Anda di halaman 1dari 23

NORMA KETENAGAKERJAAN Hubungan Kerja

Oleh : DIREKTORAT PENGAWASAN NORMA KETENAGAKERJAAN

DASAR HUKUM
1. 2. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28 D ayat (2). Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-Undang Nomor 21 tahun 2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri dan Perdagangan. Permenaker Nomor Per-03/MEN/1984 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu
2

3. 4. 5.

6.

KARAKTERISTIK HUKUM PUBLIK KETENAGAKERJAAN

Diatur dalam :

- UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan beserta UndangUndang dan Peraturan Pelaksana

1. Bersifat mengatur 2. Bersifat memaksa : kejahatan - Ada sanksi hukum pelanggaran - Tidak ada sanksi hukum
3

KARAKTERISTIK UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003


UU Organik
Peraturan Pelaksana

Memperluas lapangan kerja

Memperluas investasi Pengembangan dunia usaha Pasal 27 (2) dan Pasal 28 D (2) UUD 1945

Tingkat upah

Menjamin tingkat kelayakan pekerja

Kesejahteraan dan jaminan sosial Perlindungan Fisik (Keselamatan & Kesehatan Kerja) Perlindungan sosial Perlindungan hukum
4

NORMA KETENAGAKERJAAN
Keseluruhan aturan, kaidah, yang mengatur pola hubungan antara tenaga kerja dengan pemberi kerja, sehingga menjadi standar yang harus dipatuhi oleh masing-masing pihak. Terbentuk berdasarkan : 1. Aturan Hukum Publik 2. Hukum Keperdataan 3. Kesepakatan kolektif antara tenaga kerja dengan pemberi kerja : Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama

NORMA-NORMA KETENAGAKERJAAN
a. b. c. d. Norma Pelatihan Kerja Norma Penempatan Tenaga Kerja Norma Hubungan Kerja Norma Khusus (Tenaga Kerja Anak dan Perempuan) Norma Perlindungan Tenaga Kerja 1. Norma Pengupahan 2. Norma Waktu Kerja dan Waktu Istirahat Norma Keselamatan dan Kesehatan Kerja Norma Jaminan Sosial Tenaga Kerja
6

e.

f. g.

HUBUNGAN KERJA
PASAL 50
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.

PASAL 51
(1) Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan (2) Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PASAL 56 :
(1) Perjanjian kerja dibuat untuk waktu tertentu atau waktu tidak tertentu (2) Perjanjian kerja untuk waktu tertentu didasarkan atas : a. Jangka waktu; atau b. Selesainya suatu pekerjaan tertentu.
7

KEPMENAKERTRANS NOMOR KEP-100/MEN/VI/2004 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pkwt Untuk Pekerjaan Yg Sekali Selesai Atau Sementara Sifatnya Yg Penyelesaiannya Paling Lama 3 (Tiga) Tahun

PKWT untuk pekerjaan yg sekali selesai atau sementara sifatnya adalah pkwt yg didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu, dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun Dalam PKWT yg didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai Apabila pekerjaan tertentu yg diperjanjikan dalam pkwt dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka pkwt tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan Apabila karena kondisi tertentu, pekerjaan tertentu tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan pembaharuan pkwt. Pembaharuan dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja. Selama tenggang waktu tersebut tidak ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha. Para pihak dapat mengatur lain dari ketentuan pembaharuan yang dituangkan dalam perjanjian.
8

PKWT Untuk Pekerjaan Yang Bersifat Musiman

Pekerjaan yg bersifat musiman adalah pekerjaan pelaksanaannya tergantung pada musim atau cuaca.

yang

Hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu. Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dapat dilakukan dengan PKWT sebagai pekerjaan musiman dan hanya diberlakukan untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan Pengusaha harus membuat daftar nama pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan. PKWT untuk pekerjaan yang bersifat musiman tidak dapat dilakukan pembaharuan
9

PKWT Untuk Pekerjaan Yang Berhubungan Dengan Produk Baru


PKWT dapat dilakukan dengan pekerja/buruh untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. Pkwt untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru hanya boleh diberlakukan bagi pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan diluar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan. Hanya dapat dilakaukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk 1 (satu) kali paling lama 1 (satu) tahun. Tidak dapat dilakukan pembaharuan
10

Perjanjian Kerja Harian Lepas

Untuk pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian lepas (pasal 10 ayat (1)). Perjanjian kerja harian lepas dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan (pasal 10 ayat (2)). Perjanjian kerja harian lepas yang memenuhi ketentuan pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) dikecualikan dari ketentuan jangka waktu PKWT pada umumnya. Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (dua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (tiga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT. Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibuat berupa daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 sekurang-kurangnya memuat : 1. Nama/alamat persahaan atau pemberi kerja 2. Nama/alamat pekerja/buruh 3. Jenis pekerjaan yang dilakukan 4. Besarnya upah dan/atau imbalan lainnya. 11

