Anda di halaman 1dari 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Kelainan bawaan Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008). 2.2. Embriogenesis Menurut Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008), embriogenesis normal merupakan proses yang sangat kompleks Perkembangan pranatal terdiri dari 3 tahap yaitu: 1. Tahap implantasi (implantation stage), dimulai pada saat fertilisasi / pembuahan sampai akhir minggu ketiga kehamilan. 2. Tahap embrio (embryonic stage), awal minggu keempat sampat minggu ketujuh kehamilan: Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitif. Jaringan saraf berproliferasi sangat cepat dengan menutupnya tabung saraf (neural tube) dan fleksi dari segmen anterior membentuk bagian-bagian otak. Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui sistem vaskular yang baru terbentuk meskipun struktur jantung belum terbentuk sempurna. Terlihat primordial dari struktur wajah, ekstremitas dan organ dalam. 3. Tahap fetus (fetal stage), dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada tahap ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam ukuran, pertumbuhan progresif struktur skeletal, muskulus dan terutama otak.

Universitas Sumatera Utara

2.3. Embriogenesis abnormal Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan yang timbul tergantung pada jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisme perkembangan, dan waktu pada saat terjadinya. Penyimpangan pada tahap implantasi dapat merusak embrio dan menyebabkan abortus spontan.

Diperkirakan 15% dari seluruh konsepsi akan berakhir pada periode ini (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008). Bila proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi struktur, dapat berkisar dari tidak terdapatnya ekstremitas sampai ukuran daun telinga yang kecil. Abnormal atau tidak sempurnanya diferensiasi sel menjadi jaringan yang matang mungkin akan menyebabkan lesi hamartoma lokal seperti hemangioma atau kelainan yang lebih luas dari suatu organ. Kelainan induksi sel dapat menyebabkan beberapa kelainan seperti atresia bilier, sedangkan penyimpangan imigrasi sel dapat menyebabkan kelainan seperti pigmentasi kulit (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008). Proses kematian sel yang tidak adekuat dapat menyebabkan kelainan, antara lain sindaktili, atresia ani. Fungsi jaringan yang tidak sempurna akan menyebabkan celah bibir/ dan langit-langit. Beberapa zat teratogen dapat mengganggu perkembangan, tetapi efeknya sangat dipengaruhi oleh waktu pada saat aktivitas teratogen berlangsung selama tahap embrio (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008).

2.4. Etiologi Menurut Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008) etiologi kelainan bawaan dapat dibedakan menjadi: 1. Faktor genetik Kelainan karena faktor genetik adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh kelainan pada unsur pembawa keturunan yaitu gen. Kelainan yang disebabkan

Universitas Sumatera Utara

oleh faktor genetik dikelompokkan ke dalam kelainan akibat mutasi gen tunggal, kelainan aberasi kromosom, dan kelainan multifaktorial (gabungan genetik dan pengaruh lingkungan). a. Kelainan mutasi gen tunggal (single gen mutant) Kelainan single gen mutant atau disebut juga pola pewarisan Mendel (Mendelian) terbagi 4 macam antara lain: otosomal resesif, otosomal dominan, x-linked recessive, x-linked dominant. Kelainan bawaan dari otosomal resesif antara lain albino, defisiensi alfa-1 antitripsin, talasemia, fenilketonuria serta galaktosemia. Kelainan bawaan dari otosomal dominan antara lain: aniridia, sindrom Marfan, ginjal polikistik, retinoblastoma, korea huntington, hiperlipoproteinemia, dan lain-lain. Kelainan bawaan x-linked recessive antara lain: diabetes insipidus, buta warna, haemofilia, serta retinitis pigmentosa,

sedangkan kelainan bawaan x-linked dominant sangat sedikit jenisnya, antara lain rakitis yang resisten terhadap pengobatan vitamin D. b. Gangguan keseimbangan akibat kelainan aberasi kromosom Kelainan kromosom dibagi atas aberasi numerik dan aberasi struktural. Kelainan pada struktur kromosom seperti delesi, translokasi, inversi, dan lain sebagainya, ataupun perubahan pada jumlahnya (aberasi

kromosom numerik/ aneuploidi) yang biasanya berupa trisomi, monosomi, tetrasomi, dan lain sebagainya. Kelainan bawaan berat (biasanya merupakan anomali multipel) seringkali disebabkan aberasi kromosom. Aberasi numerik timbul karena terjadinya kegagalan proses replikasi dan pemisahan sel anak yang disebut juga nondisjunction. Sedangkan aberasi struktural terjadi apabila kromosom terputus, kemudian dapat bergabung kembali atau hilang (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008).

Universitas Sumatera Utara

2. Faktor non-genetik Kelainan oleh faktor non-genetik dapat disebabkan oleh obat-obatan, teratogen, dan radiasi. Teratogen adalah obat, zat kimia, infeksi, penyakit ibu, yang berpengaruh pada janin sehingga menyebabkan kelainan bentuk atau fungsi pada bayi yang dilahirkan (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008).

2.5. Patogenesis Berdasarkan patogenesisnya, Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008) membedakan kelainan kongenital sebagai berikut: 1. Malformasi Malformasi adalah suatu proses kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang menetap. Kelainan ini mungkin terbatas hanya pada satu daerah anatomi, mengenai seluruh organ, atau mengenai berbagai sistem tubuh yang berbeda. 2. Deformasi Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga mengubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula berkembang normal, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam uterus ataupun faktor ibu seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar. 3. Disrupsi Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang semula berkembang normal. Berbeda dengan deformasi yang hanya disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia, perdarahan atau perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai beberapa jaringan yang berbeda. Perlu ditekankan bahwa bahwa baik

Universitas Sumatera Utara

deformasi maupun disrupsi biasanya mengenai struktur yang semula berkembang normal dan tidak menyebabkan kelainan intrinsik pada jaringan yang terkena. 4. Displasia Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur) akibat fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia di dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri abnormal secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini berbeda dengan ketiga patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif berlangsung singkat. Displasia dapat terus menerus menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup (Neonatologi IDAI, 2008).

