, Yasin kembali ke panggiran. Pada suatu petang, Yasin dengan ibunya, Muluk dan pesirah Thalib dengan isterinya. Mereka membicarakan tentang nasib percintaan Yasin dengan Molek. Banyak benar alangan terhadap mereka. Pebedaan keturunan sangat sulit untuk dihilangkan. Bagaimanapun banyaknya harta keluarga Yasin, tidak ada harganya buat keluarga Molek. Tapi mereka bertekad untuk meminang Molek. Keesokannya pesirah thalib mengajak ibu Yasin pergi ke rumah ayahnya untuk mempercakapkan maksud mereka. Mereka setuju dengan putusan itu dan dua hari sesudah itu berangkatlah ibu Yasin, bapa dan mertua pesirah Thalib, Muluk dan Yasin ke Gunung Megang. Di Gunung Megang lima hari lamanya mereka berunding dengan bibi Munah. Dalam waktu itu yasin sering berziarah. Setelah berunding,

mereka pergi ke Palembang. Tiba di Palembang mereka pun tidak berlabuh di enam belas ilir, dekat rumah Raden mahmud, melainkan di muka benteng dekat pangkalan di muka rumah Residen. Selang beberapa waktu ibu Yasin, bibi Munah, ayah dan bunda pesirah Thalib datang meminang Molek. Tapi mereka pulang dengan tangan hampa, karena Cek Sitti berterus terang bahwa Molek tidak dapat diserahkan kepada orang Uluan. Jodohnya mesti seorang bangsawan. Molek sangat sedih mendengar keputusan ibunya itu. Sikapnya pada ibu dan ayahnya jadi berubah. Ia menangis dan menangis akhirnya ibunya tahu, kalau Molek menangis karena ibunya menolak pinangan keluarganya Yasin. Setelah tahu hal itu, ibunya Molek menjadi marah dan murka. Kemudian ia pun memberitahu Raden Mahmud. Ayahnya sangat marah kepada Molek. Ia ditampar, ditempeleng dan mengatai Yasin dengan kata-kata yang pedas. Molek dibenci oleh orangtuanya, seolah-olah ia melakukan dosa besar. Ayahnya mengancam, kalau Yasin datang lagi menemui Molek, maka ia akan binasa. Setelah orang tuanya pergi, Molek mulai membaca surat dari Yasin. Isi surat itu menyatakan kalau keluarga Yasin telah meminang Molek. Tetapi pinangan itu ditolak. Jadi Yasin memutuskan untuk melepaskan Molek. Setelah selesai membaca surat itu, kemudian Molek membalas. Isi surat balasan itu menyatakan bahwa Molek tidak mau ditinggalkan Yasin, dan sabar menunggu. Sejak menerima surat balasan dari Molek, Yasin tidak ingin lagi meninggalkan Molek. Namun ia dan keluarganya haus pulang ke Gunung Megang. Waktu terus berjalan, Raden Mahmud dan istrinya bertambah lama bertambah lupa dengan kasalahan Molek. Molek sendiri pun telah jauh berkurang amarahnya kepada orangtuanya. Pada suatu hari Molek dipinang oleh Syaid Mustafa, yaitu seorang arab yang ternama kaya dan berharta di kota Palembang. Pinangan itu diterima. Walaupun ia bukan keturunan nabi atau berasal dari tanah suci. Molek danYasin putus asa dengan keadaannya. Pada malam esoknya ia akan dikawinkan, Molek ingin bertemu dahulu dengan Yasin. Akhirnya merekapun bertemu. Mereka saling melepas rindu. Namun ketika pertemuan itu berlangsung tiba-tiba ombak menghantam perahu Yasin sehingga mereka berpisah.