Perubahan PKWT Menjadi PKWTT

PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa indonesia dan huruf latin berubah menjadi pkwtt sejak adanya hubungan kerja. PKWT untuk pekerjaan yang bersifat musiman yang tidak dilakukan untuk pekerjaan yang bersifat musiman dan dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu maka pkwt berubah menjadi pkwtt sejak adanya hubungan kerja. PKWT untuk pekerjaan yang bersifat musiman yang tidak dilakukan untuk pekerjaan memenuhi pesanan atau target tertentu maka pkwt berubah menjadi pkwtt sejak adanya hubungan kerja. PKWT untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang dari ketentuan jangka waktu dan perpanjangan atau dilakukan pembaharuan maka pkwt berubah menjadi pkwtt sejak dilakukan penyimpangan Pembaharuan PKWTT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama 3 (tiga) tahun dilakukan tidak melalui masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya pkwt dan tidak diperjanjikan lain maka pkwt berubah menjadipkwtt sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut. Pengusaha yang mengakhiri hubungan kerja kepada pekerja/buruh PKWTT maka hak-hak pekerja/buruh dan prosedur penyelesaiannya dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 12

PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN


PASAL 65 ayat (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003: Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian permborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. PASAL 65 ayat (2) UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 : Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain harus memenuhi syarat: a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi kerja

c. Merupakan kegiatan penunjang secara keseluruhan


d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung
13

KEPMENAKERTRANS NOMOR KEP-220/MEN/2004 Tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain

Pengertian

Perusahaan pemberi pekerjaan adalah : a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupaun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. B. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. (Pasal 1 butir 1) Perusahaan penerima pemborongan pekerjaan adalh perusahaan lain yang menerima penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan dari perusahaan penerima pekerjaan. (Pasal 1 butir 2) Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan penerima pemborongan pekerjaan dangan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. (Pasal 1 butir 3) 14

Ketentuan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan


1. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekrejaandilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan secara tertulis (pasal 2 ayat (2) 2. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan harus diserahkan kepada perusahaan pemborong pekerjaan yang berbadan hukum. (Pasal 3 ayat (1) 3. Ketentuan mengenai berbadan hukum dikecualikan bagi : a. Perusahaan pemborong pekerjaan yang bergerak di bidang pengadaan barang. B. Perusahaan pemborong pekerjaan yang bergerak di bidang jasa pemeliharaan dan perbaikan serta jasa konsultasi yang dalam melaksanakan pekerjaan tersebut mempekerjakan pekerja/buruh kurang dari 10 (sepuluh) orang. (Pasal 3 ayat (2)). 4. Apabila perusahaan pemborong pekerjaan yang berbadan hukum akan menyerahkan lagi sebagian pekerjaan yang diterima dari perusahaan pemberi pekerjaan, maka : a. Penyerahan tersebut dapat diberikan kepada perusahaan pemborong pekerjaan yang bukan berbadan hukum (pasal 2 ayat (3) B. Apabila perusahaan pemborong pekerjaan yang bukan berbadan hukum tidak melaksanakan kewajibannya memenuhi hak-hak pekerja/buruh dalam hubungan kerja maka perusahaan pemborong pekerjaan yang berbadan hukum yang bertanggung jawab memenuhi kewajiban tersebut (pasal 2 ayat (4)).
15

5. Apabila di satu daerah tidak terdapat perusahaan pemborong pekerjaan yang berbadan hukum atau terdapat perusahaan pemborong pekerjaan berbadan hukum tetapi tidak memenuhi kualifikasi untuk dapat melaksanakan sebagian pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan, maka : a.Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan dapat diserahkan pada perusahaan pemborong pekerjaan yang bukan berbadan hukum; b. Perusahaan pemborong pekerjaan yang bukan berbadan hukum bertanggung jawab memenuhi hak-hak pekerja/buruh yang terjadi dalam hubungan kerja antara perusahaan pemborong pekerjaan yang bukan berbadan hukum tersebut dengan pekerjanya/buruhnya. c. Tanggung jawab memenuhi hak-hak pekerja/buruh harus dituangkan dalam perjanjian pemborongan pekerjaan antara perusahaan pemberi pekerjaan yang berbadan hukum tersebut. (Pasal 4 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3)). 6. Setiap perjanjian pemborongan pekerjaan wajib memuat ketentuan yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh dalam hubungan kerja sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan (pasal 5)
16

Syarat-syarat pekerjaan yang dapat diserahkan


1. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan pemborong pekerjaan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik menjamin maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan; b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan; c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan tersebbut adalah merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan alur kegiatan kerja perusahaan pemberi pekerjaan; d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung artinya kegiatan tersebut adalah merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan sebagaimana biasanya. (Pasal 6 ayat (1) 2. Perusahaan pemberi pekerjaan yang akan menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada perusahaan pemborong pekerjaan wajib membuat alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan (pasal 6 ayat (2)) 3. Berdasarkan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan tersebut, perusahaan pemberi pekerjaan menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang utama dan penunjang berdasarkan syarat-syarat pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan pemborong pekerjaan serta melaporkan kepada instansi yang bertanggung jaawab 17 di bidang ketenagakerjaan setempat (pasal 6 ayat (3)).

PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA/BURUH PASAL 66 ayat (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003:
Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi PASAL 66 ayat (1) UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003: Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan penunjang harus memenuhi syarat : a. Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa; b. Bentuk perjanjian kerja adalah perjanjian kerja waktu tertentu dan perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang ditandatangani kedua belah pihak;

c. Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh
d. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dgn perusahaan penyedia jasa apekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat 18 pasal-pasal sebagaimana diatur dalam undang-undang No. 13 tahun 2003.

KEPMENAKERTRANS NOMOR KEP-101/MEN/IV/2004 Tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh

Perusahaan penyedia jasa adalah perusahaan berbadan hukum yang dalam kegiatan usahanya menyediakan jasa pekerja/buruh untuk dipekerjakan di perusahaan pemberi kerja

Pasal 2 Untuk dapat menjadi perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, perusahaan wajib memiliki ijin operasional dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di kabupaten/kota sesuai domisili perusahaan penyedia jasa pekrja/buruh. Untuk mendapatkan ijin opersional perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh, perusahaan menyampaikan permohonan dengan melampirkan : a. Copy pengesahan sebagai badan hukum berbentuk perseroan terbatas atau koperasi; b. Copy anggaran dasar yang didalamnya memuat kegiatan usaha penyediaan jasa pekerja/buruh; c. Copy SIUP; d. Copy wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku. Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus sudah menerbitkan ijin operasional terhadap permohonan yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima. Pasal 3 Ijin operasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 berlaku di seluruh indonesia untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 19 yang sama

Pasal 4

Dalam hal perusahaan jasa memperoleh pekerjaan dari perusahaan pemebri pekerjaan kedua belah pihak wajib membuat perjanjian tertulis yang sekurangkurangnya memuat : a. Jenis pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa; b. Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud huruf a, hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan penyedia jasa dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan perusahaan penyedia jasa sehingga perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; c Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa dengan pekerja/buruh bersedia menerima pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa dengan pekerja/buruh sebelumnya untuk jenis-jenis pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi kerja dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh.

Pasal 5 Perjanjian sebagaimana di maksud dalam pasal 4 harus didaftarkan pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melakasanakan pekerjaan. Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan pada perusahaan pemberi kerja yang berada dalam wilayah lebih darisatu kabupaten/kota dalam satu propinsi, maka pendaftaraan dilakukan pada instansi yang bertanggung 20 jawab di bidang ketenagakerjaan.

Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melaksanakan pekerjaan pada perusahaan pemberi kerja yang berada dalam wilayah lebih dari satu propinsi, maka pendaftaran dilakukan pada direktorat jenderal pembinaan hubungan industrial. Pendaftaran perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) harus melampirkan draft perjanjian kerja.

Pasal 6

Dalam melakukan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 pejabat instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan melakukan penelitian perjanjian tersebut. Dalam hal perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah memenuhi ketentua sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, maka pejabat yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan menerbitkan bukti pendaftaran. Dalam hal terdapat ketentuan yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam pasal 4, maka pejabat yang bertanggung jawab ketenagakerjaan membuat catatan pada bukti pendaftaran bahwa perjanjian dimaksud tidak sesuai dengan ketentuan dalam pasal 4.
21

Pasal 7

Dalam hal perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak mendaftarkan perjanjian penyediaan jasa pekerja/buruh, maka instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 mencabut ijin operasional perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang bersangkutan setelah mendapat rekomendasi dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5.
Dalam hal ijin operasional dicabut, hak-hak pekerja/buruh tetap menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh yang bersangkutan. Keputusan menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan (21 juni 2004).

22

23

Anda mungkin juga menyukai