2.6. Diagnosis Menurut Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008), dalam menegakkan diagnosis postnatal kita perlu beberapa pendekatan, antara lain: a. Penelaahan prenatal Riwayat ibu: usia kehamilan, penyakit ibu seperti epilepsi, diabetes melitus, varisela, kontak dengan obat-obatan tertentu seperti alkohol, obat anti-epilepsi, kokain, dietilstilbisterol, obat antikoagulan warfarin, serta radiasi. b. Riwayat persalinan Posisi anak dalam rahim, cara lahir, status kesehatan neonatus. c. Riwayat keluarga Adanya kelainan bawaan yang sama, kelainan bawaan yang lainnya, kematian bayi yang tidak bisa diterangkan penyebabnya, serta retardasi mental.

Universitas Sumatera Utara

d. Pemeriksaan fisik Mulai dari pengukuran sampai mencari anomali baik defek mayor maupun minor. Biasanya bila ditemukan dua kelainan minor, sepuluh persen diserai kelainan mayor. Sedangkan bila ditemukan tiga kelainan minor, delapan puluh lima persen disertai dengan kelainan mayor. e. Pemeriksaan penunjang Sitogenetik (kelainan kromosom), analisis DNA, ultrasonografi, organ dalam, ekokardiografi, radiografi. Pemeriksaan yang teliti terhadap pemeriksaan fisis dan riwayat ibu serta keluarga kemudian ditunjang dengan melakukan pemotretan terhadap bayi dengan kelainan bawaan adalah merupakan hal yang sangat penting dibanding dengan pemeriksaan penunjang laboratiorium.

2.7. Klasifikasi Menurut European Registration of Congenital Anomalies (2010) kelainan bawaan diklasifikasikan sebagai berikut: Tabel 2.1. Klasifikasi bawaan menurut European Registration of Congenital Anomalies (EUROCAT) 1 Sistem saraf 1.1. Neural Tube Defects 1.1.1. Anenchepalus 1.1.2. Encephalocele 1.1.3. Spina Bifida 1.2. Hidrocephalus 1.3. Microcephalus 1.4. Anencephalus 2 Mata 2.1. Anophthalmos/microphthalmos 2.2. Katarak kongenital 2.3. Glaukoma kongenital 3 Telinga,wajah,dan leher 4 Congenital Disease Heart 4.1. Common arterial truncus 4.2. Single Ventricle 3.1. Anotia

Universitas Sumatera Utara

4.3. Ventricular Septal Defect 4.4. Atrial Septal Defect 4.5. Atrioventricular Septal Defect 4.6. Tetralogy of Fallot 4.7. Atresia Tricuspid dan Stenosis 4.8. Ebsteins anomaly 4.9. Stenosis katup pulmoner 4.10. Atresia katup pulmoner 4.11. Stenosis/atresia katup aorta 4.12. Hipoplastik jantung kiri 4.13. Hipoplastik jantung kanan 4.14. Coarctation of aorta 4.15. Total anomalous pulm venous return 5 Pernafasan 5.1. Choanal atresia 5.2. Cystic adenomatous malf of lung 6 Oro-facial cleft 6.1. Cleft lip 6.2. Cleft palate 7 Sistem pencernaan 7.1. Atresia esofagus 7.2. Atresia/Stenosis duodenum 7.3. Atresia/stenosis usus halus 7.4. Atresia/stenosis ano-rektal 7.5. Hirschprungs disease 7.6. Atresia saluran bilirubin 7.7. Annular pankreas 7.8. Mandibular Asimetrik 7.9. Hernia skrotalis dekstra 7.10. Hernia umbilikalis 8 Defek abdomen dinding 8.1.Gastroschisis 8.2. Omphalocele

Universitas Sumatera Utara

Perkemihan

9.1. Bilateral renal agenesis 9.2. Renal dysplasia 9.3. Congenital hydronephrosis 9.4. Bladder exstrophy dan epispadia 9.5. Posterior urethral valve

10

Genital

10.1. Hipospadia 10.2. Indeterminate sex 10.3. Mikropenis

11

Ekstremitas

11.1. Ekstremitas atas 11.2. Ekstremitas bawah 11.3. Seluruh ekstremitas 11.4. Club foot 11.5. Hip dislocation/displasia 11.6. Polidaktil 11.7. Sindaktil 11.8. Arthrogryphosis multiplex congenital

12

Musculo-skeletal

12.1. Thanatiporic dwarfism 12.2. Jeunes syndrome 12.3. Achondroplasia 12.4. Craniosynostosis 12.5. Congenital constriction bands/amniotic band

13

Malformasi lain

13.1. Asplenia 13.2. Situs inversus 13.3. Conjoined twins 13.4. Kelainan kulit 13.5. Hipoplasia digiti 13.6. Multiple congenital

14

Sindrom teratogenik 14.1. Fetal alcohol syndrome dengan malformasi 14.2. Valproate syndrome

Universitas Sumatera Utara

14.3. Warfarin Syndrome 14.4. Infeksi maternal yang menyebabkan malformasi 15 Kromosomal 15.1. Down syndrome 15.2. Patau syndrome/trisomi 13 15.3. Edward syndrome/trisomi 18 15.4. Turners syndrome 15.5. Klinefelters syndrome 15.6. Cru-du-chat syndrome 15.7. Wolff-Hischorn syndrome

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai