Anda di halaman 1dari 20

RTA 3223

PERENCANAAN KOTA FERDIANSYAH 100406078 ferdhie_archie10@yahoo.com

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2012

ABSTRAK
Suatu kota (kawasan) dalam kondisi umum akan selalu bertumbuh dan berkembang baik dimensi kenampakan fisik spasial dan dimesi non fisikalnya. Perkembangan ini diakibatkan adanya pertumbuhan penduduk dan berbagai aktivitas pembangunan, ekonomi, sosial, budaya, politik dan sebagainya pada kawasan tersebut yang berdampak terjadinya peningkatan kebutuhan akan ruang (lahan). Jawaban kebutuhan akan ruang (lahan) salah satunya adalah lahan di sekitar pinggiran kota dengan membangun berbagai sarana prasarana di kawasan tersebut yang mengakibatkan terjadinya pemekaran kenampakan fisik spasial kota, walaupun banyak dampak negatifnya karena umumnya lahan dipinggiran kota adalah lahan-lahan pertanian yang masih produktif. Demikian juga pada kawasan penelitian koridor Jalan Melanthon Siregar, yang telah dan sedang ber-evolusi menjadi kenampakan fisikal kota yang diindikasikan dengan terjadinya konversi lahan-lahan pertanian menjadi kawasan terbangun (settlement built up area) antara lain perumahan, ruko, sekolah, rumah ibadah, kantor dan sebagainya. Pemekaran fisik kota di kawasan tersebut sebagai konsekuensi logis dari pertumbuhan kota, namun ke depan perlu di pikirkan solusi yang lebih baik dikarenakan perubahan tersebut juga sebenarnya memiliki banyak dampak negatif terutama bagi kelestarian lingkungan dan ketahanan pangan. Beberapa solusi (1) agar pemerintah kota dan segenap stakeholders mengawasi lebih ketat pemanfaatan lahan pada kawasan tersebut dan (2) membuat legalisasi peraturan daerah tentang tata guna lahan sebagai pedoman dalam pemanfaatan dan pengendalian penggunaan lahan. Kata kunci : pemekaran fisik kota, tata guna lahan, alih fungsi.

-1-

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tata Guna Lahan (land use) adalah suatu upaya dalam merencanakan penggunaan lahan dalam suatu kawasan yang meliputi pembagian wilayah untuk pengkhususan fungsi-fungsi tertentu, misalnya fungsi pemukiman, perdagangan, industri, dll. Rencana tata guna lahan merupakan kerangka kerja yang menetapkan keputusan-keputusan terkait tentang lokasi, kapasitas dan jadwal pembuatan jalan, saluran air bersih dan air limbah, gedung sekolah, pusat kesehatan, taman dan pusat-pusat pelayanan serta fasilitas umum lainnya.
Manfaat perencanaan bentuk dan Massa bangunan: Memperlihatkan hubungan antara bangunan yang satu dengan bangunan lain. Menciptakan efek visual yang baik jika bangunan pada suatu daerah dirancang seirama. Selain itu, dengan pengadaan peraturan ini dapat menghindari desain yang terlalu leluasa. Peraturan-peraturan yang dapat dibuat menyangkut building form and massing ini adalah : Ketinggian Bulk Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Penutup bangunan Garis jalan Gaya Skala Material Tekstur

Sistem transportasi merupakan elemen dasar infrastruktur yang berpengaruh pada pola pengembangan perkotaan. Sistem transportasi terdiri dari sistem transportasi darat, laut, dan udara. Dalam pemenuhan kebutuhan, manusia melakukan perjalanan antara tata guna lahan yang satu dengan tata guna lahan yang lain dengan menggunakan sistem jaringan transportasi. Hal ini akan menyebabkan timbulnya pergerakan (Tamin, 1994). Oleh karena itu, setiap tata guna lahan akan menimbulkan bangkitan pergerakan. Berdasarkan Sijabat (2007), perkembangan dan perubahan jenis guna lahan memberikan dampak yang besar terhadap penurunan kinerja sebuah ruas jalan. Perubahanperubahan fungsi dan luas jenis guna lahan menjadi sebab munculnya gangguan samping yang ditimbulkan dari kegiatannya. Selain itu, kegiatan dari suatu guna lahan tersebut juga menambah permintaan terhadap pergerakan sehingga memunculkan volume lalu lintas yang lebih besar. Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa tata guna lahan memiliki pengaruh terhadap sistem jaringan transportasi. Tamin, 1997 menyatakan bahwa perencana kota mengatur lokasi aktivitas suatu tata guna lahan agar dapat sekaligus mengatur aksesibilitas kota tersebut karena setiap tata guna lahan memiliki dampak pada bangkitan dan tarikan lalu lintas serta sebaran pergerakannya. Menurut Parliana (2008), pasca pembangunan jalan, apabila tidak diatur dengan satu perangkat aturan yang jelas, maka akan mengakibatkan pembangunan pada koridor jalan menjadi tidak terkendali.
-2-

Masyarakat akan membangun di sepanjang jalan secara spontan tanpa mengacu pada suatu peraturan tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa perencanaan penggunaan lahan yang tepat dan terarah akan meminimalisir dampak yang akan ditimbulkan

-3-

BAB II TEORI 2.1. LANDASAN TEORI 2.1.1 Pengertian Kota Dalam pengertian geografis, kota itu adalah suatu tempat yang penduduknya rapat, rumah-rumahnya berkelompok kelompok, dan mata pencaharian penduduknya bukan pertanian. Sementara menurut Bintarto, 1987, kota dalam tinjauan geografi adalah suatu bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan gejala-gejala pemusatan penduduk yang cukup besar, dengan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah di belakangnya. Tinjauan di atas masih sangat kabur dalam arti akan sulit untuk menarik batas yang tegas untuk mendefinisi kota dan membedakannya dari wilayah desa apabila menginginkan tinjauan tersebut. Tinjauan di atas merupakan batasan kota dari segi sosial. Dalam perkembangannya, konsep-konsep kota paling tidak dapat dilihat dari 4 sudut pandang, yaitu segi fisik , administratif, sosial dan fungsional. Dengan banyaknya sudut pandang dalam membatasi kota, mengakibatkan pemahaman kota dapat berdimensi jamak dan selama ini tidak satupun batasan tolak ukur kota yang dapat berlaka secara umum. Kota dalam tinjauan fisik atau morfologi menekankan pada bentuk-bentuk kenampakan fisikal dari lingkungan kota. Smailes (1955) dalam Yunus (1994) memperkenalkan 3 unsur morfologi kota yaitu penggunaan lahan, pola-pola jalan dan tipe atau karakteristik bangunan. Sementara itu Conzen (1962) dalam Yunus (1994) juga mengemukakan unsur -unsur yang serupa dengan dikernukakan Smailes, yaitu plan, architectural style and land use. Berdasarkan pada berbagai macam unsur morfologi kota yang dikemukakan di atas, terlihat bahwa secara umum unsur-unsur morfologi kota berkisar antara karakteristik bangunan, pola jalan dan penggunaan lahan.Unsur-unsur ini yang paling sering digunakan untuk mengenali suatu daerah secara, morfologis, kota atau bukan. Secara garis besar ada tiga macarn proses perluasan areal kekotaan (urbansprawl) menurut Hadi Sabari Yunus, yaitu: 1. Perembetan konsentris Tipe pertama ini dikemukakan oleh Haevey Clark dengan. Jenis perembetan ini berlangsung paling lambat karena perembetan berjalan perlahan-lahan terbatas pada semua bagian luar kenampakan fisik kota. Proses perembetan ini menghasilkan bentuk kota yang relatif kompak dan peran transportasi tidak begitu besar.

2. Perembetan memanjang Tipe ini dikenal dengan ribbon development linear yang menunjukkan, ketidak merataan perembetan areal perkotaan di semua bagian sisi luar dari kota utarna. Perernbetan paling cepal terlillat disepapJang jalur transportasi yang ada, khususnya yang bersifat menjari dari pusat kota.

-4-

3. Perembetan yang meloncat Tipe ini dikenal sebagai leaf ftog development dan dianggap paling merugikan. Hal ini karena perembetan ini tidak efisien dalam arti ekonorni, tidak mempunyai estetika dan tidak. menarik. Perkernbangan lahan terjadi berpencaran secara sporadis dan menyulitkan pernerintah kota untuk membangun prasarana fasilitas kebutuhan hidup penduduknya. Tipe ini sangat cepat menimbulkan darnpak negatif terhadap kegiatan pertanian, memunculkan kegiatan spekulasi lahan, dan menyulitkan upaya penataan ruang kota. 2.1.2 Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Dalam Pcrkembangan Kota Aspek perkernbangan dan pengernbangan wilayah tidak dapat lepas dari adanya ikatan-ikatan ruang perkernbangan wilayah secara geograris. Menurut Yunus (1981) proses perkembang,ini dalam arti luas tercermin. Chapin (dalam Soekonjono, 1998) mengemukakan ada 2 hal yang mempengaruhi tuntutan kebutuhan ruang yang selanjutnva menyebabkan perubahan penggunaan lahan yaitu 1. Adanya perkembangan penduduk dan perekonomian, 2. Pengaruh sisterm aktivitas, sistem pengembangan, dan sistem lingkungan. Variabel yang berpengaruh dalarn proses perkembangan kota menurut Raharjo (dalam Wdyaningsih, 2001), adalah: 1. Penduduk, keadaan penduduk, proses penduduk, lingkungan sosial penduduk 2. Lokasi yang strategis, sehingga aksesibilitasnya tinggi 3. Fungsi kawasan perkotaan, merupakan fungsi dorminan yang mampu menimbulkan 4. Kelengkapan fasilitas sosial ekonomi yang merupakan faktor utama timbulnya perkembangan dan pertumbuhan pusat kota 5. Kelengkapan sarana dan prasarana transportasi untuk meningkatkan aksesibilitas penduduk ke segala arah 6. Faktor kesesuaian lahan 7. Faktor kemajuan dan peningkatan bidang teknologi yang mempercepat proses pusat kota mendapatkan perubahan yang lebih maju 2.1.3 Struktur Tata Ruang Kota Struktur tata ruang kota dapat membantu dalam memberi pernahaman tentang perkernbangan suatu kota. Ada 3 (tiga) teori struktur tata ruang kota yang

-5-

berhubungan erat dengan perk embangain guna lahan kota dan perkembangan kota, yaitu (Chapin, 1979). A. Teori Konsentrik (concentriczone concept) yang dikemukakan EW.Burkss. Dalam teori konsentrik ini, Burgess mengemukakan bahwa bentuk guna lahan kota membentuk suatu zona konsentris. Dia mengemukakan wilayah kota dibagi dalam 5 (lima) zona penggunaan lahan yaitu: 1. Lingkaran dalam terletak pusat kota (central business distric atau CBD) yang terdiri bangunan-bangunan kantor, hotel, bank, bioskop, pasar dan pusat perbelanjaan 2. Lingkaran kedua terdapat jalur peralihari yang terdiri dari: rumah-rumah sewaan, kawasan industri, dan perumahan buruh 3. Lingkaran ketiga terdapat jalur wisma buruh, yaitu kawasan perumahan untuk tenaga kerja pabrik 4.Lingkaran keempat terdapat kawasan perumahan yang luas untuk tenaga kerja kelas menengah 5.Lingkaran kelima merupakan zona penglaju yang merupakan tempat kelas menengah dan kaum berpenghasilan tinggi. B. Teori sektor (sector concept) yang dikemukakan oleh Hommer Hoyt. Dalam teori ini Hoyt mengemukakan beberapa masukan tambahan dari bentuk guna lahan kota yang berupa suatu penjelasan dengan penggunaan lahan permukiman yang lebih memfokusan pada pusat kota dan sepanjang jalan transportasi. Dalam teorinya ini, Hoyt membagi wilayah kota dalam beberapa zona, yaitu: 1. Lingkaran pusat, terdapat pusat kota atau CBD 2. Sektor kedua terdapat kawasan perdagangan dan industri 3. Sektor ketiga terdapat kawasan tempat tinggal kelas rendah 4. Sektor keempat terdapat kawasan tempat tinggal kelas menengah 5. Sektor kelima terdapat kawasan ternpat tinggal kelas atas. C. Teori banyak pusat (multiple-nuclei concept) yang dikernukakan oleh R.D.McKenzie. Menurut McKenzie teori banyak pusat ini didasarkan pada pengamatan lingkungan sekitar yang sering terdapat suatu kesamaan pusat dalam bentuk pola guna lahan kota daripada satu titik pusat yang dikemukakan pada teori sebelumnya. Dalarn teori ini pula McKenzie menerangkan bahwa kota meliputi pusat kota, kawasan kegiatan ekonomi, kawasan hunian dan pusat lainnya. Teori banyak pusat ini selanjutnya dikembangkan oleh Chancy Harris dan Edward Ullman yang kemudian membagi kawasan kota menjadi beberapa penggunaan lahan, yaitu: 1. Pusat kota atau CBD
-6-

2 Kawasan perdagangan dan industri 3 Kawasan ternpat tinggal kelas rendah 4. Kawasan ternpat tinggal kelas menengah 5. Kawasan tempat tinggal kelas atas 6. Pusat industri berat 7. Pusat niaga/perbelanjaan lain di pinggiran 8. Kawasan tempat tinggal sub-urban 9. Kawasan industri suburban Menurut Yunus, tipe-tipe struktur tata ruang kota diatas merupakan tipe struktur ruang yang berdasarkan pendekatan ekologikal. Pendekatan ekologikal memandang manusia sebagai makhluk hidup yang mempunyai hubungan interrelasi dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk penggunahn lahan yaitu merupakan proses bertempat tinggal, mengembangkan keturunan, dan tempat mencari makan (Yunus, 1999). Struktur tata ruang kota juga dapat dijelaskan berdasarkan pendekatan morfologikal, Beberapa sumber mengernukakan bahwa tinjauan terhadap morfologi kota. ditekankan pada bentuk-bentuk- fisikal dari lingkungan kekotaan dan hal ini dapat diamati dari kenampakan kota secara fisikal yang antara lain tercermin pada sistern jalan - jalan yang ada, blok-blok bangunan baik daerah hunian ataupun bukan (perdagangan/ industri) dan juga bangunan bangunan individual (Herbert, 1973 dalam Yunus,1999 J07). Ada tujuh pola struktur tata ruang kota. yang didasarkan pada pendekatan morfologikal ini (Hudson dalam Yunus, 2003) yaltu: 1. Bentuk satelit dan pusat-pusat baru. 2. Bentuk stelar atau radial 3. Bentuk cincin 4. Bentuk linier bermanik 5. Bwentuk inti/kompak 6. Bentuk memencar 7. Bentuk kota. bawah tanah Apabila pola jalan sebagai indikator morfologi kota, maka ada tiga sistem pola jalan yang dikenal. (yunus, 2000: 142), yaitu:

-7-

1. Sistern pola jalan tidak teratur 2. Sistim pola jalan radial koilswitris 3. Sistem pola jalan bersudut siku/grid 2.2 KONSEP GUNA LAHAN 2.2.1 Pengertian Guna Lahan Lahan merupakan sumber daya alam yang sangat. penting bagi kehidupan manusia. Dikatakan sebagai sumber daya alam yang penting karena lahan tersebut merupakan tempat nianusia melakukan segala aktifitasnya. Pengertian lahan dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi fisik geografi, lahan adalah tempat dimana sebualh hunian mempunyai kualitas fisik yang penting dalam penggunaannya. Sementara ditinjau dari segi ekonomi lahan adalah suatu sumber daya alam yang mempunyai peranan penting dalam produksi (Lichrield dan Drabkin, 1980). Beberapa sifat atau karakteristik lahan yang dikemukakan oleh Sujarto (1985) dan Drabkin (4980) adalah sebagai berikut: 1. Secara fisik, lahan merupakan aset ekonomi yang tidak dipengaruhi oleh kemungkinan penurtman nilai dan harga, dan tidak terpengaruhi oleh waktu, Lahan juga merupakan aset yang terbatas dan tidak bertambah besar kecuali melalui reklamasi. 2. Perbedaan antara lahan tidak terbangun dan lahan terbangun adalah lahan tidak terbangun tidak akan dipengarahi oleh kemungkinan penurunan nilai, sedangkan lahan terbangun nilainya cenderung turun karena penurunan nilai struktur bangunan yang ada di atasnya. Tetapi penurunan nilai struktur bangunan juga dapat meningkatkan nilai lahannya karena adanya harapan peningkatan fungsi penggunaan lahan tersebut selanjutnya. 3. Lahan tidak dapat dipindahkan tetapi sebagai substitusinya intensitas penggunaan lahan dapat ditingkatkam. Sehingga faktor lokasi untuk setiap jenis penggunaan lahan tidak sama. 4. Lahan tidak hanya berfungsi untuk tujuan produksi tetapi juga sebagai investasi jangka panjang (long-ferm investment) atau tabungan. Keterbatasan lahan dan sifatnya yang secara fisik tidak terdepresiasi membuat lahan menguntungkan sebagai tabungan. Selain itu investasi lahan berbeda dengan investasi barang ekonomi yang lain, dimana biaya perawatannya (maintenance cost) hanya meliputi pajak dan interest charges. Biaya ini relatif jauh lebih kcill dibandingkan dengan keuntiungan yang akan diperoleh dari penjualan lahan tersebut. Penggunaan lahan adalah suatu proses yang berkelanjutan dalam pemanfaatan lahan bagi maksud-maksud pembangunan secara optimal dan efisien (Sugandhy, 1989) selain itu penggunaan lahan dapat diartikan pula suatu aktivitas manusia pada lahan yang langsung berhubungan dengan lokasi dan kondisi lahan (Soegino, 1987). Penggunaan lahan dapat diartikan juga sebagai wujud atau bentuk usaha kegiatan, pemanfaatan suatu bidang tanah pada suatu waktu (Jayadinata, 1992).
-8-

2.2.2 Jenis Penggunaan lahan Lahan kota terbagi menjadi lahan terbangun dan lahan tak terbangun. Lahan Terbangun terdiri dari dari perumahan, industri, perdagangan, jasa dan perkantoran. Sedangkan lahan tak terbangun terbagi menjadi lahan tak terbangun yang digunakan untuk aktivitas kota (kuburan, rekreasi, transportasi, ruang terbuka) dan lahan tak terbangun non aktivitas kota (pertanian, perkebunan, area perairan, produksi dan penambangan sumber daya alam). Untuk mengetahui penggunaan lahan di suatu, wilayah, maka perlu diketahui komponen komponen penggunaan lahannya. Berdasarkan jenis pengguna lahan dan aktivitas yang dilakukan di atas lahan tersebut, maka dapat diketahui komponen-komponen pembentuk guna lahan (Chapin dan Kaiser, 1979). Menurut Maurice Yeates, komponen penggunaan lahan suatu wilayah terdiri atas (Yeates, 1980): 1.Permukiman 2. Industri 3. Komersial 4. Jalan 5. Tanah publik 6. Tanah kosong Sedangkan menurut Hartshorne, komponen penggunaan lahan dapat dibedakan menjadi (Hartshorne, 1980): 1. Private Uses, penggunaan lahan untuk kelompok ini adalah penggunaan lahan permukiman, komersial, dan industri. 2. Public Uses, penggunaan lahan untuk kelompok ini adalah penggunaan lahaN rekreasi dan pendidikan. 3. Jalan Sedangkan menurut Lean dan Goodall dibedakan menjadi , 1976), komponen penggunaan lahan