Ketika melihat orang-orang keluar dari rumah Molek maka iapun dengan segera menghanyutkan perahunya sementara Molek jatuh pingsan, tetapi tak berapa lama Molek pun sadar. Tapi dengan kejadian itu, Molek terpaksa menuruti keinginan orangtuanya. Akhirnya pernikahan Molek dan orang Arab itu berlangsung. Setelah pernikahan itu, orangtua Molek pergi untuk beribadah haji. Sejak menikah Molek sering termenung dan sendiri. Suaminya tidak mencintai, ia sering ditinggal suaminya itu. Ternyata dia hanya ingin menguasai harta dan kekayaan orang tua Molek saja, bahkan suaminya itu tak menafkahinya sehingga ia sangat menderita. Dalam kesendiriannya itu, Molek menulis surat buat Yasin; isi surat itu, menyatakan penderitaan Molek selama ini dan ingin bertemu dengan Yasin. Sebenarnya pertemuan itu pertemuan terakhir. Setelah menerima surat dari Molek, Yasin dengan segera menemui Molek. Dalam pertemuan itu, Molek menjatuhkan diri memeluk kaki Yasin. Ia meminta maaf karena telah menikah dengan laki-laki lain. Perlahan Yasin mengangkat tubuh Molek dan memeluknya. Sambil berkata bahwa Molek tidak bersalah. Tapi Molek tiba-tiba menjadi kasar kepada Yasin. Ia mnyuruh Yasin untuk pergi meninggalkannya. Yasin terkejut dengan sikap Molek itu. Ia pun pegi meninggalkan rumah Molek. Dua hari keesokannya Yasin melayari sungai Musi. Ia tidak berputus asa untuk menunggu surat dari Molek. Ia pun pergi ke tepian rumah Molek, tetapi ia tidak menemukan lagi surat itu ketika di tepian. Tiba-tiba ia terkejut suatu bayangan manusia naik dari tangga dan terus masuk ke pintu yang terbuka. Yasin tahu, kalau yang masuk itu adalah Molek.sekejap pintu itu tertutup kembali. Tanpa sadar ia menangis dan firasat hatinya mengatakan bahwa Molek telah meninggalkan ia untuk selam-lamanya. Setelah kejadian itu, ia menemukan sebuah surat terakhir dari Molek. Isi surat itu yaitu demi menjaga kemuliaan cintanya kepada Yasin lebih baik ia berputih tulang. Surat pertama dari Yasin ia bawa ke liang lahatnya dan Molek pun menulis kalau ia akan menunggu Yasin di akhirat. Yasin ingin menggagalkan niat kekasihnya itu namun ia gagal. Esoknya ia mengetahui kalau Molek telah meninggal dunia. Beberapa hari Yasin tinggal di

kuburan Molek bersama-sama dengan orang yang mengaji buat arwah Molek. Beberapa minggu sesudah itu Yasin pulang ke dusunya. Beberapa lamanya yasin tinggal bersama-sama ibunya di sungai Lematang. Suatu hari ibunya sakit, lalu dibawanya ke dusun Gunung Megang. Disanalah ibunya berpulang dan beberapa hari sesudah itu hilanglah Yasin dari dusun kecil itu dan tak seorang pun tahu kemana peginya Yasin. Pada suatu tempat rimba lebat di gunung Seminung, di pekan dusun Sukau tinggalah seorang laki-laki telah lanjut dan ia adalah Yasin. Disana Yasin bersahabat dengan anak muda yang bernama Rahman. Kalau Rahman membawa dagangan ke ranau ia selalu mengunjungi Yasin, lelaki yang lebih tua darinya. Pada suatu Rahman membawa seorang gadis ke pondok Yasin. Ia melarikan gadis perempuan itu. Kisah percintaan Rahman dengan gadis itusama dengan kisah percintaanYasin dan Molek. Esoknya Rahman membawa gadis itu pergi ke Kroi. Yasin pun teringat dengan Molek, malam itu ia mendapat kemenangan dan ketenangan dalam hidupnya. Yasin menjadi orang tua yang saleh dan taat beribadah. Suka menolong siapapun dengan segala tenaganya tanpa pamrih. Hidupnya aman dan sentosa seakan-akan setiap waktu disinari oleh cahaya Illahi.

D. Unsur Instrinsik 1. Tema Tema Mayor dalam Roman Dian yang Tak Kunjung Padam karya Sultan Takdi Alisyahbana ini mengusung tema Cinta yang terhalang oleh jurang keturunan. Tema Minor dalam Roman Dian yang Tak Kunjung Padam karya Sultan Takdi Alisyahbana ini yaitu Cinta itu tidak bisa dilihat oleh mata, tidak bisa dium oleh hidung. Cinta hanya bisa dirasakan oleh hati yang paling tulus maka cintailah seseorang itu bukan karena parasnya, keturunannya, hartanya ataupun derajatnya tapi cintai ia dengan ketidaksempurnaannya karena tidak akan kita temui manusia sempurna di dunia ini. Cinta itu bukan hal yang dapat dilihat dari sudut pandang sebelah mata.

Di dunia ini banyaklah yang terjadi menurut pikiran dan kira-kira kita tetapi jangan manjdi putus asa. Teruslah berusaha dan berpasrah kepada Allah karena Allah tidak selalu berikan apa yang kita inginkan tetapi Allah selalu berikan apa yang kita butuhkan.

