Anda di halaman 1dari 26

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Struktur Dalam Bumi Bumi memiliki bentuk bulat seperti bola, namun rata di kutub-kutubnya. Jari-jari Khatulistiwa = 6.378 km, jari-jari kutub= 6.356 km. Lebih dari 70 % permukaan bumi diliputi oleh lautan dan sisaya adalah daratan. Bumi memiliki struktur dalam yang hampir sama dengan telur. Kuning telurnya adalah inti,putih telurnya adalah selubung, dan cangkang telurnya adalah kerak.

Gambar 3.1 Lapisan penyusun bumi Berdasarkan penyusunnya lapisan bumi terbagi atas litosfer, astenosfer, dan mesosfer. Litosfer adalah lapisan paling luar bumi (tebal kira-kira 100 km) dan terdiri dari kerak bumi dan bagian atas selubung. Litosfer memiliki kemampuan menahan beban permukaan yang luas misalkan gunungapi. Litosfer bersuhu dingin dan kaku. Di bawah litosfer pada kedalaman kira-kira 700 km terdapat astenosfer. Astenosfer hampir berada dalam titik leburnya dan karena itu bersifat seperti fluida. Astenosfer mengalir akibat tekanan yang terjadi sepanjang waktu. Lapisan berikutnya mesosfer. Mesosfer lebih kaku dibandingkan astenosfer namun lebih kental dibandingkan litosfer. Mesosfer terdiri dari sebagian besar lapisan selubung hingga inti bumi. (http://esdm.go.id/publikasi/lainlain/ 488-pengenalan-gempabumi.html ) Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 11

3.2 Teori Lempeng Tektonik Indonesia terletak pada jalur pusat gempa. Gempabumi global circumPacific, terletak di antara dua samudra, dua benua dan tiga lempeng tektonik mega. Hal inilah yang menyebabkan beberapa daerah di Indonesia sering terjadi gempabumi dengan intensitas dan kekuatan gempa mulai dari skala terkecil sampai skala terbesar, terutama di Sumatra, Selatan Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Irian Jaya. Gempa-gempa yang terjadi merupakan implikasi geodinamik dari deformasi aktif di sekitar sunda (Java)trench. Panjang Java trench sekitar 5600 km, terhitung mulai dari pulau Andaman-Nicobar sampai kepulauan Nusa Tenggara barat. Busur Java trench merupakan hasil tumbukan antara lempeng lautan, yaitu lempeng India-Australia yang bergerak sekitar 7 cm/tahun ke arah utara, dengan lempeng Euroasia. Interaksi lempeng-lempeng yang terjadi di selatan busur Java trench menciptakan palung Jawa. Sebagian gempabumi utama di Nusa Tenggara diikuti oleh aftershoc-nya. Hasil analisis perubahan tekanan coulomb dapat digunakanmemprediksi tempat aftershoc dan magnitudenya. Di Indonesia gempabumi yang sering menimbulkan kerugian dan korban adalah gempabumi tektonik. Gempabumi tektonik disebabkan oleh pergeseran lempeng-lempeng tektonik. Menurut teori Lempeng Tektonik, lapisan terluar bumi kita terbuat dari suatu lempengan tipis dan keras yang masing-masing saling bergerak relatif terhadap yang lain. Gerakan ini terjadi secara terus-menerus sejak bumi ini tercipta hingga sekarang. Teori Lempeng Tektonik muncul sejak tahun 1960-an, dan hingga kini teori ini telah berhasil menjelaskan berbagai peristiwa geologis, seperti gempa bumi, tsunami, dan meletusnya gunung berapi, juga tentang bagaimana terbentuknya gunung, benua, dan samudra. Lempeng tektonik terbentuk oleh kerak benua (continental crust) ataupun kerak samudra (oceanic crust), dan lapisan batuan teratas dari mantel bumi (earth mantle). Kerak benua dan kerak samudra, beserta lapisan teratas mantel ini dinamakan litosfer. Kepadatan material pada kerak samudra lebih tinggi dibanding kepadatan pada kerak benua. Demikian pula, elemen-elemen zat pada Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 12

kerak samudra (mafik) lebih berat dibanding elemen-elemen pada kerak benua (felsik). Di bawah litosfer terdapat lapisan batuan cair yang dinamakan astenosfer. Karena suhu dan tekanan di lapisan astenosfer ini sangat tinggi, batu-batuan di lapisan ini bergerak mengalir seperti cairan (fluid). Litosfer terpecah ke dalam beberapa lempeng tektonik yang saling bersinggungan satu dengan lainnya. Berikut adalah nama-nama lempeng tektonik yang ada di bumi. Antara lain adalah Pasifik, Amerika Utara, Eurasia, Afrika, Antartika, Indo-Australia, Amerika Selatan, India, Arab, Philipina, Fiji, juan de Fuka, Karibia, Kokos, Nazka dan Skotia. Untuk lokasinya bisa dilihat pada Peta Tektonik.