1. Penggunaan lahan yang menguntungkan Penggunaan lahan yang menguntungkan tergantung pada penggunaan lahan yang tidak menguntungkan. Hal ini disebabkan guna lahan yang tidak menguntungkan tidak dapat bersaing secara bersamaan dengan lahan untuk ftmgsi yang menguntungkan. Komponen penggunaan lahan ini meliputi penggunaan lahan untuk pertokoan, perumahan, industri, kantor dan bisnis. Tetapi keberadaan. guna lahan ini tidak lepas dari kelengkapan penggunaan lahan lainnya yang cenderung tidak menguntungkan, yaitu penggunaan lahan untuk sekolah, rumah
-9-

sakit, taman, tempat pembuangan sampah, dan sarana prasarana. Pengadaan sarana dan prasarana yang Iengkap merupakan suatu contoh bagaimana. guna lahan yang menguntungkan dari suatu lokasi dapat inempengaruhi guna lahan yang lain. Jika lahan digunakan untuk suatu tujuan dengan membangun kelengkapan untuk guna.lahan disekitarnya, maka hal ini dapat meningkatkan nilai keuntungan secara umum, dan meningkatkan nilai-lahan. Dengan demikian akan memungkinkan beberapa guna lahan bekerjasama meningkatkan keuntungannya dengan berlokasi dekat pada salah satu guna lahan. 2. Penggunaan lahan yang tidak menguntungkan Komponen penggunaan lahan ini meliputi penggunaan lahan untuk jalan, taman, pendidikan dan kantor pemerintahan. Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa guna lahan yang menguntungkan mempunyai keterkaitan yang besar dengan guna lahan yang tidak menguntungkan. Guna lahan utama yang dapat dikaitkan dengan fungsi perumahan adalah guna lahan komersial, guna lahan industri, dan guna lahan publik maupun semi publik (Chajin dan Kaiser, 1979). Adapun penjelasan masing masing guna lahan tersebut adalah: a. Guna lahan komersial Fungsi komersial dapat dikombinasikan dengan perumahan melalui percampuran secara vertikal. Guna lahan komersial yang harus dihindari dari perumahan adalah perdagangan grosir dan perusahaan besar. b. Guna lahan industri Keberadaan industri tidak saja dapat inemberikan kesempatan kerja namun juga memberikan nilai tambah melalui landscape dan bangunan yang megah yang ditampilkannya. Jenis industri yang harus dihindari dari perumahan adalah industri pengolahan minyak, industri kimia, pabrik baja dan industri pengolahan hasil tambang. c. Guna lahan publik maupun semi publik Guna lahan ini meliputi guna lahan untuk pemadam kebakaran, tempat ibadah, sekolah, area rekreasi, kuburan, rumah sakit, terminal dan lain-lain. 2.2.3 Perubahan Guna Lahan Pengertian perubahan guna lahan secara umum menyangkut transformasi dalam pengalokasian sumber daya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan lainnya. Namundalam kajian land economics, pengertiannya difokuskan pada proses dialih gunakannya lahan dari lahan pertanian atau perdesaan ke penggunaan non pertanian atau perkotaan. Perubahan guna lahan ini melibatkan baik reorganisasi struktur fisik kota secara internal maupun ekspansinya ke arah luar (Pierce, 1981). Perubahan guna lahan. ini dapat tejadi karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab. Ada empat proses utama yang menyebabkan terjadinya perubahan guna lahan yaitu (Bourne. 1982): 1. Perluasan batas kota 2. Peremajaan di pusat kota 3. Perluasan jaringan infrastruktur 4. Tumbuh dan hilangnya pernusatan aktivitas tertentu
- 10 -

Menurut Chapin, Kaiser, dan Godschalk perubaban guna lahan juga dapat terjadi karena pengaruh perencanaan guna lahan setempat yang merupakan rencana dan kebijakan guna lahan untuk masa mendatang, proyek pembangunan, program perbaikan pendapatan, dan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dari pernerintah daerah. Perubahan guna lahan juga terjadi karena kegagalan mempertermukan aspek dan politis dalam suatu manajemen perubahan guna lahan. Menurut Chapin, 1996, perubahan guna lahan adalah interaksi yang disebabkan oleh tiga komponen pembentuk guna lahan, yaitu sistem pembangunan, sistem aktivitas dan sistem lingkungan hidup. Didalam sistem aktivitas, konteks perekonomian aktivitas perkotaan dapat dikelompokkan menjadi kegiatan produksi dan konsumsi. Kegiatan produksi membutuhkan lahan untuk berlokasi dimana akan mendukung aktivitas produksi diatas. Sedangkan pada kegiatan konsurnsi membutuhkan lahan untuk berlokasi dalam rangka pemenuhan kepuasan. 2.3. AKSESIBILITAS Menurut Black (1981) aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan lokasi tata guna lahan berinteraksi satu dengan yang lain, dan mudah atau sulitnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi. Pernyataan mudah atau sulit merupakan hal yang sangat subyektif dan kualitatif, mudah bagi seseorang belum tentu mudah bagi orang yang lain, begitu pula dengan pernyataan sulit, oleh karena itu diperlukan kinerja kualitatif yang dapat menyatakan aksesibilitas. Menurut Black and Conroy (1977) aksesibilitas zona dipengaruhi oleh proporsi orang menggunakan moda tertentu. Ukuran fisik aksesibilitas menerangkan struktur perkotaan secara spesial tanpa melihat adanya perbedaan yng disebabkan oleh keragaman moda transprtasi yang tersedia, misalnya mobil dan angkutan umum. Mobil mempunyai aksesibilitas yang lebih baik dari angkutan umum atau berjalan kaki. Banyak orang didaerah pemukiman mempunyai akses yang baik dengan mobil atau sepeda motor dan banyak juga yang tergantung kepada angkutan umum dan jalan. Pengukuran sikap seseorang atas suatu obyek dipengaruhi oleh stimuli. Sebagai stimuli adalah peubah-peubah bebasnya (Sudibyo, 1993). Metode pengukuran sikap diukur dalam mempersepsi sesuatu obyek. Sikap adalah respon psikologis seseorang atas faktor yang berasal dari suatu obyek, respon tersebut menunjukkan kecenderungan mudah atau sulit. Dengan demikian maka pengukuran aksesibilitas transportasi dari seseorang merupakan pengukuran sikap orang tersebut terhadap kondisi aksesibilitas transportasinya. Ukuran fisik aksesibilitas menerangkan struktur perkotaan secara spasial tanpa melihat adanya perbedaan yang disebabkan oleh keragaman moda transportasi yang tersedia misalnya dengan berjalan kaki, berkendaraan pribadi atau angkutan umum. Banyak orang di daerah pemukiman baik mempunyai akses yang baik dengan mobil atau sepeda motor atau kendaraan pribadi, tetapi banyak pula yang bergantung pada angkutan umum atau berjalan kaki. Jadi aksesibilitas zona asal dipengaruhi oleh proporsi orang yang menggunakan moda tertentu, dan harga ini dijumlahkan untuk
- 11 -

semua moda transportasi yang ada untuk mendapatkan aksesibilitas zona (Tamin, 1997). Menurut Black, 1978 jumlah atau jenis lalu lintas yang dihasilkan oleh setiap tata guna lahan merupakan hasil dari fungsi parameter sosial dan ekonomi. Jenis tata guna lahan yang berbeda (pemukiman, pendidikan, komersil) mempunyai ciri bangkitan lalulintas yang berbeda seperti jumlah lalulintas, jenis lalulintas (pejalan kaki, truk, mobil), lalulintas pad waktu tertentu (kantor menghasilkan arus lalulintas pada pagi hari, sedangkan pertokoan menghasilkan arus lalulintas sepanjang hari) Menurut Wells, 1975 bangkitan pergerakan memperlihatkan bnyaknya lalulintas yang dibangkitkan oleh setiap tata guna lahan, sedangkan sebaran menunjukkan kemana dan darimana lalulintas tersebut. Tarikan pergerakan adalah jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona tarikan pergerakan (Tamin, 2000). Tarikan pergerakan dapat berupa tarikan lalu lintas yang mencakup lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi. Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan arus lalu lintas. Menurut Tamin, 1997 pergerakan Lalu - lintas dalam suatu daerah kajian tertentu dipengaruhi oleh dua jenis zona yaitu Zona Eksternal dan Zona Internal. Zona Eksternal adalah Zona yang berada diluar daerah Kajian yang dianggap sedikit memberi pengaruh dalam pergerakan lalu - lintas dalam suatu daerah kajian tertentu. Zona internal adalah adalah zona yang berada di dalam daerah kajian yang dianggap berpengaruh besar terhadap pergeraakan arus lalu lintas dalam suatu daerah kajian tertentu. Adapun suatu daerah kajian transportasi dibatasi oleh daerah kajian disekelilinganay (Garis Kordon) dan semua informasi transportasi yang bergerak didalamnya harusa diketahui. Di dalam batasanya, daerah kajian dibagi menjadi N subdaerah yang disebut zona yang masing-masing diwakili oleh pusat zona. Pusat Zona dianggap sebagai awal pergerakan lalulintas dari zona tersebut dan akhir pergerakan lalulintas yang menuju zona tersebut Menurut IHT and DTp 1987 dalam Tamin, 1997 kriteria utama yang perlu diperhatikan dalam pembentukan Zona Transportasi adalah 1. Ukuran zona harus konsisten dengan kepadatan jaringan yang akan dimodel. Biasanya ukuran zona semakin membesar jika semakin jauh dari pusat kota. 2. Ukuran zona harus lebih besar dari yang seharusnya untuk memungkinkan arus lalu lintas dibebankan ke atas jaringan jalan dengan ketepatatan yang disyaratkan. 3. Batas zona harus dibuat sedemikian rupa sehingga konsisten dengan jenis pola pengembangan untuk setiap zona, misalnya pemukiman, industri dan perkantoran. 4. Batas zona harus sesuai dengan batas sensus, batas administrasi daerah dan batas zona yang digunakan oleh daerah kajian.
- 12 -

5. Batas zona harus sesuai dengan batas daerah yang digunakan dalam pengumpulan data.

- 13 -

BAB III STUDI KASUS 1. Tata Guna Lahan (Land Use) Peraturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi tertentu,sehingga dapat memberikan gambaran keseluruhanbagaimana daerah-daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi. Tata guna lahan memeperlihatkan hubungan antara sirkulasi/parkir dengan kepadatan dari penggunaan/kegiatan di dalan area kota. Rencana tata guna lahan menentukan fungsi tertentu pada suatuarea.Permasalahan perencanaan di masa lampau: 1.Kurangnya keberagaman dalam pemanfaan lahan (segregation) 2.Kegagalan mempertimbangkan faktor fisik lingkungan dan alamiah. 3.Permasalahan Infrastruktur (perawatan dan perbaikan) Isu yang perlu dipertimbangkan ke depan: 1.Mix-use development 2.Sistem infrastruktur 3. Analisis berbasis lingkungan alamiah 4.Perencanaan perawatan infrastruktur. 5.Permukiman

KOTA LONDON
Suatu kota selalu mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan ini menyangkut beberapa aspek seperti aspek politik, social, budaya, ekonomi, dan fisik. Terbentuknya suatu kota berasal dari suatu embrio aktivitas manusia. Sejarah terbentuknya kota tidak selalu sama satu dengan yang lainnya. Setiap kota pun memiliki peninggalan sejarah masing-masing baik yang nampak (tangible heritage) maupun yang tidak nampak (intangible heritage). Pada umumnya kota-kota di dunia mulanya terletak di pinggiran perairan (sungai, danau, dan laut) dan ada juga yang berasal dari suatu kerajaan yang berada ditengah pedalaman yang bersifat agraris (banyak ditemukandiIndonesia).

Adanya tekanan modern pada suatu kota ditandai dengan meningkatnya aktifitas pada kota tersebut, perubahan zoning, dan tata guna lahan serta peningkatan kepadatan penduduk yang
- 14 -

sering

kali

menghilangkan

ciri

asli

dari

kota

tersebut.

Pada kesempatan ini saya akan mengulas perkembangan kota London yang berada di Inggris. Aspek yang saya amati dari sejarah kota London berdiri dan berkembang hingga sekarang. B. Pembahasan Masalah Awal mula London berasal dari terpusatnya aktifitas masyarakat Britain di tepian sungai Thames yang kemudian mendirikan kota Londonium (kota London zaman dahulu). Londonium merupakan kota benteng dengan sebuah jembatan yang membentang di atas sungai Thames. Pada awal perkembangannya, kota London ini menjadi kota perdagangan karena banyak pedagang dan pengrajin yang tinggal disana hingga sekitar abad ke 3 masehi penduduk Londonium mencapai 15.000 jiwa. Hingga masa William memimpin, dia mendirikan kastil/istana sebagai penjaga jembatan London, The White Tower. Inilah awal mula dari The Tower of London.

Menjelang abad pertengahan London menjadi kota terkaya di Inggris, selain itu juga menjadi kota pelabuhan penting karena memiliki beberapa mil dermaga dan pusat perkapalan dan kerajinan. Dahulu, kapal-kapal yang berlabuh di the Pool of London, dan pada pertengahan abad ke-9, London memiliki tempat bongkar muatan di Billingsgate, dekat The Tower. Oleh karena hidup di luar tembok kota telah jauh dari bahaya, pinggiran kota mulai berkembang. Para pejabat dan pedagang mulai membangun rumah di luar tembok dan di tepian sungai Thames, perkembangan mengarah kearah barat,

Westminster.

Karena perdagangan meningkat, kota ini menjadi padat. Para pengrajin bertempat tinggal diseberang toko mereka dan menjual dagangannya disepanjang jalan sempit dan berliku-liku. Toko-toko yang menjual barang sejenis dijadikan satu tempat. Nama jalanpun mencerminkan nama dagangannya seperti : Milk Street, Goldsmiths Row, Bread Street, Pudding Lane, dan lain sebagainya. Hingga sekarang London terbagi menjadi beberapa bagian. Greater London merupakan daerah terbesar mencakup area sebesar 616 mil persegi, termasuk di dalamnya kota London, dan 32 kecamatan London (London Boroughs), meliputi Middlesex, sebagian besar Essex, Kent Surrey, dan Herlfordshire. Populasi setiap borough sekitar 250.000 orang.

- 15 -

TATA GUNA LAHAN JAWA BARAT


Tata guna lahan merupakan salah satu faktor penentu utama dalam pengelolaan lingkungan. Keseimbangan antara kawasan budidaya dan kawasan konservasi merupakan kunci dari pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Data mengenai penggunaan lahan diambil dari BPS dengan sumber data dari BPN.

1 2 3 4 5 6 7

Jenis Penggunaan Lahan Permukiman, jasa, dan industri Tegalan dan kebun campuran Sawah Perkebunan Hutan Perairan dan Tambak Semak dan alang-alang Jumlah

2001

2005

2006

314658 1105735 872043 250274 706344 78077 69736 3500323

307763 956741 969322 226807 604100 64637 85208 3377742

319862.54 1080283 969373.3 309188.31 674642.81 64677.12 85207.53 3631934.15

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat 2008 Secara garis besar komposisi penggunaan lahan sejak tahun 2001 sampai 2006 tidak mengalami perubahan yang signifikan, dimana jenis penggunaan lahan yang dominan masih tetap tegal dan kebun campuran dan sawah, disusul kemudian oleh hutan. Walaupun demikian terjadi sedikit peningkatan sedikit pada proporsi permukiman, sawah, dan semak / alang-alang. Yang mengalami penurunan walaupun sedikit adalah tegalan / kebun campuran, hutan, dan perairan tambak. Pertumbuhan penduduk rata-rata 2,1 % per tahun ternyata tidak sebanding dengan kenaikan proporsi lahan untuk permukiman / jasa / industri.

- 16 -

Gambar. Sebaran Kawasan Hutan, Sumber : Perhutani Unit III Provinsi Jawa Barat Sejak tahun 2001 luas hutan tidak pernah lebih dari 10 % dari luas wilayah Jawa Barat. Padahal UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang mensyaratkan luas hutan dalam suatu wilayah harus lebih dari 30%. Luas hutan dalam 5 tahun terakhir mengalami kenaikan, dari 784,397.09 Ha pada tahun 2003 menjadi 808,246.37 Ha pada tahun 2007, terdiri atas 46,37 % Hutan Produksi, 32,22 % Hutan Lindung, dan 22,41 % Hutan Konservasi. Komposisi ini tidak berbeda jauh sejak tahun 2003, 2005, dan 2006. Ditinjau dari sebarannya, area kawasan hutan lebih terkonsentrasi di wilayah Jawa Barat bagian selatan yang membentang mulai dari Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Bandung, Kabupaten Garut, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Tasikmalaya, juga di Kabupaten Kuningan, serta tersebar sebagian kecil di Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Subang, Kabupaten Kuningan.

BAB IV KESIMPULAN
Menyimak keberadaan dari aturan yang ada, bila dilakukan identifikasi mengapa fungsi pengendalian dari tata ruang yang ada tidak berfungsi secara optimal, hal ini disebabkan: 1. Mentalitas pemohon Kecenderungan dari sebagian besar masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum untuk melakukan pelanggaran terhadap perencanaan penataan ruang sangat besar. Hal ini terlihat dari pengelolaan kawasan
- 17 -

Puncak menjadi daerah jalur hijau atau lahan konservasi seperti arahan Keppres no. 114/1997 yang sampai saat ini banyak mengalami penyimpangan dari arahan peruntukannya.

2. Tidak ada kesepahaman Perangkat daerah tidak utuh dalam memahami aturan. Dinas teknis umpamanya yang berorientasi pada pemasukan Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan senantiasa berusaha memaksimalkan jumlah orang atau badan usaha yang mengajukan IMB sekalipun hal itu tidak sesuai dengan acuan yang ada. Karena orientasi PAD dinas-dinas teknis selalu berusaha meningkatkan PAD dari IMB. Sementara Bappeda sebagai perencana dan pengendali pembangunan di daerah melihat pada aspek perencanaannya tanpa melihat keuntungan dari ijin yang dikeluarkan dengan Bappeda.

- 18 -

DAFTAR PUSTAKA

http://digilib.its.ac.id/ http://eprints.undip.ac.id/ http://www.scribd.com/doc/88543550/1/Tata-Guna-Lahan-Land-Use http://rizalgooblog.blogspot.com http://www.bplhdjabar.go.id/index.php/bidang-tata-kelola/subid-penyelarasan-danevaluasi/152-tata-guna

- 19 -

Anda mungkin juga menyukai