Cinta yang suci itu diridhoi oleh Allah. Cinta yang tulus lebih berharga dari apapun yang paling berharga di dunia ini. Manusia harus sabar dan tawakal menghadapi segala macam cobaan dan penderitaan keran sesungguhnya dalam kesulitan itu ada kemudahan. Kebahagiaan yang abadi terletak dalam hati dan terlepas dari segala ikatan dan kongkongan dunia.

2. Alur Alur cerita dalam roman ini menggunakan alur maju. a) Situation Perkenalan tokoh utama yasin dan perkenalan kisah cinta antara molek dan yasin. Yasin, demikianlah nama anak muda yang duduk dimuka perahu itu, tak dapat menahan paranya menunggu masa yang baik,. (Hal.3) Dimuka Yasin pun terbayanglah paras perawan bangsawan yang cantik itu, seperti tadi, ketika ia berdiri dimuka pintu memandang kebawah, kesampan dan perahu, keair dan kepada.di, Yasin! (Hal.5) b) Generation Circum Situation Kisah percintaan mereka pun tidaklah layaknya kisah-kisah percintaan remaja jaman sekarang. Keduanya hanya bertatapan dan berbicara seperlunya saja, itu pun dilakukan sembunyi-sembunyi, karena takut ketahuan Raden Mahmud, ayah Molek. Mereka bertemu di tempat mandi, tempat di mana Yasin dapat menyandarkan perahunya, karena rumah Molek berada di tepian Sungai Musi. Atau sengaja berkirim-kiriman surat untuk melepas rindu. Cinta antara molek dan yasin terhalang karena jurang ke turunan,derajat dan kekayaan Orang Palembang, terutama bangsawan-bangsawannya terbilang amat benci pada orang yang datang dari Uluan. Tentu cintanya akan sia-sia

belaka dan ia akan menjadi si cebol yang merindukan bulan.(Halaman 14). Demikianlah beberapa lamanya kedua muda-teruna itu berpandangpandangan dengan tak berhenti-henti, penuh dendam-berahi.Hal.16) Tiada dapat adinda katakana betapa girang hari adinda menerima surat kakanda itu. Sekarang seakan-akan sudah terbuka bagi adinda suatu jalan kea rah tempat yang mulia, yang telah lama terbayang-bayang kepada adinda..(Halaman 56) c) Rising Action Cinta keduanya pun semakin kuat dengan adanya jurang pemisah tersebut. Tak terpisahkan walaupun cobaan datang. Hingga pada klimaksnya, Molek akan dijodohkan dengan seorang kaya raya, Sayid Mustafa. Pada suatu hari Molek dipinang pula oleh Sayid Mustafa, yaitu seorang Arab yang ternama kaya dan berharta di kota Palembang. Pinangan itu diterima oleh Raden Mahmud..(halaman 93) d) Climax Namun keduanya tak gentar untuk mewujudkan mimpi mereka yang ingin hidup bersama. Maka disusunlah sebuah rencana untuk melarikan Molek, tepat di malam pertunangannya dengan saudagar kaya raya tersebut. Bukan karena Yasin seorang penakut, kemudian ingin membawa Molek pergi begitu saja. Namun karena mereka tak punya cara lain untuk hidup bersama. Yasin pun pernah meminang Molek, namun pinangan itu ditolak mentah-mentah oleh ibu Molek. Perempuan keturunan Raden akan bersuamikan seorang Uluan..Baginya tak ada yang lebih hina, lebih aib rasanya daripada itu. Dan keaiban itu akan menimpa dirinya!!(halaman 78) Ketika pada malam itu, Yasin yang telah lama berencana membawa pergi Molek, ternyata mengurungkan niatnya. Yasin sadar, dengan membawa pergi Molek, maka hanya akan memberika penderitaan kepada keluarga Molek, terlebih lagi kedua orang tuanya. Dan Yasin tak ingin membuat Molek durhaka kepada kedua orang tuanya. Maka dengan berat hati, Yasin

kemudian pergi meninggalkan Molek yang saat itu berdiri diambang pintu dan telah bersiap-siap pergi dengan Yasin. Molek pun jatuh pingsan dan seketika itu keluarlah seluruh kerabat dan tamu untuk melihat Molek. e) Denounement Tidak diceritakan bagaimana kemudian, apakah Molek menikah dan hidup bahagia atau menderita. Namun kemudian diceritakan, dengan alur flashback, seorang Yasin yang seakan dipaksa mengingat kembali kisah cintanya yang pahit. Ketika Rahman, seorang anak muda yang berasal dari Kroi, membawa lari seorang gadis dan kemudian singgah di rumah Yasin. Aku melarikan anak gadis dari dusun Jepara. Mobilku rusak di jalan dan mala mini aku hendak menumpang di rumah mamak.(halaman 150) Maka terbayanglah dalam kenang-kenangannya malam ia hendak melarikan kekasihnya itu. Mula-mila dengan harapan besar harapan dan kepercayaan, tetapi kesudahannya kecewa kecewa yang tiada berhingga.(halaman 152)

3. Penokohan dan Perwatakan a) Physical Description 1) Yasin : Muda ,berperawakan tinggi dan cerdas Dalam cahaya bulan itu tampak laki-laki itu belum berapa usianya, setinggi-tingginya ia baru berumur dua puluh tahun. Mukanya yang tenang menunjukkan, bahwa ia seorang yang dalam perhatiannya dan kaya batinnya. Perawakannya tinggi, tetapi ia tak dapat dikatakan kurus. Air mukanya, gerak badannya, sekalian menyatakan kepastian,

keberanian dan kecerdasan.(Hal.1-2) 2) Molek : Muda, cantik seorang perempuan muda keluar (Hal.4) itulah anak Raden Mahmud yang gadis, yang termashur cantiknya. (hal.4) 3) Cek Sitti : berumur 40 tahunan, sehat dan kuat

Rupanya masih kuat orang tua itu berjalan, meskipun umurnya telah lebih dari empat puluh tahun.(Hal.12) b) Direct Authour Analysis 1) Yasin : cerdas,baik hati, pendiam, sederhana, perhatian, pemberani. Mukanya yang tenang menunjukkan, bahwa ia seorang yang dalam perhatiannya dan kaya batinnya. Perawakannya tinggi, tetapi ia tak dapat dikatakan kurus. Air mukanya, gerak badannya, sekalian menyatakan kepastian, keberanian dan kecerdasan.(Hal.1-2) 2) Molek : rendah hati, pengiba dan penyayang. Diceritakan, Molek merupakan seorang yang cantik, baik fisik dan perangainya. Sehingga kedua orang tua Molek sagat menyayaginya. Terlebih-lebih Molek adalah anak bungsu dari tiga bersaudara. Raden Mahmud dan isterinya amat sayang pada anaknya yang seorang itu, karena perangainya yang amat berbeda dengan yang lain. Ia rendah hati, pengiba dan penyayang, baik pada manusia, maupun pada hewan.(Halaman 8) 3) Ibunya Yasin : Halus budi, pemikir ,pendiam dan penyayang. Ibunyapun telah demikian pula. Ia seolah-olah pohon yang dipindahkan dari negeri kehutan dan hidupnya pun subur ditengah tengah penunggu rimba itu. Sebagai yasin, anaknya yang dicintai itu, iapun amat halus budinya, banyak berpikir dan berasa, tetapi jarang mengeluarkan. (Hal.20) Bunda yang penuh kasih saying itu..(Hal.38) 4) Raden Mahmud : saudagar bangsawan yang kaya raya, angkuh, sombong. .Raden Mahmud,saudagar bangswan yang kaya itu. Hal.44) 5) Cek Sitti : isteri Raden Mahmud, cinta kepada anaknya, kejam, angkuh. Cek Sitti membelai-belai kepala anaknya,dengan lemah lembut dan penuh kecintaan seorang ibu;..(Hal.10). Ibunyaibunya yang amat dikasihinya itu. Tidak, tak pernah disangkanya, bahwa ia akan dapat sekejam itu(Hal.82) 6) Muluk : saudara Yasin, murah senyum.

Menilik pada air muka laki-laki yang ada didalam sampan itu, nyatalah bahwa ia masih berkaum dengan Yasin. (Hal.24) Dari jauh Muluk telah tersenyum.(Hal.25) 7) Pesirah Thalib : saudara Yasin yang terpandang tapi rendah hati. Pesirah Talib ialah seorang yang rendah hati yang tiada pernah melagakkan harta dan kekayaannya.Hal.76) 8) Bibi Munah : baik. 9) Ayah dan ibunya pesirah Thalib. 10) Syaid Mustafa : suami Molek, tamak. 11) Rahman : seoarang pemuda yang berasal dari Kroi, baik.

4. Latar a) Setting Geografis/ Latar Tempat : 1) Sungai Musi Sungai musi yang lebar itu berkilau-kilau seolah-olah sebuah cermin yang amat besar. (Hal.1) 2) Palembang Sinar putih yang permai menerangi seluruh Palembang. (Hal.1) 3) Gunung Megang Sesungguhnya mereka berasal dari Gunung Megang..(Hal.19) 4) Penanggiran Mereka itu empat saudara dan keempat-empatnya tinggal di Penanggiran. (Hal.24) 5) Rumah Yasin Malam itu mereka tidur di rumah pusakanya..(Hal.28) 6) Pasar Yasin telah menjual paranya. Ia pergi membeli-membeli kepasar Enam Belas Ilir, ..(Hal.13) b) Setting Historis/ Latar Waktu: Setiap saat (pagi, siang, sore dan malam)

Pagi itu telah beberapa lamanya Cek Siti menantikan anaknya itu.(Hal.9) Kira-kira pukul lima ia dibangunkan bundanya.(Hal.15) Tengah hari mereka itupun sampailah ketepian dimuka kebunnya. (Ha.24) Senja tibalah mereka disana. (Hal.29) c) Setting Ekonomis Setting ekonomis dalam Roman Dian yang Tak Kunjung Padam karya Sultan Takdi Alisyahbana menunjukkan kegiatan perekonomian dan mata pencaharian . Alangkah senangnya hidup Raden Mahmud ini, Rumah besar, harta banyak dan dagangan laris senantiasa !. (Hal.4) Sepikul dua puluh dua rupiah harganya. Dalam sebulan tiap-tiap orang hanya dapat mengumpulkan dua pikul sebanyak-banyaknya. Dari pada itu kuli beroleh seperdua atau enam belas setengah rupiah. (Hal.18) d) Setting Social Setting social dalam Roman Dian yang Tak Kunjung Padam karya Sultan Takdi Alisyahbana menunjukkan perbedaan status sosial dalam masyarakat. Orang Palembang, terutama bangsawan-bangsawannya terbilang amat benci pada orang yang datang dari Uluan. Tentu cintanya akan sia-sia belaka dan ia akan menjadi si cebol yang merindukan bulan.(Halaman 14). Perasaan keinsafan akan harga diri sendiri berkobar-kobar dalam sanibari mereka seakan-akan minta keadilan, sehingga terbayang pada air mukanya: Tiada adil, manusia sama saja, tiada berbeda... (hal 75) Perkataan penghabisan itu diucapkannya dengan mata bercahaya-cahaya, seakan-akan ketika itu telah bangkit pula keangkuhannya memikirkan bangsawan-bangsawan yang pongah dan sombong itu. (hal 76)

5. Point Of View Adapun sudut pandang yang digunakan penulis dalam roman ini yaitu author omniscient dengan sudut pandang orang kedua tunggal. Tak usah ia berkayuh kuat, sebab perahunya hanyut menurutkan arus. (Hal.1) Sedang ia mengembus api,terdengarlah olehnya orang membuka pintu(Hal7)

6. Gaya/Style Gaya bahasa dalam roman ini menggunakan bahasa Melayu dan terdapat banyak majas personifikasi dan majas simile. Sehingga bahasanya agak sulit dipahami pembaca. Namun itu tidak mengubah keunikan dan keindahan ceritanya. a) Personifikasi Personifikasi adalah majas perbandingan yang membandingkan benda-nema tidak beryawa seolah-olah memiliki sfat-sifat manusia. Bulan memancar amat terang di langit yang tiada berawan. Sinar putih yang permai menerangi seluruh Palembang. Sungai Musi yang lebar itu berkilaukilauan seolah-olah sebuah cermin yang amat besar. Lampu di rumah dan di perahu terbayang gelisah seperti ular melata di tempat yang licin (hal. 1). Yasin geli hatinya melihat manusia dan sampan-sampan yang memperebutkan layang-layang itu...(hal 6). b) Depersonifikasi Depersonifikasi ialah gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat suatu benda tak bernyawa pada manusia atau insan. maka tebayang pula dihadapannya wajah laki-laki muda itu...terasa olehnya pandang matayang tajam, sebagai panah beripuh yang terus menembus kalbunya, hati nuraninya... (hal 9). c) Simele Simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit atau langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Aduh!...kalau sudah terambung itu, terempas pula!! (hal 11).

d) Asosiasi atau Perumpamaan Majas asosiasi atau perumpamaan adalah perbandingan dua hal

yang pada hakikatnya berbeda, tetapi sengaja dianggap sama. hati seorang perempuan adalah seperti karang bunga yang amat rapuh. Tersinggung sedikit sajapun karangan itu boleh rerak, rusak binasa selamalamanya... (Hal 51) e) Repetisi Repetisi adalah majas yang mengandung pengulangan berkali-kali kata atau kelompok kata yang sama Cinta bukannya barang yang dapat dikuasai oleh pikiran. Cinta ialah kekuatanyang Maha Kuasa, yang tak dapat ditahan atau dimusnahkan. Apa juapun yang menghalanginya, namun cinta itu akan terus menurut jalannya.(hal 14)

Anda mungkin juga menyukai