Gambar 3.2 Peta tektonik dunia Apabila dua buah lempeng bertemu pada suatu sesar, maka keduanya akan saling bergerak mendekati, menjauhi atau saling bergeser. Gerakan ini sangat lambat dan tidak dapat dirasakan manusia tetapi pergeserannya sebesar 0-15 cm pertahun. Gerakan lempeng ini kadang-kadang macet dan saling mengunci sehingga terjadi pengumpulan energi yang berlangsung terus sampai kulit pada lempeng tektonik tidak kuat lagi menahan gerakan tersebut sehingga terjadi pelepasan mendadak yang disebut dengan gempa bumi. (http://disaster.elvini.net/tectonic.cgi) Gempabumi terjadi di sepanjang batas atau berasosiasi dengan batas pertemuan lempeng tektonik. Pada kenyataannya pergerakan relatif dari lempeng berjalan sangat lambat, hampir sama dengan kecepatan pertumbuhan kuku Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 13

manusia (0-20 cm pertahun). Hal ini menimbulkan adanya friksi pada pertemuan lempeng, yang mengakibatkan energi terakumulasi sebelum terjadinya gempa bumi. Kekuatan gempa bumi bervariasi dari tempat ke tempat sejalan dengan perubahan waktu. Antara kedua lempeng tektonik dapat dibedakan atas tiga bentuk utama, konvergen, divergen, dan sesar mendatar. Bentuk yang lainnya merupakan kombinasi dari tiga bentuk batas lempeng ini. Pada bentuk konvergen lempeng yang satu relatif bergerak menyusup di bawah lempeng yang lain. Zona tumbukan ini diindikasikan dengan adanya palung laut (trench), dan sering disebut juga dengan zona subduksi atau zona Wadati-Benioff. Zona penunjaman ini menyusup sampai kedalaman 700 km dibawah permukaan bumi di lapisan astenosfir. Bentuk konvergen berasosiasi terhadap sumber gempa dalam dan juga gunung api. Sedang pada tipe jenis sesar mendatar kedua lempeng saling bergerak mendatar. Sketsa jenis pertemuan lempeng tektonik dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3.3 Sketsa jenis pertemuan lempeng tektonik Akibat pergerakan lempeng tektonik, maka di sekitar perbatasan lempeng akan terjadi akumulasi energi yang disebabkan baik karena tekanan, regangan ataupun gesekan. Energi yang terakumulasi ini jika melewati batas kemampuan atau ketahanan batuan akan menyebabkan patahnya lapisan batuan tersebut. Jadi gempa bumi tidak lain merupakan manifestasi dari getaran lapisan batuan yang patah yang energinya menjalar melalui badan dan permukaan bumi Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 14

berupa gelombang seismik. Energi yang dilepaskan pada saat terjadinya patahan tersebut dapat berupa energi deformasi, energi gelombang dan lain-lain. Pusat patahan didalam bumi dimana gempabumi terjadi disebut fokus atau hiposenter, sedang proyeksi fokus yang berada di permukaan bumi disebut episenter. Gempabumi selain terjadi pada perbatasan lempeng juga terjadi pada patahan-patahan lokal yang pada dasarnya merupakan akibat dari pergerakan lempeng juga. Di Indonesia gempabumi interplate banyak terjadi di laut dengan kedalaman dangkal dan yang terjadi di daratan kedalaman fokusnya menengah sampai dalam dan bisa mencapai kedalaman 700 km. Sedangkan gempabumi intraplate di Indonesia mempunyai kedalaman sumber gempa relatif dangkal dan bisa terjadi di darat dan laut. Gempabumi yang besar selalu menimbulkan deretan gempa susulan yang biasa disebut dengan aftershocks. Kekuatan aftershock selalu lebih kecil dari gempa utama dan waktu berhentinya aftershock bisa mencapai mingguan sampai bulanan tergantung letak, jenis dan besarnya magnitude gempa utama.(Benjamin, 1959)

Gambar 3.4 Pergerakan lempeng di sekitar Indonesia

Berdasarkan arah pergerakannya, perbatasan antara lempeng tektonik yang satu dengan lainnya (plate boundaries) terbagi dalam 3 jenis, yaitu divergen, konvergen, dan transform. Selain itu ada jenis lain yang cukup kompleks namun jarang, yaitu pertemuan simpang tiga (triple junction) dimana tiga lempeng kerak bertemu. Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 15

1. Batas Divergen Terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling memberai (break apart). Ketika sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer menipis dan terbelah, membentuk batas divergen.

Gambar 3.5 Batas Divergen

Pada lempeng samudra, proses ini menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor spreading). Sedangkan pada lempeng benua, proses ini menyebabkan terbentuknya lembah retakan (rift valley) akibat adanya celah antara kedua lempeng yang saling menjauh tersebut. Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satu contoh divergensi yang paling terkenal, membujur dari utara ke selatan di sepanjang Samudra Atlantik, membatasi Benua Eropa dan Afrika dengan Benua Amerika. 2. Batas Konvergen Terjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan (consumed) ke arah kerak bumi, yang mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu sama lain (one slip beneath another).

Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 16

Gambar 3.6 Batas Konvergen

Wilayah dimana suatu lempeng samudra terdorong ke bawah lempeng benua atau lempeng samudra lain disebut dengan zona tunjaman (subduction zones). Di zona tunjaman inilah sering terjadi gempa. Pematang gunung-api (volcanic ridges) dan parit samudra (oceanic trenches) juga terbentuk di wilayah ini. Batas konvergen ada 3 macam, yaitu 1) antara lempeng benua dengan lempeng samudra, 2) antara dua lempeng samudra, dan 3) antara dua lempeng benua.
a. Konvergen lempeng benua-samudra (Oceanic-Continental)

Gambar 3.7 Konvergen lempeng benua-samudra

Ketika suatu lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng benua, lempeng ini masuk ke lapisan astenosfer yang suhunya lebih tinggi, kemudian meleleh. Pada lapisan litosfer tepat di atasnya, terbentuklah deretan gunung berapi (volcanic mountain range). Sementara di dasar laut tepat di bagian terjadi penunjaman, terbentuklah parit samudra (oceanic trench). Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 17

Pegunungan Andes di Amerika Selatan adalah salah satu pegunungan yang terbentuk dari proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng Nazka dan Lempeng Amerika Selatan.

b. Konvergen lempeng samudra-samudra (Oceanic-Oceanic)

Gambar 3.8 Konvergen lempeng samudra-samudra

Salah satu lempeng samudra menunjam ke bawah lempeng samudra lainnya, menyebabkan terbentuknya parit di dasar laut, dan deretan gunung berapi yang pararel terhadap parit tersebut, juga di dasar laut. Puncak sebagian gunung berapi ini ada yang timbul sampai ke permukaan, membentuk gugusan pulau vulkanik (volcanic island chain). Pulau Aleutian di Alaska adalah salah satu contoh pulau vulkanik dari proses ini. Pulau ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng Pasifik dan Lempeng Amerika Utara.
c. Konvergen lempeng benua-benua (Continental-Continental)

Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 18

Gambar 3.9 Konvergen lempeng benua-benua

Salah satu lempeng benua menunjam ke bawah lempeng benua lainnya. Karena keduanya adalah lempeng benua, materialnya tidak terlalu padat dan tidak cukup berat untuk tenggelam masuk ke astenosfer dan meleleh. Wilayah di bagian yang bertumbukan mengeras dan menebal, membentuk deretan pegunungan non vulkanik (mountain range). Pegunungan Himalaya dan Plato Tibet adalah salah satu contoh pegunungan yang terbentuk dari proses ini. Pegunungan ini terbentuk dari konvergensi antara Lempeng India dan Lempeng Eurasia. 3. Batas Transform Terjadi bila dua lempeng tektonik bergerak saling menggelangsar (slide each other), yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah. Keduanya tidak saling memberai maupun saling menumpu. Batas transform ini juga dikenal sebagai sesar ubahan-bentuk (transform fault).

Gambar 3.10 Batas Transform

Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 19

(http://esverry.blogspot.com/2009/11/tektonik-lempeng.html)

3.3

Sesar Sesar atau fault adalah retakan pada batuan yang menunjukan adanya pergerakan relatif. Sesar mayor yang terjadi pada kerak bumi adalah hasil dari shear motion dan zona sesar aktif merupakan zona yang rawan akan gempa bumi. Gempa bumi disebabkan oleh energi selama terjadinya pergeseran yang cepat sepanjang bidang sesar. Apabila sesar terjadi di laut maka akan berpotensi terjadinya Tsunami. Ada beberapa tipe sesar, diantaranya :

Sesar Normal Sesar Naik (thrust fault) Sesar geser (strike-slip or transform, or wrench fault) (http://www.wikipedia.com/sesar) Sesar (fault) adalah celah pada kerak bumi yang berada di perbatasan

antara dua lempeng tektonik. Gempa sangat dipengaruhi oleh pergerakan batuan dan lempeng pada sesar ini. Bila batuan yang menumpu merosot ke bawah akibat batuan penumpu di kedua sisinya bergerak saling menjauh, sesarnya dinamakan sesar normal (normal fault). Bila batuan yang menumpu terangkat ke atas akibat batuan penumpu di kedua sisinya bergerak saling mendorong, sesarnya dinamakan sesar terbalik (reverse fault). Bila kedua batuan pada sesar bergerak saling menggelangsar, sesarnya dinamakan sesar geseran-jurus (strike-slip fault).

Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 20

Gambar 3.11 Sesar

Sesar

normal

dan

sesar

terbalik,

keduanya

menghasilkan

perpindahan vertikal (vertical displacement), sedangkan sesar geseranjurus menghasilkan perpindahan horizontal (horizontal displacement) (http://images.google.co.id/imgres? imgurl=http://disaster.elvini.net/earthquake/earthquake.gif&imgrefurl=http ://disaster.elvini.net/earthquake.)

3.4 Macam-macam Gempabumi Gempabumi adalah hentakan atau gerakan tanah tiba-tiba akibat pelepasan energi yang terakumulasi atau tersimpan dalam bentuk gelombang seismik. Pada tahun 1978 di Jerman, R.Hoernes mengemukakan pembagian macam-macam gempabumi yang sampai sekarang masih tetap berlaku yaitu : 1. Gempabumi Tektonik Gempabumi ini terjadi akibat adanya pergeseran-pergeseran atau patahan dari lapisan batuan secara tiba-tiba di dalam bumi. Menurut penyelidikan 90% dari jumlah gempabumi yang ada di dunia akibat dari gempabumi tektonik. Gempabumi tektonik yang kuat sering mengakibatkan kerusakan fisik diatas kulit bumi. Getaran gempabumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi dan dapat tercatat oleh Seismograf di seluruh dunia. 2. Gempabumi Vulkanik atau Gempabumi Gunung Api Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 21

Gempabumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma gas di dalam dapur magma (batholite), dan jika gejala vulkanis tersebut meningkat maka dapat menyebabkan timbulnya ledakan yang juga diikuti dengan gempabumi. Gempabumi ini hanya dirasakan pada daerah sekitar gunung berapi itu saja. 3. Gempa Runtuhan atau Tanah Longsor Gempabumi ini terjadi karena adanya pergerakan permukaan tanah (longsor), gua runtuh dan lain sebagainya yang menimbulkan getaran-getaran. Pada umumnya terjadi pada daerah-daerah dimana terdapat runtuhan-runtuhan di dalam tanah, misalnya di daerah kapur atau daerah pertambangan. Seperti yang diketahui, batuan kapur mudah larut dalam air sehingga akan terjadi ronggarongga (gua) di dalam tanah yang menyebabkan runtuhnya bagian atas dari gua ini, juga di daerah-daerah dimana terdapat endapan garam, gejala ini terjadi karena sifat garam yang mudah larut. Ada juga jenis gempa yang lain, namun sangat jarang terjadi diantaranya : 1. Gempa karena Tumbukan Meteor. 2. Gempa Buatan, misalnya karena ledakan dinamit atau nuklir. (http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://bp3.blogger.com) Berdasarkan kekuatannya atau magnitude (M), gempabumi dapat dibedakan atas : 1. Gempabumi sangat besar dengan magnitude lebih besar dari 8 SR. 2. Gempabumi besar magnitude antara 7 hingga 8 SR. 3. Gempabumi merusak magnitude antara 5 hingga 6 SR. 4. Gempabumi sedang magnitude antara 4 hingga 5 SR. 5. Gempabumi kecil dengan magnitude antara 3 hingga 4 SR . 6. Gempabumi mikro magnitude antara 1 hingga 3 SR . 7. Gempabumi ultra mikro dengan magnitude lebih kecil dari 1 SR . Berdasarkan kedalaman sumber (h), gempabumi digolongkan atas : 1. Gempabumi dalam h > 300 Km . 2. Gempabumi menengah 80 < h < 300 Km . 3. Gempabumi dangkal h < 80 Km . Berdasarkan tipenya Mogi membedakan gempabumi atas: Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 22

1. Type I

: Pada tipe ini gempa bumi utama diikuti gempa susulan tanpa

didahului oleh gempa pendahuluan (fore shock). 2. Type II : Sebelum terjadi gempa bumi utama, diawali dengan adanya gempa pendahuluan dan selanjutnya diikuti oleh gempa susulan yang cukup banyak. .3 Type III : Tidak terdapat gempa bumi utama. Magnitude dan jumlah gempabumi yang terjadi besar pada periode awal dan berkurang pada periode akhir dan biasanya dapat berlangsung cukup lama dan bisa mencapai 3 bulan. Tipe gempa ini disebut tipe swarm dan biasanya terjadi pada daerah vulkanik seperti gempa gunung Lawu pada tahun 1979. ( Ibrahim, 2005) 3.5 Proses Terjadinya Gempa Bumi Kepulauan Indonesia terletak pada pertemuan 3 lempeng utama dunia yaitu lempeng Australia, Eurasia, dan Pasifik. Lempeng Eurasia dan Australia bertumbukan di lepas pantai barat Pulau Pada umumnya lempeng samudra akan menyusup ke bawah lempeng benua, hal ini disebabkan lempeng samudra mempunyai densitas yang lebih besar dibandingkan dengan lempeng benua. Apabila tegangan tersebut telah sedemikian besar sehingga melampaui kekuatan kulit bumi, maka akan terjadi patahan pada kulit bumi tersebut di daerah terlemah. Kulit bumi yang patah tersebut akan melepaskan energi atau tegangan sebagian atau seluruhnya untuk kembali ke keadaan semula. Peristiwa pelepasan energi ini disebut gempabumi. (http://earthquake.usgs.gov/image_glossary/index.html) 3.6 Penyebaran Gempa Bumi Gempa bumi biasanya terjadi pada jalur jalur utama gempa, secara garis besar dikelompokan menjadi 3 yaitu : 1. Jalur utama gempa bumi Circum Pacifik : Jalur ini dimulai dari Cardilleras de Los Andes (Chili, Equador, Carbia) Amerika tengah, Mexico, California British, Colombia, Alaska, Aleution Island, jepang, Taiwan, Filipina, Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 23

Indonesia (Sulawesi Utara, Irian Jaya), Melanesia, Polynesia dan berakhir di New Zeland. 2. Jalur utama gempa bumi Trans Asiatic : Jalur ini dimulai dari Azores, Mediteran (Maroko, Portugal, Itali, Balkan, Rumania) Turki, Caucacus, Irak, Iran, Argentina, Himalaya, Burma, Indonesia (Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, Maluku, Banda). 3. Jalur Utama gempa bumi Mid Atlantik : Jalur ini mengikuti Mid Atlantik Ridge yaitu Split Berger dan Atlantik Selatan.

Gambar 3.12 Jalur gempa bumi di dunia Sebagian besar gempa bumi tektonik yang terjadi di bumi ini tergabung dalam jalur Circum Pacifik, oleh karena itu di Indonesia frekuensi gempa bumi yang tergabung dalam jalur tersebut lebih besar daripada gempa bumi yang terjadi sepanjang Sumatra Jawa Nusa Tenggara yang tergabung dalam jalur Trans Asiatic. Beruntung sekali bahwa daerah daerah gempa bumi di Indonesia yang tergabung dalam jalur Circum Pasifik ini sebagian besar terdiri atas lautan, ataupun setidak tidaknya terdiri atas pulau pulau yang umumnya tidak padat penduduk atau bangunannya. Sehingga bencana dan kerusakan bangunan akibat gempa bumi didaerah ini relatif kecil, apabila dibandingkan dengan frekuensi gempa yang begitu tinggi pada jalur Circum Pacifik ini. Dilain pihak walaupun gempa bumi yang termasuk dalam jalur Trans Asiatik mempunyai frekuensi yang lebih kecil, akan tetapi untuk Indonesia daerah daerah yang dilewati jalur ini merupakan daerah yang padat penduduk dan bangunannya, seperti pulau Jawa dan Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 24

Sumatra, sehingga daerah ini tercatat lebih sering terjadi bencana gempa bumi. (Ismail, 1989) Menurut data data yang ada hampir 70% dari gempa bumi tektonik yang terjadi di bumi ini tergabung dalam jalur Circum Pacifik, oleh karenanya juga di Indonesia frekuensi gempa bumi yang tergabung dalam jalur tersebut lebih besar dari pada gempa bumi yang terjadi sepanjang Sumatra Jawa Nusa Tenggara yang tergabung dalam jalur Trans Asiatic. Beruntung sekali bahwa daerah daerah gempa bumi di Indonesia yang tergabung dalam jalur Circum Pasifik ini sebagian besar terdiri atas lautan, ataupun setidak tidaknya terdiri atas pulau pulau yang umumnya tidak padat penduduk atau bangunannya. Sehingga bencana dan kerusakan bangunan akibat gempa bumi didaerah ini relatif kecil, apabila dibandingkan dengan frekuensi gempa yang begitu tinggi pada jalur Circum Pacifik ini. Dilain pihak walaupun gempa bumi yang termasuk dalam jalur Trans Asiatik mempunyai frekuensi yang lebih kecil, akan tetapi untuk Indonesia daerah-daerah yang dilewati jalur ini merupakan daerah yang padat penduduk dan bangunannya, seperti pulau Jawa dan Sumatra, sehingga daerah ini tercatat lebih sering terjadi bencana gempa bumi. (Ismail, 1989)

3.7

Gelombang Seismik Gelombang seismik adalah gelombang mekanis yang muncul akibat

adanya gempa bumi. Sedangkan gelombang secara umum adalah fenomena perambatan gangguan dalam medium sekitarnya. Gangguan ini mula-mula terjadi secara lokal yang menyebabkan terjadinya osilasi (pergeseran) kedudukan partikel-partikel medium, osilasi tekanan maupun osilasi rapat massa. Karena gangguan merambat dari suatu tempat ke tempat lain, berarti ada transportasi energi. Gelombang seismik disebut juga gelombang elastik karena osilasi partikelpartikel medium terjadi akibat interaksi antara gaya gangguan (gradien stress) malawan gaya-gaya elastik. Dari interaksi ini muncul gelombang longitudinal, gelombang transversal dan kombinasi diantara keduanya. Apabila medium hanya Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 25

memunculkan gelombang longitudinal saja (misalnya di dalam fluida) maka dalam kondisi ini gelombang seismik sering dianggap sabagai gelombang akustik. Penyelidikan seismik dilakukan dengan cara membuat getaran dari suatu sumber getar. Getaran tersebut akan merambat ke segala arah di bawah permukaan sebagai gelombang getar. Gelombang yang datang mengenai lapisanlapisan batuan akan mengalami pemantulan, pembiasan, dan penyerapan. Respon batuan terhadap gelombang yang datang akan berbeda-beda tergantung sifat fisik batuan yang meliputi densitas, porositas, umur batuan, kepadatan, dan kedalama batuan. Galombang yang dipantulkan akan ditangkap oleh geophone di permukaan dan diteruskan ke instrument untuk direkam. Hasil rekaman akan mendapatkan penampang seismik. (http://duniaseismik.blogspot.com/2008/06/konsep-gelombang-seismik.html) Secara garis besar gelombang seismik dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1. Gelombang Badan (Body Wave) Gelombang badan adalah gelolombang yang merambat melalui interior bumi (di dalam bumi). Berdasarkan cara perambatannya gelombang ini terdiri dari dua tipe, yaitu : a.Gelombang P Gelombang P adalah gelombang yang bersifat kompresi karena pada umumnya energi lebih banyak ditransper dalam bentuk gelombang kompresip, dan merupakan gelombang longitudinal dimana arah pergerakan partikel yang dilewati bergerak searah dengan arah rambat gelombang atau arah getarannya kedepan dan kebelakang. Gelombang ini menginduksi gerakan partikel medium dalam arah penjalaran gelombang. Gelombang P dapat dicirikan sebagai gelombang yang mempunyai waktu tiba paling awal jika tercatat pada seismogram sehingga pada seismograf merekam gelombang P sebagai gelombang seismik pertama yang dicatat. Gelombang ini tidak dapat merambat pada medium padat dan cair, kecepatannya berkisar antara 8,5 km/sekon (dilapisan dalam) sampai 6 km/sekon (dikerak bumi). Persamaan kecepatan gelombang P adalah sebagai berikut:

Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 26

= Vp =
Dimana :

s + 4 / 3 + 2 =

- s adalah modulus bulk medium yang dilewati gelombang seismik - adalah modulus geser medium yang dilewati gelombang seismik - adalah densitas medium yang dilewati gelombang seismik.

Gambar 3.13 Gelombang primer (P) b. Gelombang S Gelombang S adalah gelombang transversal dimana arah pergerakan partikelnya tegak lurus terhadap arah penjalaran gelombangnya sehingga gelombang S dibagi menjadi gelombang S vertikal dan gelombang S horisontal. Gelombang S dapat merambat pada semua jenis medium, tetapi kecepatannya lebih rendah dibandingkan gelombang P yaitu sekitar 2/3 kecepatan gelombang P atau 4 sampai 6 Km/sekon sehingga pada seismogeram gelombang S merupakan gelombang yang tiba setelah gelombang P. Berikut adalah persamaan gelombang S:

= Vs =
Dimana :

- adalah modulus geser medium yang dilewati gelombang seismik - adalah densitas medium yang dilewati gelombang seismik

Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 27

Gambar 3.14 Gelombang Sekunder (S) Baik gelombang P maupun gelombang S dapat membantu ahli seismologi untuk mencari letak hiposenter dan episenter gempa. Saat kedua gelombang ini berjalan di dalam dan permukaan bumi, keduanya mengalami pemantulan (reflection) dan pembiasan (refraction) atau membelok, persis seperti sebuah cahaya yang seolah membelok saat menembus kaca bening. Para ahli seismologi memeriksa pembelokan ini untuk menentukan darimana suatu gempa berasal. 2. Gelombang Permukaan (Surface Wave) Gelombang permukaan merupakan gelombang kompleks dengan frekuensi rendah dan amplitudo besar yang menjalar pada free surface media elastik semi infinite, kecepatannya 500 sampai 600 m/s.Gelombang ini terdiri dari beberapa tipe yaitu: a. Gelombang rayleigh (R) merupakan gelombang permukaan yang gerakan partikel mediumnnya merupakan kombinasi gerakan partikel median yang disebabkan oleh gelombang P dan gelombang S.

Gambar 3.15 Gelombang rayleigh (R)

Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 28

b. Gelombang love merupakan gelombang permukaan yang menjalar dalam bentuk gelombang transversal. Gerakan partikel akibat penjalaran gelombang love sama atau mirip dengan gelombang S. Kecepatan penjalaran gelombang love tergantung dengan panjang gelombangnya dan bervariasi sepanjang penjalarannya. Gelombang love lebih cepat dari pada gelombang R sehingga lebih dahuhlu sampai dibanding gelombang R pada suatu seismograf.

Gambar 3.16 Gelombang love 3.8 Parameter Gempa Bumi Setiap kejadian gempabumi akan menghasilkan informasi seismik berupa rekaman sinyal berbentuk gelombang yang setelah melalui proses manual atau non manual akan menjadi data bacaan fase (phase reading data). Informasi seismik selanjutnya mengalami proses pengumpulan, pengolahan dan analisis sehingga menjadi parameter gempabumi (Ibrahim, 2005). Parameter gempabumi tersebut meliputi Waktu kejadian gempabumi, Lokasi episenter, Kedalaman sumber gempabumi, Kekuatan gempabumi, dan Intensitas gempabumi :
1.

Waktu kejadian gempabumi (Origin Time) Waktu kejadian gempabumi (Origin Time) adalah waktu terlepasnya akumulasi tegangan (stress) yang berbentuk penjalaran gelombang gempabumi dan dinyatakan dalam hari, tanggal, bulan, tahun, jam, menit, detik dalam satuan UTC (Universal Time Coordinated). 2. Lokasi episenter Episenter adalah titik di permukaan bumi yang merupakan refleksi tegak lurus dari Hiposenter atau Fokus gempabumi. Lokasi Episenter dibuat dalam Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 29

sistem koordinat kartesian bola bumi atau sistem koordinat geografis dan dinyatakan dalam derajat lintang dan bujur.
3.

Kedalaman sumber gempabumi (Depth) Kedalaman sumber gempabumi adalah jarak hiposenter dihitung tegak

lurus dari permukaan bumi. Kedalaman dinyatakan oleh besaran jarak dalam satuan kilometer. (Ibrahim, 2005) 4. Kekuatan gempabumi (Magnitude) Kekuatan gempabumi atau Magnitude adalah ukuran kekuatan

gempabumi, menggambarkan besarnya energi yang terlepas pada saat gempabumi terjadi dan merupakan hasil pengamatan Seismograf. Magnitude menggunakan skala Richter (SR). Konsep Magnitude Gempabumi sebagai skala kekuatan relatif hasil dari pengukuran fase amplitude dikemukakan pertama kali oleh K. Wadati dan C. Richter sekitar tahun 1930. (Lay. T and Wallace. T.C,1995). Kekuatan gempabumi dinyatakan dengan besaran Magnitude dalam skala logaritma basis 10. Suatu harga Magnitude diperoleh sebagai hasil analisis tipe gelombang seismik tertentu (berupa rekaman getaran tanah yang tercatat paling besar) dengan memperhitungkan koreksi jarak stasiun pencatat ke episenter. Dewasa ini terdapat empat jenis Magnitude yang umum digunakan yaitu : Magnitude lokal, Magnitude bodi, Magnitude permukaan dan Magnitude momen. 1. Magnitude Lokal (ML) Magnitude lokal (ML) pertama kali diperkenalkan oleh Richter di awal tahun 1930-an dengan menggunakan data kejadian gempabumi di daerah California yang direkam oleh Seismograf Woods-Anderson. Menurutnya dengan mengetahui jarak episenter ke seismograf dan mengukur amplitude maksimum dari sinyal yang tercatat di seismograf maka dapat dilakukan pendekatan untuk mengetahui besarnya gempabumi yang terjadi. Magnitude lokal mempunyai rumus empiris sebagai berikut : ML = log a + 3 log - 2.92 Dengan Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 30

