Anda di halaman 1dari 11

Benteng Rotterdam

Benteng Rotterdam.Di Makassar ada satu benteng besar yang berdiri megah, namanya Fort Rotterdam. Jangan bayangkan lokasi benteng ini berada jauh diluar kota, dan kita harus menghabiskan waktu sekian jam untuk duduk dimobil berkecepatan tinggi, karena lokasi benteng ini terletak didalam kota Makassar sehingga cukup mudah untuk mencapainya. Benteng dengan halaman seluas dua kali Museum Fatahilah Jakarta ini letaknya didepan pelabuhan laut kota Makasar atau ditengah pusat perdagangan sentral kota. Apabila kita menginap di area seputar pantai Losari, maka jaraknya dalam kisaran radius 2 km-an saja. Dari jalan raya, Fort Rotterdam yang juga akrab disebut benteng Ujungpandang (nama lain dari Makassar) akan mudah dikenali karena sangat mencolok dengan arsitektur era 1600 an yang berbeda dengan rumah dan kantor diseputarnya. Temboknya hitam berlumut kokoh menjulang hampir setinggi 5 meter, dan pintu masuknya masih asli seperti masa jayanya. Dari ketinggian, bentuk benteng seperti bentuk totem penyu yang bersiap hendak masuk kedalam pantai. Memasuki pintu utamanya yg berukuran kecil, kita akan segera disergap oleh nuansa masa lalu. Tembok yang tebal sangat kokoh, pintu kayu, gerendel kuno, akan terlihat jelas. Masuk ke benteng sebetulnya tidak dipungut bayaran, karena area didalam benteng tidak dijadikan museum cagar budaya yg kosong melompong. Benteng Rotterdam dijadikan kantor pemerintah yakni Pusat Kebudayaan Makassar, sehingga suasana seram yang biasa kita jumpai dilokasi tua semacam ini

tidak begitu kental karena masih dijumpai manusia berseliweran kian kemari. Karena area ini dipakai sebagai kantor, sehingga kebersihan dan kerapihan lingkungan disana masih terawat cukup baik. Benteng ini awalnya dibangun tahun 1545 oleh raja Gowa ke X yakni Tunipallangga Ulaweng. Bahan baku awal benteng adalah tembok batu yang dicampur dengan tanah liat yang dibakar hingga kering. Bangunan didalamnya diisi oleh rumah panggung khas Gowa dimana raja dan keluarga menetap didalamnya. Ketika berpindah pada masa raja Gowa ke XIV, tembok benteng lantas diganti dengan batu padas yang berwarna hitam keras.

Kehadiran Belanda yang menguasai area seputar banda dan maluku, lantas menjadikan Belanda memutuskan untuk menaklukan Gowa agar armada dagang VOC dapat dengan mudah masuk dan merapat disini. Sejak tahun 1666 pecahlah perang pertama antara raja Gowa yang berkuasa didalam benteng tersebut dengan penguasa belanda Speelman. Setahun lebih benteng digempur oleh Belanda dibantu oleh pasukan sewaan dari Maluku, hingga akhirnya kekuasaan raja Gowa disana berakhir. Seisi benteng porak poranda, rumah raja didalamnya hancur dibakar oleh tentara musuh. Kekalahan ini membuat Belanda memaksa raja menandatangani perjanjian Bongaya pada 18 Nov 1667. Dikemudian hari Speelman memutuskan utk menetap disana dengan membangun kembali dan menata bangunan disitu agar disesuaikan dengan kebutuhan dalam selera arsitektur Belanda. Bentuk awal yg mirip persegi panjang kotak dikelilingi oleh lima bastion, berubah mendapat tambahan satu bastion lagi di sisi barat. Nama benteng diubah pula menjadi Fort Rotterdam, tempat kelahiran Gub Jend Belanda Cornelis Speelm

Salah satu obyek wisata yang terkenal disini selain melihat benteng, adalah menjenguk ruang tahanan sempit Pangeran Diponegoro saat dibuang oleh Belanda sejak tertangkap ditanah Jawa. Perang Diponegoro yg berkobar diantara tahun 1825-1830 berakhir dengan dijebaknya Pangeran Diponegoro oleh Belanda saat mengikuti perundingan damai. Diponegoro kemudian ditangkap dan dibuang ke Menado, lantas tahun 1834 ia dipindahkan ke Fort Rotterdam. Dia seorang diri ditempatkan didalam sebuah sel penjara yang berdinding melengkung dan amat kokoh. Diruang itu ia disedikana sebuah kamar kosong beserta pelengkap hidup lainnya seperti peralatan shalat, alquran, dan tempat tidur. Banyak kemudian yang meyakini bahwa Diponegoro wafat di Makassar, lalu ia dikuburkan disitu juga. Tapi ada pendapat lain mengatakan, mayat Diponegoro tidak ada di Makassar. Begitu ia wafat Belanda memindah ia ketempat rahasia agar tidak memicu letupan diantara pengikut fanatiknya di Jawa atau disitu.

Museum La Galigo
Museum bersejarah yang terdapat di kota Makassar, Sulawesi Selatan ini diberi nama La Galigo atas saran seorang seniman, karena nama ini sangat terkenal di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. La Galigo adalah salah satu putraSawerigading Opunna Ware, seorang tokoh masyhur dalam mitologi Bugis, dari perkawinannya dengan WeCudai Daeng Risompa dari Kerajaan Cina Wajo. Setelah dewasa, La Galigo dinobatkan menjadi Pajung Lolo (Raja Muda) di Kerajaan Luwu, pada abad ke-14.

La Galigo juga nama sebuah karya sastra klasik dalam bentuk naskah tertulis bahasa Bugis yang

terkenal dengan nama Surek La Galigo, dengan panjang 9.000 halaman, dan La Galigo sendiri dianggap sebagai pengarangnya (studi mengungkapkan kemungkinan penulisnya adalah perempuan bangsawan). Isinya mengandung cerita-cerita, tatanan, dan tuntunan hidup orang Sulawesi Selatan dulu, seperti sistem religi, ajaran kosmos, adat-istiadat, bentuk, dan tatanan masyarakat/pemerintahan tradisional, pertumbuhan kerajaan, sistem ekonomi/perdagangan, keadaan geografis, dan peristiwa penting yang pernah terjadi. Naskah ini biasanya dibacakan secara berlagu kepada pendengarnya. Khusus ceritera tokoh Sawerigading, tidak hanya dikenal di daerah Bugis saja, tetapi dapat dijumpai dalam bentuk ceritera lisan di Makassar dan Toraja.

Balla Lompoa
Museum Balla Lompoa merupakan sebuah museum kerajaan di wilayah Sulawesi Selatan yang koleksinya sangat mengesankan bagi saya ketika memiliki kesempatan berkunjung ke tempat itu.Museum Balla Lompoa menempati sebuah rumah panggung khas Makassar, Sulawesi Selatan dan menyimpan benda-benda pusaka dan berharga yang merupakan sebagian dari peninggalan Kerajaaan Gowa. Museum Balla Lompoa yang bangunannya berada di dalam sebuah kompleks yang luas ini lokasinya berada di Jl. Sultan Hasanuddin 48, Sungguminasa, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Tampak depan rumah panggung Museum Balla Lompoa. Rumah panggung yang ditempati Museum Balla Lompoa ini pada mulanya ada sebuah istana kerajaan, yang dibangun pada tahun 1936 oleh Raja Gowa XXXI, bernama Mangngi-mangngi Daeng Matutu, dengan gaya bangunan berarsitektur Makassar yang khas. Struktur bangunan Museum Balla Lompoa ini dibuat dari kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri), yang juga dikenal dengan sebutan kayu besi yang berat dan keras. Bangunan Museum Balla Lompoa ini dipercaya merupakan rumah panggung dengan struktur bangunan terbuat dari kayu yang terbesar di dunia. Rumah panggung Museum Balla Lompoa ini tingginya sekitar 2 meter dari atas permukaan tanah.

Berbagai senjata tempur tradisional orang Makassar dipajang di dalam Museum Balla Lompoa. Balla adalah sebuah kata dalam bahasa Makassar yang berarti rumah, sedangkan Lompoa berarti besar.

Foto di atas adalah merupakan ruangan utama di dalam bangunan dimana singgasana Raja berada. Silsilah Kerajaaan Gowa juga dipajang di sebelah payung kerajaan, mulai dari Raja Gowa I Tomanurunga pada abad ke-13 sampai Raja Gowa terakhir Sultan Moch Abdulkadir Aididdin A. Idjo Karaeng Lalongan (1947-1957), yang kemudian menjadi bagian dari pemerintahan Republik Indonesia.

Beberapa koleksi bernilai tinggi yang dimiliki Museum Balla Lompoa yang terbuat dari emas.

Mahkota Raja yang terbuat dari emas dengan bentuk lima bunga teratai, dihiasi dengan batu permata yang anggun.

Koleksi perhiasan yang disimpan di Museum Balla Lompoa yang terbuat dari emas.

Koleksi foto Sultan Hasanuddin dan Raja Gowa lainnya.

Foto Syech Yusuf, seorang ulama terkenal dan dihormati dari Sulawesi Selatan, dan sebuah kitab suci Al-Quran tulisan tangan yang berasal dari abad-16, disimpan di sebuah ruangan khusus di bagian belakang Museum Balla Lompoa.

Foto para pemimpin tiga suku besar di Sulawesi Selatan, yaitu Gowa, Bone dan Wajo, dalam sebuah pertemuan.

Konon ada sebuah rencana besar dari pemerintah setempat untuk menjadikan Museum Balla Lompoa sebagai sebuah tempat kunjungan wisata sejarah yang paling indah, menyatukannya dengan Istana Tamalate, serta makam Sultan Hasanuddin dan Syekh Yusuf. Saya kira ini merupakan hal yang benar untuk dilakukan, bahwa generasi sekarang memiliki tanggung jawab bukan sekadar menjaga warisan kebesaran masa lampau, namun juga membuatnya menjadi lebih baik dan lebih agung daripada sebelumnya.

Makam Sultan Hasanuddin


Makam Sultan Hasanuddin , obyek wisata sejarah terletak di komplek pemakaman raja-raja Gowa di Katangka Somba Opu Gowa Sulawesi Selatan. Di tempat yang sama dimakamkan pula Sultan Alauddin (Raja yang mengembangkan agama Islam pertama di Kerajaan Gowa) dan disebelah kiri depan komplek makam, terdapat lokasi tempat pelantikan raja Gowa yang bernama Batu Pallantikan. Akses ke kawasan Makam Sultan Hasanuddin sangat dekat dari Kota Makassar ,menggunakan kendaraan darat 30 menit

Sultan Hasanuddin (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1629 meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 ) adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah memeluk agama Islam, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het Oosten oleh Belanda yang artinya Ayam Jantan/Jago dari Benua Timur. Ia dimakamkan di Katangka, Makassar. Diangkat sebagai Pahlawan Nasional dengan Surat Keputusan Presiden No. 087/TK/1973, tanggal 6 November 1973.

Sultan Hasanuddin putera kedua dari Sultan Malikussaid, Raja Gowa ke-15. Sultan Hasanuddin memerintah Kerajaan Gowa, ketika Belanda yang diwakili Kompeni sedang berusaha menguasai perdagangan rempah-rempah. Gowa merupakan kerajaan besar di wilayah timur Indonesia yang menguasai jalur perdagangan. Pada tahun 1666, di bawah pimpinan Laksamana Cornelis Speelman, Kompeni berusaha

menundukkan kerajaan-kerajaan kecil, tetapi belum berhasil menundukkan Gowa. Di lain pihak, setelah Sultan Hasanuddin naik takhta, ia berusaha menggabungkan kekuatan kerajaan-kerajaan kecil di Indonesia bagian timur untuk melawan Kompeni. Pertempuran terus berlangsung, Kompeni menambah kekuatan pasukannya hingga pada akhirnya Gowa terdesak dan semakin lemah sehingga Bungaya. pada Gowa tanggal merasa 18 November 1667 itu bersedia Sultan

mengadakanPerdamaian

Bungaya di

dirugikan,

karena

Hasanuddin mengadakan perlawanan lagi. Akhirnya pihak Kompeni minta bantuan tentara ke Batavia. Pertempuran kembali pecah di berbagai tempat. Hasanuddin memberikan perlawanan sengit. Bantuan tentara dari luar menambah kekuatan pasukan Kompeni, hingga akhirnya Kompeni berhasil menerobos benteng terkuat Gowa yaitu Benteng Sombaopu pada tanggal 12 Juni 1669. Sultan Hasanuddin kemudian mengundurkan diri dari takhta kerajaan dan wafat pada tanggal 12 Juni 1670. Sultan Hasanuddin lahir tahun 1629, menjadi raja tahun 1652, meletakkan jabatan tahun 1668 dan wafat tanggal 12 Juni 1670. ( catatan di Makam Sultan Hasanuddin) ,Dimakamnya jg tertera nama Mallombasi Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe Mohammad Bakir yang merupakan nama kecil Sultan Hasanuddin

Anda mungkin juga menyukai