Anda di halaman 1dari 184

Anatomi dan fisiologi pernafasan STRUKTUR DAN FUNGSI SISTEM RESPIRASI Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen

(O) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru. STRUKUTR SISTEM RESPIRASI Sistem respirasi terdiri dari: 1. Saluran nafas bagian atas Pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan, disarung dan dilembabkan 2. Saluran nafas bagian bawah Bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran bagian atas ke 3. Alveoli terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2 4. Sirkulasi paru Pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena meninggalkan paru. 5. Paru terdiri dari : a. b. c. Saluran nafas bagian bawah Alveoli Sirkulasi paru alveoli

6. Rongga Pleura Terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis

7. Rongga dan dinding dada Merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur pertukaran gas dalam proses respirasi Saluran Nafas Bagian Atas a. Rongga hidung Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal : Dihangatkan Disaring Dan dilembabkan

Yang merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi ( terdiri dari : Psedostrafied ciliated columnar epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel partikel halus kearah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel golbet dan kelenjar serous yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi menghangatkan udara). Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha. Kemudian udara akan diteruskan ke b. c. d. Nasofaring (terdapat pharyngeal tonsil dan Tuba Eustachius) Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring,terdapat pangkal lidah) Laringofaring(terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)

Saluran Nafas Bagian Bawah a. Laring Terdiri dari tiga struktur yang penting b. Trakhea Tulang rawan krikoid Selaput/pita suara Epilotis Glotis

Merupakan pipa silider dengan panjang 11 cm, berbentuk cincin tulang rawan c. seperti huruf C. Bagian belakang dihubungkan oleh membran fibroelastic Bronkhi Merupakan percabangan trakhea kanan dan kiri. Tempat percabangan ini disebut carina. Brochus kanan lebih pendek, lebar dan lebih dekat dengan trachea. Bronchus kanan bercabang menjadi : lobus superior, medius, inferior. Brochus kiri terdiri dari : lobus superior dan inferior Alveoli Terdiri dari : membran alveolar dan ruang interstisial. Membran alveolar : Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik ke arah rongga alveoli Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkan surfactant. Anastomosing capillary, merupakan system vena dan arteri yang saling berhubungan langsung, ini terdiri dari : sel endotel, aliran darah dalam rongga endotel Interstitial space merupakan ruangan yang dibentuk oleh : endotel kapiler, epitel alveoli, saluran limfe, jaringan kolagen dan sedikit serum. Aliran pertukaran gas Proses pertukaran gas berlangsung sebagai berikut: alveoli epitel alveoli membran dasar endotel kapiler plasma eitrosit. Membran sitoplasma eritrosit molekul hemoglobin O Co menempel pada dinding depan usofagus.

Surfactant

Mengatur hubungan antara cairan dan gas. Dalam keadaan normal surfactant ini akan menurunkan tekanan permukaan pada waktu ekspirasi, sehingga kolaps alveoli dapat dihindari.

Sirkulasi Paru Mengatur aliran darah vena vena dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis dan mengalirkan darah yang bersifat arterial melaului vena pulmonalis kembali ke ventrikel kiri. Paru Merupakan jalinan atau susunan bronhus bronkhiolus, bronkhiolus terminalis, bronkhiolus respiratoty, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik. Rongga dan Dinding Dada Rongga ini terbentuk oleh: Otot otot interkostalis Otot otot pektoralis mayor dan minor Otot otot trapezius Otot otot seratus anterior/posterior Kosta- kosta dan kolumna vertebralis Kedua hemi diafragma

Yang secara aktif mengatur mekanik respirasi.

Gambar 1 Anatomi sistem pernafasan FUNGSI RESPIRASI DAN NON RESPIRASI DARI PARU 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Respirasi : pertukaran gas O dan CO Keseimbangan asam basa Keseimbangan cairan Keseimbangan suhu tubuh Membantu venous return darah ke atrium kanan selama fase inspirasi Endokrin : keseimbangan bahan vaso aktif, histamine, serotonin, ECF dan angiotensin Perlindungan terhadap infeksi: makrofag yang akan membunuh bakteri

Mekanisme Pernafasan Agar terjadi pertukaran sejumlah gas untuk metabolisme tubuh diperlukan usaha keras pernafasan yang tergantung pada: 1. Tekanan intar-pleural

Dinding dada merupakan suatu kompartemen tertutup melingkupi paru. Dalam keadaan normal paru seakan melekat pada dinding dada, hal ini disebabkan karena ada perbedaan tekanan atau selisih tekanan atmosfir ( 760 mmHg) dan tekanan intra pleural (755 mmHg). Sewaktu inspirasi diafrgama berkontraksi, volume rongga dada meningkat, tekanan intar pleural dan intar alveolar turun dibawah tekanan atmosfir sehingga udara masuk Sedangkan waktu ekspirasi volum rongga dada mengecil mengakibatkan tekanan intra pleural dan tekanan intra alveolar meningkat diatas atmosfir sehingga udara mengalir keluar. 2. Compliance

Hubungan antara perubahan tekanan dengan perubahan volume dan aliran dikenal sebagai copliance. Ada dua bentuk compliance: Static compliance, perubahan volum paru persatuan perubahan tekanan saluran nafas ( airway pressure) sewaktu paru tidak bergerak. Pada orang dewasa muda normal : 100 ml/cm H2O Effective Compliance : (tidal volume/peak pressure) selama fase pernafasan. Normal: 50 ml/cm H2O Compliance dapat menurun karena: Pulmonary stiffes : atelektasis, pneumonia, edema paru, fibrosis paru Space occupying prosess: effuse pleura, pneumothorak Chestwall undistensibility: kifoskoliosis, obesitas, distensi abdomen

Penurunan compliance akan mengabikabtkan meningkatnya usaha/kerja nafas. 3. Airway resistance (tahanan saluran nafas)

Rasio dari perubahan tekanan jalan nafas SIRKULASI PARU a. Pulmonary blood flow total = 5 liter/menit Ventilasi alveolar = 4 liter/menit Sehingga ratio ventilasi dengan aliran darah dalam keadaan normal = 4/5 = 0,8 b. Tekanan arteri pulmonal = 25/10 mmHg dengan rata-rata = 15 mmHg. Tekanan vena pulmolais = 5 mmHg, mean capilary pressure = 7 mmHg Sehingga pada keadaan normal terdapat perbedaan 10 mmHg untuk mengalirkan darah dari arteri pulmonalis ke vena pulmonalis c. Adanya mean capilary pressure mengakibatkan garam dan air mengalir dari rongga kapiler ke rongga interstitial, sedangkan osmotic colloid pressure akan menarik garam dan air dari rongga interstitial kearah rongga kapiler. ini dalam keadaan normal selalu seimbang.Peningkatan tekanan garam dalam rongga interstitial. Kondisi kapiler

atau penurunan koloid akan menyebabkan peningkatan akumulasi air dan

TRANSPOR OKSIGEN 1.Hemoglobin Oksigen dalam darah diangkut dalam dua bentuk: Kelarutan fisik dalam plasma Ikatan kimiawi dengan hemoglobin

Ikatan hemoglobin dengan tergantung pada saturasi O2, jumlahnya dipengaruhi oleh pH darah dan suhu tubuh. Setiap penurunan pH dan kenaikkan suhu tubuh mengakibatkan ikatan hemoglobin dan O2 menurun. 2. Oksigen content Jumlah oksigen yang dibawa oleh darah dikenal sebagai oksigen content (Ca O2 ) Plasma Hemoglobin

REGULASI VENTILASI Kontrol dari pengaturan ventilasi dilakukan oleh sistem syaraf dan kadar/konsentrasi gas-gas yang ada di dalam darah Pusat respirasi di medulla oblongata mengatur: -Rate impuls -Amplitudo impuls Respirasi rate Tidal volume

Pusat inspirasi dan ekspirasi : posterior medulla oblongata, pusat kemo reseptor : anterior medulla oblongata, pusat apneu dan pneumothoraks : pons. Rangsang ventilasi terjadi atas : PaCo2, pH darah, PaO2 PEMERIKSAAN FUNGSI PARU Kegunaan: untuk mendiagnostik adanya : sesak nafas, sianosis, sindrom bronkitis Indikasi klinik: - Kelainan jalan nafas paru,pleura dan dinding toraks - Payah jantung kanan dan kiri - Diagnostik pra bedah toraks dan abdomen - Penyakit-penyakit neuromuskuler

- Usia lebih dari 55 tahun. http://fraxawant.wordpress.com/2008/07/16/anatomi-dan-fisiologi-sistem-pernapasan/ Anatomi dan fisiologi pernafasan Menurut Price SA, Wilson LM, 1946, anatomi pernafasan agar udara bisa mencapai paruparu adalah hidung, laring, trakhea, bronkhus dan bronkhiolus. Fungsi masing-masing bagian ini sebagai berikut: 1) Fungsi hidung Terdapat bentukan-bentukan yang berfungsi untuk : -Bulu-bulu hidung berguna untuk menyaring udara yang baru masuk, debu dengan diameter > 5 mikron akan tertangkap. -Selaput lendir hidung berguna untuk menangkap debu dengan diameter lebih besar, kemudian melekat pada dinding rongga hidung. -Anyaman vena (Flexus venosus) berguna untuk menyamakan kondisi udara yang akan masuk paru dengan kondisi udara yang ada di dalam paru. -Konka (tonjolan dari tulang rawan hidung) untuk memperluas permukaan, agar proses penyaringan, pelembaban berjalan dalam suatu bidang yang luas, sehingga proses diatas menjadi lebih efisien. 2) Pharing Terdapat persimpangan antara saluran napas dan saluran pencernaan. Bila menelan makanan glotis dan epiglotis menutup saluran napas, untuk mencegah terjadinya aspirasi. Pada pemasangan endotrakeal tube glotis tidak dapat menutup sempurna, sehingga mudah terjadi aspirasi. 3) Laring Terdapat pita suara / flika vokalis, bisa menutup dan membuka saluran napas, serta melebar dan menyempit. Gunanya: -Membantu dalam proses mengejan -Membuka dan menutup saluran napas secara intermitten pada waktu batuk. Pada waktu mau batuk flika vokalis menutup, saat batuk membuka, sehingga benda asing keluar. -Secara reflektoris menutup saluran napas pada saat menghirup udara yang tidak dikehendaki. -Untuk proses bicara. 4) Trakea Dikelilingi tulang rawan berbentuk tapal kuda (otot polos dan bergaris) sehingga bisa mengembang dan menyempit. Trakea bercabang menjadi 2 bronkus utama. 5) Bronkus Merupakan percabangan trakea, terdiri dari bronkus kanan dan kiri. Antara percabangan ini terdapat karina yang memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang. Bronkus kiri dan kanan tak simetris. Yang kanan lebih pendek, lebih lebar dan arahnya hampir vertikal. Yang kiri lebih panjang dan lebih sempit dengan sudut lebih tajam. Bronkus ini kemudian bercabang menjadi bronkus lobaris, bronkus segmentasi, bronkus terminalis, asinus yang terdiri dari bronkus respiratorius yang terkadang mengandung alveoli, duktus alveolaris dan sakus alveolaris terminalis. 6) Paru Terdiri dari paru kanan dan kiri yang kanan terdiri dari 3 lobus, kiri 2 lobus. Dibungkus oleh selaput yang disebut pleura viseralis sebelah dalam dan pleura parietalis sebelah luar yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat cavum interpleura yang berisi cairan. Di dalam saluran napas selain terdapat lendir, juga bulu-bulu getar / silia yang berguna untuk menggerakkan lendir dan kotoran ke atas. Fisiologi Pernapasan Menurut Guyton. Ae, respirasi meliputi 2 bidang yakni respirasi eksterna dan respirasi interna. Respirasi eksterna adalah pengangkutan oksigen dari atmosfer sampai ke jaringan tubuh dan pengangkutan karbon dioksida dari jaringan sampai ke atmosfer. Sementara bagaimana oksigen digunakan oleh jaringan dan bagaimana karbon dioksida dibebaskan oleh jaringan disebut respirasi internal. Proses respirasi merupakan proses yang dapat dibagi menjadi 5 tahap yaitu : 1)Ventilasi Udara bergerak masuk dan keluar paru-paru karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Selama inspirasi, volume toraks bertambah besar karena

diafragma turun dan iga terangkat akibat kontraksi beberapa otot yaitu otot sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga. Toraks membesar ke tiga arah : anteroposterior, lateral dan vertikal. Peningkatan volume ini menyebabkan penurunan tekanan intrapleura, dari sekitar -4 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) menjadi sekitar -8 mm Hg bila paru-paru mengembang pada waktu inspirasi. Tekanan saluran udara menurun sampai sekitar -2 mm Hg (relatif terhadap tekanan atmosfer) dari 0 mm Hg pada waktu mulai inspirasi. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfer menyebabkan udara mengalir ke dalam paru-paru sampai tekanan saluran udara pada akhir inspirasi sama lagi dengan tekanan atmosfer. Selama pernapasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru atau saat ekspirasi dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran udara dan atmosfer menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari paru-paru sampai tekanan saluran udara dan tekanan atmosfer menjadi sama kembali pada akhir ekspirasi. 2)Difusi Tahap kedua dari proses pernapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus-kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 m). Kekuatan pendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. Pada waktu oksigen diinspirasi dan sampai di alveolus maka tekanan parsial ini akan mengalami penurunan sampai sekitar 103 mm Hg. Penurunan tekanan parsial ini terjadi berdasarkan fakta bahwa udara inspirasi tercampur dengan udara dalam ruang sepi anatomik saluran udara dan dengan uap air. Ruang sepi anatomik ini dalam keadaan normal mempunyai volume sekitar 1 ml udara per pound berat badan. Hanya udara bersih yang mencapai alveolus yang merupakan ventilasi efektif, tekanan parsial oksigen dalam darah vena campuran (PVO2) di kapiler paru kira-kira sebesar 40 mm Hg. Karena tekanan parsial oksigen dalam kapiler lebih rendah daripada tekanan dalam alveolus (PAO2 = 103 mm Hg), maka oksigen dapat dengan mudah berdifusi ke dalam aliran darah. Perbedaan tekanan CO2 antara darah dan alveolus yang jauh lebih rendah (6 mm Hg) menyebabkan karbon dioksida berdifusi ke dalam alveolus. Karbon dioksida ini kemudian dikeluarkan ke atmosfer, dimana konsentrasinya pada hakekatnya nol kendatipun selisih CO2 antara darah dan alveolus amat kecil. 3) Hubungan antara ventilasi-perfusi Pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paruparu dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler. Dengan perkataan lain, ventilasi dan perfusi dari unit pulmonar harus sesuai. Nilai rata-rata rasio antara ventilasi terhadap perfusi (V/Q) adalah 0,8. Angka ini didapatkan dari rasio rata-rata laju ventilasi alveolar normal (4 L/menit). Ketidak-seimbangan antara proses ventilasi-perfusi terjadi pada kebanyakan penyakit pernapasan. Tiga unit pernapasan abnormal secara teoritis menggambarkan unit ruang sepi yang mempunyai ventilasi normal, tetapi tanpa perfusi, sehingga ventilasi terbuang percuma (V/Q = tidak terhingga). Unit pernapasan abnormal yang kedua merupakan uniit pirau, dimana tidak ada ventilasi tetapi perfusi normal, sehingga perfusi terbuang sia-sia (V/Q = 0). Unit yang terakhir merupakan unit diam, dimana tidak ada ventilasi dan perfusi. 4) Transpor oksigen dalam darah Oksigen dapat diangkut dari paruparu ke jaringan-jaringan melalui dua jalan: secara fisik larut dalam plasma atau secara kimia berikatan dengan hemoglobin sebagai oksihemoglobin (HbO2). Ikatan kimia oksigen dengan hemoglobin ini bersifat reversibel. Dalam keadaan normal jumlah O2

yang larut secara fisik sangat kecil karena daya larut oksigen dalam plasma yang rendah. Hanya sekitar 1% dari jumlah oksigen total yang diangkut. Cara transpor seperti ini tidak memadai untuk mempertahankan hidup. Sebagian besar oksigen diangkut oleh hemoglobin yang terdapat dalam sel-sel darah merah. Dalam keadaan tertentu (misalnya : keracunan karbon monoksida atau hemolisis masif dimana terjadi insufisiensi hemoglobin) maka oksigen yang cukup untuk mempertahankan hidup dapat ditranspor dalam bentuk larutan fisik dengan memberikan oksigen dengan tekanan yang lebih tinggi dari tekanan atmosfer (ruang oksigen hiperbarik). Satu gram hemoglobin dapat mengikat 1,34 ml oksigen. Pada tingkat jaringan oksigen akan berdisosiasi dari hemoglobin dan berdifusi ke dalam plasma. Dari plasma oksigen berdifusi ke sel-sel jaringan tubuh untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang bersangkutan. Meskipun kebutuhan jaringan bervariasi, namun sekitar 75% dari hemoglobin masih berikatan dengan oksigen pada waktu hemoglobin kembali ke paru-paru dalam bentuk darah vena campuran. Jadi sesungguhnya hanya sekitar 25% oksigen dalam darah arteria yang digunakan untuk keperluan jaringan. 5) Pengendalian Pernapasan Yang disebut pusat pernapasan adalah suatu kelompok neuron yang terletak bilateral di dalam substansia retikularis medula oblongata dan pons. Dibagi menjadi 3 daerah utama yaitu : (1)Kelompok neuron medula oblongata dorsalis, yang merupakan area inspirasi. Letak neuronnya sangat dekat dan berhubungan rapat dengan traktus solitarius yang merupakan ujung sensorik nervus vagus dan gloso varingeus. Sebaliknya masing-masing saraf ini menghantarkan isyarat-isyarat sensorik dari kemo reseptor perifer, dengan cara ini membantu ventilasi paru. (2)Kelompok neuron medula oblongata ventralis, yang merupakan area ekspirasi. Merupakan kelompok neuron respirasi ventralis yang bila terangsang merangsang otototot ekspirasi. Area ekspirasi selama pernapasan tenang dan normal bersifat pasif. Bila dorongan ekspirasi menjadi jauh lebih besar dari normal maka isyarat-isyarat tertumpah ke area ekspirasi dari mekanisme osilasi dasar area inspirasi, meningkatkan tenaga kontraktil yang kuat ke proses ventilasi paru. (3)Area di dalam pons yang membantu kecepatan pernapasan yang disebut area pneumotaksis. Pusat pneumotaksis menghantarkan isyarat penghambat ke area inspirasi, yang mempunyai efek membatasi isyarat inspirasi. Efek sekundernya terjadi bila pembatasan inspirasi memperpendek masa pernapasan, maka siklus pernapasan berikut akan terjadi lebih dini. Jadi isyarat pneumotaksis yang kuat dapat meningkatkan kecepatan pernapasan 30-40 x per menit. Sementara yang lemah hanya beberapa kali per menit.

ANATOMI dan FISIOLOGI JANTUNG


March 4th, 2008 by admin ANATOMI dan FISIOLOGI JANTUNG Jantung merupakan organ utama dalam system kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm seta tebal kira-kira 6 cm.

Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan. Setiap harinya jantung berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000 galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah. Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah dada, bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas processus xiphoideus. Pada tepi kanan cranial berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum Tepi kiri cranial jantung berada pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea medioclavicularis.

Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium dimana teridiri antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara pericardium dan epicardium. Epicardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang paling tebal. Lapisan terakhir adalah lapisan endocardium. Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut atrium dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik.

Diantara atrium kanan dan ventrikel kana nada katup yang memisahkan keduanya yaitu ktup tricuspid, sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri juga mempunyai katup yang disebut dengan katup mitral. Kedua katup ini berfungsi sebagai pembatas yang dapat terbuka dan tertutup pada saat darah masuk dari atrium ke ventrikel.

1. Right Coronary 2. Left Anterior Descending 3. Left Circumflex 4. Superior Vena Cava 5. Inferior Vena Cava 6. Aorta 7. Pulmonary Artery 8. Pulmonary Vein 9. Right Atrium 10. Right Ventricle 11. Left Atrium 12. Left Ventricle 13. Papillary Muscles 14. Chordae Tendineae 15. Tricuspid Valve 16. Mitral Valve 17. Pulmonary ValveFungsi utama jantung adalah memompa darh ke seluruh tubuh dimana pada saat memompa jantung otot-otot jantung (miokardium) yang bergerak. Selain itu otot jantung juga mempunyai kemampuan untuk menimmbulkan rangsangan listrik. Kedua atrium merupakan ruang dengan dinding otot yang tipis karena rendahnya tekanan yang ditimbulkan oleh atrium. Sebaliknya ventrikel mempunyai dinding otot yang tebal terutama ventrikel kiri yang mempunyai lapisan tiga kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Aktifitas kontraksi jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh selalu didahului oleh aktifitas listrik. Aktifitas listrik inidimulai pada nodus sinoatrial (nodus SA) yang terletak pada celah antara vena cava suiperior dan atrium kanan. Pada nodus SA mengawali gelombang depolarisasi secara spontan sehingga menyebabkan timbulnya potensial aksi yang disebarkan melalui sel-sel otot atrium, nodus atrioventrikuler (nodus AV), berkas His, serabut Purkinje dan akhirnya ke seluruh otot ventrikel.

Oleh karena itu jantung tidak pernah istirahat untuk berkontraksi demi memenuhi kebutuhan tubuh, maka jantung membutuhkan lebih banyak darah dibandingkan dengan organ lain. Aliran darah untuk jantung diperoleh dari arteri koroner kanan dan kiri. Kedua arteri koroner ini keluar dari aorta kira-kira inchi diatas katup aorta dan berjalan dipermukaan pericardium. Lalu bercabang menjadi arteriol dan kapiler ke dalam dinding ventrikel. Sesudah terjadi pertukaran O2 dan CO2 di kapiler , aliran vena dari ventrikel dibawa melalui vena koroner dan langsung masuk ke atrium kanan dimana aliran darah vena dari seluruh tubuh akan bermuara. Sirkulasi darah ditubuh ada 2 yaitu sirkulasi paru dan sirkulasi sistemis. Sirkulasi paru mulai dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis, arteri besar dan kecil, kapiler lalu masuk ke paru, setelah dari paru keluar melalui vena kecil, vena pulmonalis dan akhirnya kembali ke atrium kiri. Sirkulasi ini mempunyai tekanan yang rendah kira-kira 15-20 mmHg pada arteri pulmonalis. Sirkulasi sistemis dimulai dari ventrikel kiri ke aorta lalu arteri besar, arteri kecil, arteriole lalu ke seluruh tubuh lalu ke venule, vena kecil, vena besar, vena cava inferior, vena cava superior akhirnya kembali ke atrium kanan.

Sirkulasi sistemik mempunyai fungsi khusus sebagai sumber tekanan yang tinggindan membawa oksigen ke jaringan yang membutuhkan. Pada kapiler terjadin pertukaran O2 dan CO2 dimana pada sirkulasi sistemis O2 keluar dan CO2 masuk dalam kapiler sedangkan pada sirkulasi paru O2 masuk dan CO2 keluar dari kapiler. Volume darah pada setiap komponen sirkulasi berbeda-beda. 84% dari volume darah

dalam tubuh terdapat pada sirkulasi sistemik, dimana 64% pada vena, 13% pada arteri dan 7 % pada arteriol dan kapiler. http://dokterfoto.com/2008/03/04/anatomi-dan-fisiologi-jantung/

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENUMOTHORAX

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENUMOTHORAX I. KONSEP DASAR A. Pengertian Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps. B. Anatomi 1. Anatomi Rongga Thoraks Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh : - Depan : Sternum dan tulang iga. - Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis). - Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal. - Bawah : Diafragma - Atas : Dasar leher. Isi : - Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru peserta pembungkus pleuranya. - Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995). C. Patofisiologi Mengenai rongga toraks sampai rongga pleura, udara bisa masuk (pneumothorax) Terjadi robekan Pembuluh Darah intercostal, pembuluh darah jaringan paru-paru. Karena tekanan negative intrapleuraMaka udara luar akan terhisap masuk kerongga pleura (sucking wound)

Terjadi perdarahan : (perdarahan jaringan intersititium, perarahan intraalveolar diikuti kolaps kapiler kecilkecil dan atelektasi) Tahanan perifer pembuluh paru naik (aliran darah turun) Oper penumothorax Close pneumotoraks Tension pneumotoraks - Ringan kurang 300 cc ---- di punksi - Sedang 300 - 800 cc ------ di pasang drain - Berat lebih 800 cc ------ torakotomi Tek. Pleura meningkat terus Mendesak paru-paru (kompresi dan dekompresi), pertukaran gas berkurang Sesak napas yang progresif (sukar bernapas/bernapas berat) Bising napas berkurang/hilang Bunyi napas sonor/hipersonor Foto toraks gambaran udara lebih 1/4 dari rongga torak - Sesak napas yang progresif - Nyeri bernapas / pernafsan asimetris / adanya jejas atau trauma - Nyeri bernapas - Pekak dengan batas jelas/tak jelas. - Bising napas tak terdenga - Nadi cepat/lemah - Anemis / pucat - Poto toraks 15 - 35 % tertutup bayangan WSD/Bullow Drainage Terdapat luka pada WSD Nyeri pada luka bila untuk bergerak Ketidak efektifan pola pernapasan Inefektif bersihan jalan napas - Kerusakan integritas kulit - Resiko terhadap infeksi - Perubahan kenyamanan : Nyeri perawatan WSD harus diperhatikan. Gangguan mobilitas fisik

- Potensial Kolaboratif : Atelektasis dan Pergeseran mediatinum D. Pemeriksaan Penunjang : a. Photo toraks (pengembangan paru-paru). b. Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup). E. Penatalaksanaan 1. Bullow Drainage / WSD Pada trauma toraks, WSD dapat berarti : a. Diagnostik : Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks. b. Terapi : Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya. c. Preventive : Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik. 2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya : a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang. Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien. b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter. c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan : - Penetapan slang. Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi. - Pergantian posisi badan. Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera. d. Mendorong berkembangnya paru-paru. ? Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang. ? Latihan napas dalam. ? Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem. ? Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi. e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.

Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan. f. Suction harus berjalan efektif : Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi. ? Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah. ? Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru. g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage. 1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat. 2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage. 3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher. 4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril. 5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan. 6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll. h. Dinyatakan berhasil, bila : a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi. b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage. c. Tidak ada pus dari selang WSD. F. Pemeriksaan penunjang a. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral) b. Diagnosis fisik : > Bila pneumotoraks <> Bila pneumotoraks > 30% atau hematotorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit. > Pada keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi > Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi. G. Terapi : a. Antibiotika. b. Analgetika. c. Expectorant.

H. Komplikasi 1. Tension Penumototrax 2. Penumotoraks Bilateral 3. Emfiema II. KONSEP KEPERAWATAN A. Pengkajian : Point yang penting dalam riwayat keperawatan : 1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun. 2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu. 3. Pengobatan terakhir. 4. Pengalaman pembedahan. 5. Riwayat penyakit dahulu. 6. Riwayat penyakit sekarang. 7. Dan Keluhan. B. Pemeriksaan Fisik : 1. Sistem Pernapasan : ? Sesak napas ? Nyeri, batuk-batuk. ? Terdapat retraksi klavikula/dada. ? Pengambangan paru tidak simetris. ? Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain. ? Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani , hematotraks (redup) ? Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang. ? Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas. ? Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat. ? Gerakan dada tidak sama waktu bernapas. 2. Sistem Kardiovaskuler : ? Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk. ? Takhikardia, lemah ? Pucat, Hb turun /normal. ? Hipotensi. 3. Sistem Persyarafan : ? Tidak ada kelainan. 4. Sistem Perkemihan. ? Tidak ada kelainan. 5. Sistem Pencernaan : ? Tidak ada kelainan. 6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen. ? Kemampuan sendi terbatas.

? Ada luka bekas tusukan benda tajam. ? Terdapat kelemahan. ? Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan. 7. Sistem Endokrine : ? Terjadi peningkatan metabolisme. ? Kelemahan. 8. Sistem Sosial / Interaksi. ? Tidak ada hambatan. 9. Spiritual : ? Ansietas, gelisah, bingung, pingsan. C. Pemeriksaan Diagnostik : ? Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural. ? Pa Co2 kadang-kadang menurun. ? Pa O2 normal / menurun. ? Saturasi O2 menurun (biasanya). ? Hb mungkin menurun (kehilangan darah). ? Toraksentesis : menyatakan darah/cairan, Diagnosa Keperawatan : 1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan. 2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan. 3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder. 4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal. 5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum. 6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage. 7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma. I. Intevensi Keperawatan : 1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma. Tujuan : Pola pernapasan efektive. Kriteria hasil : ? Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive. ? Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru. ? Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

INTERVENSI RASIONAL a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin. b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital. c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paruparu. e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam : 1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar. 2) Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan. 3) Observasi gelembung udara botol penempung. 4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu. 5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada. g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. ? Pemberian antibiotika. ? Pemberian analgetika. ? Fisioterapi dada. ? Konsul photo toraks. a. Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit. b. Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia. c. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. d. Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. e. Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas. f. . 1) Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan. 2) Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural. 3) gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.

4) Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan. 5) Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi. g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain unutk engevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya. 2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan. Tujuan : Jalan napas lancar/normal Kriteria hasil : ? Menunjukkan batuk yang efektif. ? Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan. ? Klien nyaman. INTERVENSI RASIONAL a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan. b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk. c. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin. d. Lakukan pernapasan diafragma. e. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. f. Lakukan napas ke dua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat. g. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk. h. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi. i. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk. j. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. ? Pemberian expectoran. ? Pemberian antibiotika. ? Fisioterapi dada. ? Konsul photo toraks. a. Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. b. Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi. c. Memungkinkan ekspansi paru lebih luas. d. Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. e. Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret. f. Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien. g. Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang

mengarah pada atelektasis. h. Untuk menghindari pengentalan dari sekret atau mosa pada saluran nafas bagian atas. i. Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut j. Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya. 3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder. Tujuan : Nyeri berkurang/hilang. Kriteria hasil : ? Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi. ? Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri. ? Pasien tidak gelisah. INTERVENSI RASIONAL a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif. b. Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase. c. Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. d. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil. e. Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung. f. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik. g. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari. a. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri. b. Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya. c. Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan. d. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan. e. Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. f. Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang. g. Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat. DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes. Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC. Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC. Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas In http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pada-kliendengan.htmldonesia.

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN GGK KONSEP DASAR 1.Pengertian Gagal ginjal kronik / penyakit ginjal tahap akhir ( ESRO / PETA ) adalah penyimpangan progresif fungsi ginjal yang tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangan metabolic, dan cairan dan elektrolit mengalami kegagalan yang mengakibatkan uremia. Gagal ginjal kronis meliputi keprogresifan kerusakan yang tidak dapat dihindari dan nephron di kedua ginjalnya penyakitnya berproses secara terus menerus sampai hampir seluruh nephron rusak dan digantikan oleh jaringan perut yang sudah tidak berfungsi meskipun terdapat berbagai macam penyebab gagal ginjal kronis, hasil akhirnya adalah sebuah penyakit yang sistematis yang mencangkup setiap organ tubuh. Ginjal mempunyai fungsi menyimpan / mencadangkan yang menakjubkan sampai dengan 80 % dari GFR terdapat kemungkinan berkurang / hilang dengan sedikit perubahan yang kentara di fungsi tubuh. Seorang individu dilahirkan dengan 2 juta nephron dan mampu bertahap ( meskipun dengan susah payah ) sampai dengan 20.000. di beberapa kasus individu melalui beberapa tahapan awal dari gagal ginjal kronis tanpa mengenali tanda tanda penyakit dikarenakan sisa sisa nephrons di hypertrophy kan untuk diperbaiki. Dugaan asal dan perjalanan dari gagal ginjal kronis adalah sangat bervariasi. Seorang individu yang hidup secara normal, hidup secara aktif dengan gagal ginjal yang diobati, padahal orang lain yang mengalami peningkatan gagal ginjal kronis tahap akhir secara cepat. Ketika pemindahan creatine tercatat di bawah 10 ml permenit ( dari normalnya 85 sampai 135 ml permenit untuk rata rata dewasa ). Beberapa bentuk dari dialysis atau transplantasi sangat dibutuhkan untuk bertahan hidup. Meskipun tiada tahapan secara tegas untuk gagal ginjal kronis, perkembangan penyakit bisa dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu : 1.Berkurangnya fungsi ginjal dalam menyimpan tahapan ini dikategorikan dengan normal baru dan tingkatan serum creatine dan gejala kehilangan atau kerusakan. 2.Kekurangan ginjal. Tahapan ini terjadi ketika GFR adalah sekitar 25 % dari normal, baru dan tingkatan serum creatine meningkat tajam. Mudah lelah dan letih adalah gejala umum sebagai peningkatan gagal ginjal, sakit kepala, pusing dan pruritas / gatal gatal mungkin akan terjadi nacturia dan Polyriab terjadi sebagai akibat dari ginjal yang telah kehilangan kemampuan untuk memproses urine.

3.penyakit ginjal tahap akhir ( ESRD ) atau urine. Tahap akhir ini terjadi ketika GFR berada di bawah 5 sampai 10 ml/min. pada tahap ini pada umumnya / akan mengalami kesulitan yang sangat untuk melakukan kegiatan kegiatan dasar dari kehidupan ( ADLS ) dikarenakan timbunan efek penyakit dan luasnya gejala gejalanya. Etiologi GGK mungkin disebabkan oleh glomerula nefritis, kronis, pielonefritis, hipertensi tak terkontrol, lesi herediter seperti pada penyakit polikistik, kelainan vascular, obstruksi saluran perkemihan, penyakit ginjal sekunder akibat penyakit sistemik ( diabetes ), infeksi, obat obatan atau preparat toksik. Preparat toksik. Preparat lingkungan dan okupasi yang telah menunjukkan mempunyai dampak dalam gagagl ginjal kronis termasuk timah, kadnium, merkuri, dan kromium. Menurut etiologinya Rose ( 1972 ) membagi sebagai berikut : 1.Glomerulonefritis a.Difus proliferatif b.Fokal proliferatif c.Fokal glumerula skekosis d.Sel lupus eritematosus e.Sindroma Good pasture f.Nefropati epi membranosa 2.Pielonefritis Kronik 3.Penyakit Penyakit vaskuler Renal a.Obstruksi arteri renalis b.Trombosis Vera renalis c.Hipertensi Nefrosklerosis 4.Kelainan Metabolik : a.Diabetes Melitis b.Gaut c.Hiperoksa louria. 5.Nefrotoksik Pemakaian analgetik yang berlebihan, keracunan logam berat seperti timah hitam, emas, dll. 6.Obstruksi a.Hipertropi prostat b.Tumor c.Obstruksi leher kandung kecing. 7.TBC ginjal. 8.sarikoidosis 9.Disproteinemia. a.Mieloma b.Amiloidosis 10. Herediter / congenital a.Ginjal Polikistik b.Nekrosis tubular kronik c.Sindroma Alport d.Ginjal dispalstik

e.Sistinosis Anatomi Ginjal suatu kelenjar terletak di abgian belakang dari kavum abdominalis di belakang peritanium pada kedua sisi vertebra lumbalis III, melekat langsung pada dinding belakang abdomen. Bentuknya seperti biji kacang jumlahnya ada dua buah kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki laki lebih panjang dari ginjal wanita. Sistem kemih seluruhnya terletak di bagian retroperitoneal sehingga proses patologi seperti obstruksi radang dan pertumbuhan tumor terjadi di luar rongga abdomen. Pada uretra wanita terdapat lapisan otot longitudinal dalam dan sirkular luar sepanjang empat perlima dindingnya yang merupakan lanjutan lapisan otot polos kandung kemih yang disarafi sistem autonom. Di pertengahan uretra terdapat otot lurik sirkular lanjutan otot dasar panggul yang merupakan spingter luar. Pada kaki bagian proksimal uretra juga mempunyai dinding muskuler autonom yang kuat. Pars membranasea uretra di diafragma panggul, juga sama dengan perempuan dikelilingi otot lurik dasar panggul yang membentuk sfingter ekstern. Bagian uretra di penis tidak mempunyai unsure otot yang berarti. Filtrasi glomerolus bergantung pada tekanan hidrostatik arteri dikurangi tekanan osmotic koloid dan tahanan sampai Bowman, seluruh volume darah di filtrasi dalam setengah jam di ginjal plasma darah dikurangi protein di filtrasi ginjal. Reabsorbsi air, nutrien vital dan eletrolit, baik aktif maupun pasif terjadi di tubulus sebanyak 99 % volume filtrat. Dismaping resobrsi terdapat sekresi tubulus yang juga berguna untuk mempertahankan imbang elektrolit. Gangguan sekresi tubulus pada gangguan kronik ginjal dapat menyebabkan asidosis. Pengisian ureter dengan urine merupakan proses pasif, peristalsik pelvis ginjal dan ureter meneruskan air kemih dari ureter ke kandung kemih, mengatasi tahanan pada hubungan ureter, kandung kemih dan mencegah terjadinya reflukis. Hubungan ureter kandung kemih menjaminkan aliran urine bebas dan ureter ke dalam buli buli susunan anatominya membentuk mekanisme katup muskuler sehingga makin terisi kandung kemih katup ureter vesika makin tertutup rapat. Sewaktu reaksi katup tertutup rapat karena tambahan konstraksi otot dinding trigenum. Patofisiologi

Obstrusi uretra menyebabkan hipertropi otot kandung kemih sebagai kompensasi untuk mengatasi obstruksi. Pada hipertrofi otot ini tekanan di dalam kandung kemih akan meningkat. Bila tekanan yang tinggi ini dibiarkan akan terjadi pelebaran ureter dan pielum, hidroureter dan bidronefrosis sampai akhirnya hipotrofi atau atrofi ginjal yang berarti gagal ginjal. Di buli buli dapat terbentuk sakulus mukosa diantara berkas serabut otot yang hipertrofik yang disebut trabekulasi dinding kandung kemih. Akhirnya, bila sakulus menjadi menjadi dalam terbentuklah di vertical. Gejala dan tanda penyakit dapat berupa nyeri, hematuria, disuria, kelainan miksi, retensi kemih, inkontinensia, atau pneumatria. 2.Gejala Klinis Pasien akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala, keparahan kondisi bergantung pada tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia pasien. 3.Pada pasien yang lanjut ditemukan keadaan umum yang jelek, pusat, hiperpigmentasi kulit, pernafasan kussmaul, mulut dan bibir dengan kering, twitching otot, tetani, kesadaran makin menurun dan koma. 4.Gejala gejala dermatologis : gatal gatal hebat (pruritas), serangan uremik tak umum karena pengobatan dini dan agresif. 5.Gejala gejala gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah dan cegutan, penurunan saliva, haus, rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidup dan pengecap dan paratitis atau stomatitis. 6.Perubahan neuromuscular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental, ketidakmampuan berkonsentrasi, keduran otot dan kejang. 7.Perubahan hematologis, kecenderungan pendarahan. 8.Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum. 9.Pasien secara bertahap akan lebih mengatuk, karakter pernafasan menjadi fussmaul dan terjadi koma dalam, sering konvulsi (keduran mioklonik ) / keduran otot. 10.Berbagai gejala lain dapat timbul misalnya : perikarditis, pruritas, tendensi, berdarah, pigmentasi, neuropati, edema pulmonal, hipertensi, gagal ginjal kongestif. 11.Pemeriksaan Diagnostik Urine Volume : Biasanya kurang dari 400 ml / 24 jam ( oligunia ) atau urine tidak ada ( anuria ) warna secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat dan urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin porifirin. Berat Jenis : Kurang dari 0,015 ( menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat ). Osmolalitas : Kurang dari 350 mo sm/kg menunjukkan kerusakan tubular, dan rasio urine / serum sering Klirens Kreatinin : Mungkin agak menurun.

Natrium : Lebih besar dari 40 mEq / L karena ginjal tidak mampu merea bsorbsi Na. Protein : Derajat tinggi proteinuria ( 3 4 + ) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada. Osmolalitas serum : Lebih besar dari 285 mO5m / kg, sering sama dengan urine. Kub foto : Menunjukkan ukuran ginjal / ureter / kandung kemih dan adanya obstruksi ( batu ). Pidogram retrograd : Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter. Arteriogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengindentifikasi ektravaskular, massa. Sisto uretrogram berkemih : Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter, retensi. Ultrasona Ginjal : menunjukkan ukuran ginjal adanya massa, kista, obstruksi, pada saluran perkemihan bagian atas. Biopsi ginjal : Mungkin dilakukan secara endoskopik untuk menentukan sel jariingan untuk diagnosis histologis. Endoskopi ginjal, nefroskopi : Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematri dan pengangkatan tumor selektif. EKG : Mungkin abnormal menunjukkan tidak keseimbangan elektrolit dan asam / busa. Foto kaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan : dapat menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi.

12.Penatalaksanaan Tujuan dari pentalaksanaan adalah untuk mengembalikan fungsi ginjal dan mempertahankan homeostasis selama mungkin. Semua factor yang menunjang PETA dan yang factor penunjang yang dapat pulih ( missal obstruksi ) diidentifikasi dan diatasi. 13.Intervensi diet diperlukan dengan pengaturan yang cermat terhadap masukan protein, masukan cairan untuk menyumbangkan kehilangan cairan, masukan natrium dan perbatasan kalium. 14.Pastikan masukan kalori dan suplemen vitamin yang adekuat. 15.batasi protein karena kerusakan klirens ginjal terhadap urea, freatinin, asam urat dan asam organic. Masukan protein yang diperbolehkan harus tinggi kandungan biologisnya : produk yang berasal dari susu, telur dan daging. 16.cairan yang diperbolehkan adalah soo boomi atau lebih dari keluaran urine 24 jam. 17.Atasi hiperkospatemia dan hipokalsemia dengan antasid mengandung aluminium atau kalsium karbonat, keduanya harus diberikan dengan makanan. 18.Suplai kalori dengan karbohidrat dan lemak untuk mencegah polisutan otot 19.Berikan suplemen vitamin. 20.Tangani hipertensi dengan kontrol volume intravaskular dan obat anti hipertensif. 21.Atasi gagal jantung kongestip dan edema pumonal dengan pembatasan cairan, diet rendah natrium, ediuretik, preparat inotropik ( missal digitalis / dobutamin ) dan dialysis . 22.Atasi osidasi metabolic jika perlu dengan suplemen natrium bikarbonat / dialysis. 23.Atasi hiperkalemia dengan dialysis, pantau pengobatan dengan kandungan kalium / berikan diet pembatasan kalium, berikan kayexelate sesuai kebutuhan.

24.Amati terhadap tanda dini abnormalitas neurologis ( missal : berkedur, sakit kepala, delirium / aktivitas kejang ). 25.Lindungi terhadap cedera dengan memberikan bantalan pada pagar tempat tidur. 26.Catat awitan, tipe, durasi, dan efek umum kejang pada pasien, segera beritahukan pada dokter. 27.Berikan diazepam intravena ( valium ) atau fenitoin ( dilantin ) untuk mengontrol kejang. 28.Atasi anemia dengan rekombinasi eritopoientin manusia ( epogen ) : pantau hematoktrit pasien dengan bring, sesuaikan pemberian heparin sesuai keperluan untuk mencegah pembekuan aliran dialysis selama tindakan. 29.Pantau kadar beri serum dan transferin untuk mengkaji status keadaan beri ( beri penting untuk memberikan respons yang adekuat terhadap eritropoetin ). 30.Pantau tekanan darah dan kadar kalium serum. 31.Rujuk pasien pada pusat dialysis dan transplantasi di awal perjalanan penyakit ginjal progresif. 32.lakukan dialysis saat pasien tidak dapat mempertahankan gaya hidup yang dipelukan dengan pengobatan konservatif. Komplikasi 33.Gagal jantung kongestip. 34.Perdarahan gastrointestinal atas / erofageal. 35.Infeksi saluran kencing. 36.Obstruksi traktus urinarius. 37.Hipertensi. 38.Gangguan perfusi / aliran darah ginjal. 39.Gangguan elektrolit.

Proses Keperawatan Pengkajian 1.Aktivitas / istirahat Gejala : kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise. Gangguan tidur ( insomnia / gelisah atau somnoien ). Tanda kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak. 2.Sirkulasi Gejala : Riwayat hipertensi lama / berat, polpitasi, nyeri dada. Tanda : Hipertensi, OVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan. Distritmia jantung Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia yang jarang pada penyakit tahap akhir. Frietion rub pericardial ( respons : terhadap akumulasi sisa ). Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning. Kecenderungan, perdarahan. 3.Integritas Ego

Gejala : factor stress, contoh finansial, hubungan dsb. Perasaan tidak berdaya, tidak ada harapan, tidak ada kekuatan. Tanda : menolak, ansietas, takut, marah, mudah terasang, perubahan kepribadian. 4.Eliminasi Gejala : penurunan frekuensi urine, diguria, anunia ( gagal tahap lanjut ). Abdomen kembung, diare atau konstipasi. Tanda : perubahan warna urine, contoh kuning sekat, merah, coklat, berawan, oliguria, dapat menjadi anuria. 5.Makanan / cairan Gejala : peningkatan berat badan cepat ( edema ), penurunan berat badan ( mainutrisi ). Anoreksia, nyeri di hati, mual / muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut ( pernafasan ammonia ). Penggunaan diuretic Tanda : distensi abdomen / antes, perbesaran hati ( tahap akhir ) Perubahan turgor kulit / kelembaban. Edema ( umum tergantung ) Olserasi gusi, peradarahan gusi / lidah. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga. 6.Neuro sensori Gejala : sakit kepala, penglihatan kabur. Kram otot / kejang, sindrom kaki gelisah , kebris rasa terbakar pada telapak kaki. Kebas /kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremita bawah (neuropati perifer ). 7.Nyeri / kenyamanan Gejala : nyeri pinggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki ( memburuk saat malam hari ). Tanda : perilaku berhati hati / distraksi, gelisah. 8.Pernafasan Gejala : nafas pendek, dispnea nocturnal paroksismal, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak. Tanda : Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman (pernafasan kussmaul ). Batuk produktif dengan sputum merah muda encer ( edoma paru ). 9.Keamanan Gejala : kulit gatal Ada / berulangnyua infeksi Tanda : pruritus Demam ( sepsis, dehidrasi ) ; normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal ( efek GGK / depresi respons imun ). Kulit, jaringan lunak sendi keterbatasan gerak sendi. 10.Seksualitas Gejala : kesulitan menentukan kondisi contoh tidak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga. 11.Interaksi Sosial Gejala : riwayat DM keluarga ( resiko tinggi untuk gagl ginjal ), penyakit polikistik, nefritas herediter kalkulus urinaria / malignansi.

Riwayat terpanjang pada toksin, contoh obat, racun lingkungan. Penggunaan antibiotik nefrotoksik saat ini / berulang. 12.Penyuluhan / Pembelajaran Diagnosa Keperawatan 4.Resiko tinggi penurunan curah jantung b/d ketidakseimbangan cairan. 5.Resiko tinggi cedera b/d profil darah abnormal. 6.Perubahan proses berpikir b/d perubahan fisologis. 7.Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b/d penurunan aktivitas / imobilisasi. 8.Resiko tinggi perubahan membran mukosa oral b/d kurang / penurunan slivasi. 9.Kurangnya pengetahuan b/d keterbatasan kognitif. 10.Ketidakpatuhan b/d perubahan mental ( kurang / menolak sistem ). Perencanaan Diagnosa I Resiko tinggi penurunan curah jantung b/d ketidakseimbangan cairan KH. Mempertahankan curah jantung dengan bukti TD dan frekuensi jantung dalam batas normal, nadi perifer kuat dan sama dengan waktu pengisian kapiler. Tindakan / intervensi Rasional Mandiri Auskultasi bunyi jantung dan paru. Evaluasi adanya edema perifer / kongesti vascular dan keluhan dispnea. Kaji adanya / derajat hipertensi : awasi TD, perhatikan perubahan pastural, contoh duduk, berbaring, berdiri.

Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan dan lokasi, beratnya ( skala 0.10) dan apakah tidak menetap dengan isnpiransi dalam dan posisi terlentang. Evaluasi bunyi jantung ( perhatikan friction rula ), TD, nadi perifer, pengisian kapiler, kongesti vascular, suhu dan sensori mental.

Kaji tingkat aktivitas, respons terhadap aktivitas. Kolaborasi Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh : Elektrolit ( kalium, natrium kalsium, magnesium ) BUN : Foto dada

Berikan obat anti hipertensi, contoh prazozin ( minipress ), kaptopril ( capoten ), klonodin ( catapress ), hidralazin ( apresoline ). Bantu dalam perikardiosentesis sesuai indikasi.

Siapkan dialisis S3 / S4 dengan tonus tpplued, takikardia. Frekuensi jantung tak teratur, takipnea, dispnea, gemeririk, mengi dan edema ( distensi ) jugulan menunjukkan GGK. Hiperpensi bermakna dapat terjadi karena gangguan opada sistem aldosteron rennin angiotensin ( disebabkan oleh disfungsi ginjal ). Meskipun hipertensi umum,. Hipotensi ortosts dapat terjadi sehubungan dengan defisit cairan respons terhadap obat antihipertensi atau tamponade pericardial uremik. Hipertensi dan GJK dapat menyebabkan kurang lebih pasien GGK dengan dialysis mengalami perikanditis, potensial resiko efusi purikardial / tamponade. Adanya hipotensi tiba tiba, nadi poradoksik, epnyempitan tekanan nadi, penurunan / tak adanya nadi perifer, distensi jugular nyata, purat, dan penyimpangan mental cepat menunjukkan tampunade yang merupakan kedaruratan medik. Kelelahan dapat menyertai GJK juga anemia. Ketidakseimbangan dapat mengganggu ponduksi elektrikal dan fungsi jantung. Berguna dalam tengidentifikasi terjadinya gagal jantung atau kalsifikasi jaringan lunak. Menurunkan tahanan vascular sistemik dan atau pengeluaran rennin untuk menurunkan kerja miokardial dan membantu mencegah GJK dan atauin. Akumulasi cairan dalam kantung pericardial dapat mempengaruhi pengisian jantung dan kontratilitis miokardial mengganggu curah jantung dan potensial resiko henti jantung. Penurunan ureum toksik dan memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan kelebihan cairan dapat membatasi / mencegah monifestasi jantung, termasuk hipertensi dan efusi pericardial.

DAFTAR PUSTAKA

Susun C. Dewit, Essensial of Medical Surgical Nursing, WB Souders Company, 1998. A. Aziz Alimul H. Dokumentasi Keperawatan Drs. H. syaifuddin, B. AC. Anatomi Fisiologi. EGC, 1997. Jakarta R. syamsu Hidayat. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi. EGC. Jakarta Mansjoer, Arif dkk, kapita Jilid I & II. Edisi ketiga. Media Acsulapius, 2000.Jakarta Doenges, Marilynn. E. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi Ketiga. EGC. 1999. Jakarta. Lynda Juall Carpenito. Buku saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. 2001. Jakarta. Diposkan oleh sukma hang tuah poenya di 20:03 0 komentar TRAUMA MEDULA SPINALIS PENDAHULUAN Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang belakang yaitu terjadinya fraktur pada tuylang belakang pada tulang belakang ,ligamentum longitudainalis posterior dan duramater bisa robek,bahkan dapat menusuk kekanalis vertebralis serta arteri dan vena-vena yang mengalirkan darah kemedula spinalis dapat ikut terputus . Cedera sumsum tulang belakang merupakan kelainan yang pada masa kini yang banyak memberikan tantangan karena perubahan dan pola trauma serta kemajuan dibidang penatalaksanaannya.kalau dimasa lalu cedera tersebut lebih banyak disebabkan oleh jatuh dari ketionggian seperti pohon kelapa , pada masa kini penyebabnya lebih beraneka ragam seperti lkecelakaan lalu lintas,jatuh dari tempat ketinggian dan kecelakaan olah raga. Pada masa lalu kematian penderita dengan cedera sumsum tulang belakang terutama disebabkan oleh terjadinya penyulit berupa infeksi saluran kemih gagalginjal,pneumoni/decubitus. II. PENYEBAB DAN BENTUK Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi, kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah torakal tidak banyak terjadi karena terlindung dengan struktur toraks. Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana, kompressi, kominutif, dan dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulanmg belakang dapat beruypa memar, contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, atau perdarahan. Kelainan sekunder pada sumsum belakang dapat doisebabkan hipoksemia dana iskemia.iskamia disebabkan hipotensi, oedema, atau kompressi. Perlu disadar bahwa kerusakan pada sumsum belakang merupakan kerusakan yang permanen karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan fungsi disebabkan oleh kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau oedema. III. PATOFISIOLOGI Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena

fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut whiplash/trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak. Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis bawah maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat berjalan kemudian berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi menyelam dan masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia. Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertical (terutama pada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap.akibat trauma terhadap tulang belakang, medula spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis. Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan /menggeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi).lesi transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen transversa, hemitransversa, kuadran transversa).hematomielia adalah perdarahan dlam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat disubstansia grisea.trauma ini bersifat whiplash yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio.kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis. Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis.gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis. Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersbut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible.jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema aaanastomosis anterial anterior spinal. IV. GAMBARAN KLINIK Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi.kerusakan meningitis;lintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock spinal.shock spinal terjadi pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang berasal dari pusat .peristiwa ini umumnya berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih lama.tandanya adalah kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi, gangguan fungsi rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi.setelah

shock spinal pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda gangguan fungsi otonom, berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan defekasi. Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik dibawah tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan rasa raba dan posisi tidak terganggu. Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan.keadaan ini pada umumnnya terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak sehinnga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat.cedera tersebut dapat terjadi pada orang yang memikul barang berat diatas kepala, kemudian terjadi gangguan keseimbangan yang mendadak sehingga beban jatuh dsan tulang belakang sekonyong-konyong dihiper ekstensi.gambaran klinik berupa tetraparese parsial.gangguan pada ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal tidak terganggu. Kerusaka tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1&2 mengakibatkan anaestesia perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal dan refleks bulbokafernosa. V. PERAWATAN DAN PENGOBATAN Perhatian utama pada penderita cedera tulang belakang ditujukan pada usaha mencegah terjadinya kerusakan yang lebih parah atau cedera sekunder.untuk maksud tersebut dilakukan immobilisasi ditempat kejadian dengan memanfaatkan alas yang keras.pengangkutan penderita tidak dibenarkan tanpa menggunakan tandu atau sarana papun yang beralas keras.selalu harus diperhatikan jalan nafas dan sirkulasi.bila dicurigai cedera didaerah servikal harus diusahakan agar kep[ala tidak menunduk dan tetap ditengah dengan menggunakan bantal kecil untuk menyanngga leher pada saat pengangkutan. Perawatan penderita memegang peranan penting untuk mencegah timbulnya penyakit.perawatn ditujukan pada pencegahan : Kulit : agar tidak timbul dekubitus karena daerah yang anaestesi. Anggota gerak : agar tiadak timbul kontraktur. Traktus urinarius : menjamin pengeluaran air kemih. Traktus digestivus : menjamin kelancaran bab. Traktus respiratorius : apabila yang terkena daerah servikal sehingga terjadi pentaplegi. KULIT Perawatan posisi berganti dapat mencegah timbulnya decubitus yaitu dengan cara miring kanan kiri telentang dan telungkup. ANGGOTA GERAK Karena kelainan saraf maka timbul pula posisi sendi akibat inbalance kekuatan otot.pencegahan ditujukan terhadap timbulnya kontraktur sendi dengan melakukan fisioterapi, latihan dan pergerakan sendi serta meletakkan anggota dalam posisi netral. TRAKTUS URINARIUS Untuk ini perlu apakah ganggua saraf menimbulkan gejala UMN dan LMN terhadap bulibuli, karenanya maka kateterisasi perlu dikerjakan dengan baik , agar tidak menimbulkan infeksi. TRAKTUS DIGESTIVUS

Menjamin kelancaran defekasi dapat dikerjkaka secara manual . TRAKTUS RESPIRATORIUS Apabila lesi cukup tinggi (daerah servikal dimana terdapat pula kelumpuhan pernapasan pentaplegia), maka resusitasi dan kontrol resprasion diperlukan. Sumber: 1.Kedaruratan dan Kegawatan Medik III FKUI 2.Buku Ajar Ilmu Bedah, R. Sjamsuhidajat 3.Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan, Pusdiknakes

Diposkan oleh sukma hang tuah poenya di 19:57 0 komentar Label: keperawatan medikal bedah

Jumat, 2009 Mei 15


HEPATITIS 1.DEFINISI Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta bahan-bahan kimia. (Sujono Hadi, 1999). Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001) 2.ETIOLOGI 1.Virus Type A Type B Type C Type D Type E Metode transmisi Fekal-oral melalui orang lain Parenteral seksual, perinatal Parenteral jarang seksual, orang ke orang, perinatal Parenteral perinatal, memerlukan koinfeksi dengan type B Fekal-oral Keparah-an Tak ikterik dan asimto- matik Parah Menyebar luas, dapat berkem-bang sampai kronis Peningkatan insiden kronis dan gagal hepar akut

Sama dengan D Sumber virus Darah, feces, saliva Darah, saliva, semen, sekresi vagina Terutama melalui darah Melalui darah Darah, feces, saliva 2.Alkohol Menyebabkan alkohol hepatitis dan selanjutnya menjadi alkohol sirosis. 3.Obat-obatan Menyebabkan toksik untuk hati, sehingga sering disebut hepatitis toksik dan hepatitis akut. 3.TANDA DAN GEJALA 1.Masa tunas Virus A : 15-45 hari (rata-rata 25 hari) Virus B : 40-180 hari (rata-rata 75 hari) Virus non A dan non B : 15-150 hari (rata-rata 50 hari) 2.Fase Pre Ikterik Keluhan umumnya tidak khas. Keluhan yang disebabkan infeksi virus berlangsung sekitar 2-7 hari. Nafsu makan menurun (pertama kali timbul), nausea, vomitus, perut kanan atas (ulu hati) dirasakan sakit. Seluruh badan pegal-pegal terutama di pinggang, bahu dan malaise, lekas capek terutama sore hari, suhu badan meningkat sekitar 39oC berlangsung selama 2-5 hari, pusing, nyeri persendian. Keluhan gatal-gatal mencolok pada hepatitis virus B. 3.Fase Ikterik Urine berwarna seperti teh pekat, tinja berwarna pucat, penurunan suhu badan disertai dengan bradikardi. Ikterus pada kulit dan sklera yang terus meningkat pada minggu I, kemudian menetap dan baru berkurang setelah 10-14 hari. Kadang-kadang disertai gatalgatal pasa seluruh badan, rasa lesu dan lekas capai dirasakan selama 1-2 minggu. 4.Fase penyembuhan Dimulai saat menghilangnya tanda-tanda ikterus, rasa mual, rasa sakit di ulu hati, disusul bertambahnya nafsu makan, rata-rata 14-15 hari setelah timbulnya masa ikterik. Warna urine tampak normal, penderita mulai merasa segar kembali, namun lemas dan lekas capai. 4.PATOFOSIOLOGI Patways terlampir. Inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan-bahan kimia. Unit fungsional dasar dari hepar disebut lobul dan unit ini unik karena memiliki suplai darah sendiri. Sering dengan berkembangnya inflamasi pada hepar, pola normal pada hepar terganggu. Gangguan terhadap suplai darah normal pada sel-sel hepar ini menyebabkan nekrosis dan

kerusakan sel-sel hepar. Setelah lewat masanya, sel-sel hepar yang menjadi rusak dibuang dari tubuh oleh respon sistem imun dan digantikan oleh sel-sel hepar baru yang sehat. Oleh karenanya, sebagian besar klien yang mengalami hepatitis sembuh dengan fungsi hepar normal. Inflamasi pada hepar karena invasi virus akan menyebabkan peningkatan suhu badan dan peregangan kapsula hati yang memicu timbulnya perasaan tidak nyaman pada perut kuadran kanan atas. Hal ini dimanifestasikan dengan adanya rasa mual dan nyeri di ulu hati. Timbulnya ikterus karena kerusakan sel parenkim hati. Walaupun jumlah billirubin yang belum mengalami konjugasi masuk ke dalam hati tetap normal, tetapi karena adanya kerusakan sel hati dan duktuli empedu intrahepatik, maka terjadi kesukaran pengangkutan billirubin tersebut didalam hati. Selain itu juga terjadi kesulitan dalam hal konjugasi. Akibatnya billirubin tidak sempurna dikeluarkan melalui duktus hepatikus, karena terjadi retensi (akibat kerusakan sel ekskresi) dan regurgitasi pada duktuli, empedu belum mengalami konjugasi (bilirubin indirek), maupun bilirubin yang sudah mengalami konjugasi (bilirubin direk). Jadi ikterus yang timbul disini terutama disebabkan karena kesukaran dalam pengangkutan, konjugasi dan eksresi bilirubin. Tinja mengandung sedikit sterkobilin oleh karena itu tinja tampak pucat (abolis). Karena bilirubin konjugasi larut dalam air, maka bilirubin dapat dieksresi ke dalam kemih, sehingga menimbulkan bilirubin urine dan kemih berwarna gelap. Peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi dapat disertai peningkatan garam-garam empedu dalam darah yang akan menimbulkan gatal-gatal pada ikterus. 5.PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK 1.Laboratorium 1.Pemeriksaan pigmen urobilirubin direk bilirubun serum total bilirubin urine urobilinogen urine urobilinogen feses 1.Pemeriksaan protein protein totel serum albumin serum globulin serum HbsAG 3.Waktu protombin - respon waktu protombin terhadap vitamin K 1.Pemeriksaan serum transferase dan transaminase AST atau SGOT ALT atau SGPT LDH Amonia serum 2.Radiologi foto rontgen abdomen pemindahan hati denagn preparat technetium, emas, atau rose bengal yang berlabel

radioaktif kolestogram dan kalangiogram arteriografi pembuluh darah seliaka 3.Pemeriksaan tambahan laparoskopi biopsi hati 6.KOMPLIKASI Ensefalopati hepatic terjadi pada kegagalan hati berat yang disebabkan oleh akumulasi amonia serta metabolik toksik merupakan stadium lanjut ensefalopati hepatik. Kerusakan jaringan paremkin hati yang meluas akan menyebabkan sirosis hepatis, penyakit ini lebih banyak ditemukan pada alkoholik. ASUHAN KEPERAWATAN 1.PENGKAJIAN Data dasar tergantung pada penyebab dan beratnya kerusakan/gangguan hati 1.Aktivitas Kelemahan Kelelahan Malaise 2.Sirkulasi Bradikardi ( hiperbilirubin berat ) Ikterik pada sklera kulit, membran mukosa 3.Eliminasi Urine gelap Diare feses warna tanah liat 4.Makanan dan Cairan Anoreksia Berat badan menurun Mual dan muntah Peningkatan oedema Asites 5.Neurosensori Peka terhadap rangsang Cenderung tidur Letargi Asteriksis 6.Nyeri / Kenyamanan Kram abdomen Nyeri tekan pada kuadran kanan Mialgia Atralgia Sakit kepala Gatal ( pruritus )

7.Keamanan Demam Urtikaria Lesi makulopopuler Eritema Splenomegali Pembesaran nodus servikal posterior 8.Seksualitas Pola hidup / perilaku meningkat resiko terpajan 2.DIAGNOSA KEPERAWATAN Beberapa masalah keperawatan yang mungkin muncul pada penderita hepatitis : 1.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah. 2.Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta. 3.Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar 4.Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis 5.Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu 6.Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus 7.INTERVENSI 1.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan, perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia, mual dan muntah. Hasil yang diharapkan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal dan bebas dari tanda-tanda mal nutrisi. 1.Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan R/ keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan 2.Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan sedikit tapi sering dan tawarkan pagi paling sering R/ adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran gastro intestinal dan menurunkan kapasitasnya. 3.Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan dan sesudah makan R/ akumulasi partikel makanan di mulut dapat menambah baru dan rasa tak sedap yang menurunkan nafsu makan. 4.Anjurkan makan pada posisi duduk tegak R/ menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat meningkatkan pemasukan 5.Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak R/ glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk pemenuhan energi, sedangkan lemak

sulit untuk diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani hepar. 2.Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena porta. Hasil yang diharapkan : Menunjukkan tanda-tanda nyeri fisik dan perilaku dalam nyeri (tidak meringis kesakitan, menangis intensitas dan lokasinya) 1.Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode yang dapat digunakan untuk intensitas nyeri R/ nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat tidak nyaman, oleh karena terdapat peregangan secara kapsula hati, melalui pendekatan kepada individu yang mengalami perubahan kenyamanan nyeri diharapkan lebih efektif mengurangi nyeri. 2.Tunjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien terhadap nyeri Akui adanya nyeri Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien tentang nyerinya R/ klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi pelayanan kesehatan bahwa ia mengalami nyeri 3.Berikan informasi akurat dan Jelaskan penyebab nyeri Tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila diketahui R/ klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui penjelasan nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan (cenderung lebih tenang dibanding klien yang penjelasan kurang/tidak terdapat penjelasan) 4.Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak mengandung efek hepatotoksi R/ kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan teknik untuk mengurangi nyeri. 3.Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar. Hasil yang diharapkan : Tidak terjadi peningkatan suhu 1.Monitor tanda vital : suhu badan R/ sebagai indikator untuk mengetahui status hypertermi 2.Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang adekuat (sedikitnya 2000 l/hari) untuk mencegah dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari. R/ dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi

3.Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur R/ menghambat pusat simpatis di hipotalamus sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan 4.Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap keringat R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan mengurangi kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam kulit. 4.Keletihan berhubungan dengan proses inflamasi kronis sekunder terhadap hepatitis

1.Jelaskan sebab-sebab keletihan individu R/ dengan penjelasan sebab-sebab keletihan maka keadaan klien cenderung lebih tenang 2.Sarankan klien untuk tirah baring R/ tirah baring akan meminimalkan energi yang dikeluarkan sehingga metabolisme dapat digunakan untuk penyembuhan penyakit. 3.Bantu individu untuk mengidentifikasi kekuatan-kekuatan, kemampuan-kemampuan dan minat-minat R/ memungkinkan klien dapat memprioritaskan kegiatan-kegiatan yang sangat penting dan meminimalkan pengeluaran energi untuk kegiatan yang kurang penting 4.Analisa bersama-sama tingkat keletihan selama 24 jam meliputi waktu puncak energi, waktu kelelahan, aktivitas yang berhubungan dengan keletihan R/ keletihan dapat segera diminimalkan dengan mengurangi kegiatan yang dapat menimbulkan keletihan 5.Bantu untuk belajar tentang keterampilan koping yang efektif (bersikap asertif, teknik relaksasi) R/ untuk mengurangi keletihan baik fisik maupun psikologis 5.Resiko tinggi kerusakan integritas kulit dan jaringan berhubungan dengan pruritus sekunder terhadap akumulasi pigmen bilirubin dalam garam empedu Hasil yang diharapkan : Jaringan kulit utuh, penurunan pruritus. 1.Pertahankan kebersihan tanpa menyebabkan kulit kering Sering mandi dengan menggunakan air dingin dan sabun ringan (kadtril, lanolin) Keringkan kulit, jaringan digosok R/ kekeringan meningkatkan sensitifitas kulit dengan merangsang ujung syaraf 2.Cegah penghangatan yang berlebihan dengan pertahankan suhu ruangan dingin dan kelembaban rendah, hindari pakaian terlalu tebal R/ penghangatan yang berlebih menambah pruritus dengan meningkatkan sensitivitas melalui vasodilatasi 3.Anjurkan tidak menggaruk, instruksikan klien untuk memberikan tekanan kuat pada area pruritus untuk tujuan menggaruk R/ penggantian merangsang pelepasan hidtamin, menghasilkan lebih banyak pruritus 4.Pertahankan kelembaban ruangan pada 30%-40% dan dingin R/ pendinginan akan menurunkan vasodilatasi dan kelembaban kekeringan 6.Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan intraabdomen, asites penurunan ekspansi paru dan akumulasi sekret. Hasil yang diharapkan : Pola nafas adekuat Intervensi : 1.Awasi frekwensi , kedalaman dan upaya pernafasan R/ pernafasan dangkal/cepat kemungkinan terdapat hipoksia atau akumulasi cairan dalam abdomen 2.Auskultasi bunyi nafas tambahan

R/ kemungkinan menunjukkan adanya akumulasi cairan 3.Berikan posisi semi fowler R/ memudahkan pernafasan denagn menurunkan tekanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran sekret 4.Berikan latihan nafas dalam dan batuk efektif R/ membantu ekspansi paru dalam memobilisasi lemak 5.Berikan oksigen sesuai kebutuhan R/ mungkin perlu untuk mencegah hipoksia 7.Risiko tinggi terhadap transmisi infeksi berhubungan dengan sifat menular dari agent virus Hasil yang diharapkan : Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi. 1.Gunakan kewaspadaan umum terhadap substansi tubuh yang tepat untuk menangani semua cairan tubuh Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan semua klien atau spesimen Gunakan sarung tangan untuk kontak dengan darah dan cairan tubuh Tempatkan spuit yang telah digunakan dengan segera pada wadah yang tepat, jangan menutup kembali atau memanipulasi jarum dengan cara apapun R/ pencegahan tersebut dapat memutuskan metode transmisi virus hepatitis 2.Gunakan teknik pembuangan sampah infeksius, linen dan cairan tubuh dengan tepat untuk membersihkan peralatan-peralatan dan permukaan yang terkontaminasi R/ teknik ini membantu melindungi orang lain dari kontak dengan materi infeksius dan mencegah transmisi penyakit 3.Jelaskan pentingnya mencuci tangan dengan sering pada klien, keluarga dan pengunjung lain dan petugas pelayanan kesehatan. R/ mencuci tangan menghilangkan organisme yang merusak rantai transmisi infeksi 4.Rujuk ke petugas pengontrol infeksi untuk evaluasi departemen kesehatan yang tepat R/ rujukan tersebut perlu untuk mengidentifikasikan sumber pemajanan dan kemungkinan orang lain terinfeks

DAFTAR PUSTAKA Carpenito Lynda Jual, 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, EGC, Jakarta. Gallo, Hudak, 1995, Keperawatan Kritis, EGC, Jakarta. Hadim Sujono, 1999, Gastroenterologi, Alumni Bandung. Moectyi, Sjahmien, 1997, Pengaturan Makanan dan Diit untuk Pertumbuhan Penyakit, Gramedia Pustaka Utama Jakarta. Price, Sylvia Anderson, Wilson, Lorraine Mc Carty, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, EGC, Jakarta. Smeltzer, suzanna C, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner dan Suddart. Alih bahasa Agung Waluyo, Edisi 8, jakarta, EGC, 2001.

Susan, Martyn Tucker et al, Standar Perawatan Pasien, jakarta, EGC, 1998. Reeves, Charlene, et al,Keperawatan Medikal Bedah, Alih bahasa Joko Setiyono, Edisi I, jakarta, Salemba Medika. Sjaifoellah Noer,H.M, 1996, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I, edisi ketiga, Balai Penerbit FKUI, jakarta. Diposkan oleh sukma hang tuah poenya di 23:27 0 komentar ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR I.PENGERTIAN Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144) Fraktur tertutup adalah fraktur tidak meluas melewati kulit. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi. II.ANATOMI FISIOLOGI Struktur Tulang Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran, tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf. Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak. Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri atas kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae disebut Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman. Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat Trabekulae (batang) dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang didalam nya terdapat bone marrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini terdiri atas dua macam yaitu bone marrow merah yang memproduksi sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bone marrow kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses fraktur bisa menyebabkan Fat Embolism Syndrom (FES). Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast. Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks. Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 400 ml/ menit melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et

al,1993 dan Ignatavicius, Donna. D,1995). Tulang Panjang Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya bundar dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D, 1995). Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis, periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi. Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan mempermudah pergerakan, karena tulang rawan sisinya halus dan licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang melebar dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan. Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga medula (marrow) adalah pusat dari diafisis (Black, J.M, et al, 1993) Tulang Humerus Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas), korpus, dan ujung bawah. Kaput Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantara tuberositas terdapat celah bisipital (sulkus intertuberkularis) yang membuat tendon dari otot bisep. Dibawah tuberositas terdapat leher chirurgis yang mudah terjadi fraktur. Korpus Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin pipih. Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut tuberositas deltoideus (karena menerima insersi otot deltoid). Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang, dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah spiralis atau radialis. Ujung Bawah Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak di sisi sebelah dalam berbentuk gelendongbenang tempat persendian dengan ulna dan disebelah luar etrdapat kapitulum yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan medial. (Pearce, Evelyn C, 1997) Fungsi Tulang Memberi kekuatan pada kerangka tubuh. Tempat mlekatnya otot. Melindungi organ penting. Tempat pembuatan sel darah. Tempat penyimpanan garam mineral. (Ignatavicius, Donna D, 1993)

III.ETIOLOGI Trauma langsung menyebabkan fraktur pada titik terjadinya trauma itu, misalnya tulang kaki terbentur bumper mobil maka tulang akan patah, tepat ditempat benturan. Trauma tidak langsung menyebabkan fraktur di tempat yang jatuh dari tempat terjadinya trauma. Truma akibat tarikan otot, jarang terjadi. Adanya metastase kanker tulang dapat melunakkan struktur tulang dan menyebabkan fraktur Adanya penyakit primer seperti osteoporosis. ( E. Oerswari, 1989 : 147 ) IV.PATOFISIOLOGI

V. KLASIFIKASI FRAKTUR Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: Berdasarkan sifat fraktur. 1).Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. 2).Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur. 1).Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto. 2).Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti: a)Hair Line Fraktur (patah retidak rambut) b)Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya. c)Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme trauma. 1).Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. 2).Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga. 3).Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi. 4).Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain. 5).Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang. Berdasarkan jumlah garis patah. 1)Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

2)Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan. 3)Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang. 1).Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum nasih utuh. 2).Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas: a)Dislokai ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping). b)Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut). c)Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh). Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.

Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: a.Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya. b.Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. c.Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. d.Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement. (Apley, A. Graham, 1993, Handerson, M.A, 1992, Black, J.M, 1995, Ignatavicius, Donna D, 1995, Oswari, E,1993, Mansjoer, Arif, et al, 2000, Price, Sylvia A, 1995, dan Reksoprodjo, Soelarto, 1995) VI. TANDA DAN GEJALA 1.Deformitas Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti : a.Rotasi pemendekan tulang b.Penekanan tulang 2.Bengkak Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur 3.Echumosis dari Perdarahan Subculaneous 4.Spasme otot spasme involunters dekat fraktur 5.Tenderness/keempukan 6.Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan. 7.Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan) 8.Pergerakan abnormal 9.Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah

10.Krepitasi. ( Joyce. M. Black, 1993 : 199 ) V.PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.Foto Rontgen Untuk mengetahui lokasi fraktur dan garis fraktur secara langsung Mengetahui tempat dan type fraktur Biasanya diambil sebelum dan sesudah dilakukan operasi dan selama proses penyembuhan secara periodik 2.Skor tulang tomography, skor C1, Mr1 : dapat digunakan mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak. 3.Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler 4.Hitung darah lengkap HT mungkin meningkat ( hemokonsentrasi ) atau menrurun ( perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple) Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma 5.Profil koagulasi perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah transfusi multiple atau cedera hati. ( Marlyn E. Doenges, 1999 : 762 ) VI.PENATALAKSANAAN 1.Faktor Reduction Manipulasi atau penurunan tertutup, manipulasi non bedah penyusunan kembali secara manual dari fragmen-fragmen tulang terhadap posisi otonomi sebelumnya. Penurunan terbuka merupakan perbaikan tulang terusan penjajaran insisi pembedahan, seringkali memasukkan internal viksasi terhadap fraktur dengan kawat, sekrup peniti plates batang intramedulasi, dan paku. Type lokasi fraktur tergantung umur klien. Peralatan traksi : Traksi kulit biasanya untuk pengobatan jangka pendek Traksi otot atau pembedahan biasanya untuk periode jangka panjang. 2.Fraktur Immobilisasi Pembalutan (gips) Eksternal Fiksasi Internal Fiksasi Pemilihan Fraksi 3.Fraksi terbuka Pembedahan debridement dan irigrasi Imunisasi tetanus Terapi antibiotic prophylactic Immobilisasi VII.ASUHAN KEPERAWATAN PENGKAJIAN 1.Aktivitas/istirahat Tanda : keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena ( mungkin segera fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan jaringan nyeri )

2.Sirkulasi Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat senbagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah) Takikardi ( respon stress, hipovolemi ) Penurunan/tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler, lambat, pusat bagian yang terkena. Pembengkakan jaringan atau masa hematon pada sisi cedera. 3.Neuro sensori Gejala : Hilang gerakan/sensori, spasme otot Kesemutan Tanda : Deformitas local angurasi abnormal, pemendekan, rotasi krepitasi (bunyi berdent) spasme otot, terlihat kelemahan atau hilang fungsi. Agitasi (mungkin badan nyeri/ansietas/trauma lain) 4.Nyeri atau kenyamanan Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cidera ( mungkin terlokalisasi pada area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada immobilisasi) tidak ada nyeri akibat kerusakan syaraf. Spasme/kram otot (setelah immobilisasi) 5.Keamanan Tanda : Laserasi kulit, avulasi jaringan, perdarahan, perubahan warna. Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba) 6.Penyuluhan/pembelajaran Gejala : Lingkungan cedera memerlukan bantuan dengan transplantasi, aktivitas perawatan diri dan tugas pemeliharaan/perawatan rumah. ( Marlyn E. Doenges, 1999:762 ) DIAGNOSA KEPERAWATAN 1.Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas 2.Intoleransi terhadap disfungsi necrovaskuler primer berhubungan dengan penurunan aliran darah cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus hipovolumna 3.Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuro muscular, nyeri terapi rastriktif ( immobilitas tungkai) PERENCANAAN Dignosa : Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontunuitas jaringan tulang, gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat traksi/immobilisasi, stress, ansietas

Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan keperawatan. Kriteria Hasil : Nyeri berkurang atau hilang Klien tampak tenang. Intervensi dan rasional : a.Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga R/ hubungan yang baik membuat klien dan keluarga kooperatif b.Kaji tingkat indensitas dan frekwensi nyeri R/ tingkat intensitas nyeri dan frekwensi menunjukkan skala nyeri c.Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri R/ memberikan penjelasan akan menambah pengetahuan klien tentang nyeri d.Observasi TTV R/ untuk mengetahui perkembangan klien e.Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian analgesik R/ merupakan tindakan dependent perawat, dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri. Diagnosa : Intoleransi terhadap disfungsi neuromuskular perifer berhubugan dengan penurunan aliran darah cedera vaskuler langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus hipovolemia Tujuan : fungsi neuromuskuler normal Kriteria Hasil : Mempertahankan perfungsi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit basah/kering sensori normal. Sensori biasa TTV, pengeluaran urine untuk situasi individu. Intervensi dan Rasional : a.Evaluasi adanya/kualitas nadi perifer distal terhadap cedera melalui palpasi/dopper. Bandingkan dengan ekstremitas yang sakit R/ penurunan/tidak adanya nadi dapat menggambarkan cedera vaskuler evaluasi medik segera terhadap status sirkulasi. b.Kaji aliran kapiler warna kulit dan kehangatan distal pada fraktur R/ kembalinya warna harus cepat (3-5 detik) warna kulit putih menunjukkan bagian arterial siasonis diduga ada gangguan vena. c.Awasi posisi/lokasi cincin penyokong beban R/ alat traksi dapat menyebabkan tekanan pada pembuluh darah/saraf terutama pada aksila dan lipatan paha, mengakibatkan iskemia dan kerusakan saraf permanent d.Selidiki tanda iskemia ekstremitas tiba-tiba R/ dislokasi fraktur sendi (khususnya lutut dapat menyebabkan kerusakan arteri yang berdekatan dengan akibat hilangnya aliran ke distal e.Awasi tanda-tanda vital, perhatikan tanda-tanda pusat/sianosis umum, kulit dingin perubahan mental R/ ketidakadekuatan volume sirkulasi akan mempengaruhi sistem perfusi jaringan f.Berikan kompres es sekitar fraktur sesuai indikasi R/ menurunkan edema/pembentukan hematoma yang dapat mengganggu sirkulasi g.Bebat/buat spalk sesuai dengan kebutuhan

R/ mungkin dilakukan pada keadaan darurat untuk menghilangkan restriksi sirkulasi yanhg diakibatkan oleh pembentukan edema pada extremitas yang cedera Diagnosa : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskular nyeri terapi restriktif (immobilasi tungkai) Kriteria Hasil : Meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin Mempertahankan posisi fungsional Meningkatkan kekuatan/fungsi yang sakit dan mengkompensasi bagian tubuh. Menunjukkan teknik yang melakukan aktivitas Inervensi dan Rasional : a.Kaji derajat immobilitas yang dihasilkan oeh cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap immobilisasi R/ deteksi dini persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual memerlukan informasi/intervensi untuk meningkatkan kemauan kesehatan. b.Instruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang gerak pasien aktif pada ekstremitas yang sakit dan yang tidak sakit R/ meningkatakan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi, mencegah kontraktor/atrofi, dan resopsi kalsium karena tidak digunakan. c.Berikan papan kaki, bebat pergelangan, gulungan trokonter/tangan yang sesuai R/ mempertahankan posisi fungsional ekstremitas, tangan/kaki, dan mencegah komplikasi d.Dorong penggunaan latihan isometrik mulai dengan tungkai yang sakit R/ kontraksi otot isometrik tanpa menekuk sendi atau menggerakkan tungkai dan membantu mempertahankan kekuatan dan masa otot. e.Kolaborasi dalam ahli terapi fisik/okpasi dan/rehabilitasi spesialis R/ berguna dalam membuat aktivitas individual/program latihan DAFTAR PUSTAKA Black, Joyce M.1993 Medical Surgical Nursing W.B Sainders Company. Philadelpia Doenges, Marilyn E 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 Made Kariasa, Nimade Sumarwati Editor Monicaester, Yasmin Asih EGC, Jakarta E. Oerswari 1989, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia. Jakarta Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta Diposkan oleh sukma hang tuah poenya di 23:05 0 komentar ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN PENUMOTHORAX I.KONSEP DASAR A.Pengertian Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat

terjadi kolaps. Pneumotoraks adalah adanya udara di dalam rongga pleura. Pneumotoraks banyak terjadi pada penderita umur dewasa (40 tahun ). Laki-laki lebih banyak dari pada perempuan. B.Anatomi 1.Anatomi Rongga Thoraks Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh : - Depan : Sternum dan tulang iga. - Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis). - Samping : Iga-iga beserta otot-otot intercostal. - Bawah : Diafragma - Atas : Dasar leher. Isi : Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya. Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995). C.Patofisiologi

Mengenai rongga toraks sampai rongga pleura, udara bisa masuk (pneumothorax) Terjadi robekan Pembuluh Darah intercostal, pembuluh darah jaringan paru-paru. Karena tekanan negative intrapleuraMaka udara luar akan terhisap masuk kerongga pleura (sucking wound) Terjadi perdarahan : (perdarahan jaringan intersititium, perarahan intraalveolar diikuti kolaps kapiler kecilkecil dan atelektasi)

Tahanan perifer pembuluh paru naik (aliran darah turun) Oper penumothorax Close pneumotoraks

Tension pneumotoraks Ringan kurang 300 cc ---- di punksi Sedang 300 - 800 cc ------ di pasang drain Berat lebih 800 cc ------ torakotomi Tek. Pleura meningkat terus Mendesak paru-paru (kompresi dan dekompresi), pertukaran gas berkurang

Sesak napas yang progresif (sukar bernapas/bernapas berat) Bising napas berkurang/hilang Bunyi napas sonor/hipersonor Foto toraks gambaran udara lebih 1/4 dari rongga torak Sesak napas yang progresif Nyeri bernapas / pernafsan asimetris / adanya jejas atau trauma Nyeri bernapas Pekak dengan batas jelas/tak jelas. Bising napas tak terdenga Nadi cepat/lemah Anemis / pucat Poto toraks 15 - 35 % tertutup bayangan

WSD/Bullow Drainage

Terdapat luka pada WSD Nyeri pada luka bila untuk bergerak Ketidak efektifan pola pernapasan Inefektif bersihan jalan napas Kerusakan integritas kulit Resiko terhadap infeksi Perubahan kenyamanan : Nyeri perawatan WSD harus diperhatikan. Gangguan mobilitas fisik

Potensial Kolaboratif : Atelektasis dan Pergeseran mediatinum D.Pemeriksaan Penunjang : a.Photo toraks (pengembangan paru-paru). b.Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup). E.Penatalaksanaan Penatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis pneumothoraks, derajat kolaps berat ringan gejala, penyakit dasar dan penyulit yang terjadi untuk melaksanakan pengobatan tersebut dapat dilakukan tindakan medis atau tindakan bedah. 1.Tindakan medis Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleural menghisap udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama di tujukan pada penderta pneumothoraks tertutup atau terbuka sedangkan untuk pneumothoraks ventil tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi terhadap tekanan intra plura yang tinggi tersebut yaitu dengan membuat hubungan dengan udara luar. 2.Tindakan dekompresi Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara : a.Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk kerongga pleura dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi negatif karena udara keluar melalui jarum tersebut. b.Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil : Dapat memakai infus set Jarum abbocath Pipa Water Sealed Drainage (WSD) Bullow Drainage / WSD Pada trauma toraks, WSD dapat berarti : a.Diagnostik : Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shoks. b.Terapi : Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya. c.Preventive : Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik. Perawatan WSD dan pedoman latihanya : a.Mencegah infeksi di bagian masuknya slang. Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien. b.Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter. c.Dalam perawatan yang harus diperhatikan : Penetapan slang.

Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi. Pergantian posisi badan. Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera. d.Mendorong berkembangnya paru-paru. Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang. Latihan napas dalam. Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem. Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi. e.Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction. Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan. f.Suction harus berjalan efektif : Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi. Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah. Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru. g.Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage. 1)Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat. 2)Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage. 3)Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher. 4)Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril. 5)Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan. 6)Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll. h.Dinyatakan berhasil, bila : a.Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi. b.Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage. c.Tidak ada pus dari selang WSD. Tindakan bedah Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi duicari lubang yang menyebabkan

pneumothoraks dan dijahit. Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang menyebakan paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan pengelupasan atau dekortisasi. dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau bila ada fistel dari paru yang rusak. Sehingga paru tersebut tidak berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali. pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua pleura ditempat fistel. Pengobatan tambahan 1.Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebanya Tehadap proses tuber kulosis paru, diberi obat anti tuberculosis . Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar defekasi, penderita diberi laksan ringan, dengan tujuan supaya saat defekasi, penderita tidak perlu mengejan terlalu keras. 2.Istirahat total Penderita dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang) batuk, bersin terlalu keras, mengejan. Pencegahan pneumothorik 1.Pada penderia PPOM, berikanlah pengobatan dengan sebaik baiknya, terutama bila penderita batuk, pemberian bronkodilator anti tusif ringan sering sering dilakukan dan penderita dianjurkan kalau batuk jangan keras keras. Juga penderita tidak boleh mengangkat barang berat, atau mengejan terlalu kuat. 2.Penderita TB paru, harus diobatai dengan baik sampai tuntas. Lebih baik lagi. Bila penderita TB masih dalam tahap lesi minimal, sehingga penyembuhan dapat sempurna tanpa meninggalkan cacat yang berarti. Rehabilitasi 1.Penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus dilakukan pengobatan secara baik untuk penyakit dasar. 2.untuk sementara waktu (dalam beberapa minggu), penderita dilarang mengejan, mengangkat barang berat, batuk / bersin terlalu keras. 3.bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian anti tusif, berilah laksan ringan. 4.Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk sesak nafas.1 F.Pemeriksaan penunjang a.X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral) b.Diagnosis fisik : Bila pneumotoraks <> 30% atau hematotorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit. Pada keadaan pneumotoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi. G.Terapi : a.Antibiotika. b.Analgetika. c.Expectorant.

H.Komplikasi 1.Tension Penumototrax 2.Penumotoraks Bilateral 3.Emfiema II.KONSEP KEPERAWATAN A.Pengkajian : 1.Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun. 2.Alergi terhadap obat, makanan tertentu. 3.Pengobatan terakhir. 4.Pengalaman pembedahan. 5.Riwayat penyakit dahulu. 6.Riwayat penyakit sekarang. 7.Dan Keluhan. B.Pemeriksaan Fisik : 1.Sistem Pernapasan : Sesak napas Nyeri, batuk-batuk. Terdapat retraksi klavikula/dada. Pengambangan paru tidak simetris. Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain. Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani , hematotraks (redup) Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang. Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas. Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat. Gerakan dada tidak sama waktu bernapas. 2.Sistem Kardiovaskuler : Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk. Takhikardia, lemah Pucat, Hb turun /normal. Hipotensi. 3.Sistem Persyarafan : Tidak ada kelainan. 4.Sistem Perkemihan. Tidak ada kelainan. 5.Sistem Pencernaan : Tidak ada kelainan. 6.Sistem Muskuloskeletal - Integumen. Kemampuan sendi terbatas. Ada luka bekas tusukan benda tajam.

Terdapat kelemahan. Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan. 7.Sistem Endokrine : Terjadi peningkatan metabolisme. Kelemahan. 8.Sistem Sosial / Interaksi. Tidak ada hambatan. 9.Spiritual : Ansietas, gelisah, bingung, pingsan. C.Pemeriksaan Diagnostik : Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural. Pa Co2 kadang-kadang menurun. Pa O2 normal / menurun. Saturasi O2 menurun (biasanya). Hb mungkin menurun (kehilangan darah). Toraksentesis : menyatakan darah/cairan, Diagnosa Keperawatan : 1.Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan. 2.Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan. 3.Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder. 4.Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal. 5.Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum. 6.Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage. 7.Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma. I.Intevensi Keperawatan : 1.Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma. Tujuan : Pola pernapasan efektive. Kriteria hasil : Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

INTERVENSI RASIONAL a.Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin. b.Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital. c.Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan. d.Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paruparu. e.Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam. f.Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam : 1)Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar. 2)Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan. 3)Observasi gelembung udara botol penempung.

4)Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu. 5)Catat karakter/jumlah drainage selang dada. g.Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. Pemberian antibiotika. Pemberian analgetika. Fisioterapi dada. Konsul photo toraks. a.Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit. b.Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia. c.Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan

kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. d.Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. e.Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas. f.. 1)Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan. 2)Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural. 3)gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu. 4)Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.

5)Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi. g.Kolaborasi dengan tim kesehatan lain unutk engevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya. 2.Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan. Tujuan : Jalan napas lancar/normal Kriteria hasil : Menunjukkan batuk yang efektif. Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan. Klien nyaman. INTERVENSI RASIONAL a.Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan. b.Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk. c.Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin. d.Lakukan pernapasan diafragma.

e.Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. f.Lakukan napas ke dua, tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat. g.Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk. h.Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi. i.Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk. j.Kolaborasi dengan tim kesehatan lain : Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi. Pemberian expectoran. Pemberian antibiotika. Fisioterapi dada. Konsul photo toraks. a.Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. b.Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi. c.Memungkinkan ekspansi paru lebih luas. d.Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar. e.Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret. f.Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien. g.Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis. h.Untuk menghindari pengentalan dari sekret atau mosa pada saluran nafas bagian atas.

i.Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut j.Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya. 3.Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder. Tujuan : Nyeri berkurang/hilang. Kriteria hasil : Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi. Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.

Pasien tidak gelisah. INTERVENSI RASIONAL a.Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif. b.Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase. c.Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut. d.Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil. e.Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung. f.Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik. g.Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari. a.Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri. b.Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya. c.Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan. d.Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan. e.Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik. f.Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang. g.Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat. DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes. Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC. Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC. Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Diposkan oleh sukma hang tuah poenya di 22:58 0 komentar ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN INFARK MYOKARD AKUT A. DEFINISI Infark Myokard Akut (IMA) adalah suatu keadaan nekrosis miokard yang akibat aliran darah ke otot jantung terganggu (Hudack & Galo 1996). Infark Miocard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan oleh kerusakan aliran darah koroner miokard (oenyempitan atau sumbatan arteri koroner diakibatkan oleh aterosklerosis atau penurunan aliran darah akibat syok atau perdarahan (Carpenito L.J. , 2000). B. ANATOMI DAN FISIOLOGi JANTUNG Lokasi Jantung. Jantung terletak di dalam dan dan tengah tengah rongga dada, dikelilingi oleh tulang, kartilago dan otot. Jantung berkedudukan tepat di sebelah kiri garis tengah mediastinum dan tepat di atas diaphragma. Pangkal jantung terletak di belakang kiri antara iga V dan VI dua jari dibawah pipila mamae. Jantung dibatasi oleh :sebelah depan dengan sternum, belakang oleh tulang belakang, sebelah kiri dan kanan oleh paru paru. Seluruh jantung dibungkus oleh cairan yang terisi pada kantung pericordial. Pericardium ini membantu melindungi jantung melawan infeksi dan trauma dan membantu fungsi jantung dengan membiarkan jantung melakukan gerakan memompa dengan bebas (Canobio, 1990;2;Ignativicus:2065). Otot Jantung Jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu epicardium yaitu lapisan paling luar, mycocardium yaitu lapisan otot yang berkontraksi, dan endocardium adalah lapisan paling dalam. Lapisan epicardium menutupi permukaan jantung dan meluas ke pembuluh pembuluh besar. Myocardium merupakan lapisan tengah dari jaringan otot yang tebal, dan bertanggung jawab untuk kegiatan utama pemompaan ventrikel. Endocardium dibuat dari lapisan endothelium dan suatu lapisan dibawah jaringan ikat. Dia membatasi rongga rongga paling dalam jantung, katup katup, chorda tendineae, dan otot otot papilary. (Ignatius, 1994) Canobbio, 1990. Perikardium merupakan kantong yang melapisi jantung ; terdiri dari 2 lapisan yaitu perikardium viseral (lapisan luar) dan parietal (lapisan dalam) Ruangan antara ke 2 lapisan disebut ruangan pericardial yang berisi cairan jernih seperti lymfe yang dikeluarkan oleh membran serous. Cairan ini melicinkan permukaan jantung, sehingga jantung dapat bergerak dengan bebas selama kontraksi. Ruang perikardial, secara normal berisi 10 30 cc / 5 20 cc cairan, dapat menampung 300 cc tanpa mengganggu fungsi jantung. Pada penyakit jantung kronik tertentu, ruang perikardial dapat menampung seliter cairan. Tetapi, dengan pengisian yang tiba tiba cepat sekurang kurannya 100 cc dapat membahayakan fungsi jantung dan menyebabkan temponade jantung. Pericardium visceral adalah jaringan transparan yang tipis yang menempel pada otot jantung itu sendiri. Parietal pericardium adalah lapisan fibrous yang keras yang tercantel pada pembuluh pembuluh besar, manubrium dan prosessus xiphoid sternum (sebelah depan), diaphragma (sebelah bawah), dan tulang belakang (sebelah belakang).

(Canobbio, 1990 : 3 ; Ignativiciusm 1991 : 2068 ; Alexander, et al, 1994 : 10). Rongga Jantung Jantung mempunyai 4 rongga, yaitu atrium kiri kanan dan ventrikel kiri kanan, tetapi fungsinya sebagai pompa 2 sisi. Atrium berfungsi sebagai reservoir (penampung) dan ventrikel melakukan kegiatan pemompaan. Jantung kanan mempunyai sistem tekanan yang rendah yang memompa darah venous (deoksigenated) ke paru paru. Jantung kiri mempunyai system tekanan tinggi yang mendorong darah (oxygenated) arterial ke sirkulasi systemik. Sebagai akibat darai perbedaan tekanan ini, dinding ventrikel kiri lebih tebal dari ventrikel kanan. - Atrium kanan (RA) Atrium kanan (RA) menerima darah vena systemik dari vena cava superior (SVC), yang berasal dari bagian atas tubuh, dan dari Inferior Vena Cava (IVC) yang mengalirkan darah dari ekstremitas bawah. Sinus Coronary juga bermuara ke dalam RA tepat diatas katup tricuspid. Desakan tekanan selama pengisian RA secara normal bervariasi dengan respirasi. Karena cairan berpindah secara lebih cepat dari area yang bertekanan tinggi ke area yang bertekanan rendah, pengisian RA terjadi terutama selama inspirasi, saat tekanan di dalam RA turun di bawah vena vena di luar rongga dada. (Canobbio, 1`990 : 4 ; Ignativicius, 1991 : 2069). - Right Ventricle (Rv) Normalnya, RV terletak paling depan dari rongga jantung dan berkedudukan secara langsung di bawah sternum. Secara fungsional RV dapat dibagi menjadi sistem / bidang inflow dan outflow. Bidang/sistem inflow meliputi daerah tricuspid dan trabecula, yang membentuk permukaan paling dalam ventrikel. Sistem outflow umumnya dikaitkan sebagai infudibulum dan meluas ke artery pulmonal. Cardiac Cycle Dibagi 2 : Fase Diastole dan Fase Systole Selama diastole ventrikel relax dan darah dari atria mengalir ke dalamnya. Selama systole darah disemprotkan dari ventrikel. Diastole Ada 2 fase yang berbeda. Phase I : 70 %) dari atrium ke dalam ventrikel yang sedang relax. Atrium kontraksi dan memaksa pembukaan katup AV, mendorong darah ( Phase II : Aliran darah tetap lambat sampai kontraksi atria meningkat, memaksa darah yang sisa masuk ventrikel. Penambahan atrial ini memaksa dorongan pengisian diastolic ventrikel dan pantulkan sebagai gelomban a pada tekanan atrial. Darah yang tetap diventrikel pada akhir diastole disebut End diastolic volume Systole Begitu ventrikel diisi, systole, atau penyemprotan mulai. Tekanan systolic meningkat selama fase awal, memaksa katup AV menutup dengan bunyi yang keras dan mencegah kembalinya aliran ke atria, dan ventrikel mulai kontraksi Penutup katup AV merupakan sumber dari suara jantung I (S1). Begitu tekanan ventrikular melebihi tekanan aortic, katup semilunar terbuka, dan darah dipompakan

(disemburkan) ke dalam arteri pulmonary dan aorta. Begitu fase penyemprotan berakhir, otot otot ventrikel relaksasi, menurunkan tekanan intraventrikular dan menyebabkan pembalikan darah dalam aorta, yang memaksa penutupan katup semilunar. Peristiwa relaksasi ventrikel dengan penutupan katup semilunar merupakan sumber suara jantung ke II (S2), yang dipantulkan oleh dicrotic notch pada tekanan waveform of the aorta. Setelah katup semilunar menutup, tekanan ventrikuler dengan cepat menurun. Pada gambaran tekenan atrial gelombang V menunjukkan periode ini dimana ventrikel relaks dan darah sedang masuk atrium. Curaman tajam ke bawah mengikuti gelombang V adalah tanda bahwa relaksasi ventrikel selesai. Cardiac Function Fungsi jantung didasarkan pada kecukupan CO (Cardiac Output), yang merupakan jumlah darah yang dipompakan dari ventrikel kiri permenit. Faktor faktor utama yang mempengaruhi CO : 1.Preload pengisian jantung selama diastole. 2.Afterload tahanan yang melawan dimana jantung harus pompa. 3.Contracfility of heart muscle 4.Heart Rate. Preload Derajat / tingkat peregangan serabut serabut yang terjadi sebagai akibat muatan atau tegangan pada otot otot sebelum kontraksi. Load artinya jumlah darah. Tegangan artinya tekanan yang mendesak dalam ventrikel kiri pada end of diastole (pengisian) tepat sebelum systole (ejection). Ini umumnya (lazim) dirujuk sebagai Left ventricular end diastolic pressure (LVEDP) After load Adalah tahanan terhadap aliran darah begitu dia keluar dari ventrikel. After load adalah fungsi dari tekanan arterial dan ukuran ventrikel kiri. Setiap peningkatan pada tahanan vaskuler (tekanan yang melawan dimana jantung dipaksa untuk pompa) menyebabkan peningkatan kontraksi ventrikel supaya mempertahankan stroke volume dan cardiac output. Contohnya, begitu atrial pressure meningkat, lebih banyak energi dibutuhkan untuk menghasilkan cukup tekanan untuk menyemprotkan darah. Begitu lebih banyak energi dibutuhkan untuk systole ventrikel, menuntut peningkatan O2 myocardial. Kondisi kondisi yang meningkatkan afterload meliputi yang menyebabkan obstruksi terhadap aliran ventricular, seperti aortic stenosis, dan yang menyebabkan tahanan vaskuler perifer meninggi, seperti hypertensi. Contractility of Heart Muscle (baca Canobbio, 1991 : 9) Heart Rate CO dapat diturunkan atau dinaikan secara langsung untuk perubahan perubahan pada HR. Normal HR = 60 1000 bpm. Pada HR < 40 bpm, CO sering menurun yang mengakibatkan meningkatnya kecendrungan terjadi dysrhtmias, karena secara otomatis menyumbang terjadinya kontraksi myocardial yang tidak terkoordinir, yang selanjutnya menekan kontraksi. Peningkatan HR mengurangi waktu dimana jantung berada dalam

diastole sebagai akibat, pengisian ventrikel kiri menurun, dengan demikian aliran darah coronary ke myocardium-pun menurun. C. PATOGENESIS Umumnya Infark Miokard didasari oleh adanya arteriosklerosis pembuluh darah koroner. Secara marfologis Infark Miokard dapat berupa transmural atau sub endokardial. Infark Miokard transmural mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada distribusi suatu arteri koroner. Sebaliknya pada Infark Miokard subendokardial, nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel dan umumnya berbercak-bercak dan tidak konfluens seperti Infark Miokard transmural. Infark Miokard subendokardial dapat regional (terjadi pada distribusi satu-satu arteri koronaria) atau difus (terjadi pada distribusi lebih dari satu arteri koroner). Patogenitas dan perjalanan kedua jenis Infark Miokard ini berbeda. D. PATOFISIOLOGIS Segera setelah terjadi Infark Miokard daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sitolik (diskinesia) dengan akibat menurunnya ejeksi fraction, isi sekuncup, dan peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan atrium kiri diatas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan transudat cairan ke jaringan interstitium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik ini bukan saja disebabkan karena daerah infark, tetapi juga daerah iskemik disekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengdakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsang adrenergik untuk mempertahankan curah jantung tetapi dengan peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak memadai jika daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang kompensasi masih normal maka pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya jika infark luas dan miokard yang harus berkompensasi juga buruk akibat iskemia atau infark lama, tekanan akhir diastolik akan naik dan gagal jantung terjadi. Perubahan-perubahan hemodinamik Infark Miokard ini tidak statis. Bila Infark Miokard makin tenang fungsi jantung membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan daerah-daerah yang tadi iskemik mengalami perbaikan. Perubahan hemodinamik akan terjadi bila iskemik berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya mekanis penyulit seperti rupture septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung. Aritmia merupakan penyulit Infark Miokard yang tersering dan terjadi pada saat pertama serangan. Hal ini disebabkan karena perubahan masa refrakter, daya hantar rangsang dan kepekaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan terhadap terjadinya aritmia. Penderita Infark Miokard umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia meningkat. Sedangkan peningkatan tonus simpatis pada Infark Miokard anterior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark. E. GEJALA KLINIS Khas adalah nyeri dada retroternal, seperti diremas-remas dan tertekan, nyeri menjalar ke

lengan, (kiri) bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris dan tidak responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang terutama pada penderita diabetik dan orantua tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebardebar, atau penderita sering ketakutan. Walaupun Infark Miokard merupakan manifestasi pertama dari penyakit jantung koroner, namun bila anamnesa dilakukan secara teliti sering didahului oleh angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastrium. Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada berkarakteristik khas dan bahkan dapat normal. Dapat ditemui bunyi jantung kedua yang pecah paradoksal irama gallop. Adanya krepitasi basal merupakan tanda bendungan paru. Takikardi, kulit pecah, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat. Kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang tampak atau teraba di dinding pada Infark Miokard anterior. F. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1.EKG 2.Laboratorium : SGOT, LDH, enzim jantung 3.Radiologi 4.Echocardiografi 5.Pemeriksaan radioisotop

G. KOMPLIKASI 1.Aritmia 2.Gagal jantung 3.Syok kardiogenik 4.Trombo-embolisme 5.Perikarditis 6.Aneurisma ventrikel 7.Regurgitasi mitral akut 8.Ruptur jantung dan septum H. PENATALAKSANAAN 1.Upaya pembatasan perluasan Infark Miokard 2.Pemberian obat-obat trombolitik (streptokinase/urokinase) dengan atau tanpa disusul angioplasti (perkutaneus transluminal koroner angioplasty) 3. Pemberian obat penghambat adrenoreseptor-beta untuk pencegahan sekunder pasca infark. I. ASUHAN KEPERAWATAN 1.Pengkajian A.Pengumpulan data a.Identitas Nama, umur, jenis kelamin, agama , suku dana kebangsaan, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor regester, tanggal Masuk Rumah Sakit , diagnosa medis

b.Keluhan Utama Keluhan yang paling dirasakan adalah nafas sesak dan nyeri dada c.Riwayat penyakit sekarang Alasan MRS Menjelaskan riwayat penyakit yang dialami adalah pasien mengeluh sesak dan nyeri dada, sesak bertambah jika aktifitas, keadaan lemah dan nafsu makana menurun Keluhan waktu didata Dilakukan pada waktu melakukan pengkajian yaitu keluhan bisa visus menurun sehingga aktivitas menjadi terbatas d.Riwayat kesehatan Dahulu Mempunyai riwayat vaskuler : hipertensi Mempunyai riwyat penyakit jantung Amempunyai riwayat penyakit DM e.Riwayat kesehatan keluarga Terdapat riwayat pada keluarga dengan penyekit vaskuler : HT, penyakit metabolik :DM f.ADL Nutrisi : Perlu dikaji keadaan makan dan minum pasien meliputi : porsi yang dihabiskan susunan menu, keluhan mual dan muntah, sebelum atau pada waktu MRS, dan yang trpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit Istirahat tidur : dikaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam sehari dan apakan ada kesulitan waktu tidur dan bagaimana perunbahannya setelah sakit klien dengan HHF + PJK sering terbangun dan susah tidur klarena nyeri dada dan sesak nafas Aktifitas : Aktifitas dirumah ataua dirumah sakit apakah ada kesenjangan yang berarti misalnya pembatasan aktifitas, pada klien ini biasanya terjadi perubahan aktifitas karena sesak nafas saat aktifitas Eliminasi : Mengkaji kebiasaan eliminasi alvi dan uri meliputi jumlah, warna, apakah ada gangguan. Personal Hygiene : mengkaji kebersihan personal Hygienemeliputi mandi, kebersihan badan, gigi dan mulut, rambut, kuku dan pakaian dan kemampuan serta kemandirian dalam melakukan kebersihan diri g.Data Psikologi Perlu dikaji konsep diri apakah ada gangguan dan bagaimana persepsi klien akan penyakitnya terhadap konsep dirinya h.Data Sosial Bagaimana hubungan klien dengan keluarga dan bagaiman peran klien dirumah dan dirumah sakit i.Data Spiritual Bagaimana persepsi klien terhadap penyakit dan hubungan dengan agama yang dianut j.Pemeriksaan Fisik Secara umum Meliputi keadaan pasien Kesadaran pasien Observasi tanda tanda vital : tensi, nadi, suhu dan respirasi

TB dan BB untuk mengetahui keadaan nutrisi Secara khusus : Dilakukan secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi yamh meliputi dari chepalo kearah kauda terhadap semua organ tubuh antara lain Rambut Mata telinga Hidung mulut Tenggorokan Telinga Leher Dada adalah bagian terpenting pada klien dengan HHF dan PJK terutama pada organ yang menyangkut jantung dan paru Abdomen Genetalia Muskuloskeletal Dan integumen k.Pemeriksaan penunjang Laboratorium. EKG, Rontgen thoraks serta therapy yang diperoleh klien dari dokter

l. Analisa Data 2. Diagnosa keperawatan : 1.Penurunan Cardiac out put sehubungan menurunnya kontrasi jantung 2.Cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit dan perkembangannya. 3.Gangguan rasa nyaman : Nyeri sehubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai dan kebutuan akan oksigen. 4.Intoleransi aktifitas sehubungan dengan ketidakseimbangan antara pemasukan dan kebutuhan O2 5.Potensial kambuh sehubungan dengan ketidak tahuan mengenai perawatan gagal jantung 3. Intervensi Dx 1 Tujuan Pasien akan mendemostrasikan keadaan jantung yang stabil. Kriteria : 1.Tekanan Darah Dalam batas normal. (120/80 mmHg ) 2.Nadi 80 X /menit 3.Tidak terjadi aritmia 4.Denyut jantung dan irama jantung teratur 5.Cappilary refill kurang dari 3 detik INTERVENSI 1.Kaji dan lapor tanda penurunan CO. Rasional : Kejadian mortality dan morbidity sehubungan dengan MI yang lebih dari 24 jam pertama. 2.Monitor dan catat ECG secara continue untuk mengkaji rate, ritme dan setiap perubahan per 2 atau 4 jam atau jika perlu. Buat ECG 12 lead. Rasional : Ventrikal vibrilasi sebab utama kematian akibat MI akut terjadi dalm 4 12 jam I dari terjadinya serangan. ECG 12 lead mengidentufikasi lokasi MI. 3.Kaji dan monitor tanda vital dan parameter hemodinamik per 1 2 jam atau indikasi karena keadan klinik. Rasional : Mendeteksi terjadinya disfungsi myocard karena komplikasi. 4.Mempertahankan bed rest dengan kepala tempat tidur elevasi 300 Rasional : Untuk mengurangi tuntutan kebutuhan 02 myocard. 5.Memberi obat obatan arythemia, nitrat. Beta blocker. Rasional : Mengurangi luasnya infrak dengan perfusi kembali otot otot jantung yang iskhemia. 6.Melanjutkan pengkajian dan moitor tanda penurunan CO. Auskultasi suara paru paru dan jantung tiap 4 8 jam. Rasional : Monitor tanda tanda komplikasi awal, Contoh : MI yang meluas, cardioganic yang meluas, cardioganic shock. Heart failure. Miocardial ruptur, yang mungkinterjadi

dalam 10 hari dari terjadinya serangan 7.Tingkatkan level aktifitas sesuai dengan status klinik. Rasional : Monitor yang hati hati diperlukan untuk mendeteksi hipotensi dan distitmia dan melangkah ke level aktifitas berikutnya yang sesuai. . Dx 2 TUJUAN 2 Kecemasan pasien menurun, pengetahuan pasien bertambah. Kriteria Pasien tampak tenang Klien mampu menjawab pertanyaan dari perawat

INTERVENSI 2 1.Kaji tanda tanda dan ekspresi verbal dari kecemasan. Rasional : Level kecemasan berkembang ke panik yang merangsang respon simpatik dengan melepaskan katekolamin. Yang mengkontribusikan peningkatan kebutuhan O2 myocard. 2.Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat. Memberi obat obatan yang sedatif sesuai pesanan. Rasional : Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu. 3.Temani pasien selama periode kecemasan tinggi beri kekuatan, gunakan suara tenang. Rasional : Pengertian yang empati merupakan pengobatan dan mungkin meningkatkan kemampuan copyng pasien. 4.Berikan penjelasan yang singkat dan jelas untuk semua prosedur dan pengobatan. Rasional : Memberi informasi sebelum prosedur dan pengobatan meningkatkan komtrol diri dan ketidak pastian. 5.Ijinkan anggota keluarga membantu pasien, bila mungkin rujuk ke penasihat spiritual Rasional : Penggunaan support system pasien dapat meningkatkan kenyamanan dan mengurangi kelengangan. 6.Mendorong pasien mengekspresikan perasaan perasaan, mengijinkan pasien menangis. Rasional : Menerima ekspresi perasaan membantu kemampuan pasien untuk mengatasi ketidak tentuan pasien dan ketergantungannya. 7.Mulai teknik relaksasi contoh : nafas dalam, visual imergery, musik musik yang lembut. Rasional : Untuk mengalihkan pasien dari peristiwa peristiwa yang baru saja terjadi. Dx 3 TUJUAN 3 Mengatasi rasa nyeri : Kriteria :

setelah perubahan posisi tanda vital dalam bats normal tensi 110/70 mmHg Nadi 60-80x/mnt resp. 16-24x/mnt INTERVENSI 3 1.Kaji tingkat rasa nyeri klien secara keseluruhan Rasional: Untuk mendapatkan kontrol rasa nyeri yang meliputi lokasi, intensitas timbulnya, persepsi klien, terhadap nyeri 2.Anjurkan klien untuk melapor pada saat merasa nyeri Rasional: Nyeri adalah individual sehingga 3.Support klien untuk mengungkapkan peasaan Rasional: apa yang dirasakan klien merupakan informasi yang penting. 4.Anjurkan klien untuk melakukan latihan nafas dalam Rasional: Adanya orang dekat klien yang mau mendengarkan keluhannya , akan membantu menurunkan kecemasan dan rasa takut 5.Kolaborasi Therapi Rasional: Dengan latihan nafas dalam maka suplai O kejaringan yang nyeri meningkat sehingga mengurangi rasa nyeri Dx 4 TUJUAN 4 Aktifitas klien meningkat tanpa adanya gangguan pemenuhan oksigen. Kriteria: Klien tampak segar Klien mampu melakukan aktifitas mandiri, seperti: jalan-jalan, makan. INTERVENSI 4 1.Kaji hal hal lain yang menyebabkan klien lemah,seperti nyeri dan obat. Rasional: Kelemahan dapat disebabkan oleh hal lain seperti nyeri dan obat obatan 2.Monitor tingkat intoleransi aktifitas Rasional: Untuk mengetahui tingkat aktifitas yang dapat ditolerir oleh klien. 3.Tingkatkan aktifitas klien sesuai kemampuan Rasional: Untuk menghindari adanya aktifitas yang berlebihan, sehingga berakibat fatal. 4.Bantu klien untuk merawat diri sendiri dan pemenuhan kebutuhan dasar Rasional: Dapat meningkatkan kompensasi jantung terhadap aktifitas Dx 5 TUJUAN 5 Mengurangi resiko untuk kambuh Kriteria : Setelah dijelaskan klien dapat menjelaskan kembali. Saat kunjungan rumah/chek di rumah sakit tidak terdapat tanda gagal jantung seperti peningkatan berat badan, odem ekstremitas INTERVENSI 5 1.Diskusikan dengan klien mengenai fungsi normal jantung

Rasional: Diharapkan dapat memprmudah menerangkan penyakitnya 2.Jelaskan mengenai manfaat diet rendah garam,rendah lemak dan memepertahankan berat yang ideal ( 50 kg ) Rasional: Rendah garam untuk mengurangi retensi cairan,rendah lemak untuk mengurangikolesterol, dan berat badan ideal untu mengurangi beban kerja jantung 3.Diskusi dengan klien mengenai jenis makanan rendah garam dan rendah lemak Rasional: Diharapkan agar klien dapat mengurangi konsumsi makanan tersebut untuk mengurangi resiko kambuh 4.Jelaskan kepada klien dan keluarga mengenai faktor faktor yang dapat meningkatkan resiko kambuh seperti rokok, konsumsi garam yang berlebihan,stress Rasional: Agar klien dapat menghindari faktor faktor yang meningkatkan resiko kambuhdan keluarga dapat memberikan lingkungan yang mendudkung penyembuhan 5.Jelaskan kepada klien bila bebart badan meningkat, odem ekstremitas agar segera memeriksakan diri Rasional: Berat badan meningka, odem ekstremitas merupakan indikasi penyakit kambuh. 6.Menyarankan kepada keluarga agar memanfaatkan sarana kesehatan di masyarakat. Rasional: Untuk memudahkan klien dalam memonitor status kesehatannya

DAFTAR PUSTAKA Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes. Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.

Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC. Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Diposkan oleh sukma hang tuah poenya di 22:56 0 komentar

hayooo!! waspada kanker tulang yah!


Kanker Tulang DEFINISI Terdapat 2 macam kanker tulang: 1.Kanker tulang metastatik atau kanker tulang sekunder : kanker dari organ lain yang menyebar ke tulang, jadi kankernya bukan berasal dari tulang. Contohnya adalah kanker paru yang menyebar ke tulang, dimana sel-sel kankernya menyerupai sel paru dan bukan merupakan sel tulang. 2.Kanker tulang primer : merupakan kanker yang berasal dari tulang. Yang termasuk ke dalam kanker tulang primer adalah: - Mieloma multipel - Osteosarkoma - Fibrosarkoma & Histiositoma Fibrosa Maligna - Kondrosarkoma - Tumor Ewing - Limfoma Tulang Maligna. MIELOMA MULTIPEL Mieloma Multipel merupakan kanker tulang primer yang paling sering ditemukan, yang berasal dari sel sumsum tulang yang menghasilkan sel darah. Umumnya terjadi pada orang dewasa. Tumor ini dapat mengenai satu atau lebih tulang sehingga nyeri dapat muncul pada satu tempat atau lebih. Pengobatannya rumit, yaitu meliputi kemoterapi, terapi penyinaran dan pembedahan. OSTEOSARKOMA Osteosarkoma (Sarkoma Osteogenik) adalah tumor tulang ganas, yang biasanya berhubungan dengan periode kecepatan pertumbuhan pada masa remaja. Osteosarkoma merupakan tumor ganas yang paling sering ditemukan pada anak-anak. Rata-rata penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-laki dan anak perempuan adalah sama, tetapi pada akhir masa remaja penyakit ini lebih banyak ditemukan pada anak laki-laki. Penyebab yang pasti tidak diketahui. Bukti-bukti mendukung bahwa osteosarkoma merupakan penyakit yang diturunkan. Osteosarkoma cenderung tumbuh di tulang paha (ujung bawah), tulang lengan atas (ujung atas) dan tulang kering (ujung atas). Ujung tulang-tulang tersebut merupakan daerah dimana terjadi perubahan dan kecepatan pertumbuhan yang terbesar. Meskipun demikian, osteosarkoma juga bisa tumbuh di tulang lainnya.

Gejala yang paling sering ditemukan adalah nyeri. Sejalan dengan pertumbuhan tumor, juga bisa terjadi pembengkakan dan pergerakan yang terbatas. Tumor di tungkai menyebabkan penderita berjalan timpang, sedangkan tumor di lengan menimbulkan nyeri ketika lengan dipakai untuk mengangkat sesuatu benda. Pembengkakan pada tumor mungkin teraba hangat dan agak memerah. Tanda awal dari penyakit ini bisa merupakan patah tulang karena tumor bisa menyebabkan tulang menjadi lemah. Patah tulang di tempat tumbuhnya tumor disebut fraktur patologis dan seringkali terjadi setelah suatu gerakan rutin. Pemeriksaan yang biasa dilakukan: Rontgen tulang yang terkena CT scan tulang yang terkena Pemeriksaan darah (termasuk kimia serum) CT scan dada untuk melihat adanya penyebaran ke paru-paru Biopsi terbuka Skening tulang untuk melihat penyebaran tumor. Sebelum dilakukan pembedahan, diberikan kemoterapi yang biasanya akan menyebabkan tumor mengecil. Kemoterapi juga penting karena akan membunuh setiap sel tumor yang sudah mulai menyebar. Kemoterapi yang biasa diberikan: - Metotreksat dosis tinggi dengan leukovorin - Doxorubicin (adriamisin) - Cisplatin - Cyclophosphamide (sitoksan) - Bleomycin. Jika belum terjadi penyebaran ke paru-paru, maka angka harapan hidup mencapai 60%. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. FIBROSARKOMA & HISTIOSITOMA FIBROSA MALIGNA Kanker ini biasanya berasal dari jaringan lunak (jaringan ikat selain tulang, yaitu ligamen, tendo, lemak dan otot) dan jarang berawal dari tulang. Kanker ini biasanya ditemukan pada usia lanjut dan usia pertengahan. Tulang yang paling sering terkena adalah tulang pada tungkai, lengan dan rahang. Fibrosarkoma dan Histiositoma Fibrosa Maligna mirip dengan osteosarkoma dalam bentuk, lokasi dan gejala-gejalanya. Pengobatannya juga sama. KONDROSARKOMA Kondrosarkoma adalah tumor yang terdiri dari sel-sel kartilago (tulang rawan) yang ganas. Kebanyakan kondrosarkoma tumbuh lambat atau merupakan tumor derajat rendah, yang sering dapat disembuhkan dengan pembedahan. Tetapi, beberapa diantaranya adalah tumor derajat tinggi yang cenderung untuk menyebar. Untuk menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi. Kondrosarkoma harus diangkat seluruhnya melalui pembedahan karena tidak bereaksi terhadap kemoterapi maupun terapi penyinaran. Amputasi tungkai atau lengan jarang diperlukan. Jika tumor diangkat seluruhnya, lebih dari 75% penderita bertahan hidup. TUMOR EWING Tumor Ewing (Sarkoma Ewing) muncul pada masa pubertas, dimana tulang tumbuh

sangat cepat. Jarang ditemukan pada anak yang berumur kurang dari 10 tahun dan hampir tidak pernah ditemukan pada anak-anak Afro-Amerika. Tumor bisa tumbuh di bagian tubuh manapun, paling sering di tulang panjang anggota gerak, panggul atau dada. Tumor juga bisa tumbuh di tulang tengkorak atau tulang pipih lainnya. Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dan kadang pembengkakan di bagian tulang yang terkena. Penderita juga mungkin mengalami demam. Tumor mudah menyebar, seringkali menyebar ke paru-paru dan tulang lainnya. Pada saat terdiagnosis, penyebaran telah terjadi hampir pada 30% penderita. Jika diduga suatu tumor, maka biasanya dilakukan pemeriksaan untuk menentukan lokasi dan penyebaran tumor: Rontgen tulang kerangka tubuh Rontgen dada CT scan dada Skening tulang Biopsi tumor. Pengobatan seringkali merupakan kombinasi dari: Kemoterapi (siklofosfamid, vinkristin, daktinomisin, doksorubisin, ifosfamid, etoposid) Terapi penyinaran tumor Terapi pembedahan untuk mengangkat tumor. Prognosis tergantung kepada lokasi dan penyebaran tumor. LIMFOMA TULANG MALIGNA Limfoma Tulang Maligna (Sarkoma Sel Retikulum) biasanya timbul pada usia 40- 50 tahun. Bisa berasal dari tulang manapun atau berasal dari tempat lain di tubuh kemudian menyebar ke tulang. Biasanya tumor ini menimbulkan nyeri dan pembengkakan, dan tulang yang rusak lebih mudah patah. Pengobatan terdiri dari kombinasi kemoterapi dan terapi penyinaran, yang sama efektifnya dengan pengangkatan tumor. Amputasi jarang diperlukan. Diposkan oleh sukma hang tuah poenya di 22:54 1 komentar Posting Lama Langgan: Entri (Atom) http://sukma-kirana.blogspot.com/

Anatomi, Fisiologi Dan Reproduksi Sel


Biologi Kelas 3 > Biologi Sel

112
< Sebelum Sesudah >

Penelitian menunjukkan bahwa satuan unit terkecil dari kehidupan adalah Sel. Kata "sel" itu sendiri dikemukakan oleh Robert Hooke yang berarti "kotak-kotak kosong", setelah ia mengamati sayatan gabus dengan mikroskop. Selanjutnya disimpulkan bahwa sel terdiri dari kesatuan zat yang dinamakan Protoplasma. Istilah protoplasma pertama kali dipakai oleh Johannes Purkinje; menurut Johannes Purkinje protoplasma dibagi menjadi dua bagian yaitu Sitoplasma dan Nukleoplasma Robert Brown mengemukakan bahwa Nukleus (inti sel) adalah bagian yang memegang peranan penting dalam sel,Rudolf Virchow mengemukakan sel itu berasal dari sel (Omnis Cellula E Cellula). ANATOMI DAN FISIOLOGI SEL Secara anatomis sel dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: 1. Selaput Plasma (Membran Plasma atau Plasmalemma). 2. Sitoplasma dan Organel Sel. 3. Inti Sel (Nukleus). 1. Selaput Plasma (Plasmalemma) Yaitu selaput atau membran sel yang terletak paling luar yang tersusun dari senyawa kimia Lipoprotein (gabungan dari senyawa lemak atau Lipid dan senyawa Protein). Lipoprotein ini tersusun atas 3 lapisan yang jika ditinjau dari luar ke dalam urutannya adalah: Protein - Lipid - Protein Trilaminer Layer Lemak bersifat Hidrofebik (tidak larut dalam air) sedangkan protein bersifat Hidrofilik (larut dalam air); oleh karena itu selaput plasma bersifat Selektif Permeabel atau Semi Permeabel (teori dari Overton). Selektif permeabel berarti hanya dapat memasukkan /di lewati molekul tertentu saja. Fungsi dari selaput plasma ini adalah menyelenggarakan Transportasi zat dari sel yang satu ke sel yang lain. Khusus pada sel tumbahan, selain mempunyai selaput plasma masih ada satu struktur lagi yang letaknya di luar selaput plasma yang disebut Dinding Sel (Cell Wall). Dinding sel tersusun dari dua lapis senyawa Selulosa, di antara kedua lapisan selulosa tadi terdapat rongga yang dinamakan Lamel Tengah (Middle Lamel) yang dapat terisi oleh zat-zat penguat seperti Lignin, Chitine, Pektin, Suberine dan lain-lain Selain itu pada dinding sel tumbuhan kadang-kadang terdapat celah yang disebut Noktah. Pada Noktah/Pit sering terdapat penjuluran Sitoplasma yang disebut Plasmodesma yang fungsinya hampir sama dengan fungsi saraf pada hewan.

2. Sitoplasma dan Organel Sel Bagian yang cair dalam sel dinamakan Sitoplasma khusus untuk cairan yang berada dalam inti sel dinamakan Nukleoplasma), sedang bagian yang padat dan memiliki fungsi tertentu digunakan Organel Sel. Penyusun utama dari sitoplasma adalah air (90%), berfungsi sebagai pelarut zat-zat kimia serta sebagai media terjadinya reaksi kirnia sel. Organel sel adalah benda-benda solid yang terdapat di dalam sitoplasma dan bersifat hidup(menjalankan fungsi-fungsi kehidupan).

Gbr. a. Ultrastruktur Sel Hewan, b. Ultrastruktur Sel Tumbuhan

Organel Sel tersebut antara lain : a. Retikulum Endoplasma (RE.) Yaitu struktur berbentuk benang-benang yang bermuara di inti sel. Dikenal dua jenis RE yaitu : RE. Granuler (Rough E.R) RE. Agranuler (Smooth E.R) Fungsi R.E. adalah : sebagai alat transportasi zat-zat di dalam sel itu sendiri. Struktur R.E. hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron.

b. Ribosom (Ergastoplasma) Struktur ini berbentuk bulat terdiri dari dua partikel besar dan kecil, ada yang melekat sepanjang R.E. dan ada pula yang soliter. Ribosom merupakan organel sel terkecil yang tersuspensi di dalam sel. Fungsi dari ribosom adalah : tempat sintesis protein. Struktur ini hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. c. Miitokondria (The Power House) Struktur berbentuk seperti cerutu ini mempunyai dua lapis membran. Lapisan dalamnya berlekuk-lekuk dan dinamakan Krista Fungsi mitokondria adalah sebagai pusat respirasi seluler yang menghasilkan banyak ATP (energi) ; karena itu mitokondria diberi julukan "The Power House". d. Lisosom Fungsi dari organel ini adalah sebagai penghasil dan penyimpan enzim pencernaan seluler. Salah satu enzi nnya itu bernama Lisozym. e. Badan Golgi (Apparatus Golgi = Diktiosom) Organel ini dihubungkan dengan fungsi ekskresi sel, dan struktur ini dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya biasa. Organel ini banyak dijumpai pada organ tubuh yang melaksanakan fungsi ekskresi, misalnya ginjal. J. Sentrosom (Sentriol) Struktur berbentuk bintang yang berfungsi dalam pembelahan sel (Mitosis maupun Meiosis). Sentrosom bertindak sebagai benda kutub dalam mitosis dan meiosis. Struktur ini hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop elektron. g. Plastida Dapat dilihat dengan mikroskop cahaya biasa. Dikenal tiga jenis plastida yaitu : 1. Lekoplas (plastida berwarna putih berfungsi sebagai penyimpan makanan), terdiri dari: Amiloplas (untak menyimpan amilum) dan, Elaioplas (Lipidoplas) (untukmenyimpan lemak/minyak). Proteoplas (untuk menyimpan protein). 2. Kloroplas yaitu plastida berwarna hijau. Plastida ini berfungsi menghasilkan klorofil dan sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis. 3. Kromoplas yaitu plastida yang mengandung pigmen, misalnya : Karotin (kuning) Fikodanin (biru) Fikosantin (kuning) Fikoeritrin (merah) h. Vakuola (RonggaSel)

Beberapa ahli tidak memasukkan vakuola sebagai organel sel. Benda ini dapat dilihat dengan mikroskop cahaya biasa. Selaput pembatas antara vakuola dengan sitoplasma disebut Tonoplas Vakuola berisi : garam-garam organik glikosida tanin (zat penyamak) minyak eteris (misalnya Jasmine pada melati, Roseine pada mawar Zingiberine pada jahe) alkaloid (misalnya Kafein, Kinin, Nikotin, Likopersin dan lain-lain) enzim butir-butir pati Pada boberapa spesies dikenal adanya vakuola kontraktil dan vaknola non kontraktil. i. Mikrotubulus Berbentuk benang silindris, kaku, berfungsi untuk mempertahankan bentuk sel dan sebagai "rangka sel". Contoh organel ini antara lain benang-benang gelembung pembelahan Selain itu mikrotubulus berguna dalam pembentakan Sentriol, Flagela dan Silia. j. Mikrofilamen Seperti Mikrotubulus, tetapi lebih lembut. Terbentuk dari komponen utamanya yaitu protein aktin dan miosin (seperti pada otot). Mikrofilamen berperan dalam pergerakan sel. k. Peroksisom (Badan Mikro) Ukurannya sama seperti Lisosom. Organel ini senantiasa berasosiasi dengan organel lain, dan banyak mengandung enzim oksidase dan katalase (banyak disimpan dalam sel-sel hati). 3. Inti Sel (Nukleus) Inti sel terdiri dari bagian-bagian yaitu : Selapue Inti (Karioteka) Nukleoplasma (Kariolimfa) Kromatin / Kromosom Nukleolus(anak inti). Berdasarkan ada tidaknya selaput inti kita mengenal 2 penggolongan sel yaitu : Sel Prokariotik (sel yang tidak memiliki selaput inti), misalnya dijumpai pada bakteri, ganggang biru. Sel Eukariotik (sel yang memiliki selaput inti). Fungsi dari inti sel adalah : mengatur semua aktivitas (kegiatan) sel, karena di dalam inti sel terdapat kromosom yang berisi ADN yang mengatur sintesis protein.

http://free.vlsm.org/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0112%20Bio %203-1a.htm

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN HIDROSEFALUS I. Defenisi Merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan jaringan serebral selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang ruang tempat mengalirnya liquor. Beberapa type hydrocephalus berhubungan dengan kenaikan tekanan intrakranial. 3 (Tiga) bentuk umum hydrocephalus : a. Hidrocephalus Non komunikasi (nonkommunicating hydrocephalus) Biasanya diakibatkan obstruksi dalam system ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSF. Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut usia yang berhubungan dengan malformasi congenital pada system saraf pusat atau diperoleh dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas luka.Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari obstruksi lesi pada system ventricular atau bentukan jaringan adhesi atau bekas luka didalam system di dalam system ventricular. Pada klien dengan garis sutura yag berfungsi atau pada anak anak dibawah usia 12 18 bulan dengan tekanan intraranialnya tinggi mencapai ekstrim, tanda tanda dan gejala gejala kenaikan ICP dapat dikenali. Pada anak anak yang garis suturanya tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi garis sutura dan pembesaran kepala. b. Hidrosefalus Komunikasi (Kommunicating hidrocepalus) Jenis ini tidak terdapat obstruksi pada aliran CSF tetapi villus arachnoid untuk mengabsorbsi CSF terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit atau malfungsional. Umumnya terdapat pada orang dewasa, biasanya disebabkan karena dipenuhinya villus arachnoid dengan darah sesudah terjadinya hemmorhage subarachnoid (klien memperkembangkan tanda dan gejala gejala peningkatan ICP) c. Hidrosefalus Bertekan Normal (Normal Pressure Hidrocephalus) Di tandai pembesaran sister basilar dan fentrikel disertai dengan kompresi jaringan serebral, dapat terjadi atrofi serebral. Tekanan intrakranial biasanya normal, gejala gejala dan tanda tanda lainnya meliputi ; dimentia, ataxic gait, incontinentia urine. Kelainan ini berhubungan dengan cedera kepala, hemmorhage serebral atau thrombosis, mengitis; pada beberapa kasus (Kelompok umur 60 70 tahun) ada kemingkinan ditemukan hubungan tersebut. II. Fisiologi Cairan Cerebro Spinalis a. Pembentukan CSF Normal CSF diproduksi + 0,35 ml / menit atau 500 ml / hari dengan demikian CSF di perbaharui setiap 8 jam. Pada anak dengan hidrosefalus, produksi CSF ternyata berkurang + 0, 30 / menit. CSF di bentuk oleh PPA; 1). Plexus choroideus (yang merupakan bagian terbesar)

2). Parenchym otak 3). Arachnoid b. Sirkulasi CSF Melalui pemeriksaan radio isotop, ternyata CSF mengalir dari tempat pembentuknya ke tempat ke tempat absorpsinya. CSF mengalir dari II ventrikel lateralis melalui sepasang foramen Monro ke dalam ventrikel III, dari sini melalui aquaductus Sylvius menuju ventrikel IV. Melalui satu pasang foramen Lusckha CSF mengalir cerebello pontine dan cisterna prepontis. Cairan yang keluar dari foramen Magindie menuju cisterna magna. Dari sini mengalir kesuperior dalam rongga subarachnoid spinalis dan ke cranial menuju cisterna infra tentorial.Melalui cisterna di supratentorial dan kedua hemisfere cortex cerebri. Sirkulasi berakhir di sinus Doramatis di mana terjadi absorbsi melalui villi arachnoid. III. Patofisiologi Jika terdapat obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba tiba / akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu merupakan kasus emergency. Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah tentorium. Klein dengan type hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional. Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel tiap 6 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan kematian. Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi. IV. Etiologi dan Patologi Hydrosephalus dapat disebabkan oleh kelebihan atau tidak cukupnya penyerapan CSF pada otak atau obstruksi yang muncul mengganggu sirkulasi CSF di sistim ventrikuler. Kondisi diatas pada bayi dikuti oleh pembesaran kepala. Obstruksi pada lintasan yang sempit (Framina Monro, Aquaductus Sylvius, Foramina Mengindie dan luschka ) pada ventrikuler menyebabkan hidrocephalus yang disebut : Noncomunicating (Internal

Hidricephalus) Obstruksi biasanya terjadi pada ductus silvius di antara ventrikel ke III dan IV yang diakibatkan perkembangan yang salah, infeksi atau tumor sehingga CSF tidak dapat bersirkulasi dari sistim ventrikuler ke sirkulasi subarahcnoid dimana secara normal akan diserap ke dalam pembuluh darah sehingga menyebabkan ventrikel lateral dan ke III membesar dan terjadi kenaikan ICP. Type lain dari hidrocephalus disebut : Communcating (Eksternal Hidrocephalus) dmana sirkulasi cairan dari sistim ventrikuler ke ruang subarahcnoid tidak terhalangi, ini mungkin disebabkan karena kesalahan absorbsi cairan oleh sirkulasi vena. Type hidrocephalus terlihat bersama sama dengan malformasi cerebrospinal sebelumnya. V. Tanda dan Gejala Kepala bisa berukuran normal dengan fontanela anterior menonjol, lama kelamaan menjadi besar dan mengeras menjadi bentuk yang karakteristik oleh peningkatan dimensi ventrikel lateral dan anterior posterior diatas proporsi ukuran wajah dan bandan bayi. Puncak orbital tertekan kebawah dan mata terletak agak kebawah dan keluar dengan penonjolan putih mata yang tidak biasanya. Tampak adanya dsitensi vena superfisialis dan kulit kepala menjadi tipis serta rapuh. Uji radiologis : terlihat tengkorak mengalami penipisan dengan sutura yang terpisah pisah dan pelebaran vontanela. Ventirkulogram menunjukkan pembesaran pada sistim ventrikel . CT scan dapat menggambarkan sistim ventrikuler dengan penebalan jaringan dan adnya massa pada ruangan Occuptional. Pada bayi terlihat lemah dan diam tanpa aktivitas normal. Proses ini pada tipe communicating dapat tertahan secara spontan atau dapat terus dengan menyebabkan atrofi optik, spasme ekstremitas, konvulsi, malnutrisi dan kematian, jika anak hidup maka akan terjadi retardasi mental dan fisik. VI. Diagnosis CT Scan Sistenogram radioisotop dengan scan . VII. Perlakuan Prosedur pembedahan jalan pintas (ventrikulojugular, ventrikuloperitoneal) shunt Kedua prosedur diatas membutuhkan katheter yang dimasukan kedalam ventrikel lateral : kemudian catheter tersebut dimasukan kedalasm ujung terminal tube pada vena jugular atau peritonium diaman akan terjadi absorbsi kelebihan CSF. VIII. Penatalaksanaan Perawatan Khusus Hal hal yang harus dilakukan dalam rangka penatalaksanaan post operatif dan penilaian neurologis adalah sebagai berikut : 1) Post Operatif : Jangan menempatkan klien pada posisi operasi. 2) Pada beberapa pemintasan, harus diingat bahwa terdapat katup (biasanya terletak pada tulang mastoid) di mana dokter dapat memintanya di pompa. 3) Jaga teknik aseptik yang ketat pada balutan. 4) Amati adanya kebocoran disekeliling balutan. 5) Jika status neurologi klien tidak memperlihatkan kemajuan, patut diduga adanya adanya kegagalan operasi (malfungsi karena kateter penuh);gejala dan tanda yang teramati dapat berupa peningkatan ICP. Hidrocephalus pada Anak atau Bayi

Pembagian : Hidrosephalus pada anak atau bayi pada dasarnya dapat di bagi dua (2 ) ; 1. Kongenital Merupakan Hidrosephalus yang sudah diderita sejak bayi dilahirkan, sehingga ; - Pada saat lahir keadaan otak bayi terbentuk kecil - Terdesak oleh banyaknya cairan didalam kepala dan tingginya tekanan intrakranial sehingga pertumbuhan sel otak terganggu. 2. Di dapat Bayi atau anak mengalaminya pada saat sudah besar, dengan penyebabnya adalah penyakit penyakit tertentu misalnya trauma, TBC yang menyerang otak dimana pengobatannya tidak tuntas. Pada hidrosefalus di dapat pertumbuhan otak sudah sempurna, tetapi kemudian terganggu oleh sebab adanya peninggian tekanan intrakranial.Sehingga perbedaan hidrosefalus kongenital denga di dapat terletak pada pembentukan otak dan pembentukan otak dan kemungkinan prognosanya.. Penyebab sumbatan ; Penyebab sumbatan aliran CSF yang sering terdapat pada bayi dan anak anak ; 1. Kelainan kongenital 2. Infeksi di sebabkan oleh perlengketan meningen akibat infeksi dapat terjadi pelebaran ventrikel pada masa akut ( misal ; Meningitis ) 3. Neoplasma 4. Perdarahan , misalnya perdarahan otak sebelum atau sesudah lahir. Berdasarkan letak obstruksi CSF hidrosefalus pada bayi dan anak ini juga terbagi dalam dua bagianyaitu : 1. Hidrosefalus komunikan Apabila obstruksinya terdapat pada rongga subaracnoid, sehingga terdapat aliran bebas CSF dal;am sistem ventrikel sampai ke tempat sumbatan. 2. Hidrosefalus non komunikan Apabila obstruksinya terdapat terdapat didalam sistem ventrikel sehingga menghambat aliran bebas dari CSF. Biasanya gangguan yang terjadi pada hidrosefalus kongenital adalah pada sistem vertikal sehingga terjadi bentuk hidrosefalus non komunikan. Manifestasi klinis 1. Bayi ; - Kepala menjadi makin besar dan akan terlihat pada umur 3 tahun. - Keterlambatan penutupan fontanela anterior, sehingga fontanela menjadi tegang, keras, sedikit tinggi dari permukaan tengkorak. - Tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial; Muntah Gelisah Menangis dengan suara ringgi Peningkatan sistole pada tekanan darah, penurunan nadi, peningkatan pernafasan dan tidak teratur, perubahan pupil, lethargi stupor. - Peningkatan tonus otot ekstrimitas - Tanda tanda fisik lainnya ; Dahi menonjol bersinar atau mengkilat dan pembuluh pembuluh darah terlihat jelas.

Alis mata dan bulu mata ke atas, sehingga sclera telihat seolah olah di atas iris. Bayi tidak dapat melihat ke atas, sunset eyes Strabismus, nystagmus, atropi optik. Bayi sulit mengangkat dan menahan kepalanya ke atas. 2. Anak yang telah menutup suturanya ; Tanda tanda peningkatan tekanan intrakranial : - Nyeri kepala - Muntah - Lethargi, lelah, apatis, perubahan personalitas - Ketegangan dari sutura cranial dapat terlihat pada anak berumur 10 tahun. - Penglihatan ganda, kontruksi penglihatan perifer - Strabismus - Perubahan pupil. 1. PENGKAJIAN 1.1 Anamnese 1) Riwayat penyakit / keluhan utama Muntah, gelisah nyeri kepala, lethargi, lelah apatis, penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer. 2) Riwayat Perkembangan Kelahiran : prematur. Lahir dengan pertolongan, pada waktu lahir menangis keras atau tidak. Kekejangan : Mulut dan perubahan tingkah laku. Apakah pernah terjatuh dengan kepala terbentur. Keluhan sakit perut. 1.2 Pemeriksaan Fisik 1) Inspeksi : Anak dapat melioha keatas atau tidak. Pembesaran kepala. Dahi menonjol dan mengkilat. Sertas pembuluh dara terlihat jelas. 2) Palpasi Ukur lingkar kepala : Kepala semakin membesar. Fontanela : Keterlamabatan penutupan fontanela anterior sehingga fontanela tegang, keras dan sedikit tinggi dari permukaan tengkorak. 3) Pemeriksaan Mata Akomodasi. Gerakan bola mata. Luas lapang pandang Konvergensi. Didapatkan hasil : alis mata dan bulu mata keatas, tidak bisa melihat keatas. Stabismus, nystaqmus, atropi optic. 1.3 Observasi Tanda tanda vital Didapatkan data data sebagai berikut : Peningkatan sistole tekanan darah.

Penurunan nadi / Bradicardia. Peningkatan frekwensi pernapasan. 1.4 Diagnosa Klinis : Transimulasi kepala bayi yang akan menunjukkan tahap dan lokalisasi dari pengumpulan cairan banormal. ( Transsimulasi terang ) Perkusi tengkorak kepala bayi akan menghasilkan bunyi Crakedpot (Mercewens Sign) Opthalmoscopy : Edema Pupil. CT Scan Memperlihatkan (non invasive) type hidrocephalus dengan nalisisi komputer. Radiologi : Ditemukan Pelebaran sutura, erosi tulang intra cranial. 2. DIAGNOSA KEPERAWATAN 2.1 Pre Operatif 1) Gangguan rasa nyaman: Nyeri sehubungan dengan meningkatkanya tekanan intrakranial . Data Indikasi : Adanya keluahan Nyeri Kepala, Meringis atau menangis, gelisah, kepala membesar Tujuan ; Klien akan mendapatkan kenyamanan, nyeri kepala berkurang Intervensi : Jelaskan Penyebab nyeri. Atur posisi Klien Ajarkan tekhnik relaksasi Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian Analgesik Persapiapan operasi 2) Kecemasan Orang tua sehubungan dengan keadaan anak yang akan mengalami operasi. Data Indikasi : Ekspresi verbal menunjukkan kecemasan akan keadaan anaknya. Tujuan : Kecemasan orang tua berkurang atau dapat diatasi. Intervensi : Dorong orang tua untuk berpartisipasi sebanyak mungkin dalam merawat anaknya. Jelaskan pada orang tua tentang masalah anak terutama ketakutannya menghadapi operasi otak dan ketakutan terhadap kerusakan otak. Berikan informasi yang cukup tentang prosedur operasi dan berikan jawaban dengan benar dan sejujurnya serta hindari kesalahpahaman. 3) Potensial Kekurangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan intake yang kurang diserta muntah. Data Indikasi ; keluhan Muntah, Jarang minum. Tujuan : Tidak terjadi kekurangan cairan dan elektrolit. Intervensi : Kaji tanda tanda kekurangan cairan Monitor Intake dan out put Berikan therapi cairan secara intavena. Atur jadwal pemberian cairan dan tetesan infus.

Monitor tanda tanda vital. 2.2 Post Operatif. 1) Gangguan rasa nyaman : Nyeri sehubungan dengan tekanan pada kulit yang dilakukan shunt. Data Indikasi ; adanya keluhan nyeri, Ekspresi non verbal adanya nyeri. Tujuan : Rasa Nyaman Klien akan terpenuhi, Nyeri berkurang Intervensi : Beri kapas secukupnya dibawa telinga yang dibalut. Aspirasi shunt (Posisi semi fowler), bila harus memompa shunt, maka pemompaan dilakukan perlahan lahan dengan interval yang telah ditentukan. Kolaborasi dengan tim medis bila ada kesulitan dalam pemompaan shunt. Berikan posisi yang nyama. Hindari posisi p[ada tempat dilakukan shunt. Observasi tingkat kesadaran dengan memperhatikan perubahan muka (Pucat, dingin, berkeringat) Kaji orisinil nyeri : Lokasi dan radiasinya 2) Resiko tinggi terjadinya gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan intake yang tidak adekuat. Data Indikasi ; Adanya keluhan kesulitan dalam mengkonsumsi makanan. Tujuan : Tidak terjadi gangguan nutrisil. Intervensi : Berikan makanan lunak tinggi kalori tinggi protein. Berikan klien makan dengan posisi semi fowler dan berikan waktu yang cukup untuk menelan. Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan terhindar dari bau bauan yang tidak enak. Monitor therapi secara intravena. Timbang berta badan bila mungkin. Jagalah kebersihan mulut ( Oral hygiene) Berikan makanan ringan diantara waktu makan 3) Resiko tinggi terjadinya infeksi sehubungan dengan infiltrasi bakteri melalui shunt. Tujuan : Tidak terjadi infeksi / Klien bebas dari infeksi. Intervensi : Monitor terhadap tanda tanda infeksi. Pertahankan tekhnik kesterilan dalam prosedur perawatan Cegah terhadap terjadi gangguan suhu tubuh. Pertahanakan prinsiup aseptik pada drainase dan ekspirasi shunt. 4) Resiko tinggi terjadi kerusakan integritas kulit dan kontraktur sehubungan dengan imobilisasi. Tujuan ; Pasien bebas dari kerusakan integritas kulit dan kontraktur. Intervensi : Mobilisasi klien (Miki dan Mika) setiap 2 jam. Obsevasi terhadap tanda tanda kerusakan integritas kulit dan kontrkatur. Jagalah kebersihan dan kerapihan tempat tidur. Berikan latihan secara pasif dan perlahan lahan.

Diposkan oleh nining di 00:50 http://akperppnisolojateng.blogspot.com/2008/12/askep-dengan-hidrosefalus.html

ASKEP PADA ANAK DENGAN MENINGITIS


18 January 2009 at 07:04 | In ANAK | 1 Comment

Meningitis Defenisi Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater). Bakteri dan virus merupakan penyebab utama dari meningitis. Etiologi Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme, tetapi kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sum-sum tulang belakang. Seperti disebutkan diatas bahwa meningitis itu disebabkan oleh virus dan bakteri, maka meningitis dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : meningitis purulenta dan meningitis serosa. Meningitis Bakteri Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah haemofilus influenza, Nersseria,Diplokokus pnemonia, Sterptokokus group A, Stapilokokus Aurens, Eschericia colli, Klebsiela dan Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark. Meningitis Virus Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptik meningitis. Ini biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan oleh virus, seperti; gondok, herpez simplek dan herpez zoster. Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh koteks cerebri dan lapisan otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat. Pencegahan Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor presdis posisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas (antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang. Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk

mengidentifikasi faktor atau janis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius. Pengkajian Pasien dengan meningitis Riwayat penyakit dan pengobatan Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui karena untuk mengetahui jenis kuman penyebab. Disini orangtua harus ditanya dengan jelas tentang gejala yang timbul pada anak seperti kapan mulai serangan, sembuh atau bertambah buruk. Setelah itu yang perlu diketahui adalah status kesehatan masa lalu anak untuk mengetahui adanya faktor presdiposisi seperti infeksi saluran napas, atau fraktur tulang tengkorak, dll. Manifestasi Klinik Pada awal penyakit, kelelahan, perubahan daya mengingat, perubahan tingkah laku. Sesuai dengan cepatnya perjalanan penyakit pasien menjadi stupor. Sakit kepala, anak menjadi rewel Sakit-sakit pada otot-otot Reaksi pupil terhadap cahaya. Photofobia apabila cahaya diarahkan pada mata pasien (adanya disfungsi pada saraf III, IV, dan VI) Pergerakan motorik pada masa awal penyakit biasanya normal dan pada tahap lanjutan bisa terjadi hemiparese, hemiplegia, dan penurunan tonus otot. Refleks Brudzinski dan refleks Kernig (+) pada bakterial meningitis dan tidak terdapat pada virus meningitis. Nausea Vomiting Demam Takikardia Kejang yang bisa disebabkan oleh iritasi dari korteks cerebri atau hiponatremia Anak merasa takut dan cemas. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Lumbal punksi tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial. Analisa cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa. Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas nilai normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun dari nilai normal. Pemeriksaan Radiografi CT-Scan dilakukan untuk menentukan adanya edema cerebral atau penyakit saraf lainnya. Hasilnya biasanya normal, kecuali pada penyakit yang sudah sangat parah.

Pengobatan Pengobatab biasanya diberikan antibiotik yang paling sesuai. Untuk setiap mikroorganisme penyebab meningitis : Antibiotik Organisme Penicilin G Gentamicyn Chlorampenikol Pneumoccocci Meningoccocci Streptoccocci Klebsiella Pseudomonas Proleus Haemofilus Influenza Terapi TBC Streptomicyn INH PAS Micobacterium Tuber culosis ASKEP PR DAFTAR KEPUSTAKAAN Donnad, Medical Surgical Nursing, WB Saunders, 1991 Kapita Selekta Kedokteran FKUI, Media Aesculapius, 1982 Brunner / Suddarth, Medical Surgical Nursing, JB Lippincot Company, Philadelphia, 1984

Asuhan Keperawatan Klien dengan Kanker Ovarium


18 January 2009 at 06:52 | In PENYAKIT DALAM | No Comments

A. Definisi Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 - 70 tahun. Kanker ovarium bisa menyebar ke bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru.

Kanker ovarium sangat sulit didiagnosa dan kemungkinan kanker ovarium ini merupakan awal dari banyak kanker primer. (Wingo, 1995) B. Etiologi Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya: Hipotesis incessant ovulation Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor. 2. Hipotesis androgen Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium. C. Faktor Risiko Diet tinggi lemak merokok alkohol penggunaan bedak talk perineal riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium nulipara infertilitas menstruasi dini tidak pernah melahirkan D. Tanda & Gejala Gejala umum bervariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal berupa :

haid tidak teratur ketegangan menstrual yang terus meningkat menoragia nyeri tekan pada payudara menopause dini rasa tidak nyaman pada abdomen dispepsia tekanan pada pelvis sering berkemih flatulenes rasa begah setelah makan makanan kecil lingkar abdomen yang terus meningkat E. Stadium Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation InternationalofGinecologies and Obstetricians ) 1987, adalah : STADIUM I > pertumbuhan terbatas pada ovarium 1. Stadium 1a : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada asietas yang berisi sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh. 2. Stadium 1b : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas, berisi sel ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak. 3. Stadium 1c : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor dipermukaan luar atau kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel ganas atau dengan bilasan peritoneum positif. STADIUM II > Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul 1. Stadium 2a : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba 2. Stadium 2b : perluasan jaringan pelvis lainnya

3. Stadium 2c : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan satu atau kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas yang mengandung sel ganas dengan bilasan peritoneum positif. STADIUM III > tomor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di peritoneum di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas dalam pelvis kecil tetapi sel histologi terbukti meluas ke usus besar atau omentum. 1. Stadium 3a : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis terdapat adanya pertumbuhan (seeding) dipermukaan peritoneum abdominal. 2. Stadium 3b : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm, dan kelenjar getah bening negativ. 3. Stadium 3c : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan atau kelenjar getah bening retroperitoneal atau inguinal positif. STADIUM IV > pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga metastasis ke permukaan liver. F. Penegakan Diagnosa Medis Sebagian besar kanker ovarium bermula dari suatu kista. Oleh karena itu, apabila pada seorang wanita ditemukan suatu kista ovarium harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk menentukan apakah kista tersebut bersifat jinak atau ganas (kanker ovarium). Ciri2 kista yang bersifat ganas yaitu pada keadaan : Kista cepat membesar Kista pada usia remaja atau pascamenopause Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan Kista dengan bagian padat Tumor pada ovarium Pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat dugaan ke arah kanker ovarium seperti : USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah Jika diperlukan, pemeriksaan CT-Scan/ MRI

Pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca-724, beta - HCG dan alfafetoprotein Semua pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis kanker ovarium, akan tetapi hanya sebagai pegangan untuk melakukan tindakan operasi. G. PENATALAKSANAAN Sebagian besar kanker ovarium memerlukan pengobatan dengan kemoterapi. Hanya kanker ovarium stadium awal saja (stadium 1a dan 1b dengan derajat diferensiasi sel yang baik/sedang) yang tidak memerlukan kombinasi pengobatan. Kemoterapi diberikan sebanyak 6 seri dengan interval 3 - 4 minggu sekali dengan melakukan pemantauan terhadap efeh samping kemoterapi secara berkala terhadap sumsum tulang, fungsi hati, fungsi ginjal, sistem saluran cerna, sistem saluran cerna, sistem saraf dan sistem kardiovaskuler. Penatalaksanaan yang sesuai dengan stadium yaitu : Operasi (stadium awal) Kemoterapi (tambahan terapi pada stadium awal) Radiasi (tambahan terapi untuk stadium lanjut) H. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Data diri klien Data biologis/fisiologis > keluhan utama, riwayat keluhan utama Riwayat kesehatan masa lalu Riwayat kesehatan keluarga Riwayat reproduksi > siklus haid, durasi haid Riwayat obstetric > kehamilan, persalinan, nifas, hamil Pemeriksaan fisik Data psikologis/sosiologis> reaksi emosional setelah penyakit diketahui 2. Diagnosa Keperawatan Nyeri akut b.d agen cidera biologi

Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi dan peran Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi tubuh, perubahan kadar hormon 3. Tujuan dan Intervensi Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen cidera biologi Tujuan : Klien merasa reda dari nyeri dan ketidaknyamanan yang ditimbulkan Intervensi : Kaji karakteristik nyeri : lokasi, kualitas, frekuensi Kaji faktor lain yang menunjang nyeri, keletihan, marah pasien Kolaborasi dengan tim medis dalam memberi obat analgesic Jelaskan kegunaan analgesic dan cara-cara untuk mengurangi efek samping Ajarkan klien strategi baru untuk meredakan nyeri dan ketidaknyamanan: imajinasi, relaksasi, stimulasi kutan Diagnosa 2 : Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi dan peran Tujuan : KLien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga dirinya. Intervensi : Kaji perasaan klien tentang citra tubuh dan tingkat harga diri Berikan dorongan untuk keikutsertaan kontinyu dalam aktifitas dan pembuatan keputusan Berikan dorongan pada klien dan pasangannya untuk saling berbagi kekhawatiran tentang perubahan fungsi seksual dan menggali alternatif untuk ekspresi seksual yang lazim Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi tubuh, perubahan kadar hormon Tujuan : -KLien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan fungsi seksual. - Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang diterima dan beberapa alternatif cara mengekspresikan keinginan seksual

Intervensi: Mendengarkan pernyataan klien dan pasangan Diskusikan sensasi atau ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respons individu Kaji informasi klien dan pasangan tentang anatomi/ fungsi seksual dan pengaruh prosedur pembedahan Identifikasi faktor budaya/nilai budaya Bantu klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka Dorong klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka Dorong klien untuk berbagi pikiran/masalah dengan orang terdekatnya Berikan solusi masalah terhadap masalah potensial. ex : menunda koitus seksual saat kelelahan BIBLIOGRAFI Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta Donges, Marilynn E. 1999.Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta //> http://viethanurse.wordpress.com/2008/12/21/asuhan-keperawatan-klien-dengan-kankerovarium/

asuhan keperawatan pada pasien dengan stroke


19 November 2008 at 03:03 | In ASKEP | No Comments Tags: stroke

1. STROKE Pengertian Stroke adalah gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu proses patologi pada pembuluh darah ( price dan Wilson). Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan berhentinya suplai darah kebagian otak ( bruner dan suddarth,2000 : 2123). Stroke adalah gangguan yang mempengaruhi aliran darah keotak dan mengakibatkan deficit neurologik (lewis,etc,2000 : 1645). Stroke non hemorogik adalah bila gangguan peredaran darah otak ini berlangsung sementara, beberapa detik hingga beberapa jam (kebanyakan 10 - 20 menit) tapi

kurang dari 24 jam. (Arief Inansjoer, 2000 : 17). Stroke non hemorogik adalah penyakit atau kelainan dan penyakit pembuluh darah otak, yang mendasari terjadinya stoke misalnya arteriosclerosis otak, aneurisma, angioma pembuluh darah otak. (dr. Harsono, 1996 : 25). Stroke non hemorogik adalah penyakit yang mendominasi kelompok usia menengah dan dewasa tua yang kebanyakan berkaitan erat dengan kejadian arterosklerosis (trombosis) dan penyakit jantung (emboli) yang dicetus oleh adanya faktor predisposisi hipertensi (Satyanegara, 1998 : 179) Anatomi fisiologi system persarafan System saraf Sel saraf ( neuron) tipe struktur 1. 2. 3. 4. 5. neuron aferen ( sensorik) neuron eferen ( motorik) neUrom asosiasi ( interneuron atau internucial) neuron multipolar neuron unipolarneuron bipolarSel penyokong ( neuroglia dan sel schwann ) astroglia ( astrocyte ) oligodendroglia ( oligodendrocyte ) mikroglia ependima Korteks Cerebri fungsi : persepsi sensori mengontrol pergerakan volunteer bahasa personality trait fungsi mental meningkat : berfikir, memori, mengambil keputusan, kreatifitas dan kesadaran diri Korteks cerebri mempunyai banyak lipatan ( giri atau girus-tunggal) dan celahcelah atau lekukan (sulki atau sulkus tunggal) membagi setiap hemisfer menjadi : sulkus sentralis (fisura Rolando) lobus frontalis dan lobus parietalis sulkus lateralis ( fisura sylvius) lobus frontalis dan lobus parietalis dan lobus temporalis sulkus parieto-oksipitalis lobus oksipitalis dan lobus parietalis Proteksi, Penyokong dan Sumber nutrisi otak - kira-kira 90% sel dalam SSP : neuroglia atau sel glia mengisi volume otak ; SST : sel schwann - 4 tipe neuroglia dalam SSP 1. Astroglia

Fungsi : sebagai glue menjaga neuron dalam jarak tertentu berperan dalam pembentukan sawar darah otak pembentukan scar neural memperbaiki nutrisi otak berperan dalam aktivitas neurotransmitter : dengan mengambil glutamate ( eksitatori ) dan GABA (inhibitor) ketempat aksinya mempertahankan konsentrasi ion cairan ekstrasel dengan mengambil K+ >> dan menormalkan eksitabilitas neural meningkatkan pembentukan sinaps dan menguatkan transmisi sinaptik melalui sinyal kimia dengan neuron berperan dalam perkembangan otak fetal 2. Oligodendroglia ( oligodendrocyte ) Fungsi : Bertujuan dalam pembentukan selubung myelin pada SSP setiap oligodendroglia mengelilingi beberapa neuron dan membran plasma membungkus tonjolan neuron myelin-myelin pada SST dibentuk oleh sel schwann. 3. Mikroglia Fungsi : berperan sebagai fagosit ( mencerna sisa-sisa jaringan yang rusak ) melawqan infeksi 4. Ependima Fungsi : berperan dalam produksi cairan otak ( CSF ) neuroglia yang membatasi system ventrikel otak atau SSP, merupakan sel epitel dari pleksus koroideus. Nucleus basalis Fungsi : menghambat tonus otot koordinasi pergerakan lambat dan dipertahankan supresi pola pergerakan yang tidak digunakan Thalamus Fungsi : relay station untuk semua input sinaptik Sensasi kesadaran umum atau tidak kritis Integrasi ekspresi motorik atau control motorik oleh karena hubungan fungsinya terhadap pusat motorik utama dalam korteks motorik cerebri, serebrum dan ganglia basalis Hypothalamus bawah thalamus Fungsi : Pengaturan rangsangan dari SSO perifer yang menyertai ekspresi tingkah laku dan emosi Pengaturan hormone-hormon Pengaturan cairan tubuh dan komposisi elektrolit ( rasa haus, urine output_, intake makanan, suhu tubuh Serebelum

Terletak dalam fossa cranii posterior, ditutupi duramater seperti atap tenda : tentorium ( memisahkan dari posterior serebrum) Fungsi : Pusat refleks yang mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot Mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh Serebrum Terletak pusat-pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensorik dan motorik, mengatur proses penalaran, ingatan dan intelegensi Dibagi : hemisfer kiri dan hemisfer kanan fisura longitudinal mayor korpus kalosum Bagian luar hemisfer serebri terhadap substansia grisea ( korteks serebri ), atas substansia alba merupakan bagian dalam inti hemisfer : pusat medulla, dalam substansia alba : ganglia basal 2. Etiologi a. Trombosis Cerebral Terjadi pada pembuluh darah yang oklusi sehingga menyebabkan iskemik, jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya, trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang tidur / bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iksemik cerebral, tanda dan gejala neurologis yang memburuk dalam 48 jam setelah trombosis otak : athorosklaresis, bifer coagulasi pada polyeitemia, arthiritis (radang pada otak). b. Emboli Merupakan penyumbatan balutan darah otak oleh bekuan darah, lemak, udara pada umumnya embli berasal dari trombus dijantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri, cerebral emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan emboli : katup-katup jantung yang rusak akibat Rhematic Hear + Deasease (RHO), miocard infark, fibrilasi, endocaditis. c. Hipoxia umum dan Hipoxia setempat Hipoxia yang parah, cardiac pulmonary atrest, cardiac out put kurang akibat dari aritmia, spasme arteri otak serebral yang disertai sakit kepala, faktor resiko terjadinya stroke adalah DM, perokok, obesitas, peminum alkohol. 3. Patofosiologi Trombosis serebral merupakan penyebab utama dari cerebrovaskuler accident proses terjadinya berhubungan dengan skleorosis pada arteri carotis dan percabangannya. Namun kadang-kadang dapat disebabkan oleh reaksi peradangan dingding pembuluh darah yang selanjutnya menyebabkan terhambatnya supplay darah dan iskemik jaringan otak, yang bila berlangsung lama akan mengakibatkan nekrosis (infark) jaringan otak, DM, usia dan merokok merupakan faktor resiko aterosklerosis. Ateroskerosis merupakan kombinasi dari perubahan tumka intim dengan penumpukan lemak, komposisi darah maupun defisit Ca dan disertai pula oleh perubahan pada tumka media dipembuluh darah

besar yang mengakibatkan permukaan menjadi tidak rata. Pada aliran darah lambat atau saat tidur makan terjadi penyumbatan untuk pembuluh darah kecil dan arterior terjadi penumpukan lipohyalinosis yang dapat menyebabkan miokard infark. Emobli berasal dari trombus yang rapuh atau kristal dalam arteri carotis dan arteri vertebralis yang sklerotik, bila terlepas dan mengikuti aliran darah akan menimbulkan emboli arteri intrakranium yang akhirnya mengakibatkan iskemik otak yang bila berlangsung lama akan menyebabkan nekrosis (infark) jaringan otak dan akan menyebabkan kematian. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Faktor penyebab stroke / DM Aterosklerosis Trombosis Trombus Emboli Oklusi

MENYEBABKAN

Metabolisme anerob Iskemik Pompa Na + K gagal Asam Laktat Oedema cerebral Gangguan keseimbangan Cairan dan elektrolit Nekrosis jaringan Peningkatan TIK Herniasi otak Otak (infark) Kematian

Manifestasi Klinis Arteri vertebro-basilaris - monoparese, quariparese - ataksia, reflek babinski (+) - disartia, disfagia - sinkop, vertigo, pusing - gangguan memori - penurunan tingkat kesadaran : sopor-koma - gangguan penglihatan : diplopia, nistagmus, homonimus hemianopsia, ptosis - muka baal ( penurunan sensori ) - refleks tendon meningkat Arteri karotis interna - Amaurosis fugaks, aphasia ekspresif - Penurunan sensorik dan motorik kontralateral Arteri cerebral anterior - Kelemahan kontralateral tungkai > lengan - Gangguan sensori kontralateral - amnesia Arteri cerebral posterior - koma - hemiparese kontralateral - aleksia - kelumpuhan N III

- koreatetosis, ataksia - kehilangan sensasi dalam, penurunan sensasi sentuhan Arteri cerebral media - monoparese atau hemiparee kontralateral ( lengan > tungkai ) - kadang-kadang hemianopsia kontralateral - aphasia global, anosmia, alexia, agraphia - disphagia 4. Manifestasi Klinis Manifestasi klinik stroke tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena. a. Kelumpuhan wajah / anggota badan sebelah (hemipatesis) yang timbul secara mendadak. b. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan. c. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor atau koma) d. Apasia (kesulitan dalam bicara) e. Disatria (bicara cadel atau pela) f. Gangguan penglihatan diplopia g. Ataksia h. Vertigo, mual, muntah, dan nyeri kepala 5. Komplikasi a. Hipertensi / hipotensi b. Kejang c. Peningkatan tekanan intrakranial / TIK d. Kontraktur e. Tonus otot abnormal f. Trombosis vena g. Malnutrisi h. Aspirasi, inkontinensia urine, bowel. 6. Pemeriksaan Penunjang a. Computerized fomography scanning / CT scan : mengetahui area infark, edema, hematoma, struktur dan sistem ventrikel otak. b. Magnetic Resonance imaging / MRL : menunjukkan darah yang mengalami infark haemoregik, malformasi arteri ovena. c. Elektro encephalografi / FEG : mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik. d. Angiografu serebral : membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti perdarahan, obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur. e. Sinar X tengkorak : mengetahui adanya klasifikasi karotis interna pada trombosis cerebral. f. Fungsi lumbal : menunjukkan tekanan normal, jika tekanan meningkat dan cairan mengandung darah menunjukkan haemorogik subarachoid / perdarahan infrakranial. 7. Penatalaksanaan Medis a. Menurunkan kerusakan iskemik cerebral

Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak, sekitar daerah itu mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan darah. b. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason. c. Pengobatan - Anti koagulan : Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase akut. - Obat anti trombotik : Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik / emobolik. - Bloker calsium : Hemipidin digunakan untuk mengobati vaso spasme cerebral. - Fentral : Digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler mikrosirkulasi sehingga meningkatkan perfusi dan oksigen otak. d. Penatalaksanaan Pembedahan Indaterektomi dan pembedahan by pass cranial yaitu membuat anastomisis arteri ekstra cranial yang memperdarahi kulit kepala arteri intrakranial ketempat yang tersumbat. B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian a. Aktivitas Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis (hemilegia), merasa mudah lelah susah untuk beristirahat (nyeri / kejang otot). b. Sirkulasi Adanya penyakit jantung (mokard, infark, reumatik) penyakit jantung vaskuler gagal jantung kronik, endokarditis bacterial, polikemia, riwayat hipotensi postural. c. Integritas Ego Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa. d. Eliminasi Perubhan pola berkemih seperti, inkentinensia urine, anaria, distensi abdomen (distensi kandung kemih berlebihan) bising usus negatif (ileus paralitik). e. Makanan cairan Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut (peningkatan TIK) kehilangan sensori (rasa kecap) pada lidah, pipi dan tenggorok, disfugia adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah. f. Neurosensori Sinkop / pusing (sebelum serangan / sesama TIA) sakit kepala akan sangat berat dengan adanya perdarahan intraserebral atau subarachnoid kelemahan / kesemutan / kebas biasanya terjadi selama serangan TIA yang ditemukan dalam berbagai derajat pada jenis stroke yang lain, gigi yang kena terlihat seperti mati / lumpuh. Penglihatan menurun seperti buta total, kehilangan daya ingat sebagian / kebutuhan monokuler). Penglihatan ganda diplopia atau gangguan yang lain, tentukan hilangnya rangsangan sensorik kontralateral (pada sisi tubuh yang berlawanan) pda ekstermitas dan kadang-kadang pada psikolateral (satu sisi).

g. Nyeri dan kenyamanan Sakit kepala dingin intensitas yang berbeda-beda (karena arterik karotik terkena). h. Pernapasan Ketidakmampuan menelan hambatan jalan napas, timbulnya pernapasan sulit / tidak teratur i. Kemampuan Motorok / sensorik : masalah dengan penglihatan, perubhan persepsi terhadap ortentansi tempat labuh hilang, kewaspadan terhadap bagian tubuh yang sakit, tidak meniput mengenal objek, taruma kata dan wajah yang pernah dikenalinya dengan baik. j. Interaksi Masalah bicara, ketidakmampuan untuk berkomunikasi. k. Penyuluhan / pembelajaran Adanya riwayat hipertensi pada keluarga, riwayat stroke atau faktor resiko (pemakaian kontrasepsi oral kecanduan alkohol). 2. Diagnosa Keperawatan a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, gangguan eklusif. b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan sirkulasi serebral, kerusakan neuromuskular, kehilangan tenus otot fasial, kelemahan / kelelahan umum. c. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskular, kelemahan parastesia. d. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi, integrasi, stress psikologis. e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler : penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol / koordinasi otot. f. Gangguan harga diri berhubungan dengan biofisik, psikososial, percebtual informasi. g. Resiko tinggi terhaedap kerusakan menelan berhubungan dengankerusakan neuromuskular / peceptual. h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi. 3. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan 1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan interupsi aliran darah, tidak adekuatnya suplai darah kecerebral : gangguan oklusi, homoragi, vasospasme cerebral, edema cerebral. Data pendukung : Penurunan kesadaran,Nilai GCS,Perubahan tanda vital, Perubahan sensorik dan motork, Penurunan funsi memori, Nyeri kepala, Muntah, Nilai AGD dan lain-lain Kriteria hasil : a. Klien dapat mempertahankan tingkat kesadaran, fungsi kognitif, sensorik dan motorik. b. Klien dapat mempertahankan perfusi jaringan serebral adekwat. c. Klien dapat menunjukkan TTV stabil dan tidak ada peningkatan TIK tidak ada. Intervensi : a. Pantau dan catat status neurologik setiap hari R/ Menentukanperubahan defisit neurologik b. Pantau TTV setiap jam dan catat adanya hiper / hipotensi R/ Adanya perubahan tanda vital seperti respirasi menunjukkan kerusakan perubahan neurologik.

c. Kaji ulang tingkat kesadaran GCS R/ Tingkat kesadaran merupakanindikator terbaik adanya perubahan neurologik. d. Pertahankan pasien bedrest, berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, atur istirahat dan aktivitas. R/ Istirahatyang cukup dengan lingkungan yang tenang mencegah perdarahan kembali. e. Pertahankan kepala tempat tidur 300-450 dengan posisi leher tidak menekuk. R/ Menfasilitasi drainase vena dari otak f. Monitor kejang dan berikan obat anti kejang. R/ Kejang dapat terjadi akibat iritasi serebral dan keadaan kejang memerlukan banyak O2. Evaluasi keperawatan : Klien dapat mempertahankan perfusi jaringan serebral. 2. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan, perasetesia, pasalisis hipotorik, paralisis spastis. Data pendukung : Pasien tidak mampu menggerakkan tangan dan kaki sebelah. Pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan ADL. Kebutuhan ADL dibantu. Adanya hemoplagia / hemiparase Tonus otot berkurang Kekuatan otot kurang Hasil EMG Kriteria Hasil : d. Klien dapat mempertahankan kekuatan otot dan menghindari imobilisasi e. Klien dapat mempertahankan integritas kulit. Intervensi : a. Kaji ulang kemampuan motorik R/ Mengidentifikasi kekuatan otot, kelemahan motorik b. Ajarkan pasien untuk melakukan ROM minimal 4 x/hari bila mungkin. R/ Latihan ROM meningkatkan masa tonus, kekuatan otot, perbaikan fungsi jaringan dan pernapasan. c. Observasi daerah yang tertekan, termasuk warna, edema, atau tanda lain gangguan sirkulasi. R/ Daerah yang tertekan mudah sekali terjadi trauma. d. Lakukan masage pada daerah tertekan R/ Membantu memperlancar sirkulasi darah Evaluasi Keperawatan Klien dapat mempertahankan kekonter otot dan menghindari imobilisasi. 3. Gangguan komunikasi verbal / non verbtal berhubungan dengan gangguan sirkulasi, gangguan neurosmuskular, kelemahan umum. Data pendukung Kriteria Hasil : a. Mengidentifikasi pemahaman tentang masalah komunikasi b. Membuat metode komunikasi, kebutuhan dapat diekspresikan. c. Menggunakan sumber-sumber dengan cepat. Intervensi 1. Anjurkan klien untuk mengikuti perintah sederana seperti, membuka mata

menganggur, menggeleng. 2. Buat alatbantu komunikasi dan anjurkan klien untuk menunjuk abjad dialat bantu komunikasi. 3. Anjurkan klien / orang terdapat mempertahankan usahanya berkomunikasi. R/ Mengurangi isolasi sosial pasien. DAFTAR PUSTAKA Brunner and Suddarth, 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 volume 2 Penerbit Jakarta: EGC. Corwn elizabeth, 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC Doengoes Marlyn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta :EGC Huddak dan Gallo. 1996. Perawatan Kritis. Edisi VI, volume II, Jakarta: EGC Mansjoer, Arif, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika Acisculapus

Askep Asfiksia
14 October 2008 at 05:39 | In NEONATUS | No Comments

Asfiksia Neonatorum 1. Definisi Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia. 2. Etiologi Faktor ibu Cacat bawaan Hipoventilasi selama anastesi Penyakit jantung sianosis Gagal bernafas Keracunan CO Tekanan darah rendah Gangguan kontraksi uterus Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun Sosial ekonomi rendah Hipertensi pada penyakit eklampsia Faktor janin / neonatorum Kompresi umbilikus Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir Prematur Gemeli

Kelainan congential Pemakaian obat anestesi Trauma yang terjadi akibat persalinan Faktor plasenta Plasenta tipis Plasenta kecil Plasenta tidak menempel Solusio plasenta Faktor persalinan Partus lama Partus tindakan 3. Faktor predisposisi Faktor dari ibu Gangguan his, misalnya: hipertoni dan tetani Hipotensi mandadak pada ibu karena perdarahan, misalnya: plasenta previa Hipertensi pada eklampsia Gangguan mendadak pada plasenta seperti solusio plasentae Faktor dari janin Gangguan aliran darah dalam tali pusat karena tekanan tali pusat Depresi pernafasan karena obat obatan yang diberikan kepada ibu Keruban keruh 4. Patofisiologi Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yamh tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya.

5. Tanda dan gejala Appnoe primer : Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromuscular menurun Appnoe sekunder : Apabila asfiksia berlanjut , bagi menunjukan pernafasan megap megap yang dalam, denyut jantung terus menerus, bayi terlihat lemah (pasif), pernafasan makin lama makin lemah 6. Derajat berat ringannya afiksia a. Asfiksia berat ( nilai APGAR 0-3 ) b. Asfiksia sedang ( nilai APGAR 4-6 ) c. Asfiksia normal ( nilai APGAR 7-10) 7. Diagnosis Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan ditemukannya tandatanda gawat janin. Tiga hal yang perlu diperhatikan Denyut jantung janin. Frekuensi normal adalah antara120 dan 160 denyut/menit selama his frekuensi turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak besar, artinya frekuensi turun sampai dibawah 100 x/ menit diluar his dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Mekonium dalam air ketuban. Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada, artinya akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukan gangguan. Oksigenisasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Biasanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepaladapat merupakan indikasi untuk mengakhir persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah. Pemeriksaan pH darah janin. Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukan lewat serviks dibuat sayatan kecil pada kulit pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulisan 8. Pemeriksaan diagnostik 1. Analisa gas darah 2. Penilaian APGAR score 3. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan 4. Pengkajian spesifik 5. Elektrolit darah 6. Gula darah 7. Baby gram 8. USG ( Kepala) 9. Penatalaksanaan awal asfiksia Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan ( hangatkan ) dengan menyelimuti seluruh tubuhnya terutama bagian kepala dengan handuk yang kering Bebaskan jalan nafas : atur posisi, isap lendir Bersihkan jalan nafas bayi dengan hati-hatidan pastikan bahwa jalan nafas bayi bebas

dari hal-hal yang dapat menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru. Hal ini dapat dilakukan dengan: Ekstensi kepaladan lehert sedikit lebih brendah dari tubuh bayi Hisap lendir, cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan nafas bersih dari cairan ketuban, mekonium/ lendir dan menggunakan penghisap lendir Delee Rangsangan taktil, bila mengeringkan tubuh bayi dan penghisapan lendir/ cairan ketuban dari mulut dan hidung yang dasarnyan merupakan tindakan rangsangan belumcukup untuk menimbulkan pernafsan yang adekuat padabayi lahir dengan penyulit, maka diperlukan rangsangan taktil tambahan. Selama melakukan rangsangan taktil, hendaknya jalan nafas sudah dipastikan bersih. Walaupun prosedur ini cukup sederhana tetapi perlu dilakukan dengan cara yang betul. Ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberikan rangsangan taktil, yaitu: Menepukan atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi. Cara ini sering kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami depresi pernafasan yang ringan Cara lain yang cukup aman adalah melakukan penggosokan pada punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi juga merupakan rangsangan taktil tetapi rangsangan yang ditimbulkan lebih ringan dari menepuk, menyentil, atau menggosok. Prosedur ini tidak dapat dilakukan pada bayi yang appnoe, hanya dilakukan pada bayi yang telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat membantu untuk meningkatkan frekuensi dari dalamnya pernafasan. 10. Prinsip dasar resustansi Membersihkan dan menciptakan lingkungan yang baik bagi bayi serta mengusahakan saluran pernafasan tetap bebas serta merangsang timbulnya pernafasan, yaitu agar oksigenisasi dan pengeluaran CO2 berjalan lancar. Memberikan bantuan pernafasan secara aktif pada bayi yang menunjukan usaha pernafasan lemah. Melakukan koreksi terhadap asidosis yang terjadi Manjaga agar sirkulasi darah tetap baik 11. Tindakan Pengawasan suhu tubuh Pembersihan jalan nafas Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia Asuhan Keperawatan Pada Asfiksia Neonatorum Definisi Asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di uterus hipoksia.

Etiologi Faktor ibu Cacat bawaan Hipoventilasi selama anastesi Penyakit jantung sianosis Gagal bernafas Keracunan CO Tekanan darah rendah Gangguan kontraksi uterus Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun Sosial ekonomi rendah Hipertensi pada penyakit eklampsia Faktor janin / neonatorum Kompresi umbilikus Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat Kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir Prematur Gemeli Kelainan congential Pemakaian obat anestesi Trauma yang terjadi akibat persalinan Faktor plasenta Plasenta tipis Plasenta kecil Plasenta tidak menempel Solusio plasenta Faktor persalinan Partus lama Partus tindakan Patofisiologi Bila terdapat gangguan pertukaran gas atau pengangkutan O2 selama kehamilan / persalinan, akan terjadi asfiksia. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia. Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping perubahan klinis juga terjadi gangguan metabolisme dan keseimbangan asam

dan basa pada neonatus. Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yamh tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Gejalah klinik Bayi tidak bernafas atau nafas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan Manifestasi klinis 1. serangan jantung 2. Periode hemorragis 3. Sianosis dan kongestif 4. Penemuan jalan nafas Diagnosis Anamnesis: Gangguan / kesulitan waktu lahir tidak bernafas/menangi Pemeriksaan fisik Klinis 0 1 2 Detak jantung Tidak ada 100x/menit Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat Refleks saat jalan nafas dibersihkan Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin Tonus otot Lunglai Fleksi ekstermitas (lemah) Fleksi kuat gerak aktif Warna kulit Biru pucat Tubuh merah ektermitas biru Merah seluruh tubuh Niali 0-3 : Asfiksia berat Nilai 4-6 : Asfiksia sedang Nilai 7-10 : Normal Dilakukan pemantuan nilai apgar pada menit ke01 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7, nilai apgar berguna untuk menilai keberhasilan resustansi bayi baru lahir dan menetukan prognosis, bukan untuk memulai resustansi karena dimulai 30 detik setelah lahir bila bayitidak menangis ( bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar ). Pemeriksaan penunjang: 1. Foto polos dada 2. USG kepala 3. laboraturium : Darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit Pemeriksaan diagnostic 1. Analisa gas darah 2. Elektrolit darah 3. Gula darah 4. Baby gram

5. USG ( Kepala ) 6. Penilaian APGAR score 7. Pemeriksaan EGC dab CT- Scan 8. Pengkajian spesifik Komplikasi Meliputi berbagai organ yaitu: 1. Otak : Hipokstik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis 2. Jantung dan paru: Hipertensi pulmonal persisten pada neonatorum, perdarahan paru, edema paru 3. Gastrointestinal: enterokolitis, nekrotikans 4. Ginjal: tubular nekrosis akut, siadh 5. Hematologi: dic Penatalaksanaan Cegah pelepasan panas yang berlebihan, keringkan ( hangatkan ) dengan menyelimuti seluruh tubuhnya terutama bagian kepala dengan handuk yang kering Bebaskan jalan nafas : atur posisi, isap lendir Bersihkan jalan nafas bayi dengan hati-hatidan pastikan bahwa jalan nafas bayi bebas dari hal-hal yang dapat menghalangi masuknya udara kedalam paru-paru. Hal ini dapat dilakukan dengan: Ekstensi kepaladan lehert sedikit lebih brendah dari tubuh bayi Hisap lendir, cairan pada mulut dan hidung bayi sehingga jalan nafas bersih dari cairan ketuban, mekonium/ lendir dan menggunakan penghisap lendir Delee Rangsangan taktil, bila mengeringkan tubuh bayi dan penghisapan lendir/ cairan ketuban dari mulut dan hidung yang dasarnyan merupakan tindakan rangsangan belumcukup untuk menimbulkan pernafsan yang adekuat padabayi lahir dengan penyulit, maka diperlukan rangsangan taktil tambahan. Selama melakukan rangsangan taktil, hendaknya jalan nafas sudah dipastikan bersih. Walaupun prosedur ini cukup sederhana tetapi perlu dilakukan dengan cara yang betul. Ada 2 cara yang memadai dan cukup aman untuk memberikan rangsangan taktil, yaitu: Menepukan atau menyentil telapak kaki dan menggosok punggung bayi. Cara ini sering kali menimbulkan pernafasan pada bayi yang mengalami depresi pernafasan yang ringan Cara lain yang cukup aman adalah melakukan penggosokan pada punggung bayi secara cepat, mengusap atau mengelus tubuh, tungkai dan kepala bayi juga merupakan rangsangan taktil tetapi rangsangan yang ditimbulkan lebih ringan dari menepuk, menyentil, atau menggosok. Prosedur ini tidak dapat dilakukan pada bayi yang appnoe, hanya dilakukan pada bayi yang telah berusaha bernafas. Elusan pada tubuh bayi, dapat membantu untuk meningkatkan frekuensi dari dalamnya pernafasan. Asuhan keperawatan Pengkajian 1. Pernafasan yang cepat 2. Pernafasan cuping hidung

3. Sianosis 4. Nadi cepat 5. Refleks lemah 6. Warna kulit biru atau pucat 7. Penilain aogar skor menunjukan adanya asfiksia, seperti asfiksia ringan ( 7-10), sedang ( 4-6), dan (0-3) Diagnosis/ maslah keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas 2. Penurunan kardiak out put 3. Intolerensi aktifitas 4. Gangguan perfusi jaringan 5. Resiko tinggi terjadi infeksi 6. Kurangnya pengetahuan Intervensi keperawatan 1. Gangguan pertukaran gas : Monitoring gas darah, mengkaji denyut nadi, monitoring system jantung dan pari ( resustansi ), memberikan O2 yang adekuat 2. Penurunan kardiak out put Monitoring jantung paru, mengkaji tanda vital, memonitoring perfusi jaringan tiap 2-4 jam, monitor denyut nadi, memonitoring ontake dan out put serta melakukan kolaborasi dalam pemberian vasodilator 3. Intolerensi aktifitas Menyediakan stimulasi lingkungan yang minimal, menyediakan monitoring jantung paru, mengurangi sentuhan, melakukan kolaborasi analgetiksesuai kondisi, memberikan posisi yang nyaman 4. Gangguan perfusi jaringan Pemberian diuretic sesuai dengan indikasi, monitor laboraturium urine, pemeriksaan darah 5. resiko tinggi terjadi infeksi

ASKEP ANAK DENGAN DHF


14 October 2008 at 05:29 | In ASKEP | 3 Comments

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN DHF Disusun oleh : Kelompok IV Teguh Sudrazat Kusuma Hari Wibowo Widanti Virgian Deviana Putrianti Nur Aliyah Sari Rani Alfiah

RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO DITKESAD AKADEMI KEPERAWATAN JAKARTA 2008 KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Mahaesa karena kita semua masih diberi rahmat dan hidayah-Nya. Berkat rahmat dan hidayah-Nya pula kami masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah kami yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan DHF. Kami sangat menyadari bahwa makalah yang kami buat ini masih terdapat banyak kekurangan, sehingga kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca sebagai bahan koreksi kami agar dapat membuat makalah dengan lebih baik lagi. Terima kasih kami ucapkan kepada seluruh pihak yang telah membantu pembuatan makalah ini hingga makalah ini dapat selesai tepat pada waktunya. Sekian kata pengantar ini kami susun, semoga makalah ini dapat berguna untuk menambah pengetahuan kita bersama. Hormat kami Tim Penyusun BAB I PENDAHULUAN A. PENGERTIAN Demam Berdarah Dengue atau Dengue Hemorragic Fever (DHF) adalah sebuah sindrom jinak yang disebabkan oleh beberapa virus yang dibawa oleh arthopoda, ditandai dengan demam bifasik, mialgia atau artalgia, leukopenia, dan limfadenopati. Demam dengue sekarang adalah endemik di Asia Tropik, Pulau Pasifik Selatan, Australia Utara, Afrika Tropik, Karibia, dan di Amerika Tengah dan Selatan. Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Kedua jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan air laut. B. ETIOLOGI Sekurang-kurangnya ada empat tipe antigenik virus dengue yang berbeda. Lagipula, tiga virus yang dibawa arthopoda (arbo) lain menyebabkan penykit demam serupa atau identik ruam. Dengue 1 dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in aktivitas oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70oC. Keempat serotif tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 sebagai serotif yang paling banyak. C. PATOFISIOLOGI Fenomena patologis yang utama pada penderita DHF adalah meningkatnya permeabilitas dinding kapiler yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler. Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan

kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a,dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding pembuluh darah dan menghilangkan plasma melalui endotel dinding itu. Hal pertama yang terjadi stelah virus masuk ke dalam tubuh adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali). Peningkatan permeabilitas dinding kapiler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF. Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah , menurunnya volume plasma , terjadinya hipotensi , trombositopenia dan diathesis hemorrhagic , renjatan terjadi secara akut. Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Jika renjatan atau syok hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah. Dan dengan hilangnya plasma klien mengalami hipovolemik. Apabila tidak diatasi bisa terjadi anoxia jaringan, acidosis metabolic dan kematian. Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal. D. Epidemiologi Virus dengue ditularkan oleh nyamuk famili Stegomyia, aedes aegypti, nyamuk penggigit siang hari, adalah vektor utama, dan semua empat tipe virus lain telah ditemukan darinya. Virus dengue telah juga ditemukan dari aedes albopictus, dan wabah di daerah pasifik telah dianggap berasal dari beberapa spesies aedes lain. Kebanyakan penyakit terjadi pada anak yang lebih tua dan orang dewasa. Karena aedes aegypti mempunyai kisaran terbatas, penyebaran epidemi terjadi terutama melalui manusia viremia dan mengikuti jalan-jalan transportasi utama. Pada tempat-tempat sengue endemik, anak-anak dan orang asing yang rentan mungkin merupakan satusatunya orang yang mendapat penyakit secara nyata, orang dewasa telah mendapat imun. Penyakit seperti dengue dapat terjadi pada daerah epidemi. E. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi bervariasi menurut umur dan dari penderita ke penderita. Pada bayi dan anak kecil (muda) penyakit mungkin tidak terdiferensiasi atau ditandai oleh demam 1-5 hari, radang faring, rhinitis, dan batuk ringan. Pada wabah yang sebagian besar terinfeksi adalah anak yang lebih tua dan orang dewasa mempunyai tanda-tanda yang diuraikan berikut ini. Sesudah masa inkubasi 1-7 hari, ada demam yang mulai mendadak, yang dengan cepat naik sampai 39,4-41,1oC, biasanya disertai dengan nyeri frontal atau retroorbital. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah). Eksantem yang klasik ditemukan dalam 2 fase, mula-mula pada awal demam (6 12 jam sebelum suhu naik pertama kali), terlihat jelas di muka dan dada yang berlangsung selama beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan oleh pasien. Ruam berikutnya mulai antara hari 3 6, mula mula berbentuk makula besar yang kemudian bersatu mencuat kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekia. Pada dasarnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke seluruh tubuh. Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekasbekasnya kadang terasa gatal. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan. Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis. Juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda : anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga, hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang. F. KOMPLIKASI Adapun komplikasi dari penyakit demam berdarah diantaranya : a. Perdarahan luas. b. Shock atau renjatan. c. Effuse pleura. d. Penurunan kesadaran. G. KLASIFIKASI Pembagian tingkatan atau derajat keparahan penyakit dapat digolongkan dalam empat derajat. a. Derajat I : Demam disertai gejala klinis lain atau perdarahan spontan, uji turniket positi, trombositopeni dan hemokonsentrasi. b. Derajat II : Manifestasi klinik pada derajat I dengan manifestasi perdarahan spontan di bawah kulit seperti peteki, hematoma dan perdarahan dari lain tempat. c. Derajat III : Manifestasi klinik pada derajat II ditambah dengan ditemukan manifestasi kegagalan

system sirkulasi berupa nadi yang cepat dan lemah, hipotensi dengan kulit yang lembab, dingin dan penderita gelisah. d. Derajat IV : Manifestasi klinik pada penderita derajat III ditambah dengan ditemukan manifestasi renjatan yang berat dengan ditandai tensi tak terukur dan nadi tak teraba. H. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pemeriksaan Diagnostik Laboratorium a. Darah hasil yang didapat dari pemeriksaan darah antara lain adalah: 1) Trombosit menurun. Terjadi trombositopenia (100.000/ml atau kurang) 2) HB meningkat lebih 20 % hemokonsentrasi yang dapat dilihat 3) HT meningkat lebih 20 % meningginya nilai hematokrit sebanyak 20 % atau lebih dibandingkan nilai hematokrit pada masa konvalesen. 4) Leukosit menurun pada hari ke 2 dan ke 3 5) Protein darah rendah 6) Ureum PH bisa meningkat 7) NA dan CL rendah Untuk lebih meyakinkan diagnosa, maka dilakukan tes Serology : HI (hemaglutination inhibition test). Pemeriksaan radiologi Rontgen thorax : Efusi pleura. Pemeriksaan fisik (rumple leed test) Uji test tourniket (+) I. PENATALAKSANAAN a. Tirah baring b. Pemberian makanan lunak . c. Minum banyak (2 2,5 liter/24 jam) Minuman dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF. d. Pemberian cairan melalui infus. Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan intra vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter , K+ 4 mEq/liter, korekter basa 28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter. e. Pemberian obat-obatan : Antibiotic, pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder antipiretik. Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan asetaminopen Anti konvulsi jika terjadi kejang f. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien memburuk, observasi ketat tiap jam.

g. Monitor adanya tanda-tanda renjatan h. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut i. Periksa HB,HT, dan Trombosit setiap hari. Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 30 ml/kg BB. Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 48 jam setelah renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam. Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat. Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok. Pada DBD tanpa renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila : a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi. b. Hematokrit yang cenderung mengikat. J. PENCEGAHAN Pencegahan penyebaran penyakit DHF yang tepat akan membantu mengurangi jumlah penderita dan mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB). Prinsip yang tepat dalam pencegahan DHF ialah sebagai berikut : a. Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF. b. Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada tingkat sangat rendah untuk memberikan kesempatan penderita viremia sembuh secara spontan. c. Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat daerah penyebaran yaitu di sekolah, rumah sakit termasuk pula daerah penyangga sekitarnya. d. Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan tinggi. Ada 2 macam pemberantasan vektor antara lain : 1. Menggunakan insektisida. Yang lazim digunakan dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan atau pengabutan. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes yaitu bejana tempat penampungan air bersih, dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram abate SG 1 % per 10 liter air. Tanpa insektisida 2. Caranya adalah : a) Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1 x seminggu (perkembangan telur nyamuk lamanya 7 10 hari). b) Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.

c) Membersihkan halaman rumah dari kaleng bekas, botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang. BAB II ASUHAN KEPERAWATAN Dalam asuhan keperawatan digunakan pendekatan proses keperawatan sebagai cara untuk mengatasi masalah klien. Proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu : pengkajian keperawatan (identifikasi, analisa masalah/data) diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi. a. Data subyektif Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu : 1) Lemah. 2) Panas atau demam. 3) Sakit kepala. 4) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan. 5) Nyeri ulu hati. 6) Nyeri pada otot dan sendi. 7) Pegal-pegal pada seluruh tubuh. Konstipasi (sembelit). b. Data obyektif Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain : 1) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan. 2) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor. 3) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis, hematoma, hematemesis, melena. 4) Hiperemia pada tenggorokan. 5) Nyeri tekan pada epigastrik. 6) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa. 7) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin, gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal. Pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan DHF akan dijumpai : 1) Ig G dengue positif. 2) Trombositopenia. 3) Hemoglobin meningkat > 20 %. 4) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat). 5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.

Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil. 1) SGOT/SGPT mungkin meningkat. 2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat. 3) Waktu perdarahan memanjang. 4) Asidosis metabolik. 5) )Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN Beberapa diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF menurut Christiante Effendy, 1995 (Harnawati, 2008) yaitu : a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia). b. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit. c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. d. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma. e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah. f. Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh. g. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus). h. Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia. i. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien. C. PERENCANAAN KEPERAWATAN Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnosa yang ditemukan dan merencanakan rencana tindakan berdasarkan kebutuhan pasien. a. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia). Tujuan : 1. Suhu tubuh normal (36 370C). 2. Pasien bebas dari demam. Intervensi : 1. Kaji saat timbulnya demam. Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien. 2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam. Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien. 3. 2,5 liter/24 jam.7)Anjurkan pasien untuk banyak minum Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak. 4. Berikan kompres hangat. Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh. 5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal. Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.

6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter. Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi. b. Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit. Tujuan : 1. Rasa nyaman pasien terpenuhi. 2. Nyeri berkurang atau hilang. Intervensi : 1. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien. 2. Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang. Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri 3. Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri. Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami. 4. Berikan obat-obat analgetik Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien. c. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia. Tujuan : 1. Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan /dibutuhkan. Intervensi : 1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien. Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya. 2. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan. Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien. 3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur. Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan . 4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering. Rasional : Untuk menghindari mual. 5. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari. Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi 6. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter. Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat. 7. Ukur berat badan pasien setiap minggu. Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien d. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma. Tujuan : 1. Volume cairan terpenuhi. Intervensi : 1. Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital. Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.

2. Observasi tanda-tanda syock. Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok. 3. Berikan cairan intravena sesuai program dokter Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah. 4. Anjurkan pasien untuk banyak minum. Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh. 5. Catat intake dan output. Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan. e. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah. Tujuan : 1. Pasien mampu mandiri setelah bebas demam. 2. Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi Intervensi : 1. Kaji keluhan pasien. Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien. 2. Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh pasien. Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya. 3. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien. Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami ketergantungan pada perawat. 4. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh pasien. Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain. f. Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh Tujuan : 1. Tidak terjadi syok hipovolemik. 2. Tanda-tanda vital dalam batas normal. 3. Keadaan umum baik. Intervensi : 1. Monitor keadaan umum pasien Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani. 2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam. Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik. 3. Monitor tanda perdarahan. Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik. 4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit

Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut. 5. Berikan transfusi sesuai program dokter. Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang. 6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik. Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin. g. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus). Tujuan : 1. Tidak terjadi infeksi pada pasien. Intervensi : 1. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus. Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi. 2. Observasi tanda-tanda vital. Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital. 3. Observasi daerah pemasangan infus. Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus. 4. Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau plebitis. Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut. h. Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia. Tujuan : 1. Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut. 2. Jumlah trombosit meningkat. Intervensi : 1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis. Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah. 2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan. 3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut. Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin. 4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya. Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan. b. Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien. Tujuan : 1. Kecemasan berkurang. Intervensi : 1. Kaji rasa cemas yang dialami pasien. Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien. 2. Jalin hubungan saling percaya dengan pasien. Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat. 3. Tunjukkan sifat empati Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik. 4. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.

5. Gunakan komunikasi terapeutik Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang efektif. D. IMPLEMENTASI Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien anak dengan DHF disesuaikan dengan intervensi yang telah direncanakan. E. EVALUASI KEPERAWATAN. Hasil asuhan keperawatan pada klien anak dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien. Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut : 1. Suhu tubuh pasien normal (36- 370C), pasien bebas dari demam. 2. Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang. 3. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan. 4. Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi. 5. Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi. 6. Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal. 7. Infeksi tidak terjadi. 8. Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut. 9. Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya. BAB III SIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Dengue Hemorragic Fever (DHF) disebabkan oleh beberapa virus yang dibawa oleh arthopoda. Penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Pemberian asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien akan sangat membantu proses penyembuhan dan mengurangi derajat kecemasan pada keluarga. Dengan melakukan pengkajian, maka akan diperoleh data yang akan menunjang masalah pasien. Perumusan diagnosis yang tepat akan membantu dalam merumuskan perencanaan keperawatan. Dalam menentukan dan menyusun intervensi keperawatan, harus didasarkan pada kebutuhan pasien yang sangat mendesak. Implementasi keperawatan harus sesuai dengan rencana intervensi yang telah ditetapkan. Evaluasi keperawatan dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan. Saran Fokus utama pada masalah demam berdarah adalah pencegahan. Pembenahan kebersihan lingkungan sekitar kita akan membantu proses pencegahan terjadinya Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue. Dengan lingkungan bersih, maka akan tercipta hidup sehat tanpa adanya penyakit baik DBD maupun penyakit lainnya. Daftar Pustaka http://askep.blogspot.com/2008/01/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan_6163.html

http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/27/askep-dhf/ http://iwansain.wordpress.com/2007/12/02/demam-berdarah-dengue/ Nelson, Waldo E. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 vol 2. Jakarta: EGC Previous Page Pages study kasus kolelitiasis, disusun oleh Ade Muttaqin,Windi widia As, novia Yuliana, ratih Rustika dewi, Desi Nusiferiyani, dewi rizki Utami, Irawati mahasiswa dari Akademi Keperawatan Aisyyah Bandung

BAB 1 HATI 1.A. sekresi empedu oleh hati Fungsi hati adalah mengeluarkan empedu, normalnya 600-1200 ml/ hari.fungsi dari empedu itu sendiri ada dua, pertama berperan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,pencernaan lemak ini dilakukan oleh asam empedu dalam dua tahap.(1) membantu mengemulsikan partikel lemak besar menjadi kecil, sehingga bias diserang enzim lipase yang disekresikan oleh enzim pancreas.(2) membantu transfor dan absorpsi poduk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membrane mukosa intestinal.kedua, asam empedu adalah alat untuk mengeluarkan produk buangan darah seperti bilirubin dan kelebihan kolesterol yang dibentuk oleh sel hati. 1.B. Anatomi Fisiologik dari Serkresi Empedu oeh Hati Empedu disekresikan oleh hati terjadi dalam dua tahap, pertama,oleh sel-sel hepatosit hati mensekresikan asam empedu, kolesterol dan asam organic lain.empedu disekresikan ke kanalikuli biliaris kecil yang ada diantara sel-sel hati dilempeng hepatic.kedua, empedu mengalir ke perifer lalu ke septa interlobularis ( tempat kanalikuli biliaris mengosongkan empedu kedalam duktus biliaris terminal, lalu secara progresif akan masuk keduktus yang lebih besar, lalu masuk keduktus hepatikus,duktus biliaris setelah dari duktus biliaris empedu ada yang masuk ke duodenum ada yang dialihkan dan masuk ke duktus sistikus dan masuk ke kandung empedu, dalam perjalananya menuju duktus biliaris ada ion-ion tambahan yang ikut tersekresi ( yaitu ionion natrium dan bikarbonat encer) yang disekresikan oleh sel-sel epitel sekretoris yang terdapat diduktus dan duktulus yang mengakibaakan peningkatan volume empedu 100%. Bab II Anatomi Kandung Empedu Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampla dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal

sebagai sfingter Oddi. Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati. Empedu yang dihasilkan hati tida k langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu. Pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi air dan garam-garam anorganik dalam kandung empedu sehingga cairan empedu dalam kandung empedu akan lebih pekat 10 kali lipat daripada cairan empedu hati. Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsangan terkuat untuk menimbulkan kontraksi. Hormone CCK juga memperantarai kontraksi. Empedu hati adalah cairan isotonic berpigmentasi dengan komposisi elektrolit yang menyerupai plasma darah.komposisi elektrolit empedu dalam kandung empedu berbeda dari empedu hati karena sebagian besar anion anorganik, klorida dan bikarbonat, disingkirkan memalui reabsorpsi melintasi membrane basalis. Komponen utama empedu menurur berat termasuk air (82%), asam empedu 12%, lesitin dan fosfolipid lain 4%, dan kolesterol yang tidak diesterifikasi 0,7%.unsur pokok lain termasuk bilirubin terkonjugasi, protein ( IgA, hasil tambahan dari hormone dan protein lain yang dimetabolisme dalam hati), elektrolit, mucus dan seiring obat dan hasil tambahan metaboliknya.

Gbr.1.anatomi kansung empedu Keterangan : 1. Hati 2. Duktus hepatikus kanan 3. Duktus hepatikus kiri 4. Duktus hepatikus komunis 5. Duktus sistikus 6. Batu empedu 7. Duktus koledokus/biliaris komunis 8. Sfingter oddy 9. Duktus pankreatikus 10. Ampula vateri Sekresi empedu basal total sehari-hari kira-kira 500 sampai 600ml.ada tiga mekanisme penting dalam mengatur alira empedu : 1. Transfor aktif asam empedu dari hepatosit ke dalam kanalikuli 2. Transfer natrium yang diperantarai ATPase tidak tergantung asam empedu 3. Sekresi duktulus : fenomena diperantarai sekretin dan tergantung sikilik AMP yang timbul akibat transfor aktif natrium dan bikarbonat kedalam duktulus dengan mengakibatkan pergerakan fasif air melintasi membrn sel. ( sumber Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam : hal 1688).

Table komposisi empedu : diambil dari fisiologi Guyton :1030) Empedu hati Empedu kandung empedu Air 97,5 gr/dl 92 gr/ dl Garam empedu 1,1 gr/dl 6 gr/ dl Bilirubin 0,04 gr/dl O,3 gr/ dl Kolesterol 0,1 gr/dl 0,3 sampai 0,9 gr/dl Asam-asam lemak 0,12 gr/dl 0,3 sampai 1,2 gr/dl Lesitin 0,04 gr/ dl 0,3 r/dl Na + 145 mEq/liter 130 mEq/liter K+ 5 mEq/liter 12 mEq/liter Ca + 5 mEq/liter 23 mEq/liter Cl- 100 mEq/liter 25 mEq/ liter HCO3- 28 mEq/liter 10 mEq/liter BAB III Gangguan Saluran Dan kandung Empedu 1. Kolelithiasis a) Definisi Kolelitiasis Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda, tapi insidenya semakin sering pada individu yang berusia di atas 40 tahun dan semakin meningkat pada usia 75 tahun satu dari tiga orang akan memiliki batu empedu. (KMB: 1205) Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu Empat Fs-fat, Female, fertile ( multipara), dan forty- merupakan tanda khas bagi penduduk dengan insiden paling tinggi. ( buku ajar Patologi II hal 338). b) Etiologi batu empedu atau kolelitiasis Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. c) Patofisiologi kolelitiasis Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air.empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan

koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel ( kulit)yang hidrofilik dari garam empedu dan fosfolipd ( lesitin), jadi sekresi kolesterol yang berlebihan ( karena empedu adalah saluran utama yang mengeluarkan bahan inti dari badan), atau kadar asam empedu rendah, atau trjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik. Batu empedu ada dua tipe utama : a) Batu pigmen Diempedu ada Pigmen tak terkonyugasi (akibat berkurangnya glukoronil transferase) yang Akan mengalami prespitasi ( pengendapan) lalu Terjadilah pengendapan batu. Batu pigmen sangat beresiko terjadi pada seseorang yang mengalami sirosis, hemolisis, infeksi pada percabangan bilier.dan batu ini tidak bias dilarutkan dan pengeluaranya harus dengan oprasi. (KMB:1205) Batu pigmen komposisinya terdiri dari kalsium bilirubinat merupakan urutan berikutnya yang penting setelah batu kolesterol.tidak seperti batu kolesterol, batu ini seringkali murni, berwarna hitam pekat, disebut jack stones ( batu: jack), atau bila campur, berbentuk bola biasanya berdiameter dibawah 1 cm.hampir tidak pernah terjadi tunggal dan mungkin ada dalam jumlah yang besar.kalsium karbonat yang cukup, ditemukan pada10-20 % dari semua batu empedu, menunjukan radio opak ( tidak tembus cahaya),tetapi batu kalsium karbonat murni jarang. ( buku ajar patologi Robin Kumar hal 338). Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain: 1) Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsiumbilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi. 2) Batu pigmen hitam. Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril. b) Batu kolesterol. Kolesterol adalah unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air.kelarutannya bergantung pada asam-asam emped dan lesitin ( fospolifid) dalam empedu.

Fatopisiologinya adalah Sintesis asam empedu dan sintesis kolesterol dihati lalu akan mengalami Supersaturasi getah empedu oleh kolesterol setelah itu Keluar dari getah empedu dan akan Mengendap maka Terjadi pembentukan batu Pada 80 % kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari batu empedu ( batu kolesterol). Komposisi batu ini biasanya berupa kalsium karbonat, fosfat,atau bilirubinat, tetapi jarang batu-batu ini terdiri dari satu komponen saja. Batu kolesterol klasik berdiameter 1-3 cm, kuning pucat sampai coklat, sering multiple, bulat atau persegi oleh karena aposisi yang berdesakan. ( buku ajar patologi Robin Kumar hal 338). 4. Sebagai ringkasan, penyakit batu empedu kolesterol terjadi akibat beberapa defek, yang mencakup : (1) penjenuhan empedu oleh kolesterol,(2) nukleasi kolesterol monohidrat diikuti oleh retensi Kristal dan pertumbuhan batu,(3) gangguan motorik kandung empedu yang menyebabkan perlambatan pengosongan dan statis.( sumber Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam : hal 1690). c. Batu campuran Batu yang terbentuk dari campuran antara kolesterol dan pigmen, dimana mengandung 20-50% kolesterol. d) Factor Resiko Kolelitiasis Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa factor resiko diwah ini, semakin besar factor resiko yang ada pada seseorang maka semakin besar pula orang itu untuk dapat mengalami pembentukan batu empedu. Diantaranya adalah : a) Empat FS yang disebutka diatas : fat, female, fertile( multipara),dan forty b) Etnik dan genetic ( insidenya sangat tinggi pada orang-orang Indian amerika, lalu orang-orang kulit putih dan kemudian orang afrika). c) Penyakit chorn d) Fibrosis kistik dengan insufisiensi pancreas. Pada penyakit chorn, fibrosis kistik dan insufisiensi pancreas itu disebabkan karena adanya malabsorpsi asam empedu dalam ileum. e) Pengguanaan estrogen termasuk yang terkandung dalam kontrasepsi oral mempunyai resiko tinggi untuk terjadi batu empedu.mekanismenya kerjanya disebabkan oleh disebabkan oleh adanya sekresi kolesterol berlebih, dilengkapi dengan adanya defek sintesis asam empedu. f) Klofibrat ( obat anti hiperlipidemia), digunakan dengan maksud untuk merendahkan kadar lifid dalam serum dan menghambat aterogenesis secara nyata, secara nyata meningkatkan insiden batu empedu dengan cara meningkatkan sekresi kolesterol biliar. g) Obesitas, barangakali dihubungkan dengan pemasukan kalori yang tinggi dan gula yang sedikit. h) Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu) i) Hiperlipidemia j) Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan) k) Nutrisi intravena jangka lama l) Dismotilitas kandung empedu

Keterangan : factor resiko A-H diambil dari buku ajar patologi Robin Kumar hal 339.dan I-L diambil dari internet) e) Manifestasi klinik kolelitiasis Penderita penyakit kandung empedu dapat mengalmi dua jenis gejala : gejala yang terjadi akibat penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejala kolelitiasis dapat terjadi akut atau kronis dan terjadinya gangguan pada epigastrium jika makan makanan berlemak, seperti: rasa penuh diperut, distensi abdomen, dan nyeri samar pada kuadran kanan atas. Mekanisme nyeri dan kolik bilier Batu empedu (saluran duktus sistikus tersumbat)aliran empedu tersumbat Distensi kandung empedu Infeksi panas dan teraba padat pada abdomen pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyei hebat pada abdomen kuadran kana atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan, rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.pada sebagian pasien nyeri bukan bersifat kolik tapi persisten. Batu empedu Aliran empedu tersumbat (saluran duktus sistikus) Dan tidak adanya kontraksi Distensi kandung empedu Bagian fundus (atas) kandung empedu menyentuh bagian abdomen pada kartilago kosta IX dan X bagian kanan Nyeri hebat pada kuadran kanan atas dan nyeri tekan daerah epigastrium terutama saat inspirasi dalam Menghambat pengembangan rongga dada Mekanisme ikterus Ikterus dapt dijumpai diantara penderita kandung empedu dengan persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.obstruksi pengaliran getah empedu ke duodenum akan mengakibatkan gejala yang khas, yaiu getah empedu yang tidak lagi dibawa keduodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning.keadaan ini sering dijumpai dengan gatal-gatal yang mencolok pada kulit. Mekanisme perubahan warna urine dan feses Obstuksi saluran empedu

Ekresi cairan empedu ke duodenum (saluan cerna) menurun Feces tidak diwqarnai oleh pigmen manapun Feces pucat berwarna kelabu dan lengket seperti dempul Mekanisme nyeri tekan batu empedu duktus sistikus tersumbat distensi kandung empedu fundus batu empedu menyentuh dinding abdmen kartilag kosta IX&X nyeri tekan. Mekanisme nyeri dan menjalar amapai kepunggung dan bahu kanan Batu empedu duktus sistikus tersumbat distensi kandung empedu infeksi terjadi proses inflamasi Pengeluaran zat spt histamine, bradikinin impuls Disampaikan ke saraf simpatis aferen thalamus serat saraf aferen persepsi nyeri pada kuadran kana atas yang menjalar kepunggung dan bahu kanan. Nilai hasil pemeriksaan laboratorium (dalam buku patofisiologi vol 1) 1.Uji eksresi empedu Fungsinya mengukur kemampuan hati untuk mengonjugasi dan mengekresikan pigmen. Bilirubin direk (terkonjugasi) merupakan bilirubin yang telah diambil oleh sel-sel hati dan larut dalam air.Makna klinisnya mengukur kemampuan hati untuk mengonjugasi dan mengekresi pigmen empedu. Bilirubin ini akan meningkat bila terjadi gangguan eksresi bilirubin terkonjugasi. Nilai normal : 0,1-0,4 mg/dl/100ml Bilirubin indirek (tidak terkonjugasi) merupakan bilirubin yang larut dalam lemak dan akan meningkat pada keadaan hemolitik (lisis darah). Nilai normal : 0,2-0,5 mg/dl/100ml Bilirubin serum total merupakan bilirubin serum direk dan total meningkat pada penyakit hepatoselular Nilai normal : 0,2-0.9 mg/dl/100ml Bilirubin urin / bilirubinia merupakan bilirubin terkonjugasi dieksresi dalam urin bila kadarnya meningkat dalam serum, mengesankan adanya obstruksi pada sel hatiatau saluran empedu. Urin berwarna coklat bila dikocok timbul busa berwarna kuning. Nilai normal : 0 (nol) 2.Uji enzim serum Asparte aminotransferase (AST / SGOT ) dan alanin aminotransferase (ALT / SGPT) merupakan enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati, dan jaringan skelet yang dilepaskan dari jaringan yang rusak (seperti nekrosis atau terjadi perubahan permeabilitas sel dan akan meningkat pada kerusakan hati. Nilai normal AST / SGOT dan ALT / SGPT : 5-35 unit/ml. Alkaline posfatase dibentuk dalam hati dan dieksresikan ke dalam empedu, kadarnya akan meningkat jika terjadi obstuksi biliaris. Nilai normalnya : 30-120 IU/L atau 2-4 unit/dl.

f) . Pemeriksaan diagnostic a) pemeriksaan sinar X Abdomen Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu. Dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. pemeriksaannya hanya 15-20 % batu yang mengalami kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemerikasaan ini. (KMB 2 : 1207) b) Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan Yaitu melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu) dapat terlihat. Meskipun angka komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan syok septik. (KMB 2 : 1207) c) ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi) Yaitu Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optic yang fleksibel kedalam esophagus hingga mencapai duodenum pars desenden..sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasienpasien yang kandung empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tandatanda perforasi/ infeksi(KMB 2 : 1207 dan internet)) d) Pemeriksaan Ultrosonografi (USG) Pemeriksaan dengan USG sangat cepat dan akurat dilaporkan bahwa USG dapat mendeteksi batu empedu dengan akurasi 95%.Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa(KMB 2 : 1207 + internet) e) Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukan preparat radio aktif yang disuntikan intravena .preparat itu kemudian diambil oleh preparat hepatosit dan dengan cepat diekresikan kedalam system bilier.selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambaran kandung empedu dan percabangan bilier. (KMB 2 : 1207) f) kolesistografi Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu (internet) g) . Penatalaksanaan ( KMB 2 : 1209)

a) Non Bedah, tujuan utamanya adalah untuk mengurangi episode akut nyeri kandung empedu dan kolesistisis melalui penatalaksanaan pendukung serta diet, dan untuk menghilangkan penyebab kolesistisis melalui farmakoterapi, prosedur endoskopik serta intervensi bedah 1. Therapi Konservatif Pendukung diit : Cairan rendah lemak Cairan Infus Pengisapan Nasogastrik Analgetik Antibiotik Istirahat 2. Farmako Therapi Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah empedu.batu yang sudah ada dapat dikurangi besarnya,batu yang kecil dilarutkan dan yang kecil dicegah pembentukanya. 3. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan Diantaranya adalah dengan mengunakan metode : Pelarutan batu empedu Pengangkatan non bedah : biasanya dilakukan untuk mengeluarkan batu yang belum terangkat ketika kolesistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama : denga mmasukan kateter dan jarring yang terpasang disisipkan lewat saluran T- tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T-tube Prosedur kedua adalah endoskop ERCP Extracorporeal shock wave lithotripsy ( ESWL) 4. Therapy 1.Ranitidin Komposisi : Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50 mg/ml injeksi. Indikasi : ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap simetidina, ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung ( Dalam kasus kolelitiasis ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik). Perhatian : pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil. 2.Buscopan (analgetik /anti nyeri) Komposisi : Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi Indikasi : Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih wanita. Kontraindikasi : Glaukoma hipertrofiprostat. 3. Buscopan Plus Komposisi : Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg,. Indikasi : Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita.

4. NaCl i. NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida yang dimana kandungan osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam plasma tubuh. ii. NaCl 3 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida tetapi kandungan osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma tubuh. b) Penatalaksanaan bedah Pembedahan Cholesistektomy Dalam prosedur ini kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.ini adalah tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan konservatif . h) Penatalaksanaan Diet Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga klien dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti : buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi / teh. i) Komplikasi kolelitiasis Komplikasi dari kolelitiasis diantaranya adalah : a) Empiema kandung empedu, terjadi akibat perkembangan kolessistitis akut denga sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi empedu yang tersumbat disertai kuman kuman pebentuk pus. b) Hidrops atau mukokel kandung empedu terjadi akibat sumbatan berkepanjangan duktus sitikus. c) Gangren, gangrene kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis jaringan berbercak atau total. d) Ferforasi :ferforasi local biasanya tertahan dalam omentum atau oleh adhesi yang ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu.ferforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi mengakibatkan kematian sekitar 30%. e) Pembentukan fistula f) Ileus batu empedu : obstruksi intestinal mekanik yang diakibatkan oleh lintasan batu empedu yang besar kedalam lumen usus. g) Empedu limau (susu kalsium) dan kandung empedu porcelain. (sumber: Buku prinsip-prinsip penyakit dalam hal: 1694) Daftar pustaka : Brunner & Suddart.2001.Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.Jakarta : EGC Harisson 2000.Prinsip-Prinsip ilmu penyakit dalam vol 4. Jakarta : EGC Robins Kumar. Buku ajar Patologi II, edisi 4.jakarta : EGC Guyton & Hall,Buku ajar Fisiollogi Kedokteran .jakarta : EGC Diagnosa Keperawatan Nanda Johnson,Marion,dkk. 2000. Nurcing Outcomes Classification (NOC). Mosby

Mcclockey C, Joanne, Gloria M Bulechek. 1996. Nurcing Intervention Classification (NIC). Mosby Baca Selengkapnya...

Solusio Plasenta
0 comments 10:30 AM Posted by Djibril_nursemind.blogspot.com studi kasus keperawatan maternitas oleh Ade Muttaqin, Windi Widia As, Ratih Rusyika Dewi, Novia Yuliana, Irawati, Dewi Rizki Utami Mahasiswa dari Akademi keperawatan Aisyyah Bandung Solutio Placentae Solutio placenta adalah pelepasan bagian atau seluruh placenta yang normal implantasinya antara minggu 22 dan lahirnya anak. Apabila pelepasan placenta sebelum minggu ke 22 disebut abortus.( OBSTETRI PATOLOGI: 120 ) Solutio placenta adalah terlepasnya plasenta yang lepasnya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir. Perdarahan yang terjadi karena terlepasnya plasenta dapat menyelundup keluar di bawah selaput ketuban yaitu pada solutio dengan perdarahan keluar; atau tersembunyi di belakang plasenta yaitu dengan solutio placenta dengan perdarahan tersembunyi; atau kedua-duanya; atau perdarahannya menembus selaput ketuban, masuk ke dalam kantong ketuban. ( ILMU KEBIDANAN: 376 ) Solotio placenta di sebut juga: abrutio placenta, ablatio placenta, accidental haemorrhage dan premature separatio of the normally implated placenta. Klasifikasi solutio placenta 1. Solutio placenta ringan Bila plasenta lepas kurang bagian luasnya Ibu dan janin keadaan masih baik Perdarahan pervaginam, warna kehitaman Perut sakit dan agak tegang 2. Solutio placenta sedang Plasenta terlepas lebih , belum mencapai 2/3 bagian Perdarahan dengan rasa sakit Perut terasa tegang Gerak janin berkurang Palpasi janin sulit diraba

asfiksia ringan dan sedang Auskultasi jantung janin VT ketuban menonjol Dapat terjadi gangguan pembekuan darah 3. Solutio placenta berat Plasenta lepas > 2/3 bagian Terjadi sangat tiba-tiba Ibu syock uterus sangat tegang dan nyeri Janin mati ( ILMU KEBIDANAN: 380 ) Etiologi: Sebab primer solutio placentae belum diketahui pasti. Faktot predisposisi yang mungkin ialah hipertensi kronik, trauma eksternal, tali pusat pendek, dekompresi uterus mendadak, anomaly atau tumor uterus, defisiensi gizi, merokok, konsumsi alcohol, penyalahgunaan kokain, serta obstruksi vena cava inferior dan vena ovarika. ( KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN: 279 )

Patofisiologi Perdarahan terjadi pada pembuluh darah plasenta/uterus membentuk hematoma pada desidua terdesak lepas dari dinding uterus Perdarahan terus-menerus otot terus meregang tidak mampu berkontraksi untuk menghentikan perdarahan Hematoma retroplasenter tambah besar seluruh atau plasenta lepas Sebagian darah menyelundup di bawah selaput ketuban dan keluar melalui vagina mengadakan ekstravasasi diantara serabut otot uterus menimbulkan tegang dan nyeri Jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, > tromboplastin masuk ke dalam peredaran darah ibu pembekuan intravaskuler dimana2 menghabiskan sebagian lebih fibrinogen hipofibrinogenemi ggn pembekuan darah Perfusi ginjal tggu oleh karena syock dan pembekuan intravaskuler Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak ( ILMU KEBIDANAN: 379 ) Tanda dan gejala Perdarahan yang disertai nyeri, juga di luar his Anemi dan shock ( seringkali tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar ) Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plecenta hingga rahim tegang ( uterus en bois )

Palpasi sukar karena rahim keras Fundus uteri makin lama makin naik Bunyi jantung biasanya tidak ada Pada toucer teraba ketuban yang tegang terus menerus ( karena isi rahim bertambah ( OBSTETRI PATOLOGI: 123-124 ) Komplikasi Tergantung luas palsenta yang lepas dan lamanya solutio placenta berlangsung. Komplikasi pada ibu ialah perdarahan, koagulopati konsumtif ( kadar fibrinogen kurang dari 150 mg% dan produk degradasi fibrinogen meningkat ), oliguria, gagal ginjal, gawat janin, kematian janin dan apoplaksia utero plasenta. Bila janin dapat di selamatkan, dapat terjadi komplikasi asfiksia, BBLR, syndrom gagal nafas. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Labolatorium darah: hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu protombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin parsial, kadar fibrinogen dan elektrolit plasma. KTG untuk pemerikssan kesejahteraan janin USG untuk menilai letak plasenta, usia gestasi, dan keadaan janin ( KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN: 279 ) Pentalaksanaan medis I. Umum 1. pemberian darah yang cukup 2. pemberian O2 3. pemberian antibiotika 4. pada shock yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi II. Khusus 1. terhadap hypofibrinogenaemi - sustitusi dengan human fibrinogen 10 gram atau darah segar - menghentikan fibrinolyse dengan trasylol ( protein inhibitor ) 200.000 S i.v selanjutnya kalo perlu 100.000 S/jam dalam infuse 2. Untuk merangsang diurese: mannit, mannitol. Diurese yang baik lebih dari 30-40 cc/jam III. Obstetris Pimpinan persalinan pada solutio plasenta bertujuan untuk mempercepat persalinan

sedapat-dapatnya terjadi dalam 6 jam. Alasan ialah: - bagian placenta yang terlepas meluas - perdarahan bertambah - hypofibrinogenaemi bertambah Tujuan ini dicapai dengan: pemecahan ketuban, dilakukan untuk mengurangkan tegangan dinding rahim sehingga mempercepat persalinan pemberian infuse oxytocin ialah 5 S dalam 500 cc glucose 5% SC dilakukan: - kalau cervik panjang dan tertutup - kalu setelah pemecahan ketuban dan pemberian oxytocin dalam 2 jam belum juga ada his - kalo anak masih hidup hysterektomi dilakuakn kalau ada atonia uteri yang berat yang tak dapat diatasi dengan usaha-usaha yang lazim. ( OBSTETRI PATOLOGI: 127 ) Atonia uteri Atonia uteri adalah gagalnya uterus untuk mempertahankan kontraksi dan retraksi normalnya sehingga terjadi perdarahan. ( Kedaruratan Obstetri dan ginekologi: 357 ) Etiologi partus lama pembesaran uterus yang terlalu berlebihan pada waktu hamil, spt pada hamil kembar, hydramnion atau janin besar multiparitas anestesi yang dalam anastesi lumbal Penanganan lakukan massase uterus dan suntikan 0,2 mg ergometrin intra vena jika tindakan di atas tidak berhasil, lakukan kompresi bimanual pada uterus jika 2 tindakan di atas tidak juga menghentikan perdarahan, kemungkinan untuk melakukan ikatan arteri hipogastrika kanan dan kiri atau histerektomi. ( ILMU KEBIDANAN: 653, 655 )

Histerektomi Histerektomi adalah pengangkatan uterus. Pengangkatan ini sangat jelas menimbulkan sterilitas, tetapi indikasi histerektomi biasanya tidak merupakan kontrasepsi yang di haruskan. Indikasi prosedur ini setelah kehamilan meliputi: rupture atau inversi uterus tumor fibroid dn malignan plasenta akserta hemoragi post partum yang tidak terkontrol kehamilan abdomen bila organ-organ abdomen dan jaringan penunjang menjadi letak implantasi plasenta kelahiran bayi sesarian yang diikuti dengan histerektomi mungkin dilakukan pada waktu yang sama, seperti pada kelahiran sesarian yang terakhir kali. ( Dasar-dasar Keperawatan Maternitas: 305 ) Histerektomi dalam kebidanan dapat dilakukan sesudah: a) seksio sesaria; b) persalinan pervaginan; c) terjadi rupture uteri. Pemgangkatan uterus sesudah seksio sesaria di selenggarakan pada infeksi intrapartum yang berat, pada perdarahan karena atonia uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain.( Ilmu Kebidanan: 871 )

IUFD( Intra Uterin Fetal Death ) Kematian janin adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna oleh ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan.( Ilmu Kebidanan: 786 ) IUFD sebelumnya disebut stillbirth, berhubungan dengan preeklamsia, eklamsia, absurpsio plasenta, plasenta previa, diabetes, infeksi, anomaly congenital dan penyakit iso imun. Tanda-tanda pertama kematian janin: kurangnya gerakan janin diikuti dengan menurunnya secara bertahap tanda-tanda kehamilan denyut jantung bayi menghilang sonografi memperlihatkan tidak adanya denyutan jantung radiografi menunjukkan adanya tonjolan tulang-tulang kepala janin, disebut tanda-tanda spalding Daftar Pustaka - obstetric patologi , bagian obstetric dan ginekologi fakultas kedokteran universitas padjdjaran bandung edisi 1984 - buku saku manajemen komplikasi kehamilan dan persalinan cetakan 1 2006 EGC

- ilmu kebidanan .yayasan bumi pustaka sarwono prawirohardjo Jakarta 2007 cetakan TRIDASA PRINTER - kapita selekta kedokteran edisi dua tahun terbit1989 cetakan BINA USAHA Jakarta - kapita selekta kedokteran edisi tiga jilid 1 media Aesculapius UI cetakan 2005 - kapita selekta kedaruratan obstetric dan ginekologi Ben Zion Taber, M.dEGC cet 1 1994. - Dasar-dasar keperawatan Maternitas persis mary hamilton terbitan EGC tahun1995 - Buku ajar keperawatan maternitas edisi 4 karya bobak-lowdermilk-jensen terbtan EGC 2005 Baca Selengkapnya...

Kolelitiasis ( batu empedu)


0 comments 10:20 AM Posted by Djibril_nursemind.blogspot.com KOLELITIASIS (Batu Empedu) disusun oleh Ade muttaqin mahasiswa dari Akper Aisyiyah Bandung Kolelitiasis atau batu empedu BAB 1 HATI 1.A. sekresi empedu oleh hati Fungsi hati adalah mengeluarkan empedu, normalnya 600-1200 ml/ hari.fungsi dari empedu itu sendiri ada dua, pertama berperan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,pencernaan lemak ini dilakukan oleh asam empedu dalam dua tahap.(1) membantu mengemulsikan partikel lemak besar menjadi kecil, sehingga bias diserang enzim lipase yang disekresikan oleh enzim pancreas.(2) membantu transfor dan absorpsi poduk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membrane mukosa intestinal.kedua, asam empedu adalah alat untuk mengeluarkan produk buangan darah seperti bilirubin dan kelebihan kolesterol yang dibentuk oleh sel hati. 1.B. Anatomi Fisiologik dari Serkresi Empedu oeh Hati Empedu disekresikan oleh hati terjadi dalam dua tahap, pertama,oleh sel-sel hepatosit hati mensekresikan asam empedu, kolesterol dan asam organic lain.empedu disekresikan ke kanalikuli biliaris kecil yang ada diantara sel-sel hati dilempeng hepatic.kedua, empedu mengalir ke perifer lalu ke septa interlobularis ( tempat kanalikuli biliaris mengosongkan empedu kedalam duktus biliaris terminal, lalu secara progresif akan masuk keduktus yang lebih besar, lalu masuk keduktus hepatikus,duktus biliaris setelah dari duktus biliaris empedu ada yang masuk ke duodenum ada yang dialihkan dan masuk ke duktus sistikus dan masuk ke kandung empedu, dalam perjalananya menuju duktus biliaris ada ion-ion tambahan yang ikut tersekresi ( yaitu ionion natrium dan bikarbonat encer) yang disekresikan oleh sel-sel epitel sekretoris yang terdapat diduktus dan

duktulus yang mengakibaakan peningkatan volume empedu 100%. Bab II Anatomi Kandung Empedu Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampla dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter Oddi. Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati. Empedu yang dihasilkan hati tida k langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu. Pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi air dan garam-garam anorganik dalam kandung empedu sehingga cairan empedu dalam kandung empedu akan lebih pekat 10 kali lipat daripada cairan empedu hati. Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsangan terkuat untuk menimbulkan kontraksi. Hormone CCK juga memperantarai kontraksi. Empedu hati adalah cairan isotonic berpigmentasi dengan komposisi elektrolit yang menyerupai plasma darah.komposisi elektrolit empedu dalam kandung empedu berbeda dari empedu hati karena sebagian besar anion anorganik, klorida dan bikarbonat, disingkirkan memalui reabsorpsi melintasi membrane basalis. Komponen utama empedu menurur berat termasuk air (82%), asam empedu 12%, lesitin dan fosfolipid lain 4%, dan kolesterol yang tidak diesterifikasi 0,7%.unsur pokok lain termasuk bilirubin terkonjugasi, protein ( IgA, hasil tambahan dari hormone dan protein lain yang dimetabolisme dalam hati), elektrolit, mucus dan seiring obat dan hasil tambahan metaboliknya.

Gbr.1.anatomi kansung empedu Keterangan : 1. Hati 2. Duktus hepatikus kanan 3. Duktus hepatikus kiri 4. Duktus hepatikus komunis 5. Duktus sistikus 6. Batu empedu

7. Duktus koledokus/biliaris komunis 8. Sfingter oddy 9. Duktus pankreatikus 10. Ampula vateri Sekresi empedu basal total sehari-hari kira-kira 500 sampai 600ml.ada tiga mekanisme penting dalam mengatur alira empedu : 1. Transfor aktif asam empedu dari hepatosit ke dalam kanalikuli 2. Transfer natrium yang diperantarai ATPase tidak tergantung asam empedu 3. Sekresi duktulus : fenomena diperantarai sekretin dan tergantung sikilik AMP yang timbul akibat transfor aktif natrium dan bikarbonat kedalam duktulus dengan mengakibatkan pergerakan fasif air melintasi membrn sel. ( sumber Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam : hal 1688). Table komposisi empedu : diambil dari fisiologi Guyton :1030) Empedu hati Empedu kandung empedu Air 97,5 gr/dl 92 gr/ dl Garam empedu 1,1 gr/dl 6 gr/ dl Bilirubin 0,04 gr/dl O,3 gr/ dl Kolesterol 0,1 gr/dl 0,3 sampai 0,9 gr/dl Asam-asam lemak 0,12 gr/dl 0,3 sampai 1,2 gr/dl Lesitin 0,04 gr/ dl 0,3 r/dl Na + 145 mEq/liter 130 mEq/liter K+ 5 mEq/liter 12 mEq/liter Ca + 5 mEq/liter 23 mEq/liter Cl- 100 mEq/liter 25 mEq/ liter HCO3- 28 mEq/liter 10 mEq/liter BAB III Gangguan Saluran Dan kandung Empedu 1. Kolelithiasis a) Definisi Kolelitiasis Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda, tapi insidenya semakin sering pada individu yang berusia di atas 40 tahun dan semakin meningkat pada usia 75 tahun satu dari tiga orang akan memiliki batu empedu. (KMB: 1205) Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu Empat Fs-fat, Female, fertile ( multipara), dan forty- merupakan tanda khas bagi penduduk dengan insiden paling tinggi. ( buku ajar Patologi II hal 338). b) Etiologi batu empedu atau kolelitiasis

Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. c) Patofisiologi kolelitiasis Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air.empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel ( kulit)yang hidrofilik dari garam empedu dan fosfolipd ( lesitin), jadi sekresi kolesterol yang berlebihan ( karena empedu adalah saluran utama yang mengeluarkan bahan inti dari badan), atau kadar asam empedu rendah, atau trjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik. Batu empedu ada dua tipe utama : a) Batu pigmen Diempedu Pigmen tak terkonyugasi (akibat berkurangnya glukoronil transferase) Akan mengalami prespitasi ( pengendapan) Terjadi pengendapan batu Batu pigmen sangat beresiko terjadi pada seseorang yang mengalami sirosis, hemolisis, infeksi pada percabangan bilier.dan batu ini tidak bias dilarutkan dan pengeluaranya harus dengan oprasi. (KMB:1205) Batu pigmen komposisinya terdiri dari kalsium bilirubinat merupakan urutan berikutnya yang penting setelah batu kolesterol.tidak seperti batu kolesterol, batu ini seringkali murni, berwarna hitam pekat, disebut jack stones ( batu: jack), atau bila campur, berbentuk bola biasanya berdiameter dibawah 1 cm.hampir tidak pernah terjadi tunggal dan mungkin ada dalam jumlah yang besar.kalsium karbonat yang cukup, ditemukan pada10-20 % dari semua batu empedu, menunjukan radio opak ( tidak tembus cahaya),tetapi batu kalsium karbonat murni jarang. ( buku ajar patologi Robin Kumar hal 338). Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain: 1) Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-

bilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi. 2) Batu pigmen hitam. Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril. b) Batu kolesterol. Kolesterol adalah unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air.kelarutannya bergantung pada asam-asam emped dan lesitin ( fospolifid) dalam empedu. Fatopisiologinya adalah Sintesis asam empedu dan sintesis kolesterol dihati Supersaturasi getah empedu oleh kolesterol Keluar dari getah empedu Mengendap Terjadi pembentukan batu Pada 80 % kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari batu empedu ( batu kolesterol). Komposisi batu ini biasanya berupa kalsium karbonat, fosfat,atau bilirubinat, tetapi jarang batu-batu ini terdiri dari satu komponen saja. Batu kolesterol klasik berdiameter 1-3 cm, kuning pucat sampai coklat, sering multiple, bulat atau persegi oleh karena aposisi yang berdesakan. ( buku ajar patologi Robin Kumar hal 338). 4. Sebagai ringkasan, penyakit batu empedu kolesterol terjadi akibat beberapa defek, yang mencakup : (1) penjenuhan empedu oleh kolesterol,(2) nukleasi kolesterol monohidrat diikuti oleh retensi Kristal dan pertumbuhan batu,(3) gangguan motorik kandung empedu yang menyebabkan perlambatan pengosongan dan statis.( sumber Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam : hal 1690).

c. Batu campuran Batu yang terbentuk dari campuran antara kolesterol dan pigmen, dimana mengandung 20-50% kolesterol. d) Factor Resiko Kolelitiasis Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa factor resiko diwah ini, semakin besar factor resiko yang ada pada seseorang maka semakin besar pula orang itu untuk dapat mengalami pembentukan batu empedu. Diantaranya adalah : a) Empat FS yang disebutka diatas : fat, female, fertile( multipara),dan forty b) Etnik dan genetic ( insidenya sangat tinggi pada orang-orang Indian amerika, lalu orang-orang kulit putih dan kemudian orang afrika). c) Penyakit chorn d) Fibrosis kistik dengan insufisiensi pancreas. Pada penyakit chorn, fibrosis kistik dan insufisiensi pancreas itu disebabkan karena adanya malabsorpsi asam empedu dalam ileum. e) Pengguanaan estrogen termasuk yang terkandung dalam kontrasepsi oral mempunyai resiko tinggi untuk terjadi batu empedu.mekanismenya kerjanya disebabkan oleh disebabkan oleh adanya sekresi kolesterol berlebih, dilengkapi dengan adanya defek sintesis asam empedu. f) Klofibrat ( obat anti hiperlipidemia), digunakan dengan maksud untuk merendahkan kadar lifid dalam serum dan menghambat aterogenesis secara nyata, secara nyata meningkatkan insiden batu empedu dengan cara meningkatkan sekresi kolesterol biliar. g) Obesitas, barangakali dihubungkan dengan pemasukan kalori yang tinggi dan gula yang sedikit. h) Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu) i) Hiperlipidemia j) Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan) k) Nutrisi intravena jangka lama l) Dismotilitas kandung empedu Keterangan : factor resiko A-H diambil dari buku ajar patologi Robin Kumar hal 339.dan I-L diambil dari internet) e) Manifestasi klinik kolelitiasis Penderita penyakit kandung empedu dapat mengalmi dua jenis gejala : gejala yang terjadi akibat penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejala kolelitiasis dapat terjadi akut atau kronis dan terjadinya gangguan pada epigastrium jika makan makanan berlemak, seperti: rasa penuh diperut, distensi abdomen, dan nyeri samar pada kuadran kanan atas. Mekanisme nyeri dan kolik bilier Batu empedu (saluran duktus sistikus tersumbat)aliran empedu tersumbat Distensi kandung empedu

Infeksi panas dan teraba padat pada abdomen pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyei hebat pada abdomen kuadran kana atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan, rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.pada sebagian pasien nyeri bukan bersifat kolik tapi persisten. Batu empedu Aliran empedu tersumbat (saluran duktus sistikus) Dan tidak adanya kontraksi Distensi kandung empedu Bagian fundus (atas) kandung empedu menyentuh bagian abdomen pada kartilago kosta IX dan X bagian kanan Nyeri hebat pada kuadran kanan atas dan nyeri tekan daerah epigastrium terutama saat inspirasi dalam Menghambat pengembangan rongga dada Mekanisme ikterus Ikterus dapt dijumpai diantara penderita kandung empedu dengan persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.obstruksi pengaliran getah empedu ke duodenum akan mengakibatkan gejala yang khas, yaiu getah empedu yang tidak lagi dibawa keduodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning.keadaan ini sering dijumpai dengan gatal-gatal yang mencolok pada kulit. Mekanisme perubahan warna urine dan feses Obstuksi saluran empedu Ekresi cairan empedu ke duodenum (saluan cerna) menurun Feces tidak diwqarnai oleh pigmen manapun Feces pucat berwarna kelabu dan lengket seperti dempul Mekanisme nyeri tekan batu empedu duktus sistikus tersumbat distensi kandung empedu fundus batu empedu menyentuh dinding abdmen kartilag kosta IX&X nyeri tekan. Mekanisme nyeri dan menjalar amapai kepunggung dan bahu kanan Batu empedu duktus sistikus tersumbat distensi kandung empedu infeksi terjadi proses inflamasi Pengeluaran zat spt histamine, bradikinin impuls Disampaikan ke saraf simpatis aferen thalamus serat saraf aferen persepsi nyeri pada kuadran kana atas yang menjalar kepunggung dan bahu kanan. Nilai hasil pemeriksaan laboratorium (dalam buku patofisiologi vol 1)

1.Uji eksresi empedu Fungsinya mengukur kemampuan hati untuk mengonjugasi dan mengekresikan pigmen. Bilirubin direk (terkonjugasi) merupakan bilirubin yang telah diambil oleh sel-sel hati dan larut dalam air.Makna klinisnya mengukur kemampuan hati untuk mengonjugasi dan mengekresi pigmen empedu. Bilirubin ini akan meningkat bila terjadi gangguan eksresi bilirubin terkonjugasi. Nilai normal : 0,1-0,4 mg/dl/100ml Bilirubin indirek (tidak terkonjugasi) merupakan bilirubin yang larut dalam lemak dan akan meningkat pada keadaan hemolitik (lisis darah). Nilai normal : 0,2-0,5 mg/dl/100ml Bilirubin serum total merupakan bilirubin serum direk dan total meningkat pada penyakit hepatoselular Nilai normal : 0,2-0.9 mg/dl/100ml Bilirubin urin / bilirubinia merupakan bilirubin terkonjugasi dieksresi dalam urin bila kadarnya meningkat dalam serum, mengesankan adanya obstruksi pada sel hatiatau saluran empedu. Urin berwarna coklat bila dikocok timbul busa berwarna kuning. Nilai normal : 0 (nol) 2.Uji enzim serum Asparte aminotransferase (AST / SGOT ) dan alanin aminotransferase (ALT / SGPT) merupakan enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati, dan jaringan skelet yang dilepaskan dari jaringan yang rusak (seperti nekrosis atau terjadi perubahan permeabilitas sel dan akan meningkat pada kerusakan hati. Nilai normal AST / SGOT dan ALT / SGPT : 5-35 unit/ml. Alkaline posfatase dibentuk dalam hati dan dieksresikan ke dalam empedu, kadarnya akan meningkat jika terjadi obstuksi biliaris. Nilai normalnya : 30-120 IU/L atau 2-4 unit/dl. f) . Pemeriksaan diagnostic a) pemeriksaan sinar X Abdomen Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu. Dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. pemeriksaannya hanya 15-20 % batu yang mengalami kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemerikasaan ini. (KMB 2 : 1207) b) Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan Yaitu melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu) dapat terlihat. Meskipun angka komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan syok septik. (KMB 2 : 1207) c) ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi) Yaitu Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optic yang fleksibel kedalam esophagus hingga mencapai duodenum pars desenden..sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan

ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasienpasien yang kandung empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tandatanda perforasi/ infeksi(KMB 2 : 1207 dan internet)) d) Pemeriksaan Ultrosonografi (USG) Pemeriksaan dengan USG sangat cepat dan akurat dilaporkan bahwa USG dapat mendeteksi batu empedu dengan akurasi 95%.Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa(KMB 2 : 1207 + internet) e) Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukan preparat radio aktif yang disuntikan intravena .preparat itu kemudian diambil oleh preparat hepatosit dan dengan cepat diekresikan kedalam system bilier.selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambaran kandung empedu dan percabangan bilier. (KMB 2 : 1207) f) kolesistografi Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu (internet) g) . Penatalaksanaan ( KMB 2 : 1209) a) Non Bedah, tujuan utamanya adalah untuk mengurangi episode akut nyeri kandung empedu dan kolesistisis melalui penatalaksanaan pendukung serta diet, dan untuk menghilangkan penyebab kolesistisis melalui farmakoterapi, prosedur endoskopik serta intervensi bedah 1. Therapi Konservatif Pendukung diit : Cairan rendah lemak Cairan Infus Pengisapan Nasogastrik Analgetik Antibiotik Istirahat 2. Farmako Therapi Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.mekanisme kerjanya

adalah menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah empedu.batu yang sudah ada dapat dikurangi besarnya,batu yang kecil dilarutkan dan yang kecil dicegah pembentukanya. 3. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan Diantaranya adalah dengan mengunakan metode : Pelarutan batu empedu Pengangkatan non bedah : biasanya dilakukan untuk mengeluarkan batu yang belum terangkat ketika kolesistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama : denga mmasukan kateter dan jarring yang terpasang disisipkan lewat saluran T- tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T-tube Prosedur kedua adalah endoskop ERCP Extracorporeal shock wave lithotripsy ( ESWL) 4. Therapy 1.Ranitidin Komposisi : Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50 mg/ml injeksi. Indikasi : ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap simetidina, ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung ( Dalam kasus kolelitiasis ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik). Perhatian : pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil. 2.Buscopan (analgetik /anti nyeri) Komposisi : Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi Indikasi : Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih wanita. Kontraindikasi : Glaukoma hipertrofiprostat. 3. Buscopan Plus Komposisi : Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg,. Indikasi : Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita. 4. NaCl i. NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida yang dimana kandungan osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam plasma tubuh. ii. NaCl 3 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida tetapi kandungan osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma tubuh. b) Penatalaksanaan bedah Pembedahan Cholesistektomy Dalam prosedur ini kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.ini adalah tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan konservatif . h) Penatalaksanaan Diet Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak,

sehingga klien dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti : buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi / teh. i) Komplikasi kolelitiasis Komplikasi dari kolelitiasis diantaranya adalah : a) Empiema kandung empedu, terjadi akibat perkembangan kolessistitis akut denga sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi empedu yang tersumbat disertai kuman kuman pebentuk pus. b) Hidrops atau mukokel kandung empedu terjadi akibat sumbatan berkepanjangan duktus sitikus. c) Gangren, gangrene kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis jaringan berbercak atau total. d) Ferforasi :ferforasi local biasanya tertahan dalam omentum atau oleh adhesi yang ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu.ferforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi mengakibatkan kematian sekitar 30%. e) Pembentukan fistula f) Ileus batu empedu : obstruksi intestinal mekanik yang diakibatkan oleh lintasan batu empedu yang besar kedalam lumen usus. g) Empedu limau (susu kalsium) dan kandung empedu porcelain. (sumber: Buku prinsip-prinsip penyakit dalam hal: 1694) Daftar pustaka : Brunner & Suddart.2001.Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.Jakarta : EGC Harisson 2000.Prinsip-Prinsip ilmu penyakit dalam vol 4. Jakarta : EGC Robins Kumar. Buku ajar Patologi II, edisi 4.jakarta : EGC Guyton & Hall,Buku ajar Fisiollogi Kedokteran .jakarta : EGC Diagnosa Keperawatan Nanda Johnson,Marion,dkk. 2000. Nurcing Outcomes Classification (NOC). Mosby Mcclockey C, Joanne, Gloria M Bulechek. 1996. Nurcing Intervention Classification (NIC). Mosby Baca Selengkapnya...

Thursday, February 5, 2009 Wednesday, December 24, 2008 Home Subscribe to: Posts (Atom) Curhat program

o o

August 2009 S M T W T F S Jul 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Recent Posts


o o o o o

DIABETES askep pada kolostomi pemeriksaan obstetri dan kehamilan askep asma askep pneumonia

Photo Gallery

My Public Ph... 32 photos View all albums(2) About Me

o o o o

HariMale, 19, Single Location:Jakarta Raya, ID Hometown:Jakarta

Categories
o o o o o o o o o o

ANAK ASKEP jiwa kemih maternitas NEONATUS pencernaan PENYAKIT DALAM pernafasan Tak Berkategori

Categories
o o o o o o o o

ANAK ASKEP jiwa kemih maternitas NEONATUS pencernaan PENYAKIT DALAM

o o

pernafasan Tak Berkategori

Categories
o o o o o o o o o o

ANAK ASKEP jiwa kemih maternitas NEONATUS pencernaan PENYAKIT DALAM pernafasan Tak Berkategori

Design by Borja Fernandez. WPMU Theme pack by WPMU-DEV. Entries and comments feeds. Valid XHTML and CSS. http://kusuma.blog.friendster.com/page/2/

study kasus kolelitiasis, disusun oleh Ade Muttaqin,Windi widia As, novia Yuliana, ratih Rustika dewi, Desi Nusiferiyani, dewi rizki Utami, Irawati mahasiswa dari Akademi Keperawatan Aisyyah Bandung

BAB 1 HATI 1.A. sekresi empedu oleh hati Fungsi hati adalah mengeluarkan empedu, normalnya 600-1200 ml/ hari.fungsi dari empedu itu sendiri ada dua, pertama berperan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,pencernaan lemak ini dilakukan oleh asam empedu dalam dua tahap.(1) membantu mengemulsikan partikel lemak besar menjadi kecil, sehingga bias diserang enzim lipase yang disekresikan oleh enzim pancreas.(2) membantu transfor dan absorpsi poduk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membrane mukosa intestinal.kedua, asam empedu adalah alat untuk mengeluarkan produk buangan darah seperti bilirubin dan kelebihan kolesterol yang dibentuk oleh sel hati. 1.B. Anatomi Fisiologik dari Serkresi Empedu oeh Hati Empedu disekresikan oleh hati terjadi dalam dua tahap, pertama,oleh sel-sel hepatosit hati mensekresikan asam empedu, kolesterol dan asam organic lain.empedu disekresikan ke kanalikuli biliaris kecil yang ada diantara sel-sel hati dilempeng hepatic.kedua, empedu mengalir ke perifer lalu ke septa interlobularis ( tempat kanalikuli biliaris

mengosongkan empedu kedalam duktus biliaris terminal, lalu secara progresif akan masuk keduktus yang lebih besar, lalu masuk keduktus hepatikus,duktus biliaris setelah dari duktus biliaris empedu ada yang masuk ke duodenum ada yang dialihkan dan masuk ke duktus sistikus dan masuk ke kandung empedu, dalam perjalananya menuju duktus biliaris ada ion-ion tambahan yang ikut tersekresi ( yaitu ionion natrium dan bikarbonat encer) yang disekresikan oleh sel-sel epitel sekretoris yang terdapat diduktus dan duktulus yang mengakibaakan peningkatan volume empedu 100%. Bab II Anatomi Kandung Empedu Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampla dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter Oddi. Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati. Empedu yang dihasilkan hati tida k langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu. Pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi air dan garam-garam anorganik dalam kandung empedu sehingga cairan empedu dalam kandung empedu akan lebih pekat 10 kali lipat daripada cairan empedu hati. Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsangan terkuat untuk menimbulkan kontraksi. Hormone CCK juga memperantarai kontraksi. Empedu hati adalah cairan isotonic berpigmentasi dengan komposisi elektrolit yang menyerupai plasma darah.komposisi elektrolit empedu dalam kandung empedu berbeda dari empedu hati karena sebagian besar anion anorganik, klorida dan bikarbonat, disingkirkan memalui reabsorpsi melintasi membrane basalis. Komponen utama empedu menurur berat termasuk air (82%), asam empedu 12%, lesitin dan fosfolipid lain 4%, dan kolesterol yang tidak diesterifikasi 0,7%.unsur pokok lain termasuk bilirubin terkonjugasi, protein ( IgA, hasil tambahan dari hormone dan protein lain yang dimetabolisme dalam hati), elektrolit, mucus dan seiring obat dan hasil tambahan metaboliknya.

Gbr.1.anatomi kansung empedu Keterangan :

1. Hati 2. Duktus hepatikus kanan 3. Duktus hepatikus kiri 4. Duktus hepatikus komunis 5. Duktus sistikus 6. Batu empedu 7. Duktus koledokus/biliaris komunis 8. Sfingter oddy 9. Duktus pankreatikus 10. Ampula vateri Sekresi empedu basal total sehari-hari kira-kira 500 sampai 600ml.ada tiga mekanisme penting dalam mengatur alira empedu : 1. Transfor aktif asam empedu dari hepatosit ke dalam kanalikuli 2. Transfer natrium yang diperantarai ATPase tidak tergantung asam empedu 3. Sekresi duktulus : fenomena diperantarai sekretin dan tergantung sikilik AMP yang timbul akibat transfor aktif natrium dan bikarbonat kedalam duktulus dengan mengakibatkan pergerakan fasif air melintasi membrn sel. ( sumber Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam : hal 1688). Table komposisi empedu : diambil dari fisiologi Guyton :1030) Empedu hati Empedu kandung empedu Air 97,5 gr/dl 92 gr/ dl Garam empedu 1,1 gr/dl 6 gr/ dl Bilirubin 0,04 gr/dl O,3 gr/ dl Kolesterol 0,1 gr/dl 0,3 sampai 0,9 gr/dl Asam-asam lemak 0,12 gr/dl 0,3 sampai 1,2 gr/dl Lesitin 0,04 gr/ dl 0,3 r/dl Na + 145 mEq/liter 130 mEq/liter K+ 5 mEq/liter 12 mEq/liter Ca + 5 mEq/liter 23 mEq/liter Cl- 100 mEq/liter 25 mEq/ liter HCO3- 28 mEq/liter 10 mEq/liter BAB III Gangguan Saluran Dan kandung Empedu 1. Kolelithiasis a) Definisi Kolelitiasis Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda, tapi insidenya semakin sering pada individu yang berusia di atas 40 tahun dan semakin meningkat pada usia 75 tahun satu dari tiga orang akan memiliki batu empedu. (KMB: 1205) Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu.

Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu Empat Fs-fat, Female, fertile ( multipara), dan forty- merupakan tanda khas bagi penduduk dengan insiden paling tinggi. ( buku ajar Patologi II hal 338). b) Etiologi batu empedu atau kolelitiasis Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. c) Patofisiologi kolelitiasis Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air.empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel ( kulit)yang hidrofilik dari garam empedu dan fosfolipd ( lesitin), jadi sekresi kolesterol yang berlebihan ( karena empedu adalah saluran utama yang mengeluarkan bahan inti dari badan), atau kadar asam empedu rendah, atau trjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik. Batu empedu ada dua tipe utama : a) Batu pigmen Diempedu ada Pigmen tak terkonyugasi (akibat berkurangnya glukoronil transferase) yang Akan mengalami prespitasi ( pengendapan) lalu Terjadilah pengendapan batu. Batu pigmen sangat beresiko terjadi pada seseorang yang mengalami sirosis, hemolisis, infeksi pada percabangan bilier.dan batu ini tidak bias dilarutkan dan pengeluaranya harus dengan oprasi. (KMB:1205) Batu pigmen komposisinya terdiri dari kalsium bilirubinat merupakan urutan berikutnya yang penting setelah batu kolesterol.tidak seperti batu kolesterol, batu ini seringkali murni, berwarna hitam pekat, disebut jack stones ( batu: jack), atau bila campur, berbentuk bola biasanya berdiameter dibawah 1 cm.hampir tidak pernah terjadi tunggal dan mungkin ada dalam jumlah yang besar.kalsium karbonat yang cukup, ditemukan pada10-20 % dari semua batu empedu, menunjukan radio opak ( tidak tembus cahaya),tetapi batu kalsium karbonat murni jarang. ( buku ajar patologi Robin Kumar hal 338). Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain: 1) Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsiumbilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter

Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi. 2) Batu pigmen hitam. Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril. b) Batu kolesterol. Kolesterol adalah unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air.kelarutannya bergantung pada asam-asam emped dan lesitin ( fospolifid) dalam empedu. Fatopisiologinya adalah Sintesis asam empedu dan sintesis kolesterol dihati lalu akan mengalami Supersaturasi getah empedu oleh kolesterol setelah itu Keluar dari getah empedu dan akan Mengendap maka Terjadi pembentukan batu Pada 80 % kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari batu empedu ( batu kolesterol). Komposisi batu ini biasanya berupa kalsium karbonat, fosfat,atau bilirubinat, tetapi jarang batu-batu ini terdiri dari satu komponen saja. Batu kolesterol klasik berdiameter 1-3 cm, kuning pucat sampai coklat, sering multiple, bulat atau persegi oleh karena aposisi yang berdesakan. ( buku ajar patologi Robin Kumar hal 338). 4. Sebagai ringkasan, penyakit batu empedu kolesterol terjadi akibat beberapa defek, yang mencakup : (1) penjenuhan empedu oleh kolesterol,(2) nukleasi kolesterol monohidrat diikuti oleh retensi Kristal dan pertumbuhan batu,(3) gangguan motorik kandung empedu yang menyebabkan perlambatan pengosongan dan statis.( sumber Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam : hal 1690). c. Batu campuran Batu yang terbentuk dari campuran antara kolesterol dan pigmen, dimana mengandung 20-50% kolesterol. d) Factor Resiko Kolelitiasis Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa factor resiko diwah ini, semakin besar factor resiko yang ada pada seseorang maka semakin besar pula orang itu untuk dapat mengalami pembentukan batu empedu. Diantaranya adalah : a) Empat FS yang disebutka diatas : fat, female, fertile( multipara),dan forty b) Etnik dan genetic ( insidenya sangat tinggi pada orang-orang Indian amerika, lalu orang-orang kulit putih dan kemudian orang afrika). c) Penyakit chorn

d) Fibrosis kistik dengan insufisiensi pancreas. Pada penyakit chorn, fibrosis kistik dan insufisiensi pancreas itu disebabkan karena adanya malabsorpsi asam empedu dalam ileum. e) Pengguanaan estrogen termasuk yang terkandung dalam kontrasepsi oral mempunyai resiko tinggi untuk terjadi batu empedu.mekanismenya kerjanya disebabkan oleh disebabkan oleh adanya sekresi kolesterol berlebih, dilengkapi dengan adanya defek sintesis asam empedu. f) Klofibrat ( obat anti hiperlipidemia), digunakan dengan maksud untuk merendahkan kadar lifid dalam serum dan menghambat aterogenesis secara nyata, secara nyata meningkatkan insiden batu empedu dengan cara meningkatkan sekresi kolesterol biliar. g) Obesitas, barangakali dihubungkan dengan pemasukan kalori yang tinggi dan gula yang sedikit. h) Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu) i) Hiperlipidemia j) Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan) k) Nutrisi intravena jangka lama l) Dismotilitas kandung empedu Keterangan : factor resiko A-H diambil dari buku ajar patologi Robin Kumar hal 339.dan I-L diambil dari internet) e) Manifestasi klinik kolelitiasis Penderita penyakit kandung empedu dapat mengalmi dua jenis gejala : gejala yang terjadi akibat penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejala kolelitiasis dapat terjadi akut atau kronis dan terjadinya gangguan pada epigastrium jika makan makanan berlemak, seperti: rasa penuh diperut, distensi abdomen, dan nyeri samar pada kuadran kanan atas. Mekanisme nyeri dan kolik bilier Batu empedu (saluran duktus sistikus tersumbat)aliran empedu tersumbat Distensi kandung empedu Infeksi panas dan teraba padat pada abdomen pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyei hebat pada abdomen kuadran kana atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan, rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.pada sebagian pasien nyeri bukan bersifat kolik tapi persisten. Batu empedu Aliran empedu tersumbat (saluran duktus sistikus) Dan tidak adanya kontraksi Distensi kandung empedu

Bagian fundus (atas) kandung empedu menyentuh bagian abdomen pada kartilago kosta IX dan X bagian kanan Nyeri hebat pada kuadran kanan atas dan nyeri tekan daerah epigastrium terutama saat inspirasi dalam Menghambat pengembangan rongga dada Mekanisme ikterus Ikterus dapt dijumpai diantara penderita kandung empedu dengan persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.obstruksi pengaliran getah empedu ke duodenum akan mengakibatkan gejala yang khas, yaiu getah empedu yang tidak lagi dibawa keduodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning.keadaan ini sering dijumpai dengan gatal-gatal yang mencolok pada kulit. Mekanisme perubahan warna urine dan feses Obstuksi saluran empedu Ekresi cairan empedu ke duodenum (saluan cerna) menurun Feces tidak diwqarnai oleh pigmen manapun Feces pucat berwarna kelabu dan lengket seperti dempul Mekanisme nyeri tekan batu empedu duktus sistikus tersumbat distensi kandung empedu fundus batu empedu menyentuh dinding abdmen kartilag kosta IX&X nyeri tekan. Mekanisme nyeri dan menjalar amapai kepunggung dan bahu kanan Batu empedu duktus sistikus tersumbat distensi kandung empedu infeksi terjadi proses inflamasi Pengeluaran zat spt histamine, bradikinin impuls Disampaikan ke saraf simpatis aferen thalamus serat saraf aferen persepsi nyeri pada kuadran kana atas yang menjalar kepunggung dan bahu kanan. Nilai hasil pemeriksaan laboratorium (dalam buku patofisiologi vol 1) 1.Uji eksresi empedu Fungsinya mengukur kemampuan hati untuk mengonjugasi dan mengekresikan pigmen. Bilirubin direk (terkonjugasi) merupakan bilirubin yang telah diambil oleh sel-sel hati dan larut dalam air.Makna klinisnya mengukur kemampuan hati untuk mengonjugasi dan mengekresi pigmen empedu. Bilirubin ini akan meningkat bila terjadi gangguan eksresi bilirubin terkonjugasi. Nilai normal : 0,1-0,4 mg/dl/100ml Bilirubin indirek (tidak terkonjugasi) merupakan bilirubin yang larut dalam lemak dan akan meningkat pada keadaan hemolitik (lisis darah). Nilai normal : 0,2-0,5 mg/dl/100ml

Bilirubin serum total merupakan bilirubin serum direk dan total meningkat pada penyakit hepatoselular Nilai normal : 0,2-0.9 mg/dl/100ml Bilirubin urin / bilirubinia merupakan bilirubin terkonjugasi dieksresi dalam urin bila kadarnya meningkat dalam serum, mengesankan adanya obstruksi pada sel hatiatau saluran empedu. Urin berwarna coklat bila dikocok timbul busa berwarna kuning. Nilai normal : 0 (nol) 2.Uji enzim serum Asparte aminotransferase (AST / SGOT ) dan alanin aminotransferase (ALT / SGPT) merupakan enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati, dan jaringan skelet yang dilepaskan dari jaringan yang rusak (seperti nekrosis atau terjadi perubahan permeabilitas sel dan akan meningkat pada kerusakan hati. Nilai normal AST / SGOT dan ALT / SGPT : 5-35 unit/ml. Alkaline posfatase dibentuk dalam hati dan dieksresikan ke dalam empedu, kadarnya akan meningkat jika terjadi obstuksi biliaris. Nilai normalnya : 30-120 IU/L atau 2-4 unit/dl. f) . Pemeriksaan diagnostic a) pemeriksaan sinar X Abdomen Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu. Dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. pemeriksaannya hanya 15-20 % batu yang mengalami kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemerikasaan ini. (KMB 2 : 1207) b) Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan Yaitu melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu) dapat terlihat. Meskipun angka komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan syok septik. (KMB 2 : 1207) c) ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi) Yaitu Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optic yang fleksibel kedalam esophagus hingga mencapai duodenum pars desenden..sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasienpasien yang kandung empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tandatanda perforasi/ infeksi(KMB 2 : 1207 dan internet)) d) Pemeriksaan Ultrosonografi (USG) Pemeriksaan dengan USG sangat cepat dan akurat dilaporkan bahwa USG dapat mendeteksi batu empedu dengan akurasi 95%.Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang

diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa(KMB 2 : 1207 + internet) e) Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukan preparat radio aktif yang disuntikan intravena .preparat itu kemudian diambil oleh preparat hepatosit dan dengan cepat diekresikan kedalam system bilier.selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambaran kandung empedu dan percabangan bilier. (KMB 2 : 1207) f) kolesistografi Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu (internet) g) . Penatalaksanaan ( KMB 2 : 1209) a) Non Bedah, tujuan utamanya adalah untuk mengurangi episode akut nyeri kandung empedu dan kolesistisis melalui penatalaksanaan pendukung serta diet, dan untuk menghilangkan penyebab kolesistisis melalui farmakoterapi, prosedur endoskopik serta intervensi bedah 1. Therapi Konservatif Pendukung diit : Cairan rendah lemak Cairan Infus Pengisapan Nasogastrik Analgetik Antibiotik Istirahat 2. Farmako Therapi Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah empedu.batu yang sudah ada dapat dikurangi besarnya,batu yang kecil dilarutkan dan yang kecil dicegah pembentukanya. 3. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan Diantaranya adalah dengan mengunakan metode : Pelarutan batu empedu Pengangkatan non bedah : biasanya dilakukan untuk mengeluarkan batu yang belum terangkat ketika kolesistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama : denga mmasukan kateter dan jarring yang terpasang disisipkan lewat saluran T- tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T-tube Prosedur kedua adalah endoskop ERCP Extracorporeal shock wave lithotripsy ( ESWL)

4. Therapy 1.Ranitidin Komposisi : Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50 mg/ml injeksi. Indikasi : ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap simetidina, ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung ( Dalam kasus kolelitiasis ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik). Perhatian : pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil. 2.Buscopan (analgetik /anti nyeri) Komposisi : Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi Indikasi : Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih wanita. Kontraindikasi : Glaukoma hipertrofiprostat. 3. Buscopan Plus Komposisi : Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg,. Indikasi : Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita. 4. NaCl i. NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida yang dimana kandungan osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam plasma tubuh. ii. NaCl 3 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida tetapi kandungan osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma tubuh. b) Penatalaksanaan bedah Pembedahan Cholesistektomy Dalam prosedur ini kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.ini adalah tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan konservatif . h) Penatalaksanaan Diet Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga klien dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti : buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi / teh. i) Komplikasi kolelitiasis Komplikasi dari kolelitiasis diantaranya adalah : a) Empiema kandung empedu, terjadi akibat perkembangan kolessistitis akut denga sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi empedu yang tersumbat disertai kuman kuman pebentuk pus. b) Hidrops atau mukokel kandung empedu terjadi akibat sumbatan berkepanjangan duktus sitikus. c) Gangren, gangrene kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis

jaringan berbercak atau total. d) Ferforasi :ferforasi local biasanya tertahan dalam omentum atau oleh adhesi yang ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu.ferforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi mengakibatkan kematian sekitar 30%. e) Pembentukan fistula f) Ileus batu empedu : obstruksi intestinal mekanik yang diakibatkan oleh lintasan batu empedu yang besar kedalam lumen usus. g) Empedu limau (susu kalsium) dan kandung empedu porcelain. (sumber: Buku prinsip-prinsip penyakit dalam hal: 1694) Daftar pustaka : Brunner & Suddart.2001.Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.Jakarta : EGC Harisson 2000.Prinsip-Prinsip ilmu penyakit dalam vol 4. Jakarta : EGC Robins Kumar. Buku ajar Patologi II, edisi 4.jakarta : EGC Guyton & Hall,Buku ajar Fisiollogi Kedokteran .jakarta : EGC Diagnosa Keperawatan Nanda Johnson,Marion,dkk. 2000. Nurcing Outcomes Classification (NOC). Mosby Mcclockey C, Joanne, Gloria M Bulechek. 1996. Nurcing Intervention Classification (NIC). Mosby Baca Selengkapnya...

Solusio Plasenta
0 comments 10:30 AM Posted by Djibril_nursemind.blogspot.com studi kasus keperawatan maternitas oleh Ade Muttaqin, Windi Widia As, Ratih Rusyika Dewi, Novia Yuliana, Irawati, Dewi Rizki Utami Mahasiswa dari Akademi keperawatan Aisyyah Bandung Solutio Placentae Solutio placenta adalah pelepasan bagian atau seluruh placenta yang normal implantasinya antara minggu 22 dan lahirnya anak. Apabila pelepasan placenta sebelum minggu ke 22 disebut abortus.( OBSTETRI PATOLOGI: 120 ) Solutio placenta adalah terlepasnya plasenta yang lepasnya normal pada korpus uteri sebelum janin lahir. Perdarahan yang terjadi karena terlepasnya plasenta dapat menyelundup keluar di bawah selaput ketuban yaitu pada solutio dengan perdarahan keluar; atau tersembunyi di belakang plasenta yaitu dengan solutio placenta dengan perdarahan tersembunyi; atau kedua-duanya; atau perdarahannya menembus selaput

ketuban, masuk ke dalam kantong ketuban. ( ILMU KEBIDANAN: 376 ) Solotio placenta di sebut juga: abrutio placenta, ablatio placenta, accidental haemorrhage dan premature separatio of the normally implated placenta. Klasifikasi solutio placenta 1. Solutio placenta ringan Bila plasenta lepas kurang bagian luasnya Ibu dan janin keadaan masih baik Perdarahan pervaginam, warna kehitaman Perut sakit dan agak tegang 2. Solutio placenta sedang Plasenta terlepas lebih , belum mencapai 2/3 bagian Perdarahan dengan rasa sakit Perut terasa tegang Gerak janin berkurang Palpasi janin sulit diraba asfiksia ringan dan sedang Auskultasi jantung janin VT ketuban menonjol Dapat terjadi gangguan pembekuan darah 3. Solutio placenta berat Plasenta lepas > 2/3 bagian Terjadi sangat tiba-tiba Ibu syock uterus sangat tegang dan nyeri Janin mati ( ILMU KEBIDANAN: 380 ) Etiologi: Sebab primer solutio placentae belum diketahui pasti. Faktot predisposisi yang mungkin ialah hipertensi kronik, trauma eksternal, tali pusat pendek, dekompresi uterus mendadak, anomaly atau tumor uterus, defisiensi gizi, merokok, konsumsi alcohol, penyalahgunaan kokain, serta obstruksi vena cava inferior dan vena ovarika. ( KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN: 279 )

Patofisiologi Perdarahan terjadi pada pembuluh darah plasenta/uterus membentuk hematoma pada desidua terdesak lepas dari dinding uterus Perdarahan terus-menerus otot terus meregang tidak mampu berkontraksi untuk

menghentikan perdarahan Hematoma retroplasenter tambah besar seluruh atau plasenta lepas Sebagian darah menyelundup di bawah selaput ketuban dan keluar melalui vagina mengadakan ekstravasasi diantara serabut otot uterus menimbulkan tegang dan nyeri Jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, > tromboplastin masuk ke dalam peredaran darah ibu pembekuan intravaskuler dimana2 menghabiskan sebagian lebih fibrinogen hipofibrinogenemi ggn pembekuan darah Perfusi ginjal tggu oleh karena syock dan pembekuan intravaskuler Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli ginjal mendadak ( ILMU KEBIDANAN: 379 ) Tanda dan gejala Perdarahan yang disertai nyeri, juga di luar his Anemi dan shock ( seringkali tidak sesuai dengan banyaknya darah yang keluar ) Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plecenta hingga rahim tegang ( uterus en bois ) Palpasi sukar karena rahim keras Fundus uteri makin lama makin naik Bunyi jantung biasanya tidak ada Pada toucer teraba ketuban yang tegang terus menerus ( karena isi rahim bertambah ( OBSTETRI PATOLOGI: 123-124 ) Komplikasi Tergantung luas palsenta yang lepas dan lamanya solutio placenta berlangsung. Komplikasi pada ibu ialah perdarahan, koagulopati konsumtif ( kadar fibrinogen kurang dari 150 mg% dan produk degradasi fibrinogen meningkat ), oliguria, gagal ginjal, gawat janin, kematian janin dan apoplaksia utero plasenta. Bila janin dapat di selamatkan, dapat terjadi komplikasi asfiksia, BBLR, syndrom gagal nafas. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan Labolatorium darah: hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu protombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin parsial, kadar fibrinogen dan elektrolit plasma. KTG untuk pemerikssan kesejahteraan janin USG untuk menilai letak plasenta, usia gestasi, dan keadaan janin ( KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN: 279 ) Pentalaksanaan medis

I. Umum 1. pemberian darah yang cukup 2. pemberian O2 3. pemberian antibiotika 4. pada shock yang berat diberi kortikosteroid dalam dosis tinggi II. Khusus 1. terhadap hypofibrinogenaemi - sustitusi dengan human fibrinogen 10 gram atau darah segar - menghentikan fibrinolyse dengan trasylol ( protein inhibitor ) 200.000 S i.v selanjutnya kalo perlu 100.000 S/jam dalam infuse 2. Untuk merangsang diurese: mannit, mannitol. Diurese yang baik lebih dari 30-40 cc/jam III. Obstetris Pimpinan persalinan pada solutio plasenta bertujuan untuk mempercepat persalinan sedapat-dapatnya terjadi dalam 6 jam. Alasan ialah: - bagian placenta yang terlepas meluas - perdarahan bertambah - hypofibrinogenaemi bertambah Tujuan ini dicapai dengan: pemecahan ketuban, dilakukan untuk mengurangkan tegangan dinding rahim sehingga mempercepat persalinan pemberian infuse oxytocin ialah 5 S dalam 500 cc glucose 5% SC dilakukan: - kalau cervik panjang dan tertutup - kalu setelah pemecahan ketuban dan pemberian oxytocin dalam 2 jam belum juga ada his - kalo anak masih hidup hysterektomi dilakuakn kalau ada atonia uteri yang berat yang tak dapat diatasi dengan usaha-usaha yang lazim. ( OBSTETRI PATOLOGI: 127 ) Atonia uteri Atonia uteri adalah gagalnya uterus untuk mempertahankan kontraksi dan retraksi normalnya sehingga terjadi perdarahan. ( Kedaruratan Obstetri dan ginekologi: 357 )

Etiologi partus lama pembesaran uterus yang terlalu berlebihan pada waktu hamil, spt pada hamil kembar, hydramnion atau janin besar multiparitas anestesi yang dalam anastesi lumbal Penanganan lakukan massase uterus dan suntikan 0,2 mg ergometrin intra vena jika tindakan di atas tidak berhasil, lakukan kompresi bimanual pada uterus jika 2 tindakan di atas tidak juga menghentikan perdarahan, kemungkinan untuk melakukan ikatan arteri hipogastrika kanan dan kiri atau histerektomi. ( ILMU KEBIDANAN: 653, 655 ) Histerektomi Histerektomi adalah pengangkatan uterus. Pengangkatan ini sangat jelas menimbulkan sterilitas, tetapi indikasi histerektomi biasanya tidak merupakan kontrasepsi yang di haruskan. Indikasi prosedur ini setelah kehamilan meliputi: rupture atau inversi uterus tumor fibroid dn malignan plasenta akserta hemoragi post partum yang tidak terkontrol kehamilan abdomen bila organ-organ abdomen dan jaringan penunjang menjadi letak implantasi plasenta kelahiran bayi sesarian yang diikuti dengan histerektomi mungkin dilakukan pada waktu yang sama, seperti pada kelahiran sesarian yang terakhir kali. ( Dasar-dasar Keperawatan Maternitas: 305 ) Histerektomi dalam kebidanan dapat dilakukan sesudah: a) seksio sesaria; b) persalinan pervaginan; c) terjadi rupture uteri. Pemgangkatan uterus sesudah seksio sesaria di selenggarakan pada infeksi intrapartum yang berat, pada perdarahan karena atonia uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain.( Ilmu Kebidanan: 871 )

IUFD( Intra Uterin Fetal Death ) Kematian janin adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna oleh ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan.( Ilmu Kebidanan: 786 )

IUFD sebelumnya disebut stillbirth, berhubungan dengan preeklamsia, eklamsia, absurpsio plasenta, plasenta previa, diabetes, infeksi, anomaly congenital dan penyakit iso imun. Tanda-tanda pertama kematian janin: kurangnya gerakan janin diikuti dengan menurunnya secara bertahap tanda-tanda kehamilan denyut jantung bayi menghilang sonografi memperlihatkan tidak adanya denyutan jantung radiografi menunjukkan adanya tonjolan tulang-tulang kepala janin, disebut tanda-tanda spalding Daftar Pustaka - obstetric patologi , bagian obstetric dan ginekologi fakultas kedokteran universitas padjdjaran bandung edisi 1984 - buku saku manajemen komplikasi kehamilan dan persalinan cetakan 1 2006 EGC - ilmu kebidanan .yayasan bumi pustaka sarwono prawirohardjo Jakarta 2007 cetakan TRIDASA PRINTER - kapita selekta kedokteran edisi dua tahun terbit1989 cetakan BINA USAHA Jakarta - kapita selekta kedokteran edisi tiga jilid 1 media Aesculapius UI cetakan 2005 - kapita selekta kedaruratan obstetric dan ginekologi Ben Zion Taber, M.dEGC cet 1 1994. - Dasar-dasar keperawatan Maternitas persis mary hamilton terbitan EGC tahun1995 - Buku ajar keperawatan maternitas edisi 4 karya bobak-lowdermilk-jensen terbtan EGC 2005 Baca Selengkapnya...

Kolelitiasis ( batu empedu)


0 comments 10:20 AM Posted by Djibril_nursemind.blogspot.com KOLELITIASIS (Batu Empedu) disusun oleh Ade muttaqin mahasiswa dari Akper Aisyiyah Bandung Kolelitiasis atau batu empedu BAB 1 HATI 1.A. sekresi empedu oleh hati

Fungsi hati adalah mengeluarkan empedu, normalnya 600-1200 ml/ hari.fungsi dari empedu itu sendiri ada dua, pertama berperan penting dalam pencernaan dan absorpsi lemak,pencernaan lemak ini dilakukan oleh asam empedu dalam dua tahap.(1) membantu mengemulsikan partikel lemak besar menjadi kecil, sehingga bias diserang enzim lipase yang disekresikan oleh enzim pancreas.(2) membantu transfor dan absorpsi poduk akhir lemak yang dicerna menuju dan melalui membrane mukosa intestinal.kedua, asam empedu adalah alat untuk mengeluarkan produk buangan darah seperti bilirubin dan kelebihan kolesterol yang dibentuk oleh sel hati. 1.B. Anatomi Fisiologik dari Serkresi Empedu oeh Hati Empedu disekresikan oleh hati terjadi dalam dua tahap, pertama,oleh sel-sel hepatosit hati mensekresikan asam empedu, kolesterol dan asam organic lain.empedu disekresikan ke kanalikuli biliaris kecil yang ada diantara sel-sel hati dilempeng hepatic.kedua, empedu mengalir ke perifer lalu ke septa interlobularis ( tempat kanalikuli biliaris mengosongkan empedu kedalam duktus biliaris terminal, lalu secara progresif akan masuk keduktus yang lebih besar, lalu masuk keduktus hepatikus,duktus biliaris setelah dari duktus biliaris empedu ada yang masuk ke duodenum ada yang dialihkan dan masuk ke duktus sistikus dan masuk ke kandung empedu, dalam perjalananya menuju duktus biliaris ada ion-ion tambahan yang ikut tersekresi ( yaitu ionion natrium dan bikarbonat encer) yang disekresikan oleh sel-sel epitel sekretoris yang terdapat diduktus dan duktulus yang mengakibaakan peningkatan volume empedu 100%. Bab II Anatomi Kandung Empedu Kandung empedu merupakan kantong berbentuk seperti buah alpukat yang terletak tepat dibawah lobus kanan hati. Empedu yang disekresi secara terus menerus oleh hati masuk ke saluran empedu yang kecil di dalam hati. Saluran empedu yang kecil-kecil tersebut bersatu membentuk dua saluran yang lebih besar yang keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri, yang akan bersatu membentuk duktus hepatikus komunis. Duktus hepatikus komunis bergabung dengan duktus sistikus membentuk duktus koledokus. Pada banyak orang, duktus koledokus bersatu dengan duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri sebelum bermuara ke usus halus. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampla dikelilingi oleh serabut otot sirkular, dikenal sebagai sfingter Oddi. Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Kandung empedu mampu menyimpan sekitar 45 ml empedu yang dihasilkan hati. Empedu yang dihasilkan hati tida k langsung masuk ke duodenum, akan tetapi setelah melewati duktus hepatikus, empedu masuk ke duktus sistikus dan disimpan di kandung empedu. Pembuluh limfe dan pembuluh darah mengabsorbsi air dan garam-garam anorganik dalam kandung empedu sehingga cairan empedu dalam kandung empedu akan lebih pekat 10 kali lipat daripada cairan empedu hati. Secara berkala kandung empedu akan mengosongkan isinya ke dalam duodenum melalui kontraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Rangsang normal kontraksi dan pengosongan kandung empedu adalah masuknya kimus asam dalam duodenum. Adanya lemak dalam makanan merupakan rangsangan terkuat untuk menimbulkan kontraksi. Hormone CCK juga memperantarai kontraksi. Empedu hati adalah cairan isotonic berpigmentasi dengan komposisi elektrolit yang menyerupai plasma darah.komposisi elektrolit empedu dalam kandung empedu berbeda

dari empedu hati karena sebagian besar anion anorganik, klorida dan bikarbonat, disingkirkan memalui reabsorpsi melintasi membrane basalis. Komponen utama empedu menurur berat termasuk air (82%), asam empedu 12%, lesitin dan fosfolipid lain 4%, dan kolesterol yang tidak diesterifikasi 0,7%.unsur pokok lain termasuk bilirubin terkonjugasi, protein ( IgA, hasil tambahan dari hormone dan protein lain yang dimetabolisme dalam hati), elektrolit, mucus dan seiring obat dan hasil tambahan metaboliknya.

Gbr.1.anatomi kansung empedu Keterangan : 1. Hati 2. Duktus hepatikus kanan 3. Duktus hepatikus kiri 4. Duktus hepatikus komunis 5. Duktus sistikus 6. Batu empedu 7. Duktus koledokus/biliaris komunis 8. Sfingter oddy 9. Duktus pankreatikus 10. Ampula vateri Sekresi empedu basal total sehari-hari kira-kira 500 sampai 600ml.ada tiga mekanisme penting dalam mengatur alira empedu : 1. Transfor aktif asam empedu dari hepatosit ke dalam kanalikuli 2. Transfer natrium yang diperantarai ATPase tidak tergantung asam empedu 3. Sekresi duktulus : fenomena diperantarai sekretin dan tergantung sikilik AMP yang timbul akibat transfor aktif natrium dan bikarbonat kedalam duktulus dengan mengakibatkan pergerakan fasif air melintasi membrn sel. ( sumber Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam : hal 1688). Table komposisi empedu : diambil dari fisiologi Guyton :1030) Empedu hati Empedu kandung empedu Air 97,5 gr/dl 92 gr/ dl Garam empedu 1,1 gr/dl 6 gr/ dl Bilirubin 0,04 gr/dl O,3 gr/ dl Kolesterol 0,1 gr/dl 0,3 sampai 0,9 gr/dl Asam-asam lemak 0,12 gr/dl 0,3 sampai 1,2 gr/dl Lesitin 0,04 gr/ dl 0,3 r/dl Na + 145 mEq/liter 130 mEq/liter K+ 5 mEq/liter 12 mEq/liter Ca + 5 mEq/liter 23 mEq/liter Cl- 100 mEq/liter 25 mEq/ liter HCO3- 28 mEq/liter 10 mEq/liter

BAB III Gangguan Saluran Dan kandung Empedu 1. Kolelithiasis a) Definisi Kolelitiasis Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus,batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesika felea) dari unsur-unsur padat yang membentuk cairan empedu yang memiliki ukuran,bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis tidak lazim dijumpai pada anak-anak dan dewasa muda, tapi insidenya semakin sering pada individu yang berusia di atas 40 tahun dan semakin meningkat pada usia 75 tahun satu dari tiga orang akan memiliki batu empedu. (KMB: 1205) Kolelitiasis disebut juga Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu Empat Fs-fat, Female, fertile ( multipara), dan forty- merupakan tanda khas bagi penduduk dengan insiden paling tinggi. ( buku ajar Patologi II hal 338). b) Etiologi batu empedu atau kolelitiasis Empedu normal terdiri dari 70% garam empedu (terutama kolik dan asam chenodeoxycholic), 22% fosfolipid (lesitin), 4% kolesterol, 3% protein dan 0,3% bilirubin. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna namun yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi kandung empedu. c) Patofisiologi kolelitiasis Pembentukan batu empedu dibagi menjadi tiga tahap: (1) pembentukan empedu yang supersaturasi, (2) nukleasi atau pembentukan inti batu, dan (3) berkembang karena bertambahnya pengendapan. Kelarutan kolesterol merupakan masalah yang terpenting dalam pembentukan semua batu, kecuali batu pigmen. Supersaturasi empedu dengan kolesterol terjadi bila perbandingan asam empedu dan fosfolipid (terutama lesitin) dengan kolesterol turun di bawah harga tertentu. Secara normal kolesterol tidak larut dalam media yang mengandung air.empedu dipertahankan dalam bentuk cair oleh pembentukan koloid yang mempunyai inti sentral kolesterol, dikelilingi oleh mantel ( kulit)yang hidrofilik dari garam empedu dan fosfolipd ( lesitin), jadi sekresi kolesterol yang berlebihan ( karena empedu adalah saluran utama yang mengeluarkan bahan inti dari badan), atau kadar asam empedu rendah, atau trjadi sekresi lesitin, merupakan keadaan yang litogenik. Batu empedu ada dua tipe utama : a) Batu pigmen Diempedu Pigmen tak terkonyugasi (akibat berkurangnya glukoronil transferase) Akan mengalami prespitasi ( pengendapan)

Terjadi pengendapan batu Batu pigmen sangat beresiko terjadi pada seseorang yang mengalami sirosis, hemolisis, infeksi pada percabangan bilier.dan batu ini tidak bias dilarutkan dan pengeluaranya harus dengan oprasi. (KMB:1205) Batu pigmen komposisinya terdiri dari kalsium bilirubinat merupakan urutan berikutnya yang penting setelah batu kolesterol.tidak seperti batu kolesterol, batu ini seringkali murni, berwarna hitam pekat, disebut jack stones ( batu: jack), atau bila campur, berbentuk bola biasanya berdiameter dibawah 1 cm.hampir tidak pernah terjadi tunggal dan mungkin ada dalam jumlah yang besar.kalsium karbonat yang cukup, ditemukan pada10-20 % dari semua batu empedu, menunjukan radio opak ( tidak tembus cahaya),tetapi batu kalsium karbonat murni jarang. ( buku ajar patologi Robin Kumar hal 338). Batu pigmen merupakan 10% dari total jenis batu empedu yang mengandung <20% kolesterol. Jenisnya antara lain: 1) Batu pigmen kalsium bilirubinan (pigmen coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsiumbilirubinat sebagai komponen utama. Batu pigmen cokelat terbentuk akibat adanya faktor stasis dan infeksi saluran empedu. Stasis dapat disebabkan oleh adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi bilier, dan infeksi parasit. Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. Coli, kadar enzim B-glukoronidase yang berasal dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukoronat. Kalsium mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Dari penelitian yang dilakukan didapatkan adanya hubungan erat antara infeksi bakteri dan terbentuknya batu pigmen cokelat.umumnya batu pigmen cokelat ini terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi. 2) Batu pigmen hitam. Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi. Batu pigmen hitam adalah tipe batu yang banyak ditemukan pada pasien dengan hemolisis kronik atau sirosis hati. Batu pigmen hitam ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Potogenesis terbentuknya batu ini belum jelas. Umumnya batu pigmen hitam terbentuk dalam kandung empedu dengan empedu yang steril. b) Batu kolesterol. Kolesterol adalah unsur normal pembentuk empedu bersifat tidak larut dalam air.kelarutannya bergantung pada asam-asam emped dan lesitin ( fospolifid) dalam empedu. Fatopisiologinya adalah Sintesis asam empedu dan sintesis kolesterol dihati Supersaturasi getah empedu oleh kolesterol

Keluar dari getah empedu Mengendap Terjadi pembentukan batu Pada 80 % kasus, kolesterol merupakan komponen terbesar dari batu empedu ( batu kolesterol). Komposisi batu ini biasanya berupa kalsium karbonat, fosfat,atau bilirubinat, tetapi jarang batu-batu ini terdiri dari satu komponen saja. Batu kolesterol klasik berdiameter 1-3 cm, kuning pucat sampai coklat, sering multiple, bulat atau persegi oleh karena aposisi yang berdesakan. ( buku ajar patologi Robin Kumar hal 338). 4. Sebagai ringkasan, penyakit batu empedu kolesterol terjadi akibat beberapa defek, yang mencakup : (1) penjenuhan empedu oleh kolesterol,(2) nukleasi kolesterol monohidrat diikuti oleh retensi Kristal dan pertumbuhan batu,(3) gangguan motorik kandung empedu yang menyebabkan perlambatan pengosongan dan statis.( sumber Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam : hal 1690). c. Batu campuran Batu yang terbentuk dari campuran antara kolesterol dan pigmen, dimana mengandung 20-50% kolesterol. d) Factor Resiko Kolelitiasis Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa factor resiko diwah ini, semakin besar factor resiko yang ada pada seseorang maka semakin besar pula orang itu untuk dapat mengalami pembentukan batu empedu. Diantaranya adalah : a) Empat FS yang disebutka diatas : fat, female, fertile( multipara),dan forty b) Etnik dan genetic ( insidenya sangat tinggi pada orang-orang Indian amerika, lalu orang-orang kulit putih dan kemudian orang afrika). c) Penyakit chorn d) Fibrosis kistik dengan insufisiensi pancreas. Pada penyakit chorn, fibrosis kistik dan insufisiensi pancreas itu disebabkan karena adanya malabsorpsi asam empedu dalam ileum. e) Pengguanaan estrogen termasuk yang terkandung dalam kontrasepsi oral mempunyai resiko tinggi untuk terjadi batu empedu.mekanismenya kerjanya disebabkan oleh disebabkan oleh adanya sekresi kolesterol berlebih, dilengkapi dengan adanya defek sintesis asam empedu. f) Klofibrat ( obat anti hiperlipidemia), digunakan dengan maksud untuk merendahkan kadar lifid dalam serum dan menghambat aterogenesis secara nyata, secara nyata meningkatkan insiden batu empedu dengan cara meningkatkan sekresi kolesterol biliar. g) Obesitas, barangakali dihubungkan dengan pemasukan kalori yang tinggi dan gula yang sedikit. h) Penyakit lain (seperti Fibrosis sistik, Diabetes mellitus, sirosis hati, pankreatitis dan kanker kandung empedu) dan penyakit ileus (kekurangan garam empedu)

i) Hiperlipidemia j) Kehamilan (resiko meningkat pada kehamilan) k) Nutrisi intravena jangka lama l) Dismotilitas kandung empedu Keterangan : factor resiko A-H diambil dari buku ajar patologi Robin Kumar hal 339.dan I-L diambil dari internet) e) Manifestasi klinik kolelitiasis Penderita penyakit kandung empedu dapat mengalmi dua jenis gejala : gejala yang terjadi akibat penyakit pada kandung empedu itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada lintasan empedu oleh batu empedu. Gejala kolelitiasis dapat terjadi akut atau kronis dan terjadinya gangguan pada epigastrium jika makan makanan berlemak, seperti: rasa penuh diperut, distensi abdomen, dan nyeri samar pada kuadran kanan atas. Mekanisme nyeri dan kolik bilier Batu empedu (saluran duktus sistikus tersumbat)aliran empedu tersumbat Distensi kandung empedu Infeksi panas dan teraba padat pada abdomen pasien dapat mengalami kolik bilier disertai nyei hebat pada abdomen kuadran kana atas yang menjalar ke punggung atau bahu kanan, rasa nyeri ini biasanya disertai dengan mual muntah dan bertambah hebat dalam waktu beberapa jam sesudah makan makanan dalam porsi besar.pada sebagian pasien nyeri bukan bersifat kolik tapi persisten. Batu empedu Aliran empedu tersumbat (saluran duktus sistikus) Dan tidak adanya kontraksi Distensi kandung empedu Bagian fundus (atas) kandung empedu menyentuh bagian abdomen pada kartilago kosta IX dan X bagian kanan Nyeri hebat pada kuadran kanan atas dan nyeri tekan daerah epigastrium terutama saat inspirasi dalam Menghambat pengembangan rongga dada Mekanisme ikterus Ikterus dapt dijumpai diantara penderita kandung empedu dengan persentase yang kecil dan biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus.obstruksi pengaliran getah empedu ke duodenum akan mengakibatkan gejala yang khas, yaiu getah empedu yang tidak lagi dibawa keduodenum akan diserap oleh darah dan penyerapan empedu ini membuat kulit dan membrane mukosa berwarna kuning.keadaan ini sering dijumpai dengan gatal-gatal yang mencolok pada kulit.