a = amplitude getaran tanah (m), = jarak Stasiun pencatat ke sumber gempabumi (km) dengan 600 km. Saat ini penggunaan ML sangat jarang karena pemakaian seismograf WoodsAnderson yang tidak umum. Selain itu penggunaan kejadian gempabumi yang terbatas pada wilayah California dalam menurunkan persamaan empiris membuat jenis magnitude ini paling tepat digunakan untuk daerah tersebut saja. Karena itu dikembangkan jenis magnitude yang lebih tepat untuk penggunaan yang lebih luas dan umum.
2.

Magnitude Body (mb) Terbatasnya penggunaan magnitude lokal untuk jarak tertentu membuat dikembangkannya tipe magnitude yang bisa digunakan secara luas. Salah satunya adalah mb atau magnitude body (Body-Wave Magnitude). Magnitude ini didefinisikan berdasarkan catatan amplitude dari gelombang P yang menjalar melalui bagian dalam bumi. Secara umum dirumuskan dengan persamaan : mb = log ( a / T ) + Q ( h, ) Dengan a = amplitudo getaran (m) T = Periode getaran (detik) dan Q ( h, ) = koreksi jarak dan kedalaman h yang didapatkan dari pendekatan empiris.

3.

Magnitude Permukaan (Ms) Selain Magnitude bodi dikembangkan pula Ms, Magnitude permukaan (Surface-wave Magnitude). Magnitude tipe ini didapatkan sebagai hasil pengukuran terhadap gelombang permukaan (surface waves). Untuk jarak > 600 km seismogram periode panjang (long-period seismogram) dari gempabumi dangkal didominasi oleh gelombang permukaan. Gelombang ini biasanya mempunyai periode sekitar 20 detik. Amplitude gelombang permukaan sangat tergantung pada jarak dan kedalaman sumber gempa h. Gempabumi dalam tidak Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 31

menghasilkan gelombang permukaan, karena itu persamaan Ms tidak memerlukan koreksi kedalaman. Magnitude permukaan mempunyai bentuk rumus sbb: Ms = log a + log + Dengan a = amplitude maksimum dari pergeseran tanah horisontal pada periode 20 detik, = Jarak (km), dan adalah koefisien dan konstanta yang didapatkan dengan pendekatan empiris. Persamaan ini digunakan hanya untuk gempa dengan kedalaman sekitar 60 km. Hubungan antara Ms dan mb dapat dinyatakan dalam persamaan : mb = 2.5 + 0.63 Ms atau 4. Magnitude Momen (Mw) Kekuatan gempabumi sangat berkaitan dengan energi yang dilepaskan oleh sumbernya. Pelepasan energi ini berbentuk gelombang yang menjalar ke permukaan dan bagian dalam bumi. Dalam penjalarannya energi ini mengalami pelemahan karena absorbsi dari batuan yang dilaluinya, sehingga energi yang sampai ke stasiun pencatat kurang dapat menggambarkan energi gempabumi di hiposenter. Berdasarkan Teori Elastik Rebound diperkenalkan istilah momen seismik (seismic moment). Momen seismik dapat diestimasi dari dimensi pergeseran bidang sesar atau dari analisis karakteristik gelombang gempabumi yang direkam di stasiun pencatat khususnya dengan seismograf periode bebas (broadband seismograph). Mo = D A Dengan Mo = momen seismik, = rigiditas, D = pergeseran rata-rata bidang sesar, A = area sesar. Secara empiris hubungan antara momen seismik dan magnitude permukaan dapat dirumuskan sebagai berikut: log Mo = 1.5 Ms + 16.1 Ms = 1.59 mb 3.97

Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 32

Ms = magnitude permukaan (Skala Richter). Lay. T and Wallace. T. C, (1995) memperkenalkan Magnitude momen (moment magnitude) yaitu suatu tipe magnitude yang berkaitan dengan momen seismik namun tidak bergantung dari besarnya magnitude permukaan : Mw = ( log Mo / 1.5 ) 10.73 Dengan Mw = magnitude momen, Mo = momen seismik. Meskipun dapat menyatakan jumlah energi yang dilepaskan di sumber gempabumi dengan lebih akurat, namun pengukuran magnitude momen lebih komplek dibandingkan pengukuran magnitude ML, Ms dan mb. Karena itu penggunaannya juga lebih sedikit dibandingkan penggunaan ketiga magnitude lainnya.(Lay. T dan Wallace. T. C, 1995). 5. Intensitas Gempa Bumi Sebelum manusia mampu mengukur magnitudo gempa, besarnya gempa hanya dinyatakan berdasarkan efek yang diberikan terhadap manusia, alam, struktur bangunan buatan manusia, dan reaksi hewan. Besarnya gempa yang ditentukan melalui observasi semacam ini dinamakan dengan intensitas gempa. Skala intensitas pertama kali diperkenalkan pada tahun 1883 oleh seorang seismologis Italia M.S. Rossi dan ilmuwan Swiss F. A. Forel yang dikenal dengan skala Rossi-Forel. Skala ini kemudian dikembangkan lagi pada tahun 1902 oleh seorang seismologis Itali Giuseppe Mercalli. Lalu pada tahun 1931, seismologis Amerika, H. O. Wood dan Frank Neuman mengadaptasi standar yang telah ditetapkan Mercalli untuk kondisi di California, dan menghasilan skala Modified Mercalli Intensity (MMI). Beberapa skala intensitas gempa yang lain adalah: 1. Japan Meteorological Agency (JMA), ditemukan tahun 1951, hingga kini digunakan untuk mengukur kekuatan gempa di Jepang. 2. Medvedev, Sponheuer, Karnik (MSK), ditemukan tahun 1960-an. 3. European Microseismic Scale (EMS), ditemukan tahun 1990-an. Karena sifatnya yang kualitatif, skala intensitas sangat subjektif dan sangat tergantung pada kondisi lokasi dimana gempa terjadi. Gempa dengan magnitudo Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 33

yang sama, namun terjadi di dua tempat yang berbeda mungkin akan memberikan nilai intensitas yang berbeda. (http://disaster.elvini.net/earthquake.cgi) Namun demikian antara skala magnitudo dan skala intensitas dapat dibuat kesetaraannya, seperti contoh perbandingan skala Richter dan MMI di bawah ini. I. Skala MMI Tidak terasa. Skala Richter 2.5 Secara umum tidak terasa, tapi tercatat pada seismograf. 3.5 Dirasakan oleh banyak orang.

II. Sangat sedikit yang merasakan. III. Cukup banyak yang merasa, namun tidak menyadari sebagai gempa. IV. Di dalam ruang terasa, seperti ada truk yang menabrak gedung. V. Terasa oleh hampir setiap orang, yang tidur terjaga, pohon berayun, tiang bergoyang. VI. Dirasakan oleh semua, orang berlarian ke luar, perabotan bergerak, kerusakan ringan terjadi. VII. Semua orang lari keluar, bangunan berstruktur lemah rusak, kerusakan ringan terjadi dimana-mana. VIII. Bangunan berstruktur terencana rusak, sebagian runtuh. IX Seluruh gedung mengalami kerusakan cukup parah, banyak yg bergeser dari pondasinya, tanah X. mengalami keretakan. Sebagian besar struktur bangunan rusak parah, tanah mengalami keretakan besar. XI. Hampir seluruh struktur bangunan runtuh, jembatan patah, retak pada

4.5 Kerusakan lokal dapat terjadi.

6.0 Menimbulkan kerusakan hebat.

7.5 Gempa berkekuatan besar.

8.0 ke atas Gempa yg sangat dahsyat.

Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 34

tanah sangat lebar. XII. Kerusakan total. Gelombang terlihat jelas di tanah, objek berhamburan. Tabel 3.1 Perbandingan skala Richter dan MMI (Santoso, 2002) 3.9 Energi Gempabumi Bentuk energi yang dilepaskan saat terjadinya gempabumi antara lain adalah energi deformasi gelombang. Energi deformasi dapat dilihat pada perubahan bentuk volume sesudah terjadinya gempa bumi, seperti misalnya tanah naik, tanah turun, pergeseran batuan, dan lain-lain. Sedangkan energi gelombang akan menggetarkan medium elastis disekitarnya dan akan menjalar ke segala arah. Pemancaran energi gempa bumi dapat besar ataupun kecil, hal ini tergantung dari karakteristik batuan yang ada dan besarnya stress yang dikandung oleh suatu batuan pada suatu daerah. Pada suatu batuan yang rapuh ( batuan yang heterogen ), stress yang dikandung tidak besar karena langsung dilepaskan melalui terjadinya gempa gempa-gempa kecil yang banyak. Sedangkan untuk batuan yang lebih kuat ( batuan yang homogen ), gempa kecil tidak terjadi ( jarang terjadi ) sehingga stress yang dikandung sangat besar dan pada suatu saat batuannya tidak mampu lagi menahan stress, maka akan terjadi gempa dengan magnitude yang besar. Dengan kata lain untuk batuan yang lebih rapuh ( heterogen ), energi yang dikumpulkan tidak terlalu besar karena langsung dilepaskan dalam bentuk gelombang seismik, sedangkan untuk batuan yang lebih kuat, energinya akan dikumpulkan dalam waktu relatif lebih lama sehingga pada saat dilepaskan (karena batuan sudah tidak mampu lagi menahan stress), energinya sudah terkumpul banyak dan gempabumi yang terjadi akan lebih besar. Energi gempa bumi dapat ditaksir dari pengamatan makroseismik, tetapi biasanya tidak diperoleh hasil yang memadai. Gelombang seismik merupakan bentuk energi yang paling mudah dideteksi yaitu dengan cara pencatatan pada alat. Dengan menggunakan data ini kita dapat menaksir energi gempabumi yang memadai. Ukuran besarnya energi gempabumi ditentukan dengan hasil catatan Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 35

amplitudo gelombang seismik yang dinyatakan dengan istilah Magnitude gempabumi. (Ibrahim, 2005)

Laporan Kuliah Kerja Lapang Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika D.I.Yogyakarta 36

Anda mungkin juga menyukai