Mekanisme perubahan warna urine dan feses Obstuksi saluran empedu Ekresi cairan empedu ke duodenum (saluan cerna) menurun Feces tidak diwqarnai oleh pigmen manapun Feces pucat berwarna kelabu dan lengket seperti dempul Mekanisme nyeri tekan batu empedu duktus sistikus tersumbat distensi kandung empedu fundus batu empedu menyentuh dinding abdmen kartilag kosta IX&X nyeri tekan. Mekanisme nyeri dan menjalar amapai kepunggung dan bahu kanan Batu empedu duktus sistikus tersumbat distensi kandung empedu infeksi terjadi proses inflamasi Pengeluaran zat spt histamine, bradikinin impuls Disampaikan ke saraf simpatis aferen thalamus serat saraf aferen persepsi nyeri pada kuadran kana atas yang menjalar kepunggung dan bahu kanan. Nilai hasil pemeriksaan laboratorium (dalam buku patofisiologi vol 1) 1.Uji eksresi empedu Fungsinya mengukur kemampuan hati untuk mengonjugasi dan mengekresikan pigmen. Bilirubin direk (terkonjugasi) merupakan bilirubin yang telah diambil oleh sel-sel hati dan larut dalam air.Makna klinisnya mengukur kemampuan hati untuk mengonjugasi dan mengekresi pigmen empedu. Bilirubin ini akan meningkat bila terjadi gangguan eksresi bilirubin terkonjugasi. Nilai normal : 0,1-0,4 mg/dl/100ml Bilirubin indirek (tidak terkonjugasi) merupakan bilirubin yang larut dalam lemak dan akan meningkat pada keadaan hemolitik (lisis darah). Nilai normal : 0,2-0,5 mg/dl/100ml Bilirubin serum total merupakan bilirubin serum direk dan total meningkat pada penyakit hepatoselular Nilai normal : 0,2-0.9 mg/dl/100ml Bilirubin urin / bilirubinia merupakan bilirubin terkonjugasi dieksresi dalam urin bila kadarnya meningkat dalam serum, mengesankan adanya obstruksi pada sel hatiatau saluran empedu. Urin berwarna coklat bila dikocok timbul busa berwarna kuning. Nilai normal : 0 (nol) 2.Uji enzim serum Asparte aminotransferase (AST / SGOT ) dan alanin aminotransferase (ALT / SGPT) merupakan enzim intrasel yang terutama berada di jantung, hati, dan jaringan skelet yang dilepaskan dari jaringan yang rusak (seperti nekrosis atau terjadi perubahan permeabilitas sel dan akan meningkat pada kerusakan hati. Nilai normal AST / SGOT dan ALT / SGPT

: 5-35 unit/ml. Alkaline posfatase dibentuk dalam hati dan dieksresikan ke dalam empedu, kadarnya akan meningkat jika terjadi obstuksi biliaris. Nilai normalnya : 30-120 IU/L atau 2-4 unit/dl. f) . Pemeriksaan diagnostic a) pemeriksaan sinar X Abdomen Dapat dilakukan pada klien yang dicurigai akan penyakit kandung empedu. Dan untuk menyingkirkan penyebab gejala yang lain. pemeriksaannya hanya 15-20 % batu yang mengalami kalsifikasi untuk dapat tampak melalui pemerikasaan ini. (KMB 2 : 1207) b) Kolangiogram / kolangiografi transhepatik perkutan Yaitu melalui penyuntikan bahan kontras langsung ke dalam cabang bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikan relatif besar maka semua komponen sistem bilier (duktus hepatikus, D. koledukus, D. sistikus dan kandung empedu) dapat terlihat. Meskipun angka komplikasi dari kolangiogram rendah namun bisa beresiko peritonitis bilier, resiko sepsis dan syok septik. (KMB 2 : 1207) c) ERCP ( Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatographi) Yaitu Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat optic yang fleksibel kedalam esophagus hingga mencapai duodenum pars desenden..sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasienpasien yang kandung empedunya sudah diangkat.ERCP ini berisiko terjadinya tandatanda perforasi/ infeksi(KMB 2 : 1207 dan internet)) d) Pemeriksaan Ultrosonografi (USG) Pemeriksaan dengan USG sangat cepat dan akurat dilaporkan bahwa USG dapat mendeteksi batu empedu dengan akurasi 95%.Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa(KMB 2 : 1207 + internet) e) Pemeriksaan pencitraan radionuklida atau koleskintografi Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukan preparat radio aktif yang disuntikan intravena .preparat itu kemudian diambil oleh preparat hepatosit dan dengan cepat diekresikan kedalam system bilier.selanjutnya dilakukan pemindaian saluran empedu untuk mendapatkan gambaran kandung empedu dan percabangan bilier. (KMB 2 : 1207) f) kolesistografi Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik,

muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu (internet) g) . Penatalaksanaan ( KMB 2 : 1209) a) Non Bedah, tujuan utamanya adalah untuk mengurangi episode akut nyeri kandung empedu dan kolesistisis melalui penatalaksanaan pendukung serta diet, dan untuk menghilangkan penyebab kolesistisis melalui farmakoterapi, prosedur endoskopik serta intervensi bedah 1. Therapi Konservatif Pendukung diit : Cairan rendah lemak Cairan Infus Pengisapan Nasogastrik Analgetik Antibiotik Istirahat 2. Farmako Therapi Pemberian asam ursodeoksikolat dan kenodioksikolat digunakan untuk melarutkan batu empedu terutama berukuran kecil dan tersusun dari kolesterol.mekanisme kerjanya adalah menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya sehingga terjadi desaturasi getah empedu.batu yang sudah ada dapat dikurangi besarnya,batu yang kecil dilarutkan dan yang kecil dicegah pembentukanya. 3. Pengangkatan batu empedu tanpa pembedahan Diantaranya adalah dengan mengunakan metode : Pelarutan batu empedu Pengangkatan non bedah : biasanya dilakukan untuk mengeluarkan batu yang belum terangkat ketika kolesistektomi atau yang terjepit dalam duktus koledokus. Prosedur pertama : denga mmasukan kateter dan jarring yang terpasang disisipkan lewat saluran T- tube atau lewat fistula yang terbentuk pada saat insersi T-tube Prosedur kedua adalah endoskop ERCP Extracorporeal shock wave lithotripsy ( ESWL) 4. Therapy 1.Ranitidin Komposisi : Ranitidina HCl setara ranitidina 150 mg, 300 mg/tablet, 50 mg/ml injeksi. Indikasi : ulkus lambung termasuk yang sudah resisten terhadap simetidina, ulkus duodenum, hiperekresi asam lambung ( Dalam kasus kolelitiasis ranitidin dapat mengatasi rasa mual dan muntah / anti emetik). Perhatian : pengobatan dengan ranitidina dapat menutupi gejala karsinoma lambung, dan tidak dianjurkan untuk wanita hamil. 2.Buscopan (analgetik /anti nyeri) Komposisi : Hiosina N-bultilbromida 10 mg/tablet, 20 mg/ml injeksi Indikasi : Gangguan kejang gastrointestinum, empedu, saluran kemih wanita. Kontraindikasi : Glaukoma hipertrofiprostat.

3. Buscopan Plus Komposisi : Hiosina N-butilbromida 10 mg, parasetamol 500 mg,. Indikasi : Nyeri paroksimal pada penyakit usus dan lambung, nyeri spastik pada saluran uriner, bilier, dan organ genital wanita. 4. NaCl i. NaCl 0,9 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida yang dimana kandungan osmolalitasnya sama dengan osmolalitas yang ada di dalam plasma tubuh. ii. NaCl 3 % berisi Sodium Clorida / Natrium Clorida tetapi kandungan osmolalitasnya lebih tinggi dibanding osmolalitas yang ada dalam plasma tubuh. b) Penatalaksanaan bedah Pembedahan Cholesistektomy Dalam prosedur ini kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus diligasi.ini adalah tindakan pembedahan yang dilakukan atas indikasi cholesistitis atau pada cholelitisis, baik akut /kronis yang tidak sembuh dengan tindakan konservatif . h) Penatalaksanaan Diet Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga klien dianjurkan/ dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti : buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi / teh. i) Komplikasi kolelitiasis Komplikasi dari kolelitiasis diantaranya adalah : a) Empiema kandung empedu, terjadi akibat perkembangan kolessistitis akut denga sumbatan duktus sistikus persisten menjadi superinfeksi empedu yang tersumbat disertai kuman kuman pebentuk pus. b) Hidrops atau mukokel kandung empedu terjadi akibat sumbatan berkepanjangan duktus sitikus. c) Gangren, gangrene kandung empedu menimbulkan iskemia dinding dan nekrosis jaringan berbercak atau total. d) Ferforasi :ferforasi local biasanya tertahan dalam omentum atau oleh adhesi yang ditimbulkan oleh peradangan berulang kandung empedu.ferforasi bebas lebih jarang terjadi tetapi mengakibatkan kematian sekitar 30%. e) Pembentukan fistula f) Ileus batu empedu : obstruksi intestinal mekanik yang diakibatkan oleh lintasan batu empedu yang besar kedalam lumen usus. g) Empedu limau (susu kalsium) dan kandung empedu porcelain. (sumber: Buku prinsip-prinsip penyakit dalam hal: 1694) Daftar pustaka : Brunner & Suddart.2001.Keperawatan Medikal Bedah Vol 2.Jakarta : EGC Harisson 2000.Prinsip-Prinsip ilmu penyakit dalam vol 4. Jakarta : EGC Robins Kumar. Buku ajar Patologi II, edisi 4.jakarta : EGC

Guyton & Hall,Buku ajar Fisiollogi Kedokteran .jakarta : EGC Diagnosa Keperawatan Nanda Johnson,Marion,dkk. 2000. Nurcing Outcomes Classification (NOC). Mosby Mcclockey C, Joanne, Gloria M Bulechek. 1996. Nurcing Intervention Classification (NIC). Mosby Baca Selengkapnya...

Thursday, February 5, 2009 Wednesday, December 24, 2008 Home Subscribe to: Posts (Atom) http://djibrilnursemind.blogspot.com/2009_01_02_archive.html

Sendi merupakan tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Sendi dapat dibagi

menjadi tiga tipe, yaitu: (1) sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan kartilago, antara tulang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa, dan dibagi menjadi dua subtipe yaitu sutura dan sindemosis; (2) sendi kartilaginosa dimana ujungnya dibungkus oleh kartilago hialin, disokong oleh ligament, sedikit pergerakan, dan dibagi menjadi subtipe yaitu sinkondrosis dan simpisis; dan (3) sendi sinovial. Sendi sinovial merupakan sendi yang dapat mengalami pergerakkan, memiliki rongga sendi dan permukaan sendinya dilapisi oleh kartilago hialin. Kapsul sendi membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi, tidak meluas tetapi terlipat sehingga dapat bergerak penuh. Sinovium menghasilkan cairan sinovial yang berwarna kekuningan, bening, tidak membeku, dan mengandung lekosit. Asam hialuronidase bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh pembungkus sinovial. Cairan sinovial mempunyai fungsi sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi. Jenis sendi sinovial : (1) Ginglimus : fleksi dan ekstensi, monoaxis ; (2) Selaris : fleksi dan ekstensi, abd & add, biaxila ; (3) Globoid : fleksi dan ekstensi, abd & add; rotasi sinkond multi axial ; (4) Trochoid : rotasi, mono aksis ; (5) Elipsoid : fleksi, ekstensi, lateral fleksi, sirkumfleksi, multi axis. Secara fisiologis sendi yang dilumasi cairan sinovial pada saat bergerak terjadi tekanan yang mengakibatkan cairan bergeser ke tekanan yang lebih kecil. Sejalan dengan gerakan ke depan, cairan bergeser mendahului beban ketika tekanan berkurang cairan kembali ke belakang. (Price, 2005; Azizi, 2004). Tulang rawan merupakan jaringan pengikat padat khusus yang terdiri atas sel kondrosit, dan matriks. Matrriks tulang rawan terdiri atas sabut-sabut protein yang terbenam di dalam bahan dasar amorf. Berdasarkan atas komposisi matriksnya ada 3 macam tulang rawan, yaitu : (1) tulang rawan hialin, yang terdapat terutama pada dinding saluran pernafasan dan ujung-ujung persendian; (2) tulang rawan elastis misalnya pada epiglotis, aurikulam dan tuba auditiva; dan (3) tulang rawan fibrosa yang terdapat pada anulus fibrosus, diskus intervertebralis, simfisis pubis dan insersio tendo-tulang. Kartilago hialin

menutupi bagian tulang yang menanggung beban pada sendi sinovial. Rawan sendi tersusun oleh kolagen tipe II dan proteoglikan yang sangat hidrofilik sehingga memungkinkan rawan tersebut mampu menahan kerusakan sewaktu sendi menerima beban yang kuat. Perubahan susunan kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau penambahan usia (Wilson, 2005; Laboratorium histologi FK UNS, 2008)

http://muelmuel.blogspot.com/2009/02/histologianatomi-fisiologi-dari-sendi.html
SENDI LUTUT FITRIANI LUMONGGA Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Persendian atau artikulasio adalah suatu hubungan antara dua buah tulang atau lebih yang dihubungkan melalui pembungkus jaringan ikat pada bagian luar dan pada bagian dalam terdapat rongga sendi dengan permukaan tulang yang dilapisi oleh tulang rawan. Fungsi dari sendi secara umum adalah untuk melakukan gerakan pada tubuh Sendi lutut merupakan bagian dari extremitas inferior yang menghubungkan tungkai atas (paha) dengan tungkai bawah. Fungsi dari sendi lutut ini adalah untuk mengatur pergerakan dari kaki. Dan untuk menggerakkan kaki ini juga diperlukan antara lain : - Otot- otot yang membantu menggerakkan sendi - Capsul sendi yang berfungsi untuk melindungi bagian tulang yang bersendi supaya jangan lepas bila bergerak - Adanya permukaan tulang yang dengan bentuk tertentu yang mengatur luasnya gerakan. - Adanya cairan dalam rongga sendi yang berfungsi untuk mengurangi gesekan antara tulang pada permukaan sendi. - Ligamentum-ligamentum yang ada di sekitar sendi lutut yang merupakan penghubung kedua buah tulang yang bersendi sehingga tulang menjadi kuat untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh. Sendi lutut ini termasuk dalam jenis sendi engsel , yaitu pergerakan dua condylus femoris diatas condylus tibiae. Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi ini yaitu gerakan fleksi , ekstensi dan sedikit rotatio. Jika terjadi gerakan yang melebihi kapasitas sendi maka akan dapat menimbulkan cedera yang antara lain terjadi robekan pada capsul dan ligamentum di sekitar sendi. JENIS SENDI PADA LUTUT Persendian pada sendi lutut termasuk dalam jenis sendi synovial (synovial joint ), yaitu sendi yang mempunyai cairan sinovial yang berfungsi untuk membantu pergerakan antara dua buah tulang yang bersendi agar lebih leluasa. Secara anatomis persendian ini lebih kompleks daripada jenis sendi fibrous dan sendi cartilaginosa. Permukaan tulang yang bersendi pada synovial joint ini ditutupi oleh lapisan hyaline cartilage yang tipis yang disebut articular cartilage , yang merupakan bantalan pada persambungan tulang. Pada daerah ini terdapat rongga yang dikelilingi oleh kapsul sendi. Dalam hal ini kapsul sendi merupakan pengikat kedua tulang yang bersendi agar tulang tetap berada pada tempatnya pada waktu terjadi gerakan. 2004 Digitized by USU digital library 1 Kapsul sendi ini terdiri dari 2 lapisan : 1. Lapisan luar Disebut juga fibrous capsul , terdiri dari jaringan connective yang kuat yang tidak teratur Dan akan berlanjut menjadi lapisan fibrous dari periosteum yang menutupi bagian tulang. Dan sebagian lagi akan menebal dan membentuk ligamentum. 2. Lapisan dalam Disebut juga synovial membran, bagian dalam membatasi cavum sendi dan bagian luar merupakan bagian dari articular cartilage.. Membran ini tipis dan terdiri dari kumpulan jaringan connective. Membran ini menghasilkan cairan synovial yang terdiri dari serum darah dan cairan sekresi dari sel synovial. Cairan synovial ini merupakan campuran yang kompleks dari polisakarida protein , lemak dan sel sel

lainnya. Polisakarida ini mengandung hyaluronic acid yang merupakan penentu kualitas dari cairan synovial dan berfungsi sebagai pelumas dari permukaan sendi sehingga sendi mudah digerakkan Ada 2 condylus yang menutupi bagian ujung bawah sendi pada femur dan 2 tibial condylus yang menutupi meniscus untuk stabilitas artikulasi femorotibial. Patella yang merupakan jenis tulang sesamoid terletak pada segmen inferior dari tendon quadriceps femoris, bersendi dengan femur, dimana patella ini terletak diantara 2 condylus femoralis pada permukaan anteroinferior. Menurut arah gerakannya sendi lutut termasuk dalam sendi engsel ( mono axial joints )yaitu sendi yang mempunyai arah gerakan pada satu sumbu. Sendi lutut ini terdiri dari bentuk conveks silinder pada tulang yang satu yang digunakan untuk berhubungan dengan bentuk yang concave pada tulang lainnya. ANATOMI SENDI LUTUT Sendi lutut merupakan persendian yang paling besar pada tubuh manusia. Sendi ini terletak pada kaki yaitu antara tungkai atas dan tungkai bawah. Pada dasarnya sendi lutut ini terdiri dari dua articulatio condylaris diantara condylus femoris medialis dan lateralis dan condylus tibiae yang terkait dan sebuah sendi pelana , diantara patella dan fascies patellaris femoris. Secara umum sendi lutut termasuk kedalam golongan sendi engsel, tetapi sebenarnya terdiri dari tiga bagian sendi yang kompleks yaitu : 1. condyloid articulatio diantara dua femoral condylus dan meniscus dan berhubungan dengan condylus tibiae 2. satu articulatio jenis partial arthrodial diantara permukaan dorsal dari patella dan femur. Pada bagian atas sendi lutut terdapat condylus femoris yang berbentuk bulat, pada bagian bawah terdapat condylus tibiae dan cartilago semilunaris. Pada bagian bawah terdapat articulatio antara ujung bawah femur dengan patella. Fascies articularis femoris . tibiae dan patella diliputi oleh cartilago hyaline. Fascies articularis condylus medialis dan lateralis tibiae di klinik sering disebut sebagai plateau tibialis medialis dan lateralis. 2004 Digitized by USU digital library 2 LIGAMENTUM PADA SENDI LUTUT A. LIGAMENTUM EXTRACAPSULAR 1. Ligamentum Patellae Melekat (diatas) pada tepi bawah patella dan pada bagian bawah melekat pada tuberositas tibiae. Ligamentum patellae ini sebenarnya merupakan lanjutan dari bagian pusat tendon bersama m. quadriceps femoris. Dipisahkan dari membran synovial sendi oleh bantalan lemak intra patella dan dipisahkan dari tibia oleh sebuah bursa yang kecil. Bursa infra patellaris superficialis memisahkan ligamentum ini dari kulit. 2. Ligamentum Collaterale Fibulare Ligamentum ini menyerupai tali dan melekat di bagian atas pada condylus lateralis dan dibagian bawah melekat pada capitulum fibulae. Ligamentum ini dipisahkan dari capsul sendi melalui jaringan lemak dan tendon m. popliteus. Dan juga dipisahkan dari meniscus lateralis melalui bursa m. poplitei. 3. Ligamentum Collaterale Tibiae Ligamentum ini berbentuk seperti pita pipih yang melebar dan melekat dibagian atas pada condylus medialis femoris dan pada bagian bawah melekat pada margo infraglenoidalis tibiae. Ligamentum ini menembus dinding capsul sendi dan sebagian melekat pada meniscus medialis. Di bagian bawah pada margo infraglenoidalis, ligamentum ini menutupi tendon m. semimembranosus dan a. inferior medialis genu . 4. Ligamentum Popliteum Obliquum Merupakan ligamentum yang kuat, terletak pada bagian posterior dari sendi lutut, letaknya membentang secara oblique ke medial dan bawah. Sebagian dari ligamentum ini berjalan menurun pada dinding capsul dan fascia m. popliteus dan sebagian lagi membelok ke atas menutupi tendon m. semimembranosus. 5. Ligamentum Transversum Genu Ligamentum ini terletak membentang paling depan pada dua meniscus , terdiri dari jaringan connective, kadang- kadang ligamentum ini tertinggal dalam perkembangannya , sehingga sering tidak dijumpai pada sebagian orang. B. LIGAMENTUM INTRA CAPSULAR Ligamentum cruciata adalah dua ligamentum intra capsular yang sangat kuat, saling menyilang didalam rongga sendi. Ligamentum ini terdiri dari dua bagian yaitu posterior dan anterior sesuai dengan perlekatannya pada tibiae. Ligamentum ini

penting karena merupakan pengikat utama antara femur dan tibiae. 1. Ligamentum Cruciata Anterior Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berjalan kearah atas, kebelakang dan lateral untuk melekat pada bagian posterior permukaan medial condylus lateralis femoris. Ligamentum ini akan mengendur bila lutut ditekuk dan akan menegang bila lutut diluruskan sempurna. Ligamentum cruciatum anterior berfungsi untuk mencegah femur 2004 Digitized by USU digital library 3 bergeser ke posterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut berada dalam keadaan fleksi ligamentum cruciatum anterior akan mencegah tibiae tertarik ke posterior. 2. Ligamentum Cruciatum Posterior Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris posterior dan berjalan kearah atas , depan dan medial, untuk dilekatkan pada bagian anterior permukaan lateral condylus medialis femoris. Seratserat anterior akan mengendur bila lutut sedang ekstensi, namun akan menjadi tegang bila sendi lutut dalam keadaan fleksi. Serat-serat posterior akan menjadi tegang dalam keadaan ekstensi. Ligamentum cruciatum posterior berfungsi untuk mencegah femur ke anterior terhadap tibiae. Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi , ligamentum cruciatum posterior akan mencegah tibiae tertarik ke posterior. CARTILAGO SEMILUNARIS (MENISCUS ) Cartilago semilunaris adalah lamella fibrocartilago berbentuk C , yang pada potongan melintang berbentuk segitiga. Batas perifernya tebal dan cembung, melekat pada bursa. Batas dalamnya cekung dan membentuk tepian bebas . Permukaan atasnya cekung dan berhubungan langsung dengan condylus femoris. Fungsi meniscus ini adalah memperdalam fascies articularis condylus tibialis untuk menerima condylus femoris yang cekung. 1. Cartilago Semilunaris Medialis Bentuknya hampir semi sirkular dan bagian belakang jauh lebih lebar daripada bagian depannya. Cornu anterior melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berhubungan dengan cartilago semilunaris lateralis melalui beberapa serat yang disebut ligamentum transversum. Cornu posterior melekat pada area intercondylaris posterior tibiae. Batas bagian perifernya melekat pada simpai dan ligamentum collaterale sendi. Dan karena perlekatan inilah cartilago semilunaris relatif tetap. 2. Cartilago Semilunaris Lateralis Bentuknya hampir sirkular dan melebar secara merata. Cornu anterior melekat pada area intercondylaris anterior, tepat di depan eminentia intercondylaris. Cornu posterior melekat pada area intercondylaris posterior, tepat di belakang eminentia intercondylaris. Seberkas jaringan fibrosa biasanya keluar dari cornu posterior dan mengikuti ligamentum cruciatum posterior ke condylus medialis femoris. Batas perifer cartilago dipisahkan dari ligamentum collaterale laterale oleh tendon m. popliteus, sebagian kecil dari tendon melekat pada cartilago ini. Akibat susunan yang demikian ini cartilago semilunaris lateralis kurang terfiksasi pada tempatnya bila di bandingkan dengan cartilago semilunaris medialis. CAPSULA ARTICULARIS Capsula articularis terletak pada permukaan posterior dari tendon m. quadriceps femoris dan didepan menutupi patella menuju permukan anterior dari femur diatas tubrositas sendi. Kemudian capsula ini berlanjut sebagai loose membran yang dipisahkan oleh jaringan lemak yang tebal dari ligamentum patellae dan dari bagian tengah dari retinacula patellae menuju bagian atas tepi dari dua meniscus dan ke 2004 Digitized by USU digital library 4 bawah melekat pada ligamentum cruciatum anterior . Selanjutnya capsula articularis ini menutupi kedua ligamentun cruciatum pada sendi lutut sebagai suatu lembaran dan melintasi tepi posterior ligamentum cruciatum posterior. Dari tepi medial dan lateral dari fascies articularis membentuk dua tonjolan , lipatan synovial, plica alares yang terkumpul pada bagian bawah. Kesemuanya hal ini membentuk suatu synovial villi. Plica synovialis patellaris, membentang pada bagian belakang yang mengarah pada bidang sagital menuju cavum sendi dan melekat pada bagian paling bawah dari tepi fossa intercondyloidea femoris. Plica ini merupakan lipatan sagital yang lebar

pada synovial membran. Lipatan ini membagi cavum sendi menjadi dua bagian , berhubungan dengan dua pasang condylus femoris dan tibiae. Lipatan capsul sendi pada bagian samping berjalan dekat pinggir tulang rawan. Sehingga regio epicondylus tetap bebas. Kapsul sendi kemudian menutupi permukaan cartilago , dan bagian permukaan anterior dari femur tidak ditutupi oleh cartilago. Pada tibia capsul sendi ini melekat mengelilingi margo infraglenoidalis, sedikit bagian bawah dari permukaan cartilago, selanjutnya berjalan kebawah tepi dari masing-masing meniscus. BURSA PADA SENDI LUTUT Bursa sendi merupakan suatu tube seperti kantong yang terletak di bagian bawah dan belakang pada sisi lateral didepan dan bawah tendon origo m. popliteus. Bursa ini membuka kearah sendi melalui celah yang sempit diatas meniscus lateralis dan tendon m. popliteus. Banyak bursa berhubungan sendi lutut. Empat terdapat di depan, dan enam terdapat di belakang sendi. Bursa ini terdapat pada tempat terjadinya gesekan di antara tulang dengan kulit, otot, atau tendon. A. BURSA ANTERIOR 1. Bursa Supra Patellaris Terletak di bawah m. quadriceps femoris dan berhubungan erat dengan rongga sendi. 2. Bursa Prepatellaris Terletak pada jaringan subcutan diantara kulit dan bagian depan belahan bawah patella dan bagian atas ligamentum patellae. 3. Bursa Infrapatellaris Superficialis Terletak pada jaringan subcutan diantara kulit dan bagian depan belahan bawah ligamentum patellae 4. Bursa Infapatellaris Profunda Terletak di antara permukaan posterior dari ligamentum patellae dan permukaan anterior tibiae. Bursa ini terpisah dari cavum sendi melalui jaringan lemak dan hubungan antara keduanya ini jarang terjadi. 2004 Digitized by USU digital library 5 B. BURSA POSTERIOR 1. Recessus Subpopliteus Ditemukan sehubungan dengan tendon m. popliteus dan berhubungan dengan rongga sendi. 2. Bursa M. Semimembranosus Ditemukan sehubungan dengan insertio m. semimembranosus dan sering berhubungan dengan rongga sendi. Empat bursa lainnya ditemukan sehubungan dengan : 1. tendon insertio m. biceps femoris 2. tendon m. sartorius , m. gracilis dan m. semitendinosus sewaktu berjalan ke insertionya pada tibia. 3. di bawah caput lateral origo m. gastrocnemius 4. di bawah caput medial origo m. gastrocnemius PERSARAFAN SENDI LUTUT Persarafan pada sendi lutut adalah melalui cabang-cabang dari nervus yang yang mensarafi otot-otot di sekitar sendi dan befungsi untuk mengatur pergerakan pada sendi lutut. Sehingga sendi lutut disarafi oleh : 1. N. Femoralis 2. N. Obturatorius 3. N. Peroneus communis 4. N. Tibialis SUPLAI DARAH Suplai darah pada sendi lutut berasal dari anastomose pembuluh darah disekitar sendi ini. Dimana sendi lutut menerima darah dari descending genicular arteri femoralis, cabang-cabang genicular arteri popliteal dan cabang descending arteri circumflexia femoralis dan cabang ascending arteri tibialis anterior. Aliran vena pada sendi lutut mengikuti perjalanan arteri untuk kemudian akan memasuki vena femoralis. SISTEM LYMPH System limfe pada sendi lutut terutama terdapat pada perbatasan fascia subcutaneous. Kemudian selanjutnya akan bergabung dengan lymph node sub inguinal superficialis. Sebagian lagi aliran lymph ini akan memasuki lymph node popliteal, dimana aliran lymph berjalan sepanjang vena femoralis menuju deep inguinal lymph node 2004 Digitized by USU digital library 6 PERGERAKAN SENDI LUTUT Pergerakan pada sendi lutut meliputi gerakan fleksi , ekstensi , dan sedikit rotasi. Gerakan fleksi dilaksanakan oleh m. biceps femoris , semimembranosus, dan semitendinosus, serta dbantu oleh m.gracilis , m.sartorius dan m. popliteus. Fleksi sendi lutut dibatasi oleh bertemunya tungkai bawah bagian belakang dengan paha. Ekstensi dilaksanakan oleh m. quadriceps femoris dan dibatasi mula-mula oleh ligamentum cruciatum anterior yang menjadi tegang. Ekstensi sendi lutut lebih lanjut disertai rotasi medial dari femur dan tibia serta ligamentum collaterale mediale dan lateral serta ligamentum popliteum obliquum menjadi tegang , serat-serat posterior ligamentum cruciatum posterior juga di

eratkan. Sehingga sewaktu sendi lutut mengalami ekstensi penuh ataupun sedikit hiper-ekstensi , rotasi medial dari femur mengakibatkan pemutaran dan pengetatan semua 2004 Digitized by USU digital library 7 ligamentum utama dari sendi, dan lutut berubah menjadi struktur yang secara mekanis kaku. Rotasio femur sebenarnya mengembalikan femur pada tibia , dan cartilago semilunaris dipadatkan mirip bantal karet diantara condylus femoris dan condylus tibialis. Lutut berada dalam keadaan hiper-ekstensi dikatakan dalam keadaan terkunci. Selama tahap awal ekstensi , condylus femoris yang bulat menggelinding ke depan mirip roda di atas tanah, pada permukaan cartilago semilunaris dan condylus lateralis. Bila sendi lutut di gerakkan ke depan , femur ditahan oleh ligamentum cruciatum posterior, gerak menggelinding condylus femoris diubah menjadi gerak memutar. Sewaktu ekstensi berlanjut , bagian yang lebih rata pada condylus femoris bergerak kebawah dan cartilago semilunaris harus menyesuaikan bentuknya pada garis bentuk condylus femoris yang berubah. Selama tahap akhir ekstensi , bila femur mengalami rotasi medial, condylus lateralis femoris bergerak ke depan, memaksa cartilago semilunaris lateralis ikut bergerak ke depan. Sebelum fleksi sendi lutut dapat berlangsung , ligamentum-ligamentum utama harus mengurai kembali dan mengendur untuk memungkinkan terjadinya gerakan diantara permukaan sendi. Peristiwa mengurai dan terlepas dari keadaan terkunci ini dilaksanakan oleh m. popliteus, yang memutar femur ke lateral pada tibia. Sewaktu condylus lateralis femoris bergerak mundur , perlekatan m. popliteus pada cartilago semilunaris lateralis akibatnya tertarik kebelakang. Sekali lagi cartilago semilunaris harus menyesuaikan bentuknya pada garis bentuk condylus yang berubah. Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi 90 derajat , maka kemungkinan rotasio sangat luas. Rotasi medial dilakukan m. sartorius, m. gracilis dan m. semitendinosus. Rotasi lateral dilakukan oleh m. biceps femoris. Pada posisi fleksi, dalam batas tertentu tibia secara pasif dapat di gerakkan ke depan dan belakang terhadap femur , hal ini dimungkinkan karena ligamentum utama , terutama ligamentum cruciatum sedang dalam keadaan kendur. Jadi disini tampak bahwa stabilitas sendi lutut tergantung pada kekuatan tonus otot yang bekerja terhadap sendi dan juga oleh kekuatan kigamentum. Dari faktor-faktor ini , tonus otot berperan sangat penting, dan menjadi tugas ahli fisioterapi untuk mengembalikan kekuatan otot ini , terutama m. quadriceps femoris, setelah terjadi cedera pada sendi lutut. ASPEK KLINIS SENDI LUTUT TRAUMA PADA LUTUT Trauma pada lutut lebih sering terjadi pada sisi medial dibandingkan pada sisi lateral. Ligamentum collaterale laterale ( fibulare ) lebih kuat mengikat sendi daripada ligamentum collaterale medial ( fibula ). Kerusakan pada ligamentum collaterale terjadi sebagai akibat dari pukulan pada lutut pada sisi yang berlawanan. Pukulan yang berat pada sisi medial dari lutut , yang mana dapat menimbulkan kerusakan pada ligamentum collaterale fibulare , adalah jarang terjadi bila di bandingkan dengan pukulan pada sisi lateral lutut. Meniscus medialis melekat kuat 2004 Digitized by USU digital library 8 pada ligamentum collaterale tibialis dan frekuensi kerusakan 20 kali lebih sering terjadi di bandingkan dengan meniscus lateralis. Meniscus yang robek dapat menimbulkan bunyi click selama ekstensi dari kaki, bila kerukan lebih berat potongan sobekan dari cartilago dapat bergerak di antara permukaan persendian tibia dan femur.. Hal ini menyebabkan lutut menjadi terkunci pada posisi sedikit fleksi. Bila lutut di gerakkan ke anterior dengan berlebihan ataupun bila lutut hiperekstensi , ligamentum cruciatum anterior dapat robek sehingga menyebabkab sendi lutut menjadi tidak stabil. Dan bila lutut di gerakkan ke posterior dengan berlebihan maka ligamentum cruciatum posterior dapat robek. Tindakan bedah pada ligamentum cruciatum melalui transplantasi ataupun artificial ligamentum di gunakan untuk memperbaiki kerusakan. Jenis trauma yang sering terjadi pada pemain sepak

bola adalah melalui blok ataupun tackle pada sisi lateral lutut yang menyebabkan lutut tertekuk kedalam, membuka sisi medial dari sendi dan merobek ligamentum collateral mediale. Meniscus medialis sering robek juga, sebab ligamentum ini melekat erat pada meniscus medialis, pada cedera yang berat ligamentu cruciatum anterior , yag juga melekat pada meniscus medialis juga ikut rusak. OSTEOCHONDRITIS Sering terjadi pada cartilago pada permukan dorsal dari patella. Dan mengganggu pergerakan dari sendi lutut dan sering menimbulkan nyeri pada daerah patella bila sendi di gerakkan. Bagian cartilago dari permukaan dorsal patella sama seperti pada permukaan sendi femur pada saat berada dalam rongg sendi. Hal ini dapat menimbulkan nyeri pada sendi lutut dan mengunci sendi .Penguncian ini menunjukkan ketidakmampuan fungsi dari sendi. Walaupun sendi ini terkunci tetapi masih dapat di fleksikan lebih dari 90 derajat. FRAKTUR PATELLA Tulang patella dapat menjadi fraktur baik secara sendiri ataupun gabungan antara tulang-tulang pada ekstremitas inferior. Fraktur patella biasanya jenis transversal sederhana, dimana dapat dikoreksi/perbaiki. Tetapi bila fraktur patella kompleks dan disertai dengan dislokasi diperlukan tindakan bedah yang berupa pengangkatan patella (patellectomy) , agar dapat mengembalikan fungsi sendi lutut dengan lebih baik. DISLOKASI SENDI LUTUT Dislokasi pada sendi lutut biasanya terjadi pada trauma yang berat , yang langsung mengenai sendi lutut. Subluksasio dapat terjadi secara sekunder pada penyakit degeneratif ataupun pada penyakit infeksi yang sudah berlangsung cukup lama. Tulang tibia dapat menjadi dislokasi ke ventral , dorsal ataupun ke setiap sisi . Dapat juga terjadi rotasi yang abnormal pada femur. 2004 Digitized by USU digital library 9 Mekanisme terjadinya dislokasi pada sendi lutut biasanya melalui hiperekstensi dan torsi pada sendi lutut. Dislokasi akut pada sendi lutut sering disertai dengan kerusakan pada pembuluh darah ataupun persarafan pada popliteal space. DAFTAR PUSTAKA 1. Frank, H , Netter , M.D., Interactive Atlas of Human Anatomy , Ciba Medical Educations & Publications , 1995 2. H.H.Lindner, Clinical Anatomy , a LANGE medical book , Connecticut , 1989 3. J.S.P.Lumley , J.L.Craven , J.T.Aitken, Essential Anatomy , fourth edition, Churchill Livingstone , New York ,1987 4. Seeley , Stephen , Tate, Anatomy and Physiologi, international edition, sixth edition , Mc Graw Hill , New York , 2003 5. Snell Richard S Seeley , Stephen , Tate, Anatomy and Physiologi, international edition, sixth edition , Mc Graw Hill , New York , 2003 Anatomi Klinik, Bagian 2 , Edisi ke 3 , EGC , 1997 6. Spalteholz Werner, Hand Atlas of Human Anatomy, Seventh Edition in English 2004 Digitized by USU digital library 10

http://library.usu.ac.id/download/fk/anato mi-fitriani.pdf

Anda mungkin juga